Biologi Konservasi merupakan bagian dari ilmu biologi dengan latar multi disiplin ilmu yang bertujuan mempelajari permasalahan di bidang keragaman hayati serta bagaimana memecahkan permasalahan tersebut. Tujuan utama biologi konservasi adalah untuk memelihara tiga aspek penting kehidupan bumi : 1) keragaman hayati yang terdapat dalam system kehidupan (keragaman hayati); 2) komposisi, struktur, dan fungsi system tersebut (keutuhan ekologi); dan 3) kemampuan aspek-aspek tersebut dalam menyesuaikan seiring waktu) kesehatan ekologi (Callicott et al, 1999). Trombulak et al (2004) ( 2004) mengemukakan bahwa biologi konservasi bertujuan untuk melindungi dan melestarikan : 1. Keragaman biologi: biologi: keragaman keragaman biologi biologi adalah berbagai organisme organisme pada semua tingkatan organisasi, termasuk gen, spesies, level taksonomi yang lebih tinggi, dan berbagai habitat dan ekosistem. 2. Keutuhan ekologi: keutuhan ekologi adalah tingkat di mana sekumpulan organism menjaga keutuhan komposisinya, strukturnya, dan fungsi seiring waktu relative dibandingkan sekumpulan lainnya yang belum terganggu oleh aktivitas manusia. 3. Kesehatan ekologi: kesehatan ekologi adalah ukuran relative kondisi suatu ekosistem berkaitan dengan kemampuannya menghadapi stress dan menjaga organisasi dan kemampuan mengatur diri sendiri seiring waktu. Nilai penting keragaman hayati, keutuhan ekologi dan kesehatan ekologi.
Konservasi alam dipertimbangkan penting atas dasar tiga alasan: 1) nilai intrinsik; 2) nilai instrumental / ekonomis; 3) nilai psikologis (emosional, spiritual). Nilai intrinsic adalah nilai-nilai alami itu sendiri terlepas dari kegunaannya bagi manusia. Nilai instrumental adalah nilai alam berdasarkan kegunaannya bagi manusia, biasanya diukur dalam nilai ekonomis dan jasanya. Sedangkan nilai psikologis adalah nilai alam dalam bentuk kontribusi alam bagi psikologis manusia (esmosional, spiritual, dan estetik). Konsep dasar pemahaman keragaman hayati, keutuhan dan kesehatan ekologi Pemahaman akan pentingnya komponen alam yang perlu dipertimbangkan untuk dalam upaya konservasi berdasar pemahaman berbagai konsep kunci biologis, termasuk taksonomi, ekologi, genetic, geografi, dan biologi evolusi. Komponen kunci tersebut adalah: hirarki taksonomi, hirarki ekologis, keragaman genetic, konsep spesies, pertumbuhan populasi, distribusi spesies, komunitas dan ekosistem, stokastik (stokastik adalah kemungkinan suatu individu di alam dapat bertahan hidup dari satu periode ke periode lain), dan kepunahan (hilangnya garis evolusi suatu spesies).
