TINJAUAN PUSTAKA
PATOFISIOLOGI & TERAPI DEMAM
Oleh : Rosita, S. Ked 02700103 Pembimbing : dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A dr. Gebyar T.B, Sp.A dr. Ramzi Syamlan, Sp.A
SMF Anak RSUD Dr. Soebandi Jember Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 2008 1
BAB I PENDAHULUAN Manusia mempunyai komponen – komponen dalam menjaga keseimbangan energi dan keseimbangan suhu tubuh. Diantaranya adalah hipotalamus, asupan makanan,kelenjar keringat, pembuluh darah kulit dan otot rangka. Pemakaian energi oleh tubuh menghasilkan panas yang penting dalam pengaturan suhu tubuh. Manusia biasanya tinggal di lingkungan yang bersuhu lebih rendah dari pada suhu tubuh mereka sehingga manusia harus terus menerus menghasilkan panas secara internal untuk mempertahankan suhu tubuh mereka. Manusia juga harus memiliki mekanisme untuk menurunkan suhu tubuh apabila tubuh memperoleh terlalu banyak panas dari aktifitas otot rangka atau dari lingkungan eksternal yang panas. Suhu tubuh harus diatur karena kecepatan reaksi kimia sel – sel bergantung pada suhu tubuh dan panas yang berlebihan dapat merusak protein sel ( Sherwood, 1996 ) Hipotalamus adalah pusat integrasi utama untuk memelihara keseimbangan energi dan suhu tubuh. Hipotalamus berfungsi sebagai termostat tubuh. Termostat rumah memantau suhu dalam sebuah ruangan dan memicu mekanisme pemanas ( tungku ) dan mekanisme pendingin ( AC ) sesuai dengan keperluan untuk mempertahankan suhu ruangan seperti yang diinginkan. Demikian juga dengan hipotalamus, sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai penyesuaian – penyesuaian terkoordinasi yang sangat rumitdalam mekanisme penambahan dan pengurangan suhu sesuai dengan keperluan untukmengoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari patokan normal. Hipotalamus sangat peka. Hipotalamus mampu berrespon terhadap perubahan suhu darah sekecil 0.01ºC. Tingkat respon hipotalamus terhadap penyimpangan suhu tubuh disesuaikan secara cermat, sehingga panas yang dihasilkan atau dikeluarkan sangat sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan suhu ke normal ( Sherwood, 1996 ) Untuk membuat penyesuaian – penyesuaian hingga terjadi keseimbangan antara mekanisme pengurangan panas dan mekanisme penambahan panas serta konservasi panas, hipotalamus harus terus menerus mendapat informasi mengenai suhu kulit dan suhu inti melalui reseptor – reseptor khusus yang peka terhadap suhu yang disebut termoreseptor. Termoreseptor perifer memantau suhu kulit diseluruh tubuh dan menyalurkan informasi mengenai perubahan suhu
2
permukaan ke hipotalamus. Suhu inti dipantau oleh termoreseptor sentral yang terletak di hipotalamus itu sendiri serta disusunan syaraf pusat dan organ abdomen ( Sherwood, 1996 ) Dihipotalamus diketahui terdapat 2 pusat pengaturan suhu. Regio posterior diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks – refleks yang memperantarai produksi panas dan konservasi panas. Regio anterior yang diaktifkan oleh rasa hangat memicu refleks – refleks yang memperantarai pengurangan panas.2,7 Suhu kulit
Suhu inti
Termoreseptor
Termoreseptor
Perifer kulit
sentral Pusat integrasi termoregulasi hipotalamus
Adaptasi perilaku
Neuro motorik
Susunan syaraf simpatis
Otot rangka
Pembuluh darah
Susunan syaraf simpatis Kelenjar keringat
Kulit
Kontrol produksi panas/pelepasan
Tonus otot,
Vasokonstriksi dan
Mengigil
vasodilatasi kulit
Kontrol produksi panas
Kontrol pelepasan panas
Berkeringat
Kontrol pelepasan panas
panas
Pusat regulasi mempertahankan agar suhu di dalam tubuh normal di dalam titik ambang 37˚C ( 98,6˚F) dan sedikit berkisar antara 1-1,5˚C. Suhu aksila mungkin 1˚C lebih rendah daripada suhu didalam tubuh, sebagian karena vasokonstriksi kulit, dan suhu oral mungkin rendah palsu karena adanya pernapasan yang cepat. Suhu tubuh mengikuti irama sinkardian: suhu pada dini hari rendah, dan suhu tertinggi terjadi pada pukul 16.00- 18.00. Pembentukan panas dan konservasi panas diseimbangkan terhadap kehilangan panas. Dalam keadaan demam, keseimbangan suhu tubuh bergeser hingga terjadi peningkatan suhu dalam tubuh. Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan manifestasi umum penyakit 3
infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit non-infeksi ataupun keadaan fisiologis, misalnya setelah latihan fisik atau apabila kita berada di lingkungan yang sangat panas. Penyebab demam adakalanya sulit ditemukan, sehingga tidak jarang pasien sembuh tanpa diketahui penyebab penyakitnya. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan demam menghilang sesudah masa yang pendek. Demam pada anak dapat digolongkan sebagai (1) demam yang singkat dengan tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa uji laboratorium. (2) demam tanpa tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat, sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnosis tetapi uji laboratorium dapat menegakan etiologi dan (3) demam yang tidak diketahui sebabnya ( fever of unknown origin = FUO).1,2,3,6
4
BAB II PEMBAHASAN I. Definisi Demam ( pireksia ) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1. pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas. Hipertermia ( kenaikan suhu tubuh 41˚C atau lebih) adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik penyetelan ( set point) hipotalamus , disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas. Interleukin-1 pada keadaan ini tidak terlibat, oleh karena itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus berada dalam keadaan normal.5,6 II. Etiologi Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan untuk merangsang IL-1, sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Interleukin-1, tumor necrosis factor ( TNF) dan interferon (INF) adalah pirogen endogen.5 PIROGEN EKSOGEN Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis IL1. Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen ( misalnya endotoksin ), bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu.
