ASKEP THALASEMIA PADA ANAK
BAB I
TINJAUAN TEORI
THALASEMIA PADA ANAK
1.1 DEFINISI
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin.
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh ) pada haemoglobin.(suryadi,2001)
1.2 ETIOLOGI
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh :
a) Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hb abnormal)
b) Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada Thalasemia)
Penyebab Thalasemia β mayor.
Thalasemia mayor terjadi apabila gen yang cacat diwarisi oleh kedua orang tua. Jika bapa atau ibu merupakan pembawa thalasemia,mereka boleh menurunkan thalasemia kepada anak-anak mereka. Jika kedua orang tua membawa ciri tersebut maka anak-anak mereka mungkin pembawa atau mereka akan mnderita penyakit tersebuat
1.3 TANDA DAN GEJALA
Gejala Klinis Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu:
a. Lemah
b. Pucat
c. Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
d. Berat badan kurang
e. Tidak dapat hidup tanpa transfusi
Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
a) Gizi buruk
b) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
c) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena traumaringan saja.
Gejala khas adalah:
a) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
b) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi.
1.4 PATOFISIOLOGI
2 Molekul globin terdiri atas sepasang rantai dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai dan 2 rantai Hb dan HbA2.Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta thalassemia, rantai thalassemiarantai thalassemia, rantai thalassemia, maupun kombinasi kelainan rantai dan rantaithalassemia.
3 Pada thalassemia, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan pembentukan (Hb A); kelebihan rantai akan berikatan dengan rantai yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak(ineffective erythropoesis).
1.5 MANIFESTASI KLINIS DAN KOMPLIKASINYA
a) Kelesuan
b) Bibir,lidah,tangan,kaki berwarna pucat mulanya tidak jelas , biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir.
c) Sesak nafas
d) Hilang selera makan dan bengkak dibagian abdomen
Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak umur kurang dari 1 tahun gejalah yang tampak adalah anak lemah,pucat,perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur,berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gisi buruk,perut membuncit,karena adanya pembesaran limfa dan hati. Adanya pembesaran limfa dan hati mempengharui gerak sipasien karena kemampuan terbatas. Limfa yang besar akan mudah ruptur.gejalah ini adalah bentuk muka yang mongoloid dan hidung pesek tanpa pangkal hidung,jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar,hal ini disebabkan karena adanya gangguan perkembangan ketulang muka dan tengkorak.
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan jika pasien telah sering dapat tranfusi darah,kulit menjadi kelabu seperti besi akibat penimbunan besi dalam kuli, seperti pada jaringan tubuh yaitu limfa,hati,jantun sehingga menyebabkan gangguan pada alat-alat tersebut (hemokromatosis)
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
a) Fraktur patologis
b) Hepatosplenomegali
c) Gangguan Tumbuh Kembang
d) Disfungsi organ
e) Gagal jantung
f) Hemosiderosis
g) Hemokromatosis
h) Infeksi
1.6 Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
b. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
a. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
b. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
1.7 PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 g/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
2.Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
a. hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
3. Suportif
Transfusi darah :
a. Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
b. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
4. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya )
Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi
PEMANTAUAN
1.Terapi
a. Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
b. Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
2.Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
3. Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
BAB II
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
2.2 Diagnosa Keperawatan
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam , pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan adekuat ditandai Dengan Kriteria hasil : Nadi perifer teraba,kulit hangat,tidak terjadi sianosis
Intervensi :
a) Awasi tanda vital,palpasi nadi perifer
b) Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik misalnya sensasi,gerakan nadi,warna kulit atau suhu
c) Berikan oksigen sesuai indikasi
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
Tujuan : Stlah dlakukan asuhan kep slama 1x24 jam diharapkan klien mampu mlakukan aktifitas shari2 dgn kriteria hasil: anak bermain dan beristirahat dgan tnang srta dapat mlakukan aktivitas esuai kemampuan
Intervensi :
a) .Kaji toleransi fisik anak dan bantu dlam aktivitas yg mlebihi toleransi anak
b) Berikan anak aktifitas pengalihan mis' bermain
c) 3.Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia
Rasional :
a) Menentukan kemampuan atau kebutuhan klien
b) Aktifitas pgalihan dpat membantu anak mlakukan aktivitas sesuai kemampuan
c) Istirahat yg cukup berguna untuk mempercepat pemulihan kemanpuan anak
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Tujuan : menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi
Kriteria hasil :
-mununjukan peningkatan bb progresif sesuai yang di inginkan
-tidak adanya malnutrisi (kekurangan nutrisi)
Intervensi:
a) Pantau jumlah dan jenis intake dan output pasien
b) Timbang berat badan klien
c) Beri Health Education tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
d) Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional:
a) Untuk mengetahui jenis dan jumlah asupan nutrisi yang penting bagi pasien
b) Membantu menentukan keseimbangan nutrisi yang tepat
c) Untuk membantu pasien dan keluarga memahami pentingnya nutrisi bagi tubuh
d) Untuk memberikan diet yang adekuat sesuai dengan kebutuhan pasien yang mendukung proses penyembuhan.
Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
2.3 Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
a) Tidak terjadi palpitasi
b) Kulit tidak pucat
c) Membran mukosa lembab
d) Keluaran urine adekuat
e) Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
f) Tidak terjadi perubahan tekanan darah
g) Orientasi klien baik.
Rencana keperawatan / intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi).
c. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
h. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
Rasional:
a) Indikator umum status sirkulasi dan keadekuatan sirkulasi
b) Untuk mengetahui ststus kesadaran pasien
c) Untuk mensuplai kebutuhan organ tubuh
2. Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan
kebutuhan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
a) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas.
b) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
c) Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
d) Berikan lingkungan yang tenang.
e) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
f) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
g) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
h) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
i) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
j) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
k) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
Rasional:
a) Menentukan kemampuan atau kebutuhan klien
b) Aktifitas pgalihan dpat membantu anak mlakukan aktivitas sesuai kemampuan
c) Istirahat yg cukup berguna untuk mempercepat pemulihan kemanpuan anak
3. Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
b) Tidak ada malnutrisi.
Intervensi :
a) Berikan makanan yang bergisi.
b) Berikan minuman yang bergisi misalnya susu
c) Beri makanan sedikit tapi sering.
d) Berikan suplemen atau vitamin pada anak
e) Berikan lingkungan yang menyenangkan
Rasional :
a) Untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan mempercepat pemuluhan
b) untuk memenuhi kebutuhan kalori
c) merangsang nafsu makan
d) memudahkan absorsi makanan
e) meningkatkan nafsu makan
4. Dx. 4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan novrologis.
Kriteria hasil :
a) Kulit utuh.
Intervensi :
a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan ekskoriasi.
b) Ubah posisi secara periodik.
c) Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.
a) Rasional :
b) Memberikan informasi dasar tentang peneneman dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi darah.
c) Menurunkan risiko infeksi infrak.
d) Gerakan jaringan dibawa dapat merubah posisi dan dapat mempengharui penyembuhan optimal.
e) Perbaikan nutrisi akan mempercepat penyembuhan luka pada anak
f) Mengurangi jumlah Fe dalam tubuh.
g) Untuk mengi,bangi jumlah Fe yang tinggi dalam darah
5. Dx. 5. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat:
a) Kriteria hasil :
a. Tidak ada demam
b. Tidak ada drainage purulen atau eritema
c. Ada peningkatan penyembuhan luka
Intervensi :
a) Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b) Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c) Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d) Pantau dan batasi pengunjung.
e) Pantau tanda-tanda vital.
f) Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
6. Dx. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
a) Kriteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencanapengobatan.
b. Mengidentifikasi faktor penyebab.
c. Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.
a) Intervensi :
a. Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.
b. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.
c. Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.
d. Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.
2.4 Evaluasi
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel-sel ditandai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing, warna kulit pucat,bibir tampak kering, nadi 70x/menit, R:45x/menit.
DAFTAR PUSTAKA
Posted by admin bisnis online in Artikel kesehatan
http://id.wikipedia.org/wiki/talasemia
skep pada pasien thalasemia
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan kekuatan, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan Salam penulis persembahkan kepada Nabi Muhammad Saw, Keluarga, Sahabat dan orang-orang yang selalu istiqamah didalam agama Islam.
