BAB 1. PENDAHULUAN
Selama ini dikenal istilah penyakit ginjal kronik (PGK) yang merupakan sindroma klinis karena penurunan fungsi ginjal secara menetap akibat kerusakan nefron. Proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam ini, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Tjokroprawiro et al , 2007). PGK merupakan public health issue disebabkan disebabkan insidensin insidensinya ya yang terus meningkat dan intervensinya yang membutuhkan biaya besar. Meskipun metode diagnosis dan penatalaksanaan penyakit ginjal kronik telah berkembang, diagnosis yang yang terlamb terlambat at sehing sehingga ga menyeb menyebabk abkan an kerusa kerusakan kan yang yang perman permanen en tetap tetap saja saja terjadi (Broscious dan Kastagnola, 2006). Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berk berkem emba bang ng lain lainny nya, a, insi inside den n ini ini dipe diperk rkir irak akan an seki sekita tarr 40-6 40-60 0 kasu kasuss perju perjuta ta penduduk per tahun (Suwitra, 2006). Berdasarkan data tahun 2004 dari US Renal Data System, jumlah pasien PGK yang mendapat pengobatan pada tahun 2002 sekitar 431284. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan 4,6% dibanding pada tahun 2001. Etiologi PGK sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal ginjal yang menjalani hemodialisi hemodialisiss di Indonesia, Indonesia, antara lain glomerulon glomerulonefritis efritis (46,39%), diabetes melitus (18,65%), obstruksi dan infeksi (12, 85%), hipertensi (8,46%), sebab lain (13,65%).
1
BAB II. LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PENDERITA
N am a
: Tn. A.B.
Umur
: 50 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: Pensiunan
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Pe Perum Tegal Besar A-6 Jember
Tanggal MRS
: 30 November 2010
Tanggal KRS
: 13 Desember 2010
Tan Tanggal ggal Pem Pemerik eriksa saan an
: 8 Dese Desemb mber er 2010 2010
No. RM
II.
: 19.47.21
ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada penderita tanggal 8 Desember 2010. A. Riwayat Penyakit 1. Keluhan Utama
Sesak nafas 2. Riwayat Penyakit Sekarang
Kuran Kurang g lebih lebih 4 tahun tahun SMRS SMRS pasien pasien sering sering mengeluh mengeluh sesak sesak dan terasa terasa sakit sakit di pingga pinggang ng sebelah sebelah kiri dan menjal menjalar ar ke belaka belakang, ng, nyeri nyeri hilang timbul kurang lebih 10 kali dalam sehari dengan lama nyeri kurang lebi lebih h 5-10 5-10 meni menit. t. Nyeri Nyeri timb timbul ul jika jika pasi pasien en terl terlal alu u capek capek,, dan dan agak agak berku berkuran rang g jika jika dibuat dibuat istira istirahat hat.. Pasien Pasien tidak tidak mengel mengeluh uh demam, demam, pasien pasien mengeluh mual tetapi tidak muntah, tidak pusing, dan tidak sesak, BAK sedikit dan terasa tidak tuntas, tidak terasa nyeri, bewarna kuning, BAB sedikit, pasien tidak pernah terbentur atau terpukul di daerah pinggang sebelumnya.Oleh pasien tidak diberi obat apapun dikarenakan nyeri akan
2
hilang dengan sendirinya. Kemudian pasien memeriksakan kesehatan ke RSD dr. Soebandi Jember. Lalu dikatakan bahwa pasien menderita gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah. Pasien selama ini rutin menjalani cuci darah di poli Haemodialisa RSD dr. Soebandi Jember tiap 3 hari sekali. Pasien sudah tidak pernah BAK. Tapi masih bisa BAB normal. 2 hari SMRS pasien cuci darah ke RSD. dr. Soebandi, kemudian karena pasien mengeluhkan sesak nafas, badan terasa lemas, nyeri sendi dan disertai adanya batuk. Dua hari yang lalu pasien cuci darah, pasien mengeluhkan sesak nafas, sakit di kedua pinggang dan menjalar ke belakang, nyeri dirasakan terus menerus. Pasien tidak mengeluh demam, pasien mengeluh mual tetapi tidak muntah, tidak BAK, BAB normal. 3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensi, memiliki riwayat batu ginjal, tidak ada riwayat kencing manis, dan ada riwayat asam urat yang tinggi sebelumnya serta didapatkan adanya benjolan pada tangan dan kaki pasien. 4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang sakit seperti pasien. 5. Riwayat Pengobatan
Rutin menjalani
haemodialisa
seminggu
2
kali
dari Poli
Haemodialisa RSD. dr. Soebandi sejak 4 tahun yang lalu.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal serumah dengan istri dan 2 anak pasien. Penghasilan pasien
perbulan tidak
menentu dikarenakan
pasien pensiun dini
dikarenakan sakit yang diderita. Rumah pasien berukuran 6 m x 12 m, berlantai semen, bertembok batu bata, dengan 3 kamar dan setiap kamar ada jendela. Kamar mandi dan jamban ada di dalam rumah. Sumber air
3
untuk memasak, minum dan mencuci dari sumur yang berjarak + 5 m dari rumah. Kesan : Riwayat sosial ekonomi kurang 7. Riwayat gizi
Nafsu makan pasien diakui berkurang karena sering merasa mual. Pasien sehari-hari lebih sering mengkonsumsi tahu tempe serta sayursayuran dan kacang-kacangan. Untuk minum sehari-hari berasal dari air sumur yang dimasak terlebih dahulu. Pasien sering mengkonsumsi minuman suplemen yang menurut pasien untuk menambah tenaga. B.
Anamnesis sistem •
•
•
Sistem serebrospinal
: pusing (-), demam (-)
Sistem kardiovaskular
: berdebar-debar (-), hipertensi (+)
•
Sistem pernafasan
: sesak
•
Sistem gastrointestinal
: cegukan (-), mual (+), muntah (-)
•
Sistem urogenital
: BAK (-).
Sistem integumen •
: tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal
: nyeri pinggang (+), lemas (+), agak pucat (+)
III.
PEMERIKSAAN FISIK A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Lemah 2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Vital Sign
: Tensi
4. Pernapasan
= 130/90 mmHg
Nadi
= 96 x/mnt
RR
= 40 x/mnt
Suhu
= 36,2 0C
: sesak (+), orthopnea (+)
5. Kulit
: Turgor kulit normal, tidak ada ikterus
6. Kelenjar Limfe
: Limfonodi leher, aksila, dan inguinal tidak
4
terdapat pembesaran. 7. Otot
:
Konsistensi padat kenyal, atrofi (-), massa
(-) 8. Tulang
: Tidak ada deformitas, krepitasi, didapatkan gangguan pergerakan, nyeri kedua pinggang (+), nyeri sendi (+)
9. Berat Badan
: 60 Kilogram
10. Tinggi Badan
: 170 Sentimeter
11. Status gizi
: IMT =
60
= 20.76 (IMT dalam batas normal)
(1,7)2 12.
Status Lokalis : regio metacarpal D/S, genu D/S, pedis D/S didapatkan adanya massa(+), konsistensi kistik,multiple dengan ukuran 1-2 cm. Kesan : Didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran
composmentis, T =
130/90 mmHg, Nadi = 96 x/menit, RR = 40 x/mnt,
sesak(+), orthopnea (+), nyeri pinggang (+), nyeri sendi (+), didapatkan adanya massa di regio metacarpal D/S, genu D/S, pedis D/S. B. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala Bentuk : Bulat lonjong, simetris
•
•
Rambut
: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
•
Mata
: Konjungtiva anemis -/Sklera ikterus -/Odem palpebra -/Pupil isokor Φ 3mm/3 mm, Reflek cahaya +/+
Hidung
•
: Sekret (-), perdarahan (-), pernafasan cuping hidung (-)
•
•
Telinga Mulut
: Sekret (-), bau (-), perdarahan (-) : Sianosis (-), bau (-), mukosa mulut pucat (-), lidah pucat (-)
5
2. Leher : •
KGB
: tidak ada pembesaran.
•
Tiroid
: tidak ada pembesaran
•
Kaku kuduk
: (-)
•
Peningkatan JVP : (-)
3. Thorax •
Cor : I = Ictus cordis tidak tampak P = Ictus cordis tidak teraba P = Redup di ICS IV PSL dextra s/d di ICS V AAL sinistra A = S1S2 tunggal (+), reguler
•
Pulmo :
Anterior
Posterior
Inspeksi :
Inspeksi :
•
Simetris +/+
•
Simetris +/+
•
Retraksi +/+
•
Retraksi +/+
•
Ketertinggalan gerak -/-
•
Ketertinggalan gerak -/-
P: Palpasi : •
P: Palpasi :
Fremitus raba +/+ normal
P: Perkusi : •
Fremitus raba +/+ normal
Perkusi :
Sonor +/+
•
Auskultasi : •
•
Sonor +/+
Auskultasi :
Vesikuler +/+, rh -/-, wh-/-
•
Vesikuler +/+, rh -/-, wh-/-
4. Abdomen : •
Inspeksi
= cembung, lingkar abdomen 83,5 cm
6
•
Auskultasi = BU (+) N
•
Palpasi
= Soepel, hepar/lien/ren tidak teraba, nyeri tekan +
•
Perkusi
= hipertimpani, pekak hepar +, nyeri ketok ginjal
+/+ 5. Genital : dalam batas normal 6. Ekstremitas : Superior
= Akral hangat +/+ , Odema +/+ (piting oedem)
Inferior
= Akral hangat +/+ , Odema +/+ (piting oedem)
Pada pemeriksaan fisik khusus didapatkan : (1) Cor : redup di ICS IV PSL dextra s/d di ICS V AAL sinistra, S1S2 tunggal (+); (2) Abdomen : nyeri ketok ginjal +/+; (3) Ekstremitas : piting oedem +/+ pada superior dan inferior
IV.
Pemeriksaan Penunjang A. Pemeriksaan Laboratorium
30 / November / 2010 HEMATOLOGI Hemoglobin Laju Endap Darah Leukosit Hitung Jenis Hematokrit Trombosit SEROLOGI / IMUNOLOGI HBs-Ag Anti HCV-Ab URINE LENGKAP Warna pH BJ Protein Glukosa Urobilin Bilirubin Nitrit Eritrosit Leukosit
8 / Desember / 2010
13,9 100/130 15,8 -/-/-/84/16/39,0 506 -
7
Epitel Skuamos Epitel Renal Kristal Silinder Bakteri/Yeast/Trichomonas FAAL HATI Bilirubin Direk Bilirubin Total SGOT SGPT GAMA GT Total Protein Albumin Globulin FAAL GINJAL Kreatinin Serum BUN Urea Asam Urat LEMAK Kolesterol Total KADAR GULA DARAH Sewaktu ELEKTROLIT Natrium Kalium Chlorida Calsium Magnesium Fosfor
0.44 0.96 50 102 2.5 7.7 52 112 5.9
6,8 44 94 5,2
134,4 3,72 99,8 2,29 1,15 1,71
134,7 3,95 101,6 2,62 1,16 1,67
B. Pemeriksaan thorax foto
Tanggal 6/12/2010
Hasil thorax foto : Cor membesar, cephalisasi (+) Efusi pleura bilateral kardiomegali
8
RESUME
Seorang laki-laki umur 50 tahun datang dengan keluhan sesak yang sudah dirasakan pasien kurang lebih 4 tahun yang lalu. Pasien sering mengeluh sesak dan terasa sakit di pinggang sebelah kiri dan menjalar ke belakang, nyeri hilang timbul kurang lebih 10 kali dalam sehari dengan lama nyeri kurang lebih 5-10 menit. Nyeri timbul jika pasien terlalu capek, dan agak berkurang jika dibuat istirahat. Pasien tidak mengeluh demam, pasien mengeluh mual tetapi tidak
9
muntah, tidak pusing, dan tidak sesak, BAK sedikit dan terasa tidak tuntas, tidak terasa nyeri, bewarna kuning, BAB sedikit, pasien tidak pernah terbentur atau terpukul di daerah pinggang sebelumnya.Oleh pasien tidak diberi obat apapun dikarenakan
nyeri
akan
hilang
dengan
sendirinya.
