Critical Review Jurnal Terciptanya Ketidakadilan karena Mandat Prosedur Keadilan: Bahaya Tersembuyi pada Rencana Pemberian Kompensasi Berdasarkan Kinerja Dari Jurmal yang berjudul “Terciptanya Ketidakadilan karena Mandat Prosedur Keadilan: Bahaya Tersembuyi pada Rencana Pemberian Kompensasi Berdasarkan Kinerja” dapat kita lihat bahwa untuk menciptaka keadilan didalam pemberian kompensasi terhadap karyawan maka dipergunkanya model gaji atau upah dan kompensasi terhadap kinerja, meski di sisi lain juga masih banyak karyawan yang merasa dengan adanya model tersebut justru kurang adil, karena masih banyaknya karyawan yang berfikir bahwa manajernya kurang adil dalam memberikan kompesasi terhadap kinerjanya, hal ini memang sering kali menjadi dilemma di dalam perusahaan. Lalu bagaiman dengan kondisi perusahaan yang ada di sekitar kita? Berdasarkan pengamatan saya pribadi, banyak perusahaan di Indonesia yang sudah meerapkan model pembayaran kinerja berdasarkan gaji/upah dan lagi di tambah kompensasi terhadap kinerja. Hal itu dirasa akan lebih efektif bagi perusahaan, karena kita ketahui budaya masyarakat Indonesia yang kurangya memiliki motivasi dalam bekerja. Apabila kompensasi diberikan berdasarkan kinerjaya maka dirasa oleh para pengusaha hal itu akan jauh lebih efektif, karena karyawan akan semakin terdorong untuk mencapai hasil kierjanya dengan yang terbaik agar mendapatkan kompensasi yang lebih dari pekerjaanya. namun bagaimana dengan karyawan sendiri, apakah karyawan sudah merasa adil dengan model seperti itu?
Ada banyak penilaian dari karyawan tentang model
pembayaran seperti itu, ada karyawan yang merasa adil karena kompensasi yang mereka dapat memang telah sesuai dengan apa yang mereka kerjakan, tetapi juga tidak sedikit karyawan yang merasa kurang adil dengan kebijakan tersebut, karena banyak karyawan yang merasa walaupun kompensasi yang mereka dapat bersifat fleksibel sesuai dengan apa yang mereka kerjakan tetapi tidak sedikit yang merasa besarnya kompensasi tersebut tetap saja tidak sesuai, hal itu kerap terjadi di model pemberian kompensasi berdasarkan target contohnya: seorang
karyawan dari penjual property yang telah memiliki gaji perbulan sebesar 800 ribu rupiah, dan apabila karyawan tersebut ingin mendapatkan penghasilan yang lebih besar maka karyawan tersebut di beri target untuk menjual rumah 10 unit dalam 1 bulan, dan apabila unit yang di jual tidak mencapai 10 unit atau tidak mencapai target penjualan maka karyawan tersebut tidak akan mendapatkan penghasilan tambahan selain gaji pokoknya, atau terkadang tetap mendapatkan penghasialan tambahan dari unit yang terjual tetapi yang didapatnya tidak sebesar apabila dia mencapai target. Hal itu kerap menjadi permasalahan bagi karyawan, karena biasanya karyawan merasa bahwa usaha yang dilakukanya sama dengan karyawa lain yang telah berhasil mencapai target perusahaan. Dari situlahbanyak karyawan yag merasa bahwa model kompensasi berdasarkan kinerja kurang dirasa adil. Sebenarnya hal ini apabila di terapkan kepada orang/individu yang memiliki motivasi tinggi maka dapat menjadikan hal tersebut menjadi motivasi untuk mencapai target sehingga karyawan tersebut akan jauh lebih produktif, tetapi kejadian akan berbeda lagi ketika karyawan tersebut merupakan seorang yang memiliki motivasi kurang, karyawan tersebut akan berfikir ketika dia telah berhasil menjual 8 unit rumah dalam 1 bulan maka dia tidak memenuhi terget, sehingga dia akan berfikir 8 unitt rumah yang telah didapatnya merupakan hasil yang sia-sia karena tidak ada penghargaan atas usaha yang dia lakuka. Dan juga terkadang karyawan yang merasa tidak adil dengan kebijakan tersebut, ketika ada seorang karyawan yang telah bekerja pada sebuah perusahaan lebih dari usia setengah hidupnya, lalu di sisi lain ada karyawan yang baru saja masuk ke perusahaan tersebut, tetapi karyawan tersebut memiliki kecakapan yang lebih baik daripada karyawan yang telah lama mengabdi pada perusahaan tersebut sehingga karyawan tersebut memungkikan utuk mendapatkan kompensasi atas pekerjaanya lebih banyak daripada karyawan yang telah bekerja lebih lama dari karyawan baru tersebut. Hal itu sensitive meimbulkan rasa ketidak adilan pada karyawan yang telah lebih lama bekerja pada perusahaan tersebut, karena dia merasa adalah senior di perusahaan tersebut, tetapi mengapa pendapatan yang didapatnya jauh di bawah junior-junior yang baru saja masuk pada perusahaan tersebut,
Memang tidaklah mudah dalam menentukan model pembayaran yang akan dipakai oleh sebuah perusahaan, ada banyak pertimbangan yang dilakukan, Harus dilihat apakah karyawan tersebut memang bisa diberikan model kompesasi berdasarkan kinerja atau tidak, itu dapat dilihat dari lingkungan orgaisasi dan lingkungan karyawan, seperti bagaimana mayoritas pendidikan dari karyawan, apakah karyawan tersebut memiliki tingkat motivasi yang tinggi atau tidak dsb. Karena dapat kita ambil contoh karyawan yang rata-rata meimiliki tingkat pendidikan rendah pada umumnya memiliki kecenderungan motivasi kerja yang rendah pula, yang ada di fikiran mereka biasanya hanya bekerja, sesuai apa yang dipernitahkan atasan dan menerima gaji tetap perbulan. Seperti buruh pabrik, cleaning service, officeboy dsb. Dan kebalikanya, karyawan yang merasa diriya memiliki kelebihan di banding karyawan yag lain tentu saja dia akan mengharapka adanya kompesasi yang pantas akan kelebihanya, kita ambil contoh seperti seorang marketing yang memiliki kecakapan lebih di banding yang lain.. Tentu saja dia tidak mau dibayar sama dengan karyawan lainya, karena dia punya kelebihan, dia memiliki kinerja yang lebih baik di banding karyawan lain, dan dia merasa bahwa dirinya merupakan asset dari perusahaan. Apabila dia dibayar tidak sesuai dengan kinerjanya maka karyawan tersebut akan merasa tidak adil atas kompensasi yang diberikan perusahaan kepadanya. Hal-hal tersebut memang perlu diperhatikan karena masalah kompensasi adalah masalah yang paling sensitive dalam perusahaan. Banyak perusahaan yang mengalami masalah karena tidak dapat memmberikan kompensasi yang sesuai pada karyawanya.