MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis II
Disusun Oleh : Bambang Adi Marandina
220120110002
Ahmat Pujianto
220120110010
Ai Rokhayati
220120110020
Anita Setyawati
220120110038
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN KRITIS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, karena dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Perdarahan Saluran Pencernaan”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis II pada Program Pasca Sarjana Magister Keperawatan, Peminatan Kritis, Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran. Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sari Fatimah, S.Kp, M.Kes, dan Ibu Etika Emaliyawati, M.Kep, selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Kritis II, yang telah memberikan ilmunya pada saat perkuliahan; teman-teman Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Keperawatan,
yang
telah
memberikan
motivasi
kepada
penulis
dalam
mengerjakan makalah ini; dan seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Selayaknya pepatah yang mengatakan “Kesalahan adalah milik manusia, dan Kesempurnaan hanyalah milik Allah” maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca terhadap makalah ini, sehingga penulis dapat membuat karya yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Bandung, September 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI Halaman Judul ……………………………………………………………….. 1 Kata Pengantar ………………………………………………………………. 2 Daftar Isi ……………………………………………………………………... 3 Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang ………………………………………………………. 4 B. Tujuan ………………………………………………………………... 5 Bab II. Tinjauan Teori A. Konsep Perdarahan Saluran Pencernaan Bagian Atas ………………. 7 B. Konsep Perdarahan Saluran Pencernaan Bagian Bawah …………….. 19 C. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perdarahan Saluran 23 Pencernaan …………………………………………………………... Bab III. Penutup A. Simpulan ……………………………………………………………... 36 B. Saran …………………………………………………………………. 36 Daftar Pustaka ……………………………………………………………….. Lampiran Evidence Based Practice :
3
38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari mulut sampai anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrient seperti air dan elektrolit dari makanan yang dimakan ke dalam lingkungan internal tubuh. Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Perdarahan saluran cerna dapat menyerang semua orang dan semua golongan. Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah kegawatan medis dengan jumlah penderita yang masuk rumah sakit 7000 orang per tahun di Skotlandia. Berdasarkan laporan penelitian di Inggris tahun 2007, angka mortalitas akibat perdarahan saluran pencernaan akut mencapai tujuh persen. Sedangkan insidensi kejadian perdarahan saluran pencernaan akut di Skotlandia Barat mencapai 170/100.000 penduduk dengan angka mortalitas 8,2% (SIGN, 2008). Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi di saluran cerna yang dimulai dari mulut hingga ke 2/3 bagian dari duodenum atau perdarahan saluran cerna proksimal dari ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan masalah kegawatan dengan angka mortalitas di rumah sakit sebesar 10%. Walaupun sudah ada perbaikan manajemen penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas, akan tetapi belum mampu menurunkan angka mortalitas secara signifikan sejak 50 tahun yang lalu (National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012).
4
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dari usus di sebelah distal ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar. Hampir 80% dalam keadaan akut berhenti dengan sendirinya dan tidak berpengaruh pada tekanan darah. Hanya 25% pasien dengan perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah (Edelman, 2007). Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di Amerika Serikat mencapai 22 kasus per 100.000 penduduk dewasa pada tahun 2007. Walaupun sudah berkembang pemeriksaan diagnostik yang canggih, namun 10% dari jumlah kasus perdarahan saluran cerna bagian bawah, lokasi perdarahan tidak bisa teridentifikasi (Edelman, 2007). Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna seharusnya memperhatikan kebutuhan pasien, hal yang disukai pasien, serta memperhatikan aspek spiritual dan kepercayaan pasien. Komunikasi yang baik dan efektif antara pasien dan petugas kesehatan mutlak diperlukan. Selain itu pelayanan
keperawatan
yang
diberikan
harus
mengacu
pada
aspek
biopsikososiokultural dan spiritual pasien (National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012). Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik menulis makalah asuhan keperawatan pada klien dengan perdarahan saluran pencernaan. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahan saluran pencernaan. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah : a. Menjelaskan definisi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah. b. Menjelaskan etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah. c. Menjelaskan patofisiologi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah. 5
d. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahan saluran pencernaan.
6
BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN BAGIAN ATAS 1. Definisi Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori, penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang (Dubey, 2008). Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan perdarahan yang bersumber dari proksimal sampai ligamentum Treitz. Pada kasus, perdarahan biasanya bersumber dari esophagus, gaster, dan duodenum (SIGN, 2008). 2. Etiologi Secara umum penyebab perdarahan saluran cerna dibagi menjadi dua, yaitu penyebab mayor dan minor. Penyebab mayor perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah (Cappell, 2008) : a. Peptic ulcer Tukak ini berkaitan dengan infeksi H. Pylori (80%) dan bisa juga dengan aspirin/OAINS. Tukak peptik dapat di lambung, duodenum, esofagus, dan diverticulum Meckel, dan hebat tidaknya perdarahan tergantung dari kaliber pembuluh darah yang terluka. Forrest membagi aktivitas perdarahan ulkus peptikum sebagai berikut : Tipe Forrest 1a Forrest 1b Forrest 2a Forrest 2b Forrest 2c Forrest 3
Tipe perdarahan Aktif Aktif Tidak aktif Tidak aktif Tidak aktif Tidak aktif
Gambaran pada endoskopi Perdarahan memancar Perdarahan merembes Pembuluh darah terlihat pada dasar ulkus Tukak ditutupi bekuan darah Tukak tertutup bekuan merah/biru tua Tukak dengan dasar yang bersih 7