Rasa syukur penulis yang sedalam-dalamnya kepada Allah Swt yang telah memberikan karunia kepada penulis sehingga tersusunlah makalah ini dengan judul Konsep Teoritis Thalasemia
Akhirnya, penulis menginsafi bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, tanggapan dan teguran dari dosen Mata Kuliah Sistem Imun dan Hematologi khususnya dan para pembaca umumnya sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.Atas teguran dan kritiknya yang bersifat konstruktif terlebih dahulu kami ucapkan terima kasih.
Bengkulu, April 2010
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………….... 1
B. Tujuan Penulisan Makalah ................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ...................………………….………………….. 3
B. Etiologi ……………………………...................................... 4
C. Patogenesis/Patofisologi .............………………………….. 4
D. Manifestasi Klinik ………………….………………….. 6
E. Woc .......................................……………………………... 7
F. Penatalaksanaan ..........................………………………….. 8
G. Komplikasi ..............................……………………………... 8
H. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjanh ……………………….. 9
BAB III Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan ………………….………………….. 10
A. Pengkajian ...........................……………………………... 15
B. Analisa Data .............................………………………….. 17
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan dan Saran ................………………………….. 19
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hematologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan-kelainan yang timbul darinya. Thalassemia merupakan kelainan hematologi yang jarang dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Thalassemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu. Secara laboratorik, anemia dijabarkan sebagai kelainan letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lain. Anemia dapat dilasifikasikan berdasarkan defek genetik molekuler dan beratnya gejala klinis
Dalam skenario 2, dijelaskan bahwa ada seorang anak laki-laki 2 tahun datang dengan keluhan lemas. Dari heteroanamnesis, sejak 6 bulan ini, anak terlihat lemas, pucat, dan mudah capek, serta sering panas dan batuk pilek (sebulan bisa 2 kali sakit). Sudah 2 kali mendapat obat tambah darah tapi tidak membaik. Pasien adalah anak pertama, ibu pasien sedang hamil anak kedua(2 bulan). Pasien berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi kurang. Dalam keluarga, salah satu sepupunya juga menderita penyakit yang sama dan sering mendapat transfusi darah. Pada pemeriksaan fisik didapat keadaan umum : anak tampak kurus (BB 10 kg, TB 75 cm), anemis, lemas. Tanda vital : frekuensi nadi 120 kali/menit, respirasi 24 kali/menit, suhu badan 38o C. Tonsil membesar dan kemerahan, faring kemerahan.teraba splenomegali sebesar 1 shuffner dan hepatomegali sebesar 2 jari di bawah arcus costarum. Pengetahuan khusus mengenai thalassemia dan sintesis hemoglobin memberi wawasan mengenai dasar hematologi dalam skenario ini. Oleh karena itu, dalam laporan ini penulis akan membahas mengenai klasifikasi, etiologi, patogenesis, penatalaksanaan, dan hal-hal yang berkaitan dengan thalassemia dengan menerapkan prinsip-prinsip ilmu dasar hematologi yang relevan.
2. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
Untuk mengetahui sintesis, fungsi, dan tahapan perkembangan hemoglobin dalam tubuh.
Untuk mengetahui jenis-jenis hemoglobin patologis.
Untuk mengetahui pengertian dari thalassemia, anemia hemolitik, dan hemoglobinopathy.
Untuk mengetahui gejala klinis, patogenesis, dan patofisiologi dari ketiganya.
Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis sesuai dengan skenario 2 ini.
Untuk mengetahui jenis-jenis pemeriksaan penunjang yang relevan dengan sekenario kali ini.
Untuk mengetahui penatalaksanaan dan prognosis pada penyakit yang didiagnosis.
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Konsep Teoritis Penyakit
1. Defenisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif (Mansjoer, 2000:397).
Thalasemia adalah sekelompok penyakit/kelainan herediter yang heterogen disebabkan oleh adanya defek produksi hemoglobin normal, akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai kelainan morfologi eritrosit dan indeks-indeks eritrosit (Soeparman 1999).