Ancaman terhadap keragaman hayati, keutuhan ekologi, dan kesehatan ekologi
Alam terus menerus menghadapi berbagai ancaman dari manusia, termasuk akibat dari aktivitias pemanenan, perusakan dan modifikasi habitat, dan introduksi spesies bukan asli. Sejarah ekosistem hingga saat ini telah mencatat terjadinya perubahan dramatis dan menunjukkan perbedaan yang sangat ekstrim antara kondisi masa sekarang dibandingkan masa lalu. Keterancaman alam sangat dipengaruhi oleh seberapa besar perubahan itu sudah terjadi. Konsep yang salah tentang ekologi selama ini telah menuntun pembangunan ke arah terjadinya kehilangan keragaman hayati, degradasi keutuhan ekologi, dan penurunan kesehatan ekologi. Dampak dari kolonisasi oleh manusia memiliki sejarah panjang menjadi penyebab kepunahan dan perubahan besar pada ekosistem. Pola kepunahan spesies yang saat ini terjadi terjadi dalam kecepatan yang sangat tinggi dan belum pernah terjadi dalam sejarah manusia. Perubahan iklim global yang saat ini melanda bumi adalah kenaikan rata-rata suhu bumi akibat efek rumah kaca dan memberikan konsekuensi buruk pada kehidupan di muka bumi. Efek rumah kaca terutama diakibatkan oleh berlebihnya penggunaan bahan bakar fosil, pelepasan karbon dari tumbuhan. Ancaman utama bagi keanekaragaman hayati adalah kerusakan dan hilangnya habitat, spesies pendatang baru, dan pengambilan sumber daya alam yang berlebihan. •
• •
•
Hilangnya habitat disebabkan oleh pembabatan hutan untuk permukiman, pertanian, dan industri serta ilegal logging. Kerusakan habitat terjadi akibat pencemaran, polusi, dan erosi. Adanya spesies pendatang baru di suatu tempat mengakibatkan kompetisi dengan spesies lokal dalam hal tempat hidup dan sumber pangan. Pengambilan sumber daya alam berlebihan, misalnya adalah menangkap ikan dengan bahan peledak, berburu gajah untuk diambil gadingnya, berburu badak untuk diambil culanya, berburu macan untuk diambil kulitnya, dan lain sebagainya.
Perlindungan dan Restorasi keragaman hayati, keutuhan ekologi, dan kesehatan ekologi
Konservasi sumber daya alam memerlukan kombinasi berbagai strategi, termasuk perlindungan spesies teracam punah, pencadangan kawasan ekologi, pengendalian kegiatan manusia yang dapat merusak ekosistem, restorasi ekosistem, penangkaran, pengendalian spesies bukan asli, dan pendidikan biologi konservasi. Perlindungan spesies terancam punah. Spesies dengan resiko kepunahan
memerlukan perlindungan dari berbagai eksploitasi dan hilangnya habitat. Perlidungan spesies dilakukan dengan dengan melakukan identifikasi fac torfaktor yang mengarahkan pada penurunan ukuran populasi serta penghilangan factor-faktor tersebut. Sistem pencadangan kawasan ekologi. Kawasan yang ditujukan untuk keperluan konservasi perlu dibentuk dan dikelola sehingga dapat melindungi suatu ekosistem secara utuh, termasuk perlindungan terhadap spesies-spesies terancam punah. Kawasan ini merupakan suatu kawasan yang dikelola dengan tujuan utama untuk perlindungan spesies dari kepunahan, serta mempromosikan proses-proses ekologi dan evolusi. Efektivitas system ini sangat dipengaruhi berbagai aspek, termasuk tekanan terhadap kawasan, aktivitas yang dilakukan di dalam kawasan, konektivitas habitat bagi organism di dalamnya. Kawasan ini perlu pula dipersiapkan untuk menghadapi dampak perubahan iklim global yang dapat mengancam spesies yang dilindungi di dalamnya.
Restorasi ekosistem
Ekosistem yang sudah terdegradasi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan fungsi dan perubahan komposisi spesies perlu dilakukan upaya restorasi terhadapnya sehingga dapat mencapai kondisi sedekat mungkin dengan kondisi alaminya. Upaya restorasi dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas penghilangan tekanan terhadap ekosistem, penghilangan spesies exotic, serta restorasi proses-proses ekologi. Harapan Rainforest (http://harapanrainforest.org) adalah merupakan satu contoh upaya restorasi yang dilakukan di Indonesia. Sebagai proyek restorasi ekosistem pertama di Indonesia dan terbesar di dunia, dengan didukung Burung Indonesia, BirdLife International dan the Royal Society for the Protection of Birds, Harapan Rainforest melakukan upaya pemulihan ekosistem bekas lahan konsesi pembalakan hutan di atas areal hutan hujan dataran rendah seluas sekitar 98.555 ha yang terletak di perbatasan provinsi Jambi dan Sumatra Selatan. Upaya-upaya yang ditempuh Harapan Rainforest meliputi perlindungan kawasan, pemulihan kawasan dengan kegiatan penanaman, partisipasi dan peningkatan taraf hidup masyarakat setempat, dan penelitian keragaman hayati untuk mendapatkan strategi restorasi terbaik. Peningkatan populasi alami. Pada spesies yang terancam punah, manfaat dari peningkatan ukuran populasi melalui introduksi hasil penangkaran ke alam, dapat ditempuh. Tindakan perlu diambil untuk memelihara keragaman genetic antara generasi, serta minimalisasi habitatuasi terhadap manusia. Meski demikian perlu dipertimbangkan bahwas opsi ini sangatlah mahal, namun strategi ini bermanfaat untuk mencegah kepunahan secara awal.