Tabel 2.1. Klasifikasi Forrest perdarahan ulkus peptikum (Hadzibulic, 2007) Keterangan : Tipe 1a, 1b, 2a, 2b, pada terapi dengan endoskopi, risiko perdarahan ulang 43-55%. Tipe 2c, 3 tidak perlu terapi endoskopi, risiko perdarahan ulang 510%. b. Varises esophagus dan gaster Perdarahan saluran cerna bagian atas karena varises terjadi pada 25-30 % pasien sirosis hati, dengan angka kematian dari tahun 1971 sampai 1981 diberbagai penelitian di Indonesia 30-60 %. Harapan hidup selama 1 tahun sesudah perdarahan pertama sekitar 32-80%. Varices esofagus dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah dalam vena-vena kolateral dari aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria akibat hipertensi portal. Perdarahan varices ini terjadi bila hepatic venous gradient melebihi 12 mmHg. Pasien dengan gastropati hipertensi portal tidak selalu disertai dengan varices gastroesofageal yang nyata. Bila terjadi perdarahan pada pasien kelompok gastropati ini, biasanya lebih banyak kronik dan tersamar (Utama, 2012). c. Perdarahan pada gastritis Gastritis merupakan inflamasi atau iritasi pada lapisan gaster/lambung. Gastritis merupakan penyakit dengan banyak penyebab. Sebagian besar penderita gastritis akan merasakan nyeri atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas. Helicobacter pylori merupakan bakteri yang sering menginfeksi lambung. Infeksi akibat bakteri ini bisa menyebabkan gastritis kronik. Gastritis merupakan masalah medis yang sering terjadi. Sepuluh persen dari pasien yang datang ke unit emergensi mengeluh nyeri pada perut sebelum akhirnya didiagnosa gastritis (Balentine, 2012). d. Esophagitis dan gastropati Esophagitis dan gastropati adalah suatu peradangan esofagus dan lambung disebabkan biasanya oleh asam lambung/refluxate lain misalnya pada GERD atau obat-obat tertentu seperti OAIN/NSAIDs. Gastropati bisa juga terjadi pada pasien dengan sakit berat misalnya pasien dengan ventilator, sepsis/multi organs failure (MOF). 8
e. Duodenitis Duodenitis merupakan inflamasi pada duodenum. Penyebabnya adalah Helicobacter pylori. Duodenitis dapat menyebabkan nyeri pada perut, perdarahan, serta gejala gastrointestinal lain. Banyak orang terinfeksi Helicobacter pylori sejak usia mudah, tetapi tanda dan gejala akan muncul saat usia dewasa. f. Mallory-Weiss tear Sindroma Mallory-Weiss merupakan bentuk perdarahan dari lapisan lendir diantara lambung dan esophagus. Adapun gejala utama yang sering ditimbulkan akibat sindroma ini adalah suatu sensasi mual muntah yang hebat. Robekan ini bisa disebabkan akibat batuk-batuk yang hebat, kejang hebat pada epilepsi, gangguan pola makan, hernia hiatal, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak atau alkoholisme, atau pada beberapa kasus sindroma morning sickness akibat frekuensi mual muntah yang terlalu tinggi juga berpotensi menyebabkan robekan Mallory-Weiss. Tidak selamanya muntah-muntah adalah suatu bentuk gejala dari MalloryWeiss itu sendiri, melainkan gejala yang nyata bisa disertai dengan muntah yang disertai dengan darah, atau warna feses yang kehitaman atau melena sebagai akibat penguraian darah oleh asam lambung yang membentuk hematin. Pengobatan utama biasanya dengan obat-obatan dan operasi penghentian perdarahan, dan adalah suatu kejadian yang sangat langka sindroma ini berkelanjutan pada tingkat kematian. Diagnosis pasti untuk menegakkan sindroma ini adalah hanya dengan melalui pemeriksaan endoskopi. Berikut ini adalah gambar Mallory-Weiss tear :
9
Gambar 2.1. Gambaran endoscopy Mallory-Weiss syndrome (Sumber : Caesar, 2010) g. Angiodisplasia Angiodisplasia merupakan lesi vascular pada saluran pencernaan, dan biasanya bersifat asymptomatik sehingga bisa menyebabkan perdarahan saluran pencernaan. Dinding pembuluh darah tipis dengan otot polos atau tidak dengan pembuluh darah yang tipis. Angiodisplasia paling sering terjadi pada caecum dan juga kolon ascenden proksimal. 77% kejadian angiodisplasia terjadi di kolon ascenden dan caecum, 15% terjadi di jejunum dan ileum, sisanya terjadi di sepanjang saluran pencernaan. Typical lesi pada angiodisplasia adalah kecil (<5 mm). Angiodisplasia merupakan kelainan pembuluh darah yang sering dijumpai pada saluran cerna. Angiodisplasia merupakan penyebab kedua terjadinya perdarahan saluran pencernaan setelah divertikulosis selama kurun waktu 60 tahun ini. Prevalensi angiodisplasia pada saluran cerna bagian atas sekitar satu sampai dua persen, sedangkan pada saluran cerna bagian bawah dan bisa berdampak pada perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah enam persen. Angiodisplasia pada usus kecil, 30-40% merupakan penyebab kasus perdarahan pada saluran pencernaan. Hasil analisis kolonoscopy retrospectif menunjukkan bahwa 12,1% dari 642 orang tanpa gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS) dan 11,9% dari orang dengan gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS) memiliki angiodisplasia kolon (Thomson, 2011). 10
Gambar 2.2. Gambaran endoscopy angiodisplasia (Sumber : Thomson, 2011) h. Tumor saluran cerna bagian atas i. Anastomotic ulcers (setelah pembedahan pada penyakit peptic ulcer) j. Dieulafoy lesion Dieulafoy lesion adalah suatu keadaan arteri submukosa yang dilatasi dan ruptur sehingga timbul perdarahan saluran cerna. Biasanya terdapat pada cardiak lambung namun bisa juga terjadi sepanjang saluran cerna. Sumber perdarahan sukar terlihat dengan endoskopi bila tidak sedang berdarah karena lesi ini dikelelingi mukosa yang normal. Pengobatan dengan endoskopi atau angiografi. Sedangkan penyebab minor perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah (Cappell, 2008) : a.
Cameron lesion Cameron lesion merupakan erosi pada lipatan mukosa pada kesan diafragma pada pasien dengan hernia hiatus yang besar. Relevansi klinis dari Cameron lesion adalah komplikasi potensial yang bisa berdampak pada perdarahan saluran pencernaan, dan anemia. Diagnosis Cameron lesion biasanya ditegakkan dengan melakukan endoscopy (Maganty, 2008).
b.
Gastric antral vascular ectasia (watermelon stomach) Gastric antral vascular ectasia (GAVE) atau watermelon stomach merupakan penyebab signifikan kehilangan darah akut pada lansia. GAVE ditandai dengan adanya gambaran corak semangka pada pemeriksaan endoscopy. Walaupun hal ini terkait dengan kondisi medis yang heterogen, 11
termasuk hepar, ginjal, dan penyakit jantung, namun patofisiologinya belum diketahui. Berikut ini contoh gambaran GAVE dari hasil pemeriksaan endoscopy :
Gambar 2.3. Gambaran endoscopy GAVE (Sumber : Thomson, 2011)
Gambar 2.4. Gambaran endoscopy GAVE (Sumber : Thomson, 2011) c.
Portal hypertensive gastropathy
12
Portal
hypertensive
gastropathy
memiliki
karakteristik
adanya
penampilan mosaic seperti pola dengan atau tanpa bintik-bintik merah dari mukosa lambung pada gambaran endoscopy pasien dengan sirosis atau tanpa sirosis portal hypertension. Portal hypertensive gastropathy biasanya terjadi pada fundus lambung. Temuan histologis pada portal hypertensive gastropathy adalah adanya dilatasi pada kapiler serta vena di mukosa dan submukosa tanpa erosi, inflamasi dan thrombus fibrinous. Berikut ini adalah gambaran endoskopi portal hypertensive gastropathy:
Gambar 2.5. Gambaran endoscopy portal hypertensive gastropathy (Sumber : Hritz, 2012)
d.
Post kemoterapi atau radiasi 13
Terapi radiasi dapat menyebabkan perubahan lapisan mukosa pada usus. Ketika terapi radiasi dilakukan pada pasien dengan kanker abdomen dan pelvis, perdarahan karena kerusakan mukosa dinding kolon dapat terjadi. Komplikasi dapat terjadi secara cepat maupun lambat. Dengan rentang waktu rata-rata 9-15 bulan. e.
Polip gastric Polip gastric merupakan pertumbuhan jinak yang berbentuk bulat yang tumbuh ke dalam rongga lambung. Polip gastric berasal dari epitel lambung atau submukosa dan menonjol ke dalam lumen lambung. Polip gastric berpotensi menimbulkan malignansi. Jika polip gastric tidak segera dilakukan intervensi, maka kanker lambung mungkin dapat terjadi (Goddard, 2010).
Gambar 2.5. Gambaran endoscopy polip gastric (Sumber : Goddard, 2010) f.