Secara molekuler thalassemia dibedakan atas thalassemia α dan thalassemia β. Namun berdasarkan gejala klinisnya, thalassemia terbagi menjadi thalassemia minor, thalassemia mayor dan thalasemmia intermedia.
Macam-macam Thalasemia
Thalasemia beta.
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor.
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan. Kedua orang tua merupakan pembawa "ciri".
Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor.
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia).
Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.
2. Etiologi
Faktor genetik.
Thalasemia bersifat primer dan sekunder:
o Primer: Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular.
o Skunder: Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra vaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikulo endotellal.
3. Patogenesis/patofisiologi
Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular. Juga bisa disebabkan karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi dan distruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa hati.
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa/beta hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara transufi berulang peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemiakronis, serta proses hemolisis. (Mansjoer:2000:497)
Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah menjadi mikrosistik dan hipokronik.
Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dan 2 rantai sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F setelah lahirnya feotus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa yaitu tidak lebih dari 4%. Pada keadaan normal, hemoglobin F terdiri dari 2 ranti alfa dan 2 rantai gama.
Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrok mikrosfer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak terganggu karena tidak mengandung rantai beta dan berproduksi lebih banyak dari keadaan normal, mungkin sebagai kompensasi.
Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun ekstramedular hati dan limpa. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit mendadak serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan. Walaupun eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak mampu mendewasakan eritrosit secara efektif mungkin karena adanya presipitasi didalam eritrosit.
Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin berbeda-beda dan kombinasi defek juga munkin. Maka dari itu ada fariasi yang luas penyakit heterogen ini dan penggolongannya tidak semudah konsep homozigot atau heterozigot. (Soeparman: 1999)
4. Manifestasi Klinik
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Berkurangnya sintesis Hb & eritropoesis
6. Penatalaksanaan
1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.
7. Komplikasi
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. "Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. "Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana." Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
b. Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan "hair-on-end" yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
BAB 111
Konsep Asuhan Keperawatan
NO
Diagnosa
Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan & Kritera
Rencana Intervensi
Rasional
1
2
3
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel
Introleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan
Resikoinfeksiberhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat : penurunan Hb, leokopenia atau penurunan granolosit
Setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan baik
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi palpitasi
- Kulit tidak pucat
- Membranmukosa lembab
- Keluaran urine adekuat
- Tidak terjadi mual/muntah dan distensi abdomen
- Tidak terjadi perubahan tekanan darah
- Orientasi klien baik
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam toleransi terhadap aktivitas meningkat.
Kreteria hasil:
Menunjukan penurunan tanda fisiologi intoleransi, misalnya nadi, pernafasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal pasien.
Seteah dilakukan asuhan keperawatan selama 524 jam tidak terjadi infeksi.
Kreteria hasil:
-Tidak ada teman
-Tidak ada drainage purulen atau erotema
-Ada peningkatan penyembuhan luka
1. Awas tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi
3. Sedikit keluhan nyeri dada
4. Kaji respon verbal melambat,mudah terangsang,agitasi gangguan memori, bingung
5. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Hb, Hmt, AGD
7. Kolaborasi dalam pemberian transfuse.
8. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfuse.
1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas
2. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah beraktivitas
3. Catat respon terhadap tingkat aktivitas.
4. Berikan lingkungan yang tenang
5. Pertahankan tirah baring jika di indikasikan
6. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
7. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat
8. Pilih priode istirahat dengan priode aktivitas
9. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan
10. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
11. Gunakan teknik penghematan energy misalnya mandi dengan duduk
1. Pertahanan teknik septic antiseptic pada prosedur perawatan
2. Dorong perubahan ambulasi yang sering
3. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat
4. Pantau dan batasi pengunjung
5. Pantau tanda-tanda vital
6. Kolaborasi dalam pemberian antiseptic dan antipiretik
12. Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi
13. Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenisasi untuk kebutuhan seluler.Catatan : kontra indikasi bila ada hipotensi
14. Perubahan dapat menimbulkan penunjukkan peningkatan sel sabit/penurunan sirkulasi dengan keterlibatan organ lebih lanjut.
15. Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia/defisiensi vit B12
16. Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifir. Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasokontriksi.
17. Mengindentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
18. Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen: memerbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko pendarahan.
1. Mempengarui pilihan intervensi/bantuan
2. Member informasi tentang derajat/keadekuatan berfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi
3. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksugen adekuat ke jaringan
4. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru
5. Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan istirahat cukup
6. Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan resiko cedera
7. Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan paru
8. Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri
9. Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan
1. Menurunkan resiko kolonisasi/infeksi
2. Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilitas sekresi untuk mencegah peneumonia
3. Membantu dalam pencernaan secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh.
4. Membatasi pemajanan(pada bakteri
5. Adanya proses infeksi/inflamasi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
6. Mungkin digunakan secara propilatip untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama pasien anak C lahir di Kebumen 30 Mei 2006, umur 3 tahun, agama Islam, alamat Panjang sari RT 01/01 Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen. Nomor RM 104283 dengan diagnosa medis Thalasemia, masuk pada tanggal 17 Mei 2009.
Sebagai penanggung jawab pasien adalah Ayahnya yang bernama Tn. A dengan pendidikan terakhir SMA, pekerjaan wiraswasta agama Islam, alamat Panjangsari RT. 01/01 Kecamatan Gombong, Kebumen.
2. Riwayat Keperawatan
Pasien datang ke Poli anak RSUD Kebumen pada tanggal 9 Agustus 2008, dengan keluhan lemas dan terlihat pucat. Pasien pernah mempunyai riwayat transfusi dengan penyakit yang sama 1 tahun yang lalu di Jogja. Pada saat dikaji tanggal 18 Mei 2009 pasien terlihat lemas dan pucat, kapileri refiil 3 detik, konjungtiva anemis, ekstrensitas dingin, pasien sudah ditransfusi PRC 1 Kolf (200 mL) pada tanggal 9 Agustus 2008 pukul 17.00 WIB. Tanda-tanda vital N = 106 kali/menit, R = 20 kali/menit, Suhu = 35,60C. Gigi pasien terlihat kotor, mukosa bibir kering, rambut tak rapi. Ekstremitas atas terpasang infus NaCl 12 tmp, pasien mendapatkan terapi oral paracetamol sirup ¼ sendok kalau perlu. Berat badan 13 kg, golongan darah B, Hb = 5 g/dl, Tinggi badan 95 cm.
Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara, Ayah pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara dan ibu pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Pasien diasuh oleh orang tuanya. Dalam keluarga tersebut tidak mempunyai riwayat penyakit menurun atau menular.
Berikut pasien tinggal 1 rumah dengan kedua orang tuanya dan satu orang kakak perempuannya.
3. Pengkajian Fokus
Pada tanggal 18 Mei 2009, pada Pola Aktivitas dan pola latihan sebelum sakit pasien biasa bermain masak-masakan dengan orang tuanya dan teman-temannya, bisa mandi sendiri. Pada saat dikaji pasien terlihat lemas, ekstremitas kanan atas terpasang infus NaCl 12 tpm, pasien baru diseka tadi pagi tetapi belum gosok gigi.
Pada pengkajian pola kognitif persepsi ditemukan data orang tua pasien sering bertanya tentang proses penyakit anaknya dan kondisinya saat ini. Pada pengkajian koping pada toleransi stress ditemukan data anak takut saat didekati oleh perawat, anak Cenangis dan digendong orang tuanya.
B. Analisa Data
NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH KEPERAWATAN
1
DO
Penurunan Penurunan badan di bawah normal.
Penurunan toleransi untuk aktivitas,kelemahan dan kehilangan tanus otot
Faktor genetik
Thalasemia bersifat primer dan sekunder:
o Primer:Berkurangnya sintesis Hb A danEritropoesisyang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrositintra medular
o Skunder: Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra vaskular yang mengakibatkanhemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikulo endotellal
Mk : perubahan perfusi b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk peniriman oksigen ke sel
Mk : Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2
Mk : resiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat : penurunan Hb, penurunan granulosit
Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
perubahan perfusi b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk peniriman oksigen ke sel
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2
resiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat : penurunan Hb, penurunan granulosit
BAB 1V
PENUTUP
A. Kesimpulan Dan Saran
1. Dari hasil heteroanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, anak tersebut didiagnosa menderita thalassemia.