Kemudian
pasien
memeriksakan kesehatan ke RSD dr. Soebandi Jember. Lalu dikatakan bahwa pasien menderita gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah. Pasien selama ini rutin menjalani cuci darah di poli Haemodialisa RSD dr. Soebandi Jember tiap 3 hari sekali. Pasien sudah tidak pernah BAK. Tapi masih bisa BAB normal. 2 hari SMRS pasien cuci darah ke RSD. dr. Soebandi, kemudian karena pasien mengeluhkan sesak nafas, badan terasa lemas, nyeri sendi dan disertai adanya batuk. Dua hari yang lalu pasien cuci darah, pasien mengeluhkan sesak nafas, sakit di kedua pinggang dan menjalar ke belakang, nyeri dirasakan terus menerus. Pasien tidak mengeluh demam, pasien mengeluh mual tetapi tidak muntah, tidak BAK, BAB normal. Dari RPD, Pasien memiliki riwayat hipertensi, memiliki riwayat batu ginjal, tidak ada riwayat kencing manis, dan ada riwayat asam urat yang tinggi sebelumnya serta didapatkan adanya benjolan pada tangan dan kaki pasien. Dari RPO sejak 4 tahun yang lalu telah menjalani cuci darah di poli haemodialisa RSD. dr. Soebandi. Riwayat sosial ekonomi kesan kurang. Riwayat gizi nafsu makan pasien terkesan berkurang sejak sakit karena sering merasa mual, pasien lebih sering mengkonsumsi
tahu
tempe
serta
kacang-kacangan,
pasien
juga
sering
mengkonsumsi minuman suplemen. Dari anamnesis sistem tubuh didapatkan : (1) Sistem serebrospinal: pusing tidak ada keluhan; (2) Sistem kardiovaskular: tidak ada keluhan; (3) Sistem pernafasan: sesak (+), orthopnea(+); (4) Sistem gastrointestinal: mual (+); (5) Sistem urogenital: BAK (-); (5) Sistem integumen : tidak ada keluhan; (6) Sistem musculoskeletal, nyeri pinggang (+), lemas (+), agak pucat (+); (7). Status lokalis: didapatkan adanya massa di regio metacarpal D/S, genu D/S, pedis D/S.
10
Pada pemeriksaan fisik secara umum, didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran composmentis, T = 130/90 mmHg, Nadi = 96 x/menit, RR = 40 x/mnt, sesak (+), nyeri pinggang (+). Pada pemeriksaan fisik khusus didapatkan : (1) Kepala : tidak ada anomali; (2) Cor : redup di ICS IV PSL dextra s/d di ICS V AAL sinistra, S1S2 tunggal (+), reguler ; (3) Abdomen : nyeri ketok ginjal +/+ Pada pemeriksaan laboratorium faal ginjal didapatkan kenaikan pada kreatinin serum (7.7), BUN (52), Urea (112), Asam Urat (5.9). Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan hiponatremia, peningkatan magnesium dan fosfor. Hasil thorax foto didapatkan gambaran Cor membesar, cephalisasi (+),Efusi pleura bilateral serta kardiomegali.
V.
Diagnosis Kerja
Chronic Kidney Disease stage V.
VI.
Penatalaksanaan o
Diet : Garam 40 – 120 meq, rendah protein (0.6-0.8 gr/kgBB/hari) tinggi kalori (35 kCal/kgBB/hari), diet rendah kalium (hindari pisang, jeruk, tomat dan sayuran berlebih)
o
Infus NaCl 0,9% + meylon 7 tpm
o
Cefotaxim inj 3x1 g
o
Kalnex 3x 1 ampul
o
lasix 2 x1 ampul
o
Adona 3x 1 ampul
o
allopurinol 3 x 1 tablet
VII.
Prognosis
Ad Malam
11
BAB III. PEMBAHASAN
3.1
Penyakit Ginjal Kronik
3.1.1
Diagnosis
Menurut The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease
Outcome Quality Initiative (KDOQI), kriteria penyakit ginjal kronik sebagai berikut :
12
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi ≥ 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan manifestasi : kelainan patologi dan petanda kerusakan ginjal. 2. GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. a.
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas 2 (dua) hal yaitu atas
dasar derajat ( stage ) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar GFR. Pedoman KDOQI merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus Cockroft-Goult sebagai berikut : GFR (ml/menit/1,73 m2) =
(140-umur) x berat badan 72 x kreatinin serum (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 1. Stadium Penyakit Ginjal Kronik
Stadium 1
Deskripsi Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau
GFR (ml/menit/1,73 m2) ≥ 90
meningkat 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan
60-89
3
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang
30-59
4
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat
15-29
5
Gagal ginjal <15 atau dialisis Berdasarkan anamnesis, dapat diperkirakan perjalanan klinis yang
menggambarkan terjadinya renal damage pada penderita > 3 bulan. Selain itu, dari perhitungan GFR diperoleh : GFR (tanggal 30 November 2010) = 9,74 Sehingga tergolong ke dalam Gagal Ginjal Kronik Stadium 5 Tabel 2. Penyebab Terbanyak Terjadinya PGK (Current Medical Diagnosis and
Treatment, 2008).