Aortoenteric fistula Aortoenteric fistula merupakan penyebab jarang pada perdarahan saluran cerna. Angka kematian yang relative tinggi, dengan angka kejadian yang rendah membuat tantangan diagnostic dan manajemen. Aortoenteric fistula merupakan komunikasi antara aorta dan saluran pencernaan. Diagnosis aortoenteric fistula harus dipertimbangkan dalam setiap pasien dengan perdarahan saluran pencernaan dan sejarah masa lalu dari operasi aorta (MacDougall, 2010).
14
Berikut ini adalah gambaran CT Scan aortoenteric fistula :
Gambar 2.6. Gambaran CT Scan portal aortoenteric fistula (Sumber : MacDougall, 2010) g.
Connective tissue disease Connective tissue disease merupakan penyakit yang memiliki jaringan ikat di tubuh sebagai target utama patologi. Jaringan ikat merupakan bagian structural tubuh yang pada dasarnya memegang sel-sel tubuh secara bersamasama. Bentuk jaringan ikat seperti kerangka, atau matrik pada tubuh. Jaringan ikat terdiri dari dua molekul utama protein yaitu kolagen dan elastin. Kebanyakan connective tissue disease diakibatkan aktivitas system imun tubuh yang abnormal dengan inflamasi di jaringan sebagai akibat dari system imun yang menyerang jaringan tubuh itu sendiri (autoimun) (Shiel, 2012).
h.
Hemosuccus pancreaticus Hemosuccus pancreaticus merupakan perdarahan dari papilla Vater melalui kelenjar pancreas. Hemosuccus pancreaticus jarang menyebabkan perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Kesulitan dalam menentukan lokasi perdarahan kadang-kadang menyebabkan keterlambatan pengobatan dan kondisi kritis (Toyoki, 2008).
i.
Sarkoma Kaposi
15
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh virus human herpes virus 8 (HHV8). Sarkoma kaposi pertama kali dideskripsikan oleh Moritz Kaposi,
seorang
ahli
ilmu
penyakit
kulit Hongaria di Universitas
Wina tahun 1872. Sarkoma kaposi secara luas diketahui sebagai salah satu penyakit yang muncul akibat dari AIDS pada tahun 1980-an. Sarkoma kaposi dapat ditemui pada kulit, tetapi biasanya dapat menyebar kemanapun, terutama pada mulut, saluran pencernaan dan saluran pernapasan. Perkembangan sarkoma dapat terjadi lambat sampai sangat cepat, dan berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas yang penting. Sarkoma karposi pada saluran pencernaan biasanya terjadi pada sarkoma kaposi dengan yang berhubungan dengan transplantasi atau yang berhubungan dengan AIDS, dan dapat muncul dengan tidak adanya gangguan sarkoma kaposi pada kulit. Lesi saluran pencernaan menyebabkan turunnya berat badan, tekanan, muntah, diare, berdarah, malabsorpsi, atau gangguan perut. j.
Foreign bodies post prosedural : nasogastric tube erosions, biopsi endoscopy, endoscopic polypectomy, EMR, endoscopic sphincterotomy
3. Patofisiologi Penyakit ulkus peptikum adalah penyebab yang paling utama dari perdarahan gastrointestinal bagian atas. Ulkus ini ditandai oleh rusaknya mukosa sampai mencapai mukosa muskularis. Ulkus ini biasanya dikelilingi oleh sel-sel yang meradang yang akan menjadi granulasi dan akhirnya jaringan parut. Sekresi asam yang berlebihan adalah penting untuk pathogenesis penyakit ulkus. Kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mucus sebagai pelindung juga telah diduga sebagai penyebab terjadinya ulkus. Faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit ulkus peptikum yang telah dikenal, termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid, keduanya dapat mengakibatkan kerusakan mukosa. Merokok kretek juga berkaitan dengan penyakit ini dan selain itu, sangat merusak penyembuhan luka. Riwayat keluarga yang berhubungan dengan ulkus juga diketahui sebagai salah satu faktor risiko.
16
Ulkus akibat stress ditemukan pada pasien yang mengalami sakit kritis dan ditandai dengan erosi mukosa. Lesi yang berkaitan dengan pasien yang mengalami trauma hebat secara terus-menerus, pasien yang mengalami sepsis, luka bakar yang parah, penyakit pada system saraf pusat dan kranial, dan pasien yang menggunakan dukungan ventilator untuk jangka lama. Rentang abnormalitas adalah hemoragi pada permukaan yang kecil sampai ulserasi dalam dengan hemoragi massif. Hipoperfusi mukosa lambung diduga sebagai mekanisme utama. Penurunan perfusi diperkirakan memiliki andil dalam merusak sekresi mucus, penurunan pH mukosa dan penurunan tingkat regenerasi sel mukosa. Semua faktor ini turut andil dalam terjadinya ulkus. Dalam
gagal
hepar
sirosis
kronis,
kematian
sel
dalam
hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esophagus dan rectum serta pada dinding abdominal anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splanknik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang oleh darah dan membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini disebut varises dan dapat dipecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal massif. Hemoragi gastrointestinal bagian atas mengakibatkan kehilangan volume darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespons terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini menerangkan tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada pasien saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Sel-sel akan berubah menjadi metabolisme anaerobik, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan (Hudak, 2010).
17
4. Manifestasi Klinis Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Secara umum perdarahan saluran cerna diklasifikasikan sebagai perdarahan akut (dapat berupa hematemesis, melena, atau hematoschizia), atau kronik dengan manifestasi adanya darah samar di feses atau anemia. Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena (Djojoningrat, 2006). Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal sebagai perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75% hingga 80% dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna masih berkisar 3% hingga 10%, dan belum ada perubahan selam 50 tahun terakhir. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esofagus, gaster, dan duodenum. Gejala klinis pasien dapat berupa : 1.
Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi.
2.
Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti teh atau aspal.
3.
Hematoschizia : Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai pada pasien dengan perdarahan masive dimana transit time dalam usus yang pendek. Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas
hemodinamik karena hipovolemik, dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb. 1.
Hematemesis termasuk ‘coffee ground emesis’ 40-50%.
2.
Melena 70-80%.
3.
Hematoschizia (feses warna merah atau marun) 15-20%.
4.
Syncope 14% 18
5.
Presyncope 43%
6.
Dispepsia 18%
7.
Nyeri epigastr 41%
8.
Nyeri abdomen difus 10%
9.
Berat badan menurun 12%
10.
Ikterus 5%
B. KONSEP
PERDARAHAN
SALURAN
PENCERNAAN
BAGIAN
BAWAH 1. Definisi Perdarahan saluran cerna bagian bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari organ traktus gastrointestinal yang terletak di bagian distal dari ligamentum Treitz yang menyebabkan ketidakseimbangan hemodinamik dan anemia simptomatis. Pada umumnya perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan keluarnya darah segar per anal/per rektal yang bersifat akut, transient, berhenti sendiri (Edelman, 2007). 2. Etiologi Berdasarkan penelitian dari 695 pasien yang masuk di ruang emergency, penyebab dari perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah (Edelman, 2007) : a.
Diverticulosis Perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri dan terjadi pada 3% pasien divertikulosis. Feces biasanya berwarna merah marun, kadang-kadang bisa juga menjadi merah. Meskipun divertikel kebanyakan ditemukan di kolon sigmoid, namun perdarahan divertikel biasanya terletak di sebelah kanan. Umumnya terhenti secara spontan dan tidak berulang. Oleh karena itu tidak ada pengobatan khusus yang dibutuhkan oleh para pasien.
b.
Hemorrhoids Penyakit perianal contohnya: hemorrhoid dan fisura ani biasanya menimbulkan perdarahan dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan feces. Berbeda dengan perdarahan dari varises rectum pada pasien 19
dengan hipertensi portal kadang-kadang bisa mengancam nyawa. Polip dan karsinoma kadang-kadang menimbulkan perdarahan yang mirip dengan yang disebabkan oleh hemorrhoid, oleh karena itu pada perdarahan yang diduga dari hemorrhoid perlu dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan polip dan karsinoma kolon. c.
Kanker Tumor kolon yang jinak maupun ganas yang biasanya terdapat pada pasien usia lanjut dan biasanya berhubungan dengan ditemukannya perdarahan berulang atau darah samar. Kelainan neoplasma di usus halus relatif jarang namun meningkat pada pasien inflammatory bowel disease seperti Crohn’s disease atau celiac sprue.
d.
Inflammatory bowel disease Macam-macam kondisi peradangan dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna bagian bawah yang akut. Perdarahan jarang muncul menjadi tanda,
melainkan
berkembang
dalam
perjalanan
penyakitnya,
dan
penyebabnya diduga berdasarkan riwayat pasien. Kebanyakan pendarahan berhenti secara spontan atau dengan terapi spesifik pada penyebabnya. Penyebab infeksi meliputi Escherichia coli, tifus, sitomegalovirus, dan Clostridium difficile. Cedera radiasi paling umum terjadi pada rectum setelah radioterapi panggul untuk prostat atau keganasan ginekologi. Perdarahan biasanya terjadi 1 tahun setelah pengobatan radiasi, tetapi dapat juga terjadi hingga 4 tahun kemudian. e.
Kolitis iskemia Kebanyakan kasus kolitis iskemia ditandai dengan penurunan aliran darah viseral dan tidak ada kaitannya dengan penyempitan pembuluh darah mesenteik. Kolitis iskemik, merupakan bentuk yang paling umum dari cedera iskemik pada sistem pencernaan, sering melibatkan daerah batas air (watershed ), termasuk fleksura lienalis dan rectosigmoid junction. Umunya pasien kolitis iskemia berusia tua. Dan kadang-kadang dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan akibat lain, dan dehidrasi.
20
Iskemia menyebabkan peluruhan mukosa dan peluruhan ketebalan parsial dinding kolon, edema, dan pendarahan. Kolitis iskemik tidak berhubungan dengan kehilangan darah yang signifikan atau hematochezia, walaupun sakit perut dan diare berdarah adalah manifestasi klinis yang utama. f.
Angiodisplasia Angiodisplasia merupakan penyebab 10-40% perdarahan saluran cerna bagian bawah. Angiodisplasia merupakan salah satu penyebab kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia kolon biasanya multipel, ukuran kecil dengan diameter < 5 mm dan biasa terlokalisir di daerah caecum dan kolon sebelah kanan. Sebagaimana halnya dengan vaskular ektasia di saluran cerna, jejas di kolon umumnya berhubungan dengan usia lanjut, insufisiensi ginjal, dan riwayat radiasi.
g.
Solitary rectal ulcer syndrome Solitary rectal ulcer syndrome merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika terdapat ulcer yang berkembang pada rectum. Rectum merupakan sebuah saluran yang dihubungkan sampai pada akhir kolon. Solitary rectal ulcer syndrome jarang terjadi dan juga jarang terdeteksi pada penderita dengan konstipasi kronik. Solitary rectal ulcer syndrome dapat menyebabkan perdarahan pada rectal saat aktivitas mengejan pada waktu BAB.
21
3. Patofisiologi Secara bagan, patofisiologi pada perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah sebagai berikut : Etiologi
Diverticulosis Angiodisplasia Kolitis Karsinoma Colon Penyakit Anorectal Infeksi Bakteri
4. Manifestasi klinis Secara umum, manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian bawah sama dengan manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas. Tetapi, ada beberapa perbedaan, diantaranya hematoschizia (darah segar keluar per anus) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon
22
stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal). C. PENATALAKSANAAN
PADA
PERDARAHAN
SALURAN
PENCERNAAN Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut adalah usaha kolaboratif. Intervensi awal mencakup empat langkah : a. Kaji keparahan perdarahan. b. Gantikan cairan dan produk darah dalam jumlah yang mencukupi untuk mengatasi syok. Pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut membutuhkan akses intravena segera dengan intra kateter atau kanula berdiameter besar. Untuk mencegah perkembangan syok hipovolemik, mulai lakukan penggantian cairan dengan larutan intravena seperti ringer laktat dan normal saline. Tanda-tanda vital dikaji secara terus-menerus pada saat cairan diganti. Kehilangan lebih dari 1.500 ml membutuhkan penggantian darah selain cairan. Golongan darah pasien diperiksa dicocoksilangkan, dan sel darah merah diinfusikan untuk membangkitkan kembali kapasitas angkut oksigen darah. Produk darah lainnya seperti trombosit, faktor-faktor pembekuan dan kalsium mungkin juga diperintahkan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium dan kondisi yang mendasari pasien. Kadang-kadang,
obat-obat
vasoaktif
digunakan
sampai
tercapai
keseimbangan cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi pada organ-organ tubuh yang vital. Dopamine, epinefrin, dan norepinefrin adalah obat-obat yang dapat digunakan untuk menstabilkan pasien sampai dilakukan perawatan definitif. c. Tegakkan diagnosis penyebab perdarahan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, endoskopi fleksibel adalah pilihan prosedur untuk menentukan penyebab perdarahan. Dapat dipasang selang nasogastrik untuk mengkaji tingkat perdarahan, tetapi ini merupakan intervensi yang kontoversial. Dapat juga dilakukan pemeriksaan barium, meskipun seringkali tidak menentukan jika terdapat bekuan dalam lambung, 23
atau jika terdapat perdarahan superfisial. Angiografi digunakan jika sumber perdarahan tidak dapat dikaji dengan endoskopi. d. Rencanakan dan laksanakan perawatan definitif. 1) Terapi Endoskopi Scleroterapy adalah pilihan tindakan jika letak perdarahan dapat ditemukan dengan menggunakan endoskopi. Letak
perdarahan hampir
selalu disclerosiskan menggnukan agen pengsclerosis seperti natrium morhuat atau natrium tetradesil sulfat. Agen ini melukai endotel menyebakan nekrosis dan akhirnya menyebabkan sklerosis pada pembuluh yang berdarah. Metode endoskopi tamponade thermal mencakup probe pemanas foto koagulasi laser dan elektro koagulasi. 2) Bilas Lambung Bilas lambung mungkin diperintahkan selama periode perdarahan akut, tetapi ini merupakan modalitas pengobatan kontroversial. Beberapa dokter yakin bahwa tindakan ini dapat mengganggu pembekuan mekanisme pembekuan normal tubuh diatas tempat perdarahan. Sebagian dokter yang lain meyakini bahwa bilas lambung dapat membantu membersihkan darah dari dalam lambung, membantu mendiagnosis penyebab perdarahan selama endoskopi. Jika diinstruksikan bilas lambung, maka 1000-2000 ml air atau normal salin steril dalam suhu kamar dimasukan dalam selang nasogasatrik. Cairan tersebut kemudian dikeluarkan menggunakan tangan dengan spuit atau dipasang pada suction intermiten sampai sekresi lambung jernih. Irigasi lambung dengan cairan normal saline agar menimbulkan vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung, obat dikirim melalui sistem vena porta ke hepar dimana metabolisme terjadi, sehingga reaksi sistemik dapat dicegah. Pengenceran biasanya menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan. Pasien beresiko mengalami apsirasi lambung karena pemasangan nasogastrik dan peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang digunakan untuk membilas. Pemantauan distensi lambung dan membaringkan pasien dengan kepala ditinggikan penting untuk mencegah refluk isi lambung. Bila posisi tersebut kontraindikasi, maka diganti posisi 24
dekubitus lateral kanan memudahkan mengalirnya isi lambung melewati pilorus. 3) Pemberian Pitresin •
Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong, maka diberikan vasopresin (Pitresin) intravena.