Pengelolaan pemanenan dan spesies non alami. Jumlah individual yang dapat dipanen di alam harus diatur sehingga tidak meningkatkan ancaman kepunhanan spesies tersebut. Aturan yang jelas dan konsisten perlu dijalankan untuk pengaturan pemanenan populasi di alami. Sedangkan pengaturan
spesies non alami perlu dijalankan agar tidak meningkatkan ancaman kepunahan populasi spesies yang terpengaruh oleh spesies non alami tersebut. Kebanyakan spesies non alami dapat berkembang biak dan menyebar diluar kendali sehingga mengakibatkan tekanan dan meningkatkan ancaman kepunahan terhadap spesies alami. Partisipasi politik. Sangatlah penting kuatnya pemahaman dan partisipasi politik untuk memastikan konservasi biologi ke dalam ranah kebijakan public. Dalam hal ini diperlukan pemahaman proses dan struktur bagaiman kebijakan public dibuat, termasuk peraturan, administrative, hubungan dan lobi. Mengenal orang-orang kunci yang memainkan peran penting di berbagai tingkatan. Berbagi pengalaman dengan politisi untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang konservasi biologi serta pemahaman konservasionis mengenai pembuatan kebijakan public. Pendidikan konservasi. Pendidikan konservasi perlu dijalankan di seluruh lini dan tingkatan komunitas, sehingga menciptakan kondisi di mana masyarakat dapat hidup berdampingan dengan alam. Pendidikan konservasi bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta perilaku yang penting bagi upaya konservasi. Bagaimana Membantu Konservasi?
Tidak hanya para peneliti yang dapat melakukan konservasi. Kita pun dapat turut berperan, misalnya dengan cara berikut ini. • • •
•
•
Menghentikan pengambilan sumber daya alam yang berle bihan. Menghentikan penebangan hutan secara liar. Mengurangi polusi dengan cara menggunakan transportasi umum ketika bepergian, tidak membuang limbah sembarangan, dan la in sebagainya. Menghemat energi, antara lain dengan mematikan lampu ketika tidak digunakan, mematikan keran saat bak sudah penuh, dan lain sebagainya. Menggunakan produk yang dapat didaur ulang.
Konservasi Anggrek di Indonesia Masih Minim Kamis, 06 Mei 2010 11:22 Ditulis oleh Humas UGM / Ika Indonesia merupakan negara yang memiliki variasi keanekaragaman tanaman anggrek cukup banyak. Di negeri ini, terdapat sekitar 6.000 dari 35.000 spesies yang tersebar di seluruh belahan dunia. Namun, tanaman anggrek di Indonesia kurang mendapat perhatian yang cukup serius, terutama dalam hal pelestariannya. Dr. Aziz Purwantoro, M.Sc., staf pengajar Fakultas Pertanian UGM, mengatakan studi tentang anggrek tropis, baik dari aspek biologi maupun ekologinya, menjadi sangat penting untuk mendukung usaha konservasi anggrek. Informasi tersebut berguna untuk mendesain langkah konservasi yang akan diambil, juga untuk mengetahui daerah yang cocok untuk tumbuhnya spesies ini.