13
Glomerulopathies Primary glomerular diseases:
Focal and segmental glomerulosclerosis Membranoproliferative glomerulonephritis IgA nephropathy Membranous nephropathy Secondary glomerular diseases:
Diabetic nephropathy Amyloidosis Postinfectious glomerulonephritis HIV-associated nephropathy Collagen-vascular diseases Sickle cell nephropathy HIV-associated membranoproliferative glomerulonephritis Tubulointerstitial nephritis
Drug hypersensitivity Heavy metals Analgesic nephropathy Reflux/chronic pyelonephritis Idiopathic Hereditary diseases
Polycystic kidney disease Medullary cystic disease Alport's syndrome Obstructive nephropathies
Prostatic disease Nephrolithiasis Retroperitoneal fibrosis/tumor Congenital Vascular diseases
Hypertensive nephrosclerosis Renal artery stenosis
14
Oleh
karena
pasien
telah
diketahui
menderita
GGK,
dilakukan
pemeriksaan tambahan berupa foto thorax untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada jantung dan paru. Hasil thorax foto : Cor membesar, cephalisasi (+) Efusi pleura bilateral kardiomegali 3.1.2
Pendekatan Diagnostik
a.
Gambaran Klinis 1) Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes, obstruksi, infeksi traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia,
SLE dan lain
sebagainya. Pada penderita diperoleh gambaran klinis (gejala/keluhan) berupa nyeri pada kedua pinggang dan menjalar ke belakang serta hilang timbul, disuri. 2) Kegagalan fungsi ekskresi sehingga terjadi sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, volume
overload , neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang sampai koma. Juga terjadi gangguan keseimbangan cairan, elektrolit serta asam basa tubuh.
Tabel 3. Gejala dan Tanda Klinis Uremia (Current Medical Diagnosis and
Treatment, 2008). Organ System
Symptoms
Signs
General
Fatigue, weakness
Sallow-appearing, chronically ill
Skin
Pruritus, easy bruisability
Pallor, ecchymoses, excoriations, edema, xerosis
ENT
Metallic taste in mouth, epistaxis
Urinous breath
Eye Pulmonary
Pale conjunctiva Shortness of breath
Rales, pleural effusion
15
Organ System
Symptoms
Signs
Cardiovascular Dyspnea on exertion, retrosternal pain on inspiration (pericarditis)
Hypertension, cardiomegaly, friction rub
Gastrointestinal Anorexia, nausea, vomiting, hiccups Genitourinary
Nocturia, polyuria, simpotence
Isosthenuria, hematuria
Neuromuscular Restless legs, numbness and cramps in legs Neurologic
Generalized irritability and Stupor, asterixis, myoclonus, inability to concentrate, decreased peripheral neuropathy libido
Pada penderita diperoleh (tabel 4) : Tabel 4. Gejala dan Tanda Klinis Uremia Pada Penderita Organ System
Symptoms
General
Lemah
Skin
-
ENT
-
Eye
Konjungtiva terlihat anemis
Pulmonary
Efusi pleura, sesak
Cardiovascular
kardiomegali
Gastrointestinal
Mual, Muntah
Genitourinary
Disuria
Neuromuscular
-
Neurologic
-
3) Kegagalan fungsi hormonal : penurunan eritropoetin, penurunan vitamin D3 aktif, gangguan sekresi renin. a. Penurunan produksi eritropoetin : pada penderita ditemukan konjungtiva anemis namun tidak disertai penurunan kadar Hb dan hematokrit sebagai tanda bahwa penderita mengalami anemia dikarenakan penurunan produksi eritropoetin. b. Penurunan vitamin D3 aktif. c. Gangguan sekresi renin.
16
4) Gejala komplikasinya: hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (Na, K, Cl). Komplikasi yang terjadi yang dialami penderita berupa anemia, dan gangguan keseimbangan elektrolit. Keluhan dan gejala klinis yang
timbul pada PGK hampir
mengenai seluruh sistem, seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Manifestasi Klinik dari Penyakit Ginjal Kronik
b.
Gambaran Laboratoris 1) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. 2) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan GFR (menurut rumus Cockroft-Goult). 3) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. 4) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, cast , isostenuria. Pada penderita diperoleh GFR 9.74; kadar Hb 13.9; hematokrit 39.0; kadar kreatinin 7,7; kadar BUN 82; Urea 112; Asam Urat 5.9; kadar Na 134,7; kadar Mg 1,15; kadar P 1,71
c.
Gambaran Radiologis
17
Pemeriksaan radiologis PGK meliputi :a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak; b) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi; c) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan; d) Pielografi antegrad atau retrigrad dilakukan sesuai indikasi; e) Renografi bila ada indikasi. Pada pasien hanya dilakukan foto thorax. Hasil thorax foto : Cor membesar, cephalisasi (+), Efusi pleura bilateral,kardiomegali 3.1.3
Evaluasi dan Tatalaksana
Beberapa individu bisa termasuk dalam kelompok yang mempunyai peningkatan resiko untuk menjadi PGK walaupun tanpa kerusakan ginjal dan GFR masih dalam batas normal atau meningkat.
Tabel 5. Faktor Resiko Potensial Terhadap Timbulnya PGK
Faktor-faktor Klinis Diabetes
Faktor-faktor Sosiodemografis Usia lanjut
Hipertensi
Status minoritas
Penyakit otoimun
Terpapar
Infeksi sistemik
lingkungan
Infeksi saluran kemih
Pendidikan/pendapatan rendah
kondisi
kimiawi
dan
Batu saluran kemih Obstruksi saluran kemih bawah Keganasan Riwayat keluarga dengan PGK Sembuh dari GGA Penurunan massa ginjal Terpapar terhadap obat tertentu Berat badan lahir rendah
18
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan radiologis yang telah dilakukan, faktor resiko potensial timbulnya GGK pada penderita adalah karena adanya batu pada ureter. Pada pasien yang sudah ditetapkan menderita PGK, harus dikembangkan suatu clinical action plan berdasarkan stadium dari PGK (Tabel 5). Tabel 6. Stadium PGK serta Clinical Action Plan
Penatalaksanaan PGK meliputi : a.
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Pengobatan terhadap penyakit dasar yang masih dapat dikoreksi mutlak harus dilakukan. Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan GFR, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Termasuk disini adalah pengendalian tekanan darah, regulasi gula darah pada pasien DM, koreksi jika ada obstruksi saluran kencing. Sebaliknya, bila GFR sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat. Pada penderita terapi spesifik yang diperlukan berupa penghancuran batu (karena sebelumnya didapatkan riwayat adanya batu). Tetapi jika dilihat dari nilai GFR penderita, clinical action plan yang sesuai : terapi pengganti ginjal.
b.
Pengendalian keseimbangan air dan garam Pemberian cairan disesuaikan dengan produksi urine, yaitu produksi urine 24 jam ditambah 500 ml. Asupan garam tergantung evaluasi elektrolit, umumnya
19
dibatasi 40-120 mEq (920-2760 mg). Furosemide dosis tinggi masih dapat dipakai pada awal PGK. Penimbangan berat badan, pemantauan produksi urine serta pencatatan keseimbangan cairan Pada penderita diberikan Infus NaCl 7 tpm dan minum ~ produksi urin c.
Menghambat perburukan fungsi ginjal Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus antara lain : 1)
Diet rendah protein, tinggi kalori. Pembatasan protein mulai dilakukan pada GFR ≤60 ml/menit, di atas nilai tersebut, pembatasan tidak selalu dianjurkan. Kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Sehingga pada PGK diet tinggi protein dapat mengakibatkan uremia. Masalah penting lain, protein overload akan mengakibatkan intraglomerulus hyperfiltration. Kebutuhan kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBb/hari. Pembatasan fosfat untuk mencegah hiperfosfatemia.
Tabel 7. Pembatasan Asupan Proten dan Fosfat
20
Pada penderita diberikan Diet Tinggi Kalori Rendah Protein .
2) Terapi farmakologis, pemakaian obat antihipertensi, di samping bermanfaat
untuk
memperkecil
resiko
kardiovaskular,
juga
memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. ACE inhibitor mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria. d.
Pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa Utamanya hiperkalemia dan asidosis. Pencegahan hiperkalemia meliputi : 1) diet rendah K, dengan menghindari buah pisang, jeruk, tomat serta sayuran berlebih; 2) menghindari pemakaian diuretika K-sparing. Pengobatan hiperkalemia tergantung derajat kegawatannya : 1) Gawat : i. Glukonas calcicus intravena (10-20 ml 10% Ca glukonas) ii. Glukosa intravena (25-50 ml glukoa 50%) iii. Insulin-Dextrose iv dengan dosis 2-4 unit actrapid tiap 10 gram glukosa iv. Natrium bikarboonat iv (25-100 ml 8,4% NaHCO3) 2) Meningkatkan ekskresi K i. Furosemid ii. K e xchange resin iii. Dialisis Asidosis menyebabkan keluhan mual, lemah, airhunger dan drowsiness. Pengobatab intravena dengan NaHCO 3 hanya diberikan pada keadaan asidosis berat, jika tidak gawat dapat diberikan secara per oral. Pada penderita diberikan Diet Rendah Kalium (buah dan sayur). e.
Pencegahan dan pengobatan osteodistrofi renal (ODR) 1) Pengendalian
hiperphosphatemia,
juga
dapat
menghambat
progresivitas penurunan faal ginjal. Dapat diberika kalsium karbonat 500-3000 mg bersama makan sebagai asupan kalsium juga koreksi hipokalsemia. Hindari makanan yang mengandung phospor.
21
2) Suplemen vitamin D3 aktif, kalsitriol hanya diberikan jika kadar P normal. Batasan pemberian jika Ca x P < 65. Dosis : 0,25 mikrogram/hari. 3) f.
Pengobatan gejala uremi spesifik 1)
2)
Paratiroidektomi, jika proses ODR terus berlanjut.
Mual dan muntah : diet rendah protein.
Anemia : eritropoetin, asam folat, Fe, dan vitamin B12. Pada penderita diberikan Diet Rendah Protein dan Asam folat 3x1. g.
Deteksi dini dan pengobatan infeksi Disebabkan imun yang rendah, gejala klinis terkadang tidak muncul. Pada penderita diberikan Injeksi Cefotaxim 3x1 gram
h.
Penyesuaian pemberian obat Menghindari
obat nefrotoksik, antara lain :
aminoglikosida,
co-
trimoksazole, amphotericin. Menghindari diuretik K sparing. i.
Deteksi dan pengobatan komplikasi Komplikasi yang merupakan indikasi untuk tindakan hemodialisis: 1)
ensefalopati uremik; 2) perikarditis atau pleuritis; 3) neuropati perifer prgresif; 4) ODR progresif; 5)hiperkalemia; 6)sindrom overload; 7)infeksi yang mengancam jiwa j.
Persiapan dialisis dan transplantasi Terapi pengganti (TP) ginjal dilakukan pada PGK stadium 5, yaitu GFR <
15 ml/menit. Pada Gagal Ginjal Terminal (GGT) dengan GFR < 5 ml/menit1,73 m2 , apapun etiologinya, memerlukan TP. Setelah menetapkan bahwa TP dibutuhkan, perlu pemantauan yang ketat sehingga dapat ditentukan dengan tepat kapan TP tesebut dimulai. Tabel 8. Berbagai Jenis Terapi Pengganti
22
3.2
Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, dan mengandung komponen kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau kandung kemih. 3.2.1. Patogenesis
Batu saluran kemih biasanya timbul akibat gangguan keseimbangan pengolahan air dan ekskresi material di ginjal. Ada 2 teori pembentukan batu saluran kemih : a.
Fisik - Kimiawi 1)
Supersaturasi Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti kalssium, asam urat, sistin akan mempermudah terbentuknya batu.
2)
Nukleasi
1.
Homogen Nukleasi Pada kondisi urin yang sangat tersaturasi oleh asam oksalat. Ion-ion membentuk kelompok kecil yang merupakan pecahan kelompok besar yang tidak stabil
2.
Heterogen Nukleasi Urin yang tersaturasi bila ditaburi benih kristal dimana strukturnya menyerupai ion kalsium oksalat maka larutan urin dan kalsium oksalat akan menyatu pada permukaan kristal tersebut. b.
Anatomi 1)
Gangguan drainase
2)
Kalsifikasi jaringan ginjal
23
3.2.2
Jenis-Jenis Batu
a.
Batu Kalsium (78-85%) Penyebabnya herediter. Sering pada laki-laki dekade ketiga. Dapat
dijumpai pada hiper kalsiuria idiopatik, hiperparatiroidi primer, renal tubular acidosis, sarkoidosis, sindroma cushing, imobilisasi, ekskresi vitamin D, hipertiroid. b.
Batu Struvit (10-15%) Secara potensial berbahaya, terutama ditemukan pada wanita akibat
infeksi saluran kencing oleh bakteri yang menghasilkan urease. Bersifat radioopak. Terbentuk pada pH urin yang sangat alkali = 8 disamping kadar amonium tinggi. c.