•
Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya menurunkan aliran darah pada tempat perdarahan. Dosis 0,2-0,6 unit permenit.
•
Karena vasokontsriktor maka harus diinfuskan melalui aliran pusat.
•
Hati-hati dalam penggunaan obat ini karena dapat terjadi hipersensitif.
•
Obat ini dapat mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretiknya.
4) Mengurangi Asam Lambung Karena asam lambung menyebabkan iritasi terhadap tempat perdarahan pada traktus gastrointestinal bagian atas, adalah penting untuk menurunkan keasaman asam lambung. Ini dapat digunakan dengan obatobat antihistamin (H2)-antagonistik. Contohnya : simetidin (tagamet), ranitidine hipoklorida (zantac), dan famotidin (pepsid). Obat-obat ini menurunkan pembentukan asam lambung dengan menghambat antihistamin. Antasid juga biasanya diberikan. Kerja antasid sebagai buffer alkali langsung diberikan untuk mengontrol pH lambung. Perawat bertanggung jawab terhadap ketepatan aspirasi isi lambung untuk pemeriksaan pH dan pemantauan efek-efek samping dari terapi. Sucralfate, garam alumunium dasar dari sukrosa oktasulfat, yang beraksi secara lokal sebagai obat pelindung mukosa juga dapat diperintahkan untuk profilaksis perdarahan stress. 5) Memperbaiki Status Hipokoagulasi Adalah bukan hal yang tidak lazim untuk mendapati pasien yang mengalami perdarahan gastrointestinal berat yang mempunyai status hipokuagulasi karena defisiensi berbagai faktor pembekuan. Salah satu masalah yang paling penting dalam kategori ini adalah kegagalan hepar pada pasien yang tidak mampu untuk menghasilkan faktor-faktor pembekuan darah. Situasi klinis umum lainnya adalah pemberian makanan 25
melalui intravena jangka panjang pada pasien yang mendapat berbagai antibiotik dan pasien yang mengalami defisiensi vitamin K. tanpa memperhatikan penyebabnya seseorang harus memperbaiki keadaan ini untuk mengurangi jumlah perdarahan. Jika diduga adanya faktor defisiensi utama lain, plasma segar diberikan untuk memperbaiki abnormalitas. 6) Balon Tamponade Terdapat bermacam balon tamponade antara lain tube SangstakenBlakemore, Minnesota, atau Linton-Nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdarahan gastrointestinal bagian atas karena varises esofagus. Tube Sangstaken-Blakemore mengandung 3 lumen: a) Balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 ml udara. b) Balon esopagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mm Hg
(menggunakan spigmomanometer). c) Lumen yang ke-3 untuk mengaspirasi isi lambung.
Tube Minnesota, mempunyai lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk menghisap sekresi paring. Sedangkan tube Linton-Nachlas terdiri hanya satu balon gaster yang dapat diinflasikan dengan 500-600 ml udara. Terdapat beberapa lubang/bagian yang terbuka baik pada bagian esofagus maupun lambung untuk mengaspirasi sekresi dan darah. Tube/selang Sangstaken-Blakemore setelah dipasang di dalam lambung dikembangkan dengan udara tidak lebih dari 50 ml. Kemudian selang ditarik perlahan sampai balon lambung pas terkait pada kardia lambung. Setelah dipastikan letaknya tepat (menggunakan pemeriksaan radiografi), balon lambung dpat dikembangkan dengan 100-200 ml udara. Kemudian selang dibagian luar ditraksi dan difiksasi. Jika perdarahan berlanjut balon esopagus dapat dikembangkan dengan tekanan
250
40
mmHg
(menggunakan
spigmomanometer)
dan
dipertahankan dalam 24-48 jam. Jika lebih lama depat menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi esopagus. Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini adalah observasi konstan dan perawatan cermat, dengan mengidentifikasi ketiga 26
ostium selang, diberi label dengan tepat dan diperiksa kepatenannya sebelum dipasang. 7) Terapi-terapi Pembedahan Pembedahan dilakukan pada pasien yang mengalami perdarahan massive yang sangat membahayakan nyawa dan pada pasien yang mengalami perdarahan yang terus menerus meskipun telah menjalani terapi medis agregasif. Terapi pembedahan untuk penyakit ulkus peptikum atau ulcer yang disebabkan oleh stress mencakup reseksi lambung (antrektomi), gastrektomi,
gastroenterostomi,
atau
kombinasi
operasi
untuk
mengembalikan keutuhan gastrointestinal. Vagotomi akan mengurangi sekresi asam lambung. Antrektomi mengangkat sel-sel penghasil asam dalam lambung. Billroth I adalah prosedur yang mencakup vagotomi dan antrektomi dengan anastomosis lambung pada duodenum. Billroth II meliputi vagotomi, reseksi antrum, dan anastomosis lambung pada jejunum. Perforasi lambung dapat diatasi hanya menutup atau menggunakan patch untuk menutup lubang pada mukosa. Operasi dekompresi hipertensi porta dapat dilakukan pada pasien yang mengalami varises esophagus dan varises gaster. Dalam pembedahan ini, disebut pirai kava porta, dimana dibuat hubungan antara vena porta dengan vena kava inferior yang mengalihkan aliran darah ke dalam vena cava untuk menurunkan tekanan. Secara bagan, manajemen penatalaksanaan pasien dengan perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah sebagai berikut :
27
Gambar 2.7. Bagan manajemen penatalaksanaan pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian atas (Sumber : Wilkins, 2012)
Secara bagan, manajemen penatalaksanaan pasien dengan perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah sebagai berikut :
28
Gambar 2.8. Bagan manajemen penatalaksanaan pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah (Sumber : Cagir, 2012) D. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN 1. Pengkajian Primer Pengkajian yang dilakukan menggunakan pendekatan Airway, Breathing, Circulation, dan Diasability (ABCD). a. Airway Untuk mengkaji airway, maka yang dilakukan perawat adalah dengan teknik look, listen and feel. Look yang dilakukan adalah melihat kebersihan jalan nafas. Pada kasus perdarahan saluran pencernaan, khususnya saluran cerna bagian atas biasanya terjadi muntah darah. Oleh karena itu, perawat harus melakukan pengkajian terhadap risiko terjadinya aspirasi pada saluran napas. Pada teknik listen, biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat suara napas gurgling karena adanya cairan (darah) pada saluran 29