Dari kajian yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa anggrek dapat digunakan sebagai indikator dasar penanda sebuah ekositem dalam keadaan sehat. “Hal ini dikarenakan tanaman anggrek hanya dapat tumbuh di lingkungan yang kondusif. Namun demikian, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai hal itu,” katanya dalam Workshop on Writing EfSD Based on Research Proposal on Tropical Biodiversity yang digelar di Fakultas Biologi UGM, Senin (3/5). Dr. Yao Chien Alex Chang, staf pengajar pada Department of Holticulture, National Taiwan University (NTU), dalam kesempatan tersebut membagi informasi tentang pengembangan riset dan industri anggrek di Taiwan. Yao Chien mengatakan anggrek merupakan penyumbang pendapatan negara dan menjadi salah satu komoditas ekspor andalan di Taiwan. “Anggrek memiliki variasi yang cukup banyak, baik warna maupun ukuran. Di samping itu, bunga ini mekar dalam waktu yang panjang, tiga bulan, dengan syarat adanya pemberian nutrisi yang cukup dan juga mampu bertahan dalam perjalanan yang panjang (ekspor). Kondisi inilah yang menjadikan industri bisnis anggrek semakin digemari sehingga bisa menjadi penyumbang pendapatan di Taiwan,” jelasnya. Ditambahkan Yao Chien, dilihat dari kacamata bisnis, anggrek memiliki prospek yang cukup cerah dan diprediksikan industri ini akan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berbagai jalan dilakukan oleh sejumlah pihak di Taiwan guna menghasilkan jenis anggrek yang berkualitas, seperti melakukan program pemuliaan anggrek dengan intensif, memproduksi secara massal, dan membangun rumah kaca yang berkualitas. Untuk saat ini, Taiwan menjadi satu-satunya negara pengekspor anggrek terbesar ke Amerika, selanjutnya diikuti oleh Nederland dan Thailand. Dalam kesempatan terpisah, Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc., staf pengajar Fakultas Biologi UGM, menyebutkan workshop kali ini merupakan bagian dari Indonesian Managing Higher Education for Relevance and Eficiency (I-MHERE) yang didanai oleh Bank Dunia. Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan relevansi bagi perguruan tinggi yang unggul. UGM, lanjutnya, adalah salah satu perguruan tinggi yang mendapatkan hibah tersebut selain ITB, UI, Unair, dan Unibraw. Dituturkan Budi, untuk UGM, hanya tiga fakultas yang mendapatkan proyek I-MHERE, yakni Fakultas Biologi, Farmasi, dan Pertanian. Saat disinggung tentang kondisi anggrek di Indonesia, Budi memaparkan pandangannya. Menurutnya, Indonesia memiliki keanekaragaman jenis anggrek tropis yang cukup banyak. Namun sangat disayangkan, usaha pelestarian terhadap tanaman yang ditetapkan sebagai puspa pesona nusantara ini masih sangat rendah. “Memang upaya pengembangan telah dilakukan, akan tetapi baru sampai pada tahap budidaya, sedangkan untuk pelestariannya masih sangat minim. Apabila tidak ada pihak yang benar-benar fokus melakukan konservasi, maka anggrek di Indonesia bisa tidak terselamatkan. Apalagi ditambah dengan maraknya kegiatan illegal loging, kebakaran hutan, dan perubahan iklim akan semakin mempercepat punahnya spesies ini,” tambahnya.
Atas dasar fenomena tersebut, Fakultas Biologi UGM bekerja sama dengan berbagai pihak, antara lain, sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, lembaga penelitian, dan instansi pemerintah untuk melakukan riset terhadap tanaman anggrek. Fakultas Biologi berusaha untuk menjadi center of excellent bagi pelestarian tanaman anggrek di wilayah tropis. Berbagai upaya yang telah dikembangkan, antara lain, identifikasi anggrek, budidaya, kultur jaringan tumbuhan, persilangan anggrek lokal, dan membuat tanaman transgenik anggrek.