2. Thalassemia merupakan bagian dari hemoglobinopati yang merupakan salah satu dari jenis anemia hemolitik.
3. Thalassemia pada anak tersebut belum pasti diketahui jenisnya. Untuk itu, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut agar nantinya dalam penatalaksanaan penanganan yang dilakukan dapat tepat sesuai dengan jenis thalassemianya. Akan tetapi, kemungkinan besar thalassemia beta mayor. Hal ini dikarenakan terdapat gejala hepatosplenomegali.
4. Penatalaksanaan pada thalassemia diberikan kelasi besi (desferoxamine), Vitamin C 100-250 mg perhari, Asam folat 2-5 mg perhari, dan Vitamin E 200-400 IU (International Unit) perhari.
5. Prognosis dari thalassemia pada umumnya baik apabila diberi penatalaksanaan yang sesuai. Tetapi pada skenario 2 ini, terdapat gejala hepatosplenomegali yang mengindikasikan bahwa penderita yang masih berusia 2 bulan telah sampai pada stadium berat. Dalam hal ini, prognosisnya buruk.
6. Di samping terapi medikamentosa, juga diberikan edukasi dan program prevensi.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Thalasemia
POSTED ON OKTOBER 17, 2012 BY ANINGADEPUTRI
0
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
THALASSEMIA
A. Konsep dasar penyakit
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (medicastore, 2004).
Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih, 2001).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, menurut hukum mendel.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalm sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
B. Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu. Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lainnya.
C. Klasifikasi
Secara molekuler, talasemia dibedakan atas:
Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa)
Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta)
Talasemia beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta)
talasemia delta (gangguan pembentukan rantai delta).
Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas.
Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis.
D. Patofisiologi
Mengenai dasar kelainan pada thalasemia berlaku secara umum yaitu kelainan thalasemia alfa disebabkan oleh delesi gen (terhapus karenakecelakaan gen) yang mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada thalasemia beta karena adanya mutasi gen tersebut.
Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggun karena tidak memerlukan rantai beta justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai karena tidak ada pasangannya akan mengendap pada dinding eritrosit dan menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberi gambaran anemia hipokrom dan mikrositer.
Eritropoesis dalam sumsum tulang sangat gesit, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas dan masa hidup eritrosit memendek serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan.
Thalasemia dan hemoglobinopati adalah contoh khas untuk penyakit/kelainan yang bedasarkan defek/kelainan hanya satu gen.
E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
Letargi
Pucat
Kelemahan
Anoreksia
Sesak nafas
Tebalnya tulang cranial
Pembesaran limpa
Menipisnya tulang kartilago
F. Komplikasi
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. "Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. "Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana." Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain :
Infark tulang
Nekrosis
Aseptic kapur femoralis
Asteomilitis (terutama salmonella)
Hematuria sering berulang-ulang
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas normal
Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis, polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
Kadar besi serum meningkat
Bilirubin indirect meningkat
Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor
H. Penatalaksanaan
Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit serendah-rendahnya.
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent, yaitu Desferal secara intramuskular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum di dapatkan tanda hiperplenisme atau hemosiderosis. Sesudah splenektomi, biasanya frekuensi tranfusi menjadi berkurang. Pemberian multi vitamin tetapi kontra indikasi terhadap preparat besi.
Treatment thalasemia dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
Transfusi diberikan untuk mempertahankan kadar Hb
Manfaat transfuse ekspansi bone narrow meminimalkan dilatasi cardiac dan osteoporosis. Pemberiannya 15-20 ml/kg berupa packed cells diberikan bersama 4-5 minggu
Cross maching menjaga agar tidak terjadi alloimunisasion dan mencegah terjadinya reaksi transfuse
Penggunakan packed RBc yang fress sangat mungkin, tapi dengan menggunakan meticoulos care dan febrile reacsion. Semua hal diatas bisa diminimalkan dengan memberikan transfuse berupa frozen blood atau leukosit poor red blodd cell preparation dan juga dengan pemberian antipiretik.