pernapasan. Untuk feel, perawat merasakan hembusan napas pasien. Pada kasus perdarahan saluran pencernaan bagian atas, biasanya bisa terjadi sumbatan parsial atau total pada saluran napas akibat menggumpalnya (clothing) darah. b. Breathing Pada breathing yang perlu dikaji oleh perawat adalah adanya perubahan frekuensi napas pasien, adanya penggunaan otot-otot pernapasan. Pada kejadian perdarahan saluran pencernaan, biasanya terjadi penurunan kadar haemoglobin dalam darah, sehingga transportasi oksigen ke sel terganggu akibat berkurangnya pengangkut oksigen (Hb) dan berdampak pada peningkatan frekuensi napas dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan. c. Circulation Untuk mengevaluasi keparahan kehilangan darah dan untuk mencegah atau memperbaiki penyimpangan klinis syok hipovolemik, perawat harus lebih sering mengkaji pasien. Pada fase pertama perdarahan, kehilangan darah kurang dari 800 ml, pasien mungkin hanya akan menunjukkan tanda-tanda lemah, ansietas, dan berkeringat. Dengan perdarahan yang berlebihan suhu tubuh meningkat sampai 38,40–390 C sebagai respon terhadap perdarahan, dan bising usus menjadi hiperaktif karena sensitivitas usus besar terhadap darah. Jika tingkat kehilangan darah berkisar antara sedang sampai berat (kehilangan >800 ml), respon system saraf simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin. Keadaan ini pada awalnya menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokonstriksi vascular perifer dalam upaya untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Dengan tingkat kehilangan darah sedang sampai berat, akan timbul tanda-tanda dan gejala syok. Sejalan
dengan
berkembanganya
gejala-gejala
syok,
pelepasan
katekolamin akan memicu pembuluh darah pada kulit, paru-paru, intestine, hepar, dan ginjal untuk berkontraksi, dengan demikian akan meningkatkan aliran volume darah ke jantung dan otak. Karena penurunan aliran darah pada kulit, maka kulit pasien akan sangat dingin saat disentuh. Dengan 30
berkurangnya aliran darah ke paru-paru, terjadi hiperventilasi untuk mempertahankan pertukaran gas yang adekuat. Seiring dengan penurunan aliran darah ke hepar, produk sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah. Produk sisa ini, ditambah dengan absorbsi darah busuk dari traktus intestinal dan penurunan aliran darah melalui ginjal, akan menyebabkan peningkatan dalam kadar urea darah. Nitrogen urea darah (BUN) dapat digunakan untuk mengikuti perjalanan perdarahan gastrointestinal. Nilai BUN di atas 40-dalam lingkup perdarahan gastrointestinal dan kadar kreatinin normal-menandakan perdarahan major. BUN akan kembali normal kira-kira 12 jam setelah perdarahan berhenti. Haluaran urin adalah pengukur yang paling sensitif dari volume intravascular yang harus diukur setiap jam. Dengan menurunnya volume intravascular, haluaran urin menurun, mengurangi reabsorbsi air oleh ginjal sebagai respon oleh pelepasan hormon antidiuretik (ADH) oleh lobus posterior kelenjar pituitary. Perubahan tekanan darah yang lebih besar dari 10 mmHg, dengan peningkatan frekuensi jantung 20 kali per menit baik dalam posisi berdiri maupun duduk, menandakan kehilangan darah lebih besar dari 1000 ml. respon pasien terhadap kehilangan darah tergantung dari jumlah dan kecepatan kehilangan darah, usia, derajat kompensasi, dan kecepatan perawat. Pasien mungkin akan melaporkan rasa nyeri dengan perdarahan gastrointestinal dan hal ini diduga peningkatan asam lambung yang mengenai ulkus lambung. Nyeri tekan pada daerah epigastrium merupakan tanda yang tidak umum terjadi. Abdomen dapat menjadi lembek atau distensi. Hipertensi sering hiperaktif karena sensitivitas usus terhadap darah. Pemasangan IV line 2 jalur dengan menggunakan IV cath ukuran besar diperlukan untuk mengantisipasi penambahan cairan dan tranfusi darah. d. Disability Pada disability yang perlu dikaji perawat adalah tingkat kesadaran. Untuk mengkaji tingkat kesadaran digunakan GCS (Glasgow Coma Scale). Selain itu reaksi pupil dan juga reflek cahaya juga harus diperiksa. 31
e. Exposure Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh pakaian pasien dan melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Perawat mengkaji adanya etiologi lain yang mungkin menyebabkan gangguan pencernaan. 2. Pengkajian Sekunder a. Riwayat Penyakit Yang perlu dikaji pada pengkajian primer ini antara lain penyakit yang pernah diderita pasien, misalnya hepatitis, penyakit hepar kronis, hemorrhoid, gastritis kronis, dan juga riwayat trauma. b. Status Nutrisi Yang perlu dikaji pada status nutrisi adalah menggunakan prinsip A, B, C, D, yaitu : • Anthopometri Yang bisa dikaji dari anthopometri antara lain : BB dan TB pasien sebelum sakit. • Biochemical Pada biochemical, pengkajian dengan mempertimbangkan nilai laboratorium, diantaranya : nilai Hb, Albumin, globulin, protein total, Ht, dan juga darah lengkap. • Clinical Pada pengkajian clinical, perawat harus mempertimbangkan tandatanda klinis pada pasien, misalnya tanda anemis, lemah, rasa mual dan muntah, turgor, kelembaban mukosa. • Diit Pada diit, perawat bisa berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori pada pasien. Selain itu, komposisi nutrisi pada pasien juga harus diperhatikan. Pemberian nutrisi enteral dini lebih menguntungkan pada penderita perdarahan saluran cerna karena pemberian nutrisi enteral dini dapat memperkecil permiabilitas intestinal, menurunkan 32
translokasi bakteri dan juga dapat mencegah multi organ failure. Selain itu pemberian nutrisi enteral pada pasien dengan perdarahan saluran cerna juga dapat meningkatkan aliran darah pada gaster, mempertahankan aliran darah pada kolon. Selain itu, pemberian nutrisi enteral dan ranitidine juga dapat menurunkan
insiden
perdarahan
gastrointestinal.
Nutrisi
enteral
(karbohidrat, lemak, dan protein), juga dapat memicu vasodilatasi lapisan mukosa saluran cerna. Karbohidrat dapat meningkatkan aliran darah mesenterika 70%, lemak dapat meningkatkan aliran darah mesenterika 40%. Perhitungan nutrisi pada pasien dapat dilakukan dengan beberapa formulasi, namun pada makalah ini perhitungan nutrisi pada pasien dilakukan dengan menggunakan formula Harris Benedict yang menghitung dari kebutuhan kalori basal (KKB), yaitu: Laki-laki
KKB = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) — (6.8 x U)
Wanita
KKB = 65.5 + (9.6 x BB) + (1.7 x TB) — (4.7 x U)
Keterangan : BB : Berat Badan (kg) (ideal) TB : Tinggi Badan (cm) U
: Umur (tahun)
Untuk Indonesia dapat menggunakan: KKB = 40 x (TB — 100). Dengan faktor koreksi: Stress ringan (1)
: 1.3 x KKB
Stress sedang (2)
: 1.5 x KKB
Stress berat (3)
: 2.0 x KKB
Berikut adalah gradasi stress : 0
1
2
3
± 150 ± 25 20
Glukogen/Ins ulin
2
± 0.5
2.5 ± 0.8
33
3.0 ± 0.7
8 ± 1.5
Pada kasus perdarahan saluran cerna bagian atas yang bukan karena varises dan tidak ada penyakit hati kronis, maka pasien tidak perlu dipuasakan. Perawat atau ahli gizi harus memberikan diit secara bertahap, mulai dari diit cair, saring, lunak, dan padat (normal). Komposisi nutrisi dan kebutuhan kalori yang diberikan harus sesuai dengan penyakit dasar pasien. Tetapi jika perdarahan saluran cerna atas tersebut berasal dari varises esofagus, maka tidak ada anjuran untuk dipuasakan, tetapi pemberian nutrisi enteral ditunda saat perdarahan aktif. Nutrisi enteral dapat dilanjutkan tanpa menunggu produk NGT jernih. Bila perlu, pemberian parenteral nutrisi sampai perdarahan berhenti lalu dilanjutkan diit secara bertahap mulai diit cair, saring, lunak dan normal lagi dengan komposisi nutrisi dan kebutuhan kalori sesuai penyakit dasar. Pada pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah, terutama pada Chron disease nutrisi parenteral dapat meredakan symptom selama “acute attack” dan kambuh ketika kembali ke nutrisi oral. Prinsip pamberian nutrisi pada inflammatory bowel disease tidak membebani bagian/segmen saluran cerna yang sedang sakit berat. Pada pasien yang mengalami diare berat 10-20x/hari, maka pemberian elektrolit dan cairan harus dilakukan untuk menggantikan kehilangan cairan dan elektrolit. c. Status Eliminasi Yang harus dikaji pada status eliminasi pada pasien dengan perdarahan saluran cerna, antara lain warna feses, konsistensi, serta bau dari feses. Selain itu perlu juga dikaji adanya rasa nyeri saat BAB. Bising usus juga harus dimonitor terus untuk menentukan status peristaltik. 3. Pemeriksaan diagnostik Hitung hematokrit dan hemoglobin diperintahkan dengan hitung darah lengkap. Adalah penting untuk menganggap bahwa hematokrit umumnya tidak berubah pada jam-jam pertama setelah perdarahan gastrointestinal akut karena mekanisme kompensasi. Cairan yang diberikan pada saat masuk juga mempengaruhi hitung darah. Jumlah sel darah putih dan glukosa mungkin meningkat, mencerminkan respon tubuh terhadap stress. Penurunan kalium dan 34
natrium kemungkinan terjadi karena disertai muntah. Tes fungsi hepar biasa digunakan untuk mengevaluasi integritas hematologi pasien. Perpanjangan masa protombin dapat menandakan penyakit hepar atau terapi bersamaan jangka panjangf anti koagulan. Alkalosis respiratori umumnya terjadi karena adanya aktivasi dari system saraf simpatik terhadap kehilangan darah. Jika kehilangan sebagian besar darah, maka akan terjadi asidosis metabolik sebagai akibat dari metabolisme anaerobic. Hipoksemia mungkin juga akan terjadi karena penurunan kadar hemoglobin yang bersirkulasi dan dihasilkan kerusakan transport oksigen ke sel-sel. Pemeriksaan PT/PTT diperlukan untuk mengetahui apakah ada gangguan dalam hal waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah. Pemeriksaan crossmatch diperlukan juga sebelum dilaksanakan tranfusi darah. Endoskopi adalah prosedur pilihan untuk mendiagnosa ketepatan letak dari perdarahan, karena inspeksi langsung mukosa adalah mungkin dengan menggunakan skop serat optik. Endoskopi yang fleksibel memungkinkan tes ini dilakukan di tempat tidur dan tes ini secara rutin dilakukan oleh dokter setelah pasien secara hemodinamik stabil. Ketepatan diagnostik dari tes ini berkisar antara 60% sampai 90%. 4. Rencana Asuhan Keperawatan a. Diagnosa
:
Kriteria hasil / :
Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan darah akut. Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik
Tujuan-tujuan pasien Intervensi Keperawatan
:
1. Pantau tanda-tanda vital setiap jam. 2. Pantau nilai-nilai hemodinamik (missal SAP, DAP, TDKP, IJ, CJ, TVS). 3. Ukur haluaran urin setiap 1 jam. 4. Ukur
masukan
dan
haluaran
dan
kaji
keseimbangan. 5. Berikan cairan pengganti dan produk darah 35
sesuai instruksi. Pantau adanya reaksi-reaksi yang merugikan terhadap komponen terapi (missal reaksi transfusi). 6. Tirah baring total, baringkan pasien pada posisi terlentang dengan kaki ditinggikan untuk meningkatkan
preload
pasien
jika
pasien
mengalami hipotensif. Jika terjadi normotensif, tempatkan tinggi bagian kepala tempat pada 45 dewrajat untuk mencegah aspirasi lambung. 7. Perkecil jumlah darah yang diambil untuk analisa laboratorium. 8. Pantau hemoglobin dan hematokrit. 9. Pantau elektrolit yang mungkin hilang bersama cairan atau berubah karena kehilangan atau perpindahan cairan. 10. Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam b
Diagnosa
:
.
setelah masa akut. Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan penurunan kapasitas angkut oksigen dan dengan faktor-
Kriteria hasil / :
faktor risiko aspirasi. Pasien akan mempertahankan
Tujuan-tujuan
pertukaran gas yang adekuat.
pasien Intervensi Keperawatan
:
oksigenasi
dan
1. Pantau SaO2 dengan menggunakan oksimetri atau ABGs. 2. Pantau bunyi nafas dan gejala-gejala pulmonal. 3. Gunakan supplemental O2 sesuai instruksi. 4. Pantau suhu tubuh. 5. Pantau adanya distensi abdomen. 6. Baringkan pasien pada bagian kepala tempat tidur ditinggikan jika segalanya memungkinkan. 7. Pertahankan 36
fungsi
dan
patensi
kateter
nasogastrik dengan tepat. c. Diagnosa
:
Kriteria hasil / :
8. Atasi segera mual. Resiko tinggi terhadap infeksi : yang berhubungan dengan aliran intravena. Pasien tidak akan mengalami i9nfeksi nosokomial.
Tujuan-tujuan pasien Intervensi
:
Keperawatan
1. Pertahankan
kestabilan
selang
intravena.
Amankan aplians intravena berikut selangnya. 2. Ukur suhu tubuh setiap 4 jam. 3. Pantau system intravena terhadap patensi, infiltrasi,
dan
tanda-tanda
infeksi
(nyeri
setempat, inflamasi, demam, sepsis). 4. Ganti letak intravena setiap 48-72 jam dan prn. 5. Ganti larutan intravena sedikitnya setiap 24 jam. 6. Pantau letak insersi setiap penggantian tugas. 7. Dokumentasikan tentang selang, penggantian balutan, dan keadaan letak insersi. 8. Gunakan teknik aseptic saat mengganti balutan dan selang. Pertahankan balutan yang bersih, transparan, dan steril. 9. Ukur SDP terhadap kenaikan. 10. Lepaskan dan lakukan pemeriksaan kultur bila d
Diagnosa
:
.