KERAGAMAN JENIS AMFIBI DAN REPTIL DI KAWASAN HARAPAN RAINFOREST
Hutan hujan dataran rendah Sumatra merupakan habitat yang kaya akan keragaman biologinya, sekaligus juga merupakan habitat yang sangat terancam di muka bumi ini. Dari sekitar 16 juta hektar hutan Sumatra pada tahun 1900, kini hanya tersisa 500,000 ha saja. Harapan Rainforest, merupakan serpihan hutan hujan tropis di Sumatra yang tersisa, meliputi kawasan seluas 98.555 ha hutan di perbatasan provinsi Jambi dan Sumatra Selatan baik yang masih utuh maupun yang telah mengalami pembalakan. Sekitar 36% dari kawasan ini merupakan hutan dengan tipe hutan sekunder tinggi, 15% hutan sekunder sedang, 41% merupakan hutan sekunder rendah, dan 8% adalah lahan terbuka. Saat ini kawasan Hutan Harapan Harapan Rainforest dalam pengelolaan Unit Majemen Harapan Rainforest untuk kegiatan restorasi ekosistem dengan tujuan mengembalikan kepada keadaan menjadi seperti semula. Survey amfibi dan reptil di Harapan Rainforest dilakukan setiap bulan sepanjang tahun 2009, kecuali bulan Juli hingga September menggunakan tiga metode survey yang biasa digunakan, yaitu pencarian secara acak (opportunistic searching ), metode transek (1.4 km) dan plot (20 m X 20 m). Sebelumnya Mistar (2003) menggunakan metode Visual Encounter Survey-Night Stream , penulusuran transek sepanjang 1.5 km dan pencarian secara acak. Dengan menggabungkan hasil survey pada tahun 2003 dan 2009, tercatat 29 jenis amfibi dan 45 jenis reptiledi Harapan Rainforest, termasuk 5 jenis Amfibi dan 15 jenis reptile yang baru tercatat (Tabel 1). Jenis amfibi yang paling sering dijumpai adalah Fejerfarya cancricova, Fejerfarya limnocharis , Hylarana nicobariensis, dan Racophorus appendiculatus. Sedangkan jenis reptil yang paling umum dijumpai adalah Gecko smithii , Mabuya multifasciata dan Varanus salvator. Selain itu, di daerah camp utama Harapan Rainforest hingga daerah BPDAS banyak dijumpai ( Naja sumatrana, Ophiophagus hannah, dan Pyton reticulates. Dari keseluruhan jenis-jenis amfibi dan reptil tersebut berdasarkan kategori keterancampunahan menurut IUCN terdapat empat jenis amfibi yang dikategorikan Mendekati Terancam Punah (Near Threatened), yaitu Pelophrine signata, Limnonectes blythii, Limnonectes malesiana, dan Occidozyga baluensis , dan satu jenis reptile yang dikategorikan Terancam Punah (Endangered), yaitu Heosemis spinosa (Tabel 1). Enam jenis reptil juga termasuk dalam Appendix II
CITES, yaitu Pyton reticulatus, Ophiophagus Hannah, Heosemys spinosa, Varanus dumerili, dan Varanus salvator (Tabel 1) . Sedangkan untuk amfibi tidak terdapat satu jenis pun yang masuk appendix CITES. Dari sisi perlindungan hukum berdasar PP no 7 tahun 1999, tidak satu jenis pun baik amfibi maupun reptile yang terdapat di dalam kawasan Harapan Rainforest terdaftar dalam lampiran PP tersebut. Ancaman terhadap jenis-jenis reptile dan amfibi di dalam kawasan Harapan Rainforest adalah masih terjadinya aktivitias illegal logging dalam skala kecil di sepanjang sungai Kapas dan SPAS, ancaman ini terutama terjadi saat musim hujan berlangsung. Meski terjadi secara sporadis dan kecil-kecilan, namun karena sensitifitas amfibi dan reptile terhadap perubahan sekecil apapun terhadap lingkungan, hal ini dapat menjadi ancaman serius bagi konservasi amfibi dan reptil di Harapan Rainforest. Selama survey tidak ditemukan adanya tanda-tanda pemanenan jenis-jenis amfibi dan reptile.
Laporan Singkat Hasil survey populasi biawak Komodo dan Populasi mangsa Komodo di Cagar Alam Wae Wuul Juni – Juli 2009
Laporan Singkat Hasil survey populasi biawak Komodo dan Populasi mangsa Komodo di Cagar Alam Wae Wuul Juni – Juli 2009 Survey populasi biawak komodo dan mangsanya di dalam Kawasan Cagar Alam Wae Wuul Flores Barat telah dilakukan sejak tanggal 22 Juni hingga 19 Juli 2009. Metode lapangan yang digunakan untuk mendapatkan perkiraan populasi Biawak Komodo di Cagar Alam Wae Wuul adalah dengan menangkap menandai melepas dan menangkap kembali (Capture Mark Release Recapture). Metode ini dilakukan dengan menempatkan 26 perangkap yang disebar merata di dalam kawasan Cagar Alam Wae Wuul, setelah tertangkap, Biawak Komodo akan diukur dan ditandai, setelah itu, Biawak Komodo yang sudah ditandai akan dilepas kembali. Sementara itu, untuk mendapatkan nilai kepadatan mangsa Biawak Komodo (terutama Rusa), metode lapangan yang digunakan adalah metode penghitungan kotoran (pellet group) dalam setiap 30 titik/plot berdiameter 2 meter yang terletak di setiap 10 meter pada garis transek sepanjang 30 meter, dengan jumlah total garis transek sebanyak 40. Selain itu, untuk mendapatkan perkiraan nilai populasi mangsa Biawak Komodo, dilakukan juga penghitungan langsung dengan menggunakan metode jarak sepanjang garis transek. Selama 22 hari survey populasi Biawak Komodo, diperoleh 17 ekor Biawak Komodo yang tertangkap, ditandai dan dilepas kembali. Dari 17 ekor Biawak Komodo yang tertangkap, hampir sebagian besar berukuran di bawah 4 Kg, dengan hanya satu ekor berukuran yang paling besar yaitu 19 Kg. Selama survey tidak pernah terlihat Biawak Komodo yang mempunyai ukuran lebih dari 20 Kg. Sementara itu, jumlah penghitungan kotoran rusa pada plot sepanjang garis transek yang berjumlah 40, menunjukan nilai yang sangat kecil (rata-rata dibawah 1 grup pelet pertransek), nilai rendah juga didapat dengan menggunakan metode penghitungan langsung sepanjang garis transek, yaitu hanya terdapat lima perjumpaan.
Berdasarkan data lapangan yang belum lama diperoleh, Populasi Biawak Komodo di Cagar Alam Wae Wuul berada dalam kondisi yang rentan untuk punah, selain terdapat penurunan yang signifikan sejak survey yang dilakukan tahun 1991, 2000 dan tahun lalu (Nopember 2008), tidak terdapatnya ukuran dewasa akan mengkhawatirkan untuk rekrutmen individu baru dalam populasi. Rendahnya ukuran populasi di Cagar Alam Wae Wuul juga berkaitan dengan rendahnya jumlah Rusa yang merupakan mangsa utama Biawak Komodo. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan usaha-usaha untuk pengelolaan habitat agar populasi Komodo dan Rusa kembali meningkat. selain itu usaha-usaha pengamanan juga perlu dilakukan beriringan dengan usaha pengelolaan habitat untuk mencegah terjadinya ancaman yang mengganggu proses ekologis dalam kawasan Cagar Alam Wae Wuul, seperti pencegahan kebakaran hutan.
Populasi Komodo di Wae Wuul menurun drastis
Kegiatan survey populasi biawak Komodo (Varanus komodoensis) dan mangsanya yang dilaksanakan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (Balai Besar KSDA NTT) bekerjasama dengan Komodo Survival Program (KSP) di Cagar Alam Wae Wuul, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, antara 22 Juni hingga 19 Juli 2009, sebagai implementasi naskah Perjanjian Kerjasama antara BALAI BESAR KSDA NTT NTT dan KSP tentang Penelitian dan Pemantauan Populasi Biawak Komodo dan Keanekaragaman Hayati Beserta Habitatnya di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang ditandatangani pada tanggal 3 Maret 2008, dengan ini kami menyampaikan laporan sementara sebagai informasi mengenai keadaan terkini populasi biawak Komodo di CA Wae Wuul.
Dari hasil survey menggunakan metode penangkapan dan penandaan selama 22 hari dengan menggunakan 26 titik perangkap dan pencarian secara aktif meliputi kawasan seluas 14.484 ha (14.8 km2), hanya 17 individu yang te rpantau di CA Wae Wuul. Sementara survey populasi mangsa utama biawak Komodo yang diukur menggunakan metode transek plot menunjukkan indeks kepadatan populasi Rusa Timor (Cervus timorensis) sebesar 0.48/transect. Survey yang dilakukan pada tahun 1991 oleh PHKA menemukan 66 Komodo di Wae wuul dan area sekitarnya, sedangkan survey pada tahun 2000 oleh Ciofi dan De Boer bersama dengan Balai Besar KSDA NTT II, hanya 19 Komodo saja yang tertangkap, dengan kepadatan populasi 10 kali lebih rendah dibandingkan yang tertangkap di Taman Nasional Komodo. Pada survey yang dilakukan oleh BALAI BESAR KSDA NTT NTT dan KSP tahun 2008, hanya 10 kali perjumpaan saja 6 titik penempatan umpan gantung dari 16 lokasi tempat pengumpanan di Cagar Alam Wae Wuul. Sedangkan survey pada 2009 hanya 17 individu yang tertangkap. Indeks kepadatan Rusa Timor pada tahun 2008 tercatat 0.48/transek sedangkan pada survey tahun 2009 diperoleh nilai kepadatan dibawah 1/km2, menunjukkan adanya penurunan kepadatan populasi mangsa.
Berdasarkan hasil survey tersebut diatas, sangat jelas bahwa populasi biawak Komodo di Wae Wuul sangat terancam. Faktanya, populasi Komodo disana telah mengalami penurunan yang signifikan dalam kurun waktu 18 tahun. Kondisi ini diperparah oleh rendahnya kepadatan Rusa Timor sebagai mangsa biawak Komodo dan tingginya tekanan aktivitas manusia seperti perburuan Rusa dan pembakaran padang rumput di sekitar dan di dalam kawasan. Berdasar fakta tersebut, sehubungan dengan izin penangkapan biawak Komodo yang Bapak keluarkan melalui SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 tentang izin penangkapan 10 ekor biawak Komodo dari habitat aslinya di CA Wae Wuul, yang secara administratif termasuk kedalam wilayah Desa Macan Tanggar dan Desa Warloka, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, dengan ini kami menyarankan agar Bapak dapat mempertimbangkan pembatalan SK.384/Menhut-II/2009. Penangkapan 10 individu biawak Komodo di CA Wae Wuul akan sangat mempengaruhi keberadaan populasi tersebut. Kami khawatir penangkapan tersebut akan menyebabkan kepunahan biawak Komodo di Flores, khususnya di CA Wae Wuul yang mewakili keragaman genetik terpisah dari Taman Nasional Komodo. Hingga saat ini, berbagai Kebun binatang di Indonesia telah bekerja dengan baik dalam membiakkan Komodo di penangkaran dan menurut pusat penelitian biologi LIPI, Komodo asal flores terdapat di tiga kebun binatang di Jawa: Ragunan (44 ekor), Gembira Loka (26 ekor), Surabaya (11 ekor). Alternatif yang mungkin dilakukan oleh kebun binatang Indonesia (dan luar negeri) yang lain untuk menambah jumlah koleksi Komodo adalah dengan mengandalkan Komodo yang ada dari kebun binatang – kebun binatang di Indonesia yang telah berhasil membiakkan Komodo. Populasi Komodo dalam penangkaran ini cukup mewakili secara genetis dan merupakan sumber yang baik untuk program penangkaran Komodo. Oleh karena itu, kami menyarankan rencana perlindungan khusus untuk populasi Komodo yang tersisa di Cagar Alam Wae Wuul. EAZA akan melanjutkan membantu menyediakan dana untuk kegiatan perlindungan komodo yang dilaksanakan oleh Balai Besar KSDA NTT dan KSP.
Daftar Situs Warisan Dunia Tambah 8 Kawasan
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan delapan daerah baru yang masuk dalam daftar situs warisan dunia (world heritage list ). Kedelapan situs itu dinilai sangat berarti bagi kemanusiaan, tapi dibutuhkan proteksi yang kuat agar tetap bertahan.Situs-situs itu adalah Kepulauan Socotra di Yaman yang dikenal sebagai Galapagos di Samudra India. Di kawasan tersebut terdapat 825 spesies tumbuh-tumbuhan dengan 37 persennya hanya ditemukan di sana. Sekitar 90 persen reptil juga endemik kawasan tersebut. Kehidupan lautnya juga beragam dengan 253 jenis karang, 730 jenis ikan karang, dan 300 jenis kepiting, lobster, dan udang. Socotra saat ini sudah menjadi kawasan dilindungi. Kawasan lainnya adalah Lembah Fosil Joggins di Kanada. Kawasan tersebut juga setara dengan Galapagos. Di tempat ini dapat mempelajari kehidupan pada zaman purba sekitar 300 juta tahun lalu, dan ditemukan banyak sekali fosil reptil dari umur yang tertua. Pulau Surtsey di Islandia Selatan merupakan pulau yang terbentuk saat terjadi letusan gunung berapi pada tahun 1963-1967. Kehidupan yang terbentuk di pulau
tersebut sangat kaya dan unik dengan beragam spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan. Stepa atau padang semak yang masih asli di Saryarka, Kazakhstan, juga termasuk. Di wilayah tersebut terdapat danau yang menyediakan sumber air bagi 16 juta burung migrasi dan ratusan ribu burung air. Sarayarka juga habitat antelop saiga (Saiga tatanica ) yang sudah terancam punah. Lokasi yang tak kalah menarik adalah Biosfer Kupu-kupu Raja Mariposa monarca. Kawasan tersebut merupakan habitat kupu-kupu raja saat melakukan migrasi pada musim dingin. Area tektonik Sardona di Swis juga terpilih karena nilai geologisnya. Di kawasan tersebut terdapat Glarus Overthrust, lapisan-lapisan batuan dari zaman ke zaman yang menggambarkan proses pembentukan gunung berapi. Taman Nasional Gunung Sangingshan (China) terpilih karena kecantikannya. Di sana terdapat batu-batuan granit yang berrdiri tegak dan dapat dinikmati keindahannya sepanjang mata memandang. Laguna di Kaledonia Baru terpilih karena kaya akan ekosistem karang. Keragamannya bisa dibandingkan dengan gugusan karang Great Barrier Reef di Australia. "Kedelapan situs budaya yang menarik perhatian ini adalah di antara tempat terbaik di dunia," ujar David Sheppard, kepala program kawasan dilindungi dari IUCN (International Union for Conservation of Nature), yang mengusulkannya. Dengan tambahan 8 tempat, daftar warisan dunia kini menjadi 878 lokasi, terdiri dari 679 situs budaya, 174 situs alam, dan 25 situs campuran keduanya. Daftar 8 situs baru dalam Daftar Warisan Dunia:
1. Lembah Fosil Joggins (Kanada) 2. Taman Nasional Gunung Sangingshan (China) 3. Laguna Kaledonia Baru (Perancis) 4. Surtsey (Islandia) 5. Saryarka (Kazakhstan) 6. Biosfer Kupu-kupu Raja (Meksiko) 7. Arena Tektonik Sardona (Swis) 8. Kepulauan Socotra (Yaman) sumber dari situs kompas cyber