Batu Asam Urat (5-8%) Pada
kondisi
hiperurikosuria
akan
menyebabkan
urin
menjadi
supersaturated sehingga terbentuk kristal dan batu. Batu asam urat di urine berwarna merah-oranya karena menyerap pigmen urisin. Batu asam urat bersifat radiolusen. Dapat timbul akibat diet tinggi purin (daging, ikan, unggas), gout, kurang minum, paska ileostomi. Umumnya terbentuk pada pH urin yang asam dan mudah larut pada pH alkali. 3.2.3
Manifestasi Klinik
a.
Nyeri, bersifat menetap ataupun menjalar. Umumnya terasa pada daerah
pinggang dan menjalar ke perut. Nyeri dapat hilang timbul dengan sakit yang luar biasa. b.
Hematuria, terjadi akibat robeknya mukosa oleh permukaan batu, sehingga
kencing berwarna merah ataupun darah segar. c.
Kencing terasa panas dan nyeri
d.
Kencing keluar batu/pasir
3.2.4
Diagnosis
Batu saluran kemih dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Riwayat makanan, pekerjaan, sifat nyeri, dan dengan pemeriksaan seperti : a.
Pemeriksaan Laboratorium
24
1)
Urin sedimen disertai analisis jenis batu.
2)
Darah, fungsi ginjal dapat menurun bila terjadi obstruksi.
Pemeriksaan darah lengkap juga dapat berguna untuk mengetahui adanya infeksi atau tidak b.
Pemeriksaan Radiologi 1)
BOF Melihat anatomi ginjal dan lokasi batu
2)
USG Dapat melihat bayangan batu di ginjal ataupun di buli-buli.
c.
Pielografi Intravena (syarat : BUN dan Kreatinin Serum normal) Dapat melihat besarnya batu, letaknya dan tanda obstruksi, terutama untuk
batu yang bersifat tidak tembus sinar, juga berguna untuk menilai fungsi ekskresi ginjal. 3.2.5
Komplikasi
a.
Gagal ginjal akut
b.
Infeksi saluran kencing
c.
Urosepsis
3.2.6
Penatalaksanaan
Kombinasi medikamentosa dan bedah. Terapi spesifik tergantung pada lokasi batu, luasnya obstruksi, fungsi ginjal, ada tidaknya infeksi. a.
Pengobatan batu saluran kemih jenis batu kalsium 1)
Diuretika golongan tiazid Untuk menurunkan kalsium urin dan mencegah pembentukan batu. 2) Pada kondisi hiperoksaluria dapay diberikan kolestiramin 8-16 gr/hari dan kalsium laktat 8-14gr/hari untuk mengendapkan oksalat di usus.
c.
3)
Na fosfat 3 x 500 mg
4)
Allopurinol 300 mg/hari
5)
Sirup selulose fosfat 150-250 mg/hari.
Pengobatan batu saluran kemih jenis batu struvit 1)
Metenamin mandelat untuk menurunkan pH urin
25
2)
Renacidin, larutan penghancur struvit.
3)
Infeksi sering kali sulit diatasi. Mikroorganisme penyebab yang tersering : psudomonas, proteus, klebsiella.
4)
Antibiotik
:
nitrofurantoin,
nalidixic
acid,
trimetroprim-
sulfametoksasol. d.
Pengobatan batu saluran kemih jenis batu asam urat 1)
Intake cairan cukup
2)
Restriksi diet purin
3)
Allopurinol 2 x 100 mg untuk eksresi asam urat.
4)
Nabic untuk meningkatkan pH urin, dosis 1-3 mmol/kgBB/hari 3-4 kali agar pH urin > 6.5.
Pembedahan dilakukan jika dijumpai obstruksi persisten, nyeri persisten, infeksi ginjal berat, perdarahan terus menerus, dan batu besar > 1 cm. Pada batu kecil diameter < 0.5 cm dapat diusahakan terapi konservatif berupa spasmolitik, analgetika, diuretik, dan minum 1.5-2 L/hari dengan catatan tidak boleh disertai infeksi dan tidak uremia. 3.2.7
Prognosis
Tergantung dari : a.
Besar batu.
b.
Letak batu.
c.
Adanya infeksi.
d.
Adanya obstruksi.
e.
Ada tidaknya uremia yang menyertai.
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
26
Berdasarkan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa diagnosis kasus tersebut adalah Chronic Kidney Disease stage V
4.2
Saran
a.
Penderita dengan Chronic Kidney Disease stage V , yang mana nilai GFRnya < 15 ml/menit, perlu dipikirkan terapi pengganti ginjal.
27