Hemosidorosis dapat terjadi setelah transfuse karena setiap 500 ml darah yang di transfusi mengandung 200 mg besi yang akan menuju jaringan, penumpukan besi tidak dapat ditoleransi tubuh dan harus dikeluarkan oleh obat.
Hemosidosis dapat dikurangi dengan penggunaan iron- chelating drugs contoh deferoxamin atau deferseral. Cara kerja obat ini dengan membuang dengan mengekskresikan lewat urin. Dalam pemberian obat ini harus tetap mempertahankan kadar darah tinggi. Pemberiannya dengan subkutan 8 sampai 12 jam
Splenomegali biasanya disebabkan hipertransfusi hal ini karena hasil ekstra medullary eritropoesis, terapinya biasanya splenoktomi jika oragannya besar atau sekundari hipersplenisme.
Efek samping dari splenoktomi biasanya sepsis dan tambah berat penyakitnya. Biasanya pemberian ketika terjadi peningkatan transfuse biasanya melebihi 240 ml/tahun.
Pemberian imunisasi hepatitis B dan hematococal, vaksin polisakarida dibutuhkan.
terapi yang paling baik adalah transplantasi bone narrow angka kesuksesannya meningkat.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.
Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).
Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
Penegakan diagnosis
1) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai berikut :
Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe dalam serum tinggi
2) Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah didalam pembuluh darah.
Penatalaksanaan
1) Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
2) Perawatan khusus :
Ø Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
Ø Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu
Ø besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
Ø Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
Ø Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
Ø Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
B. Diagnosa keperawatan
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi dengan kriteria :
Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
Ektremitas hangat
Warna kulit tidak pucat
Sclera tidak ikterik
Bibir tidak kering
Hb normal 12 – 16 gr%
INTERVENSI
Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
Atur Posisi Semi Fowler
Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
Pemberian O2 kapan perlu
RASIONAL
Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat Membantu Dalam Menentukan Intervensi Yang Tepat
Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat
Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb meningkat
Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah) ditandai dengan pasien minum kurang dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor kulit lambat kembali, produksi urine kurang.
Tujuan : deficit volume cairan dan elektrolit teratasi dengan kriteria:
Pasien minum 7 – 8 gelas /hr
Mukosa mulut lembab
Turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik
INTERVENSI
Onservasi Intake Output Cairan
Observasi Tanda Vital
Beri pasien minum sedikit demi sedikit
Teruskan terapi cairan secara parenteral sesuai dengan instruksi dokter
RASIONAL
Mengetahui jumlah pemasukan dan pengeluaran cairan
Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takcikardi
Dengan minum sedikit demi sedikit tapi sering dapat menambah cairan dalam tubuh secara bertahap
Pemasukan cairan secara parenteral sehingga cairan menjadi adekuat
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penigkatan peristaltuk yang diatandaoi dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut distensi, peristaltic usus 10 x/m
Tujuan : gannguan rasa nyaman (nyeri ) teratasi dengan kriteria :
Nyeri abdomen hilang atau kurang
Abdomen timpani (perkusi)
Perut tidak distensi
Peristaltic usus normal
INTERVENSI
Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya
Beri buli-buli panas / hangat pada area yang sakit
Lakukan massage dengan hati-hati pada area yang sakit
Kolaborasi pemberian obat analgetik
RASIONAL
Mengetahui jika terjadi hipoksia sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan tepat
Hangat menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan sirkulasi darah pada daerah tersebut
Membantu mengurangi tegangan otot
Mengurangi rasa nyeri dengan menekan system syaraf pusat (SSP)
DAFTAR PUSTAKA
Aman, Adi Kusuma. 2003. Klasifikasi Etiologi dan aspek Laboratorik Pada Anemi Hematolik. Digitized by USU digital library.
Doenges, Marilynn E., dkk . 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
http://www.medicastore.com.//Apotik Online dan Media Informasi Obat-Penyakit/