terjadi tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi. Ansietas : yang berhubungan dengan sakit kritis, ketakutan akan kematian ataupun kerusakan bentuk tubuh, perubahan peran dalam lingkup sosial, atau
Kriteria hasil / : Tujuan-tujuan pasien
ketidakmampuan yang permanen. 1. Pasien akan mengekspresikan ansietasnya pada nara sumber yang tepat. 2. Pasien akan mulai mengidentifikasi sumber ansietasnya. 37
Intervensi Keperawatan
:
1. Berikan lingkungan yang mendorong diskusi terbuka untuk persoalan-persoalan emosional. 2. Gerakan system pendukung pasien dan libatkan sumber-sumber ini sesuai kebutuhan. 3. Berikan
waktu
pada
pasien
untuk
mengekspresikan diri. Dengarkan dengan aktif. 4. Berikan-berikan penjelasan yang sederhana untuk
peristiwa-peristiwa
dan
stimuli
lingkungan. 5. Identifikasi sumber-sumber rumah sakit yang memungkinkan untuk mendukung pasien atau keluarganya. 6. Berikan dorongan komunikasi terbuka antara perawat-keluarga mengenai masalah-masalah emosional. 7. Validasikan pengetahuan dasar pasien dan keluarga tentang penyakit kritis. 8. Libatrkan system pendukung religious sesuai kebutuhan (Hudak & Galo, 2010)
38
BAB III PENUTUP A. Simpulan Perdarahan bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan pada system pencernaan antara lain dapat disebabkan oleh : robekan jaringan, kanker kerongkongan, iritasi gastritis, luka pada usus, kanker pada usus, tumor pada usus, penyakit divertikulum, pembuluh darah abnormal, hemoroid dan robekan pada anus. Pada penderita pendarahan saluran pencernaan, manifestasi klinis yang terlihat antara lain: Muntah darah (hematemesis), Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena) dan Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia). Selain itu juga menunjukkan gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Untuk pengobatan atau penatalaksanaan pada pasien gawat darurat dengan perdarahan saluran pencernaan dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya perdarahan. Secara umum penatalaksanaan
tersebut ialah dengan cara
menghentikan perdarahan yang terjadi B. Saran Adapun saran – saran yang dapat penulis berikan dalam usaha keperawatan pada pasien gawat darurat dengan perdarahan saluran pencernaan ini adalah : 1. Untuk klien Klien diharapkan harus senantiasa tetap memelihara kesehatannya, menjaga pola makan dengan baik dan harus mengerti faktor apa saja yang mencetuskan terjadinya perdarahan saluran percernaan. Klien juga diharapkan mampu melakukan pencegahan dan tindakan pengobatan awal jika terjadi perdarahan saluran pencernaan.
2. Untuk perawat 39
Bagi teman sejawat, diharapkan benar-benar memahami konsep dasar penyakit perdarahan saluran pencernaan, karena berdasarkan pengetahuan dan keterampilan itulah maka perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif. 3. Untuk pendidikan Untuk institusi diharapkan lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan masalah ini, sehingga dalam penyusunan makalah ini lebih mempermudah penulis sehingga makalah yang dihasilkan lebih bernilai.
40
DAFTAR PUSTAKA Balentine, J.R, 2012, Gastritis overview, http://www.emedicinehealth.com/gastritis/article_em.htm, Diakses tanggal 24 September 2012 Caesar, R, 2010, Sindroma Mallory-Weiss, http://www.medicalera.com, Diakses tanggal 24 September 2012. Cagir, B, 2012, Lower Gastrointestinal Bleeding, http://emedicine.medscape.com/article/188478-overview, Diakses tanggal 24 September 2012. Cappell, M.S, Friedel, D, 2008, Initial Management of Acute Upper Gastrointestinal Bleeding: From Initial Evaluation up to Gastrointestinal Endoscopy, Med Clin N Am, vol. 92, pp. 491–509, http://misanjuandedios.org/files/19_HGIS.pdf, Diakses tanggal 22 September 2012. Dubey, S, 2008, Perdarahan Gastrointestinal Atas, Dalam Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg, vol. 1, pp. 275, Jakarta : Erlangga. Edelman, D.A, Sugawa, C, 2007, Lower Gastrointestinal Bleeding: a review, Surg Endosc, vol. 21, pp. 514-520, http://misanjuandedios.org/files/20_HGII_A_.pdf, Diakses tanggal 22 September 2012. Goddard, A.F, et al, 2010, The management of gastric polyp, Gut, vol. 59, pp. 1270-1276, http://files.i-md.com/medinfo/material/, Diakses tanggal 24 September 2012. Hadzibulic, E, and Govedarica, S, 2007, Significance of Forrest Classification, Rockall’s and Blatchford’s Risk Scoring System in Prediction of Rebleeding in Peptic Ulcer Disease, Acta Medica Medianae, vol.46, pp. 38-43, http://publisher.medfak.ni.ac.rs/, Diakses tanggal 24 September 2012. Hritz, I, 2012, Portal Hypertensive Gastropathy: Clinical Findings and A Case Report, http://www.gastrosource.com/Patient-Cases/, Diakses tanggal 24 September 2012. Hudak, C.M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Alih Bahasa : Ester, M., dkk. Edisi 6. Jakarta : EGC. Macdougall, L, et al, 2010, Aorto-Enteric Fistulas: A Cause of Gastrointestinal Bleeding not to be Missed, BJMP, vol. 3, no. 2, pp. 317, http://www.bjmp.org/content/, Diakses tanggal 24 September 2012. 41
Maganty, K, and Smith, R.L, 2008, Cameron Lesions: Unusual Cause of Gastrointestinal Bleeding and Anemia, Digestion, vol. 77, pp. 2-4, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18622137, Diakses tanggal 24 September 2012. Muttaqin, A. dan Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika. National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012, Acute Upper Gastrointestinal Bleeding: Management, NICE clinical guideline 141, http://www.nice.org.uk/nicemedia/live/13762/59549/59549.pdf, Diakses tanggal 22 September 2012. Nguyen, H, et al, 2009, Gastric Antral Vascular Ectasia (Watermelon Stomach)— An Enigmatic and Often-Overlooked Cause of Gastrointestinal Bleeding in the Elderly, Fall, vol. 13, no. 4, pp. 46-49, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2911825/, Diakses tanggal 24 September 2012. Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), 2008, Management of Acute Upper and Lower Gastrointestinal Bleeding: A National Clinical Guideline, http://www.sign.ac.uk/pdf/sign105.pdf, Diakses tanggal 22 September 2012. Shiel, W.C, 2012, Connective Tissue Disease, http://www.medicinenet.com/connective_tissue_disease/article.htm, Diakses tanggal 24 September 2012. Sudoyo, A.W, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 4, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Thomson, A.B.R, 2011, Angiodysplasia of http://emedicine.medscape.com/article/170719, Diakses September 2012.
the Colon, tanggal 24
Toyoki, Y, et al, 2008, Hemosuccus pancreaticus: Problems and Pitfalls in Diagnosis and Treatment, World Journal of Gastroenterology, vol. 14, no. 17, pp. 2776-2779, http://www.wjgnet.com/1007-9327/14/2776.pdf, Diakses tanggal 24 September 2012. Utama, H.Y, 2012, Diagnosa dan Manajemen Perdarahan Saluran Cerna / Diagnosis and Management of Gastrointestinal Bleeding, http://www.herryyudha.com/2012/07/diagnosa-dan-manajemenperdarahan.html, Diakses tanggal 24 September 2012. Wilkins, T, et al, 2012, Diagnosis and Management of Upper Gastrointestinal Bleeding, American Family Physician, vol. 85, no. 5, pp. 469-476, www.aafp.org/afp, Diakses tanggal 24 September 2012. 42
43