Beberapa bakteri
memproduksi eksotoksin yang akan merangsang secara langsung makrofag dan monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini dijumpai pada scarlet fever dan toxin schock syndrome. Pirogen eksogen dapat berasal dari mikroba atau non-mikroba.5
PIROGEN MIKROBIAL Bakteri Gram- negative
5
Pirogenitas bakteri Gram-negative ( misalnya Escherichia coli, Salmonela) disebabkan adanya heat-stable factor yaitu endotoksin, suatu pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida. Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-related). Endotoksin Gram- negative tidak selalu merangsang terjadinya demam; pada bayi dan anak infeksi Gram-negatif akan mengalami hipotermia.5 Bakteri Gram-positif Pirogen utama bakteri Gram-positif ( misalnya Stafilokokus ) adalah peptidoglikan dinding sel. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan perbedaan prognosis lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri Gram- negative. Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi Pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil Gram-positif pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan dengan Gram-positif piogenik atau bakteri Gram-negatif lainnya.5 Virus Telah diketahui secara klinis bahwa virus menyebabkan demam. Pada tahun 1958, dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalan serum kelinci yang mengalami demam setelah disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara melakukan invasi langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologik terhadap komponen virus termasuk diantaranya pembentukan antibody, induksi oleh interferon dan nekrosis sel akibat virus.5 Jamur Produk jamur baik mati maupun hidup memproduksi pirogen eksogen yang akan merangsang terjadinya demam. Demam umumnya timbul ketika mikroba berada dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan ( misalnya leukaemia) disertai demam yang berhubungan dengan neutropenia mempunyai resiko tinggi untuk terserang infeksi jamur invasive.5
PIROGEN NON-MIKROBIAL Fagositosis
6
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk terjadinya demam dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun ( immune haemolytic anaemia).5 Kompleks Antigen-antibodi Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi ( immune fever) atau oleh antigen yang diaktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, yang sebaliknya akan merangsang monosit dan makrofag untuk melepas IL-1. Contoh demam yang disebabkan oleh immunologically mediated di antaranya lupus eritematosus sistemik dan reaksi obat yang berat. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan dengan pelepasan IL-1.5 Sistem Monosit-Makrofag Sel mononuclear bertanggung jawab terhadap produksi IL-1 dan terjadinya demam. Sel mononuclear selain merupakan monosit yang beredar dalam darah perifer juga tersebar dalam organ seperti paru ( makrofag alveolar ), nodus limfatik, plasenta, ruang peritoneum dan jaringan subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte colony-forming unit ( GM-CFU ) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki peredaran darah untuk tinggal selama beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau bermigrasi ke jaringan yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag . Sel-sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk diantaranya merusak dan engulfing mikroba, mengenal antigen dan mempresentasikannya untuk menempel pada limfosit, aktivasi limfosit-T dan destruksi sel tumor. Dua produk utama monosit-makrofag adalah IL-1 dan TNF.5 Interleukin-1 ( IL-1 ) Interleukin-1 disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori dengan bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membrane sel ke dalam sirkulasi. Interleukin-1 dianggap sebagai hormon oleh karena mempengaruhi organ-organ yang jauh. Penghancuran IL-1 terutama dilakukan di ginjal. Interleukin-1 terdiri atas tiga struktur polipeptida yang saling berhubungan , yaitu dua agonis ( IL-1 alfa dan IL-1 beta ) dan sebuah antagonis ( IL-1 reseptor antagonis ). Reseptor antagonis IL-1 ini berkompetisi dengan IL-1 alfa dan IL-1 beta untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi
7
reaksi inflamasi menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, sel Kupffer di hati, keratinosit, sel Langerhans pancreas serta astrosit juga memproduksi IL-1. Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primer menginduksi demam pada hipotalamus untuk menaikkan suhu. Interleukin-1 merangsang beberapa protein tertentu di hati, seperti protein fase akut misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP, sedang sintesis albumin dan transferin menurun. Secara karakteristik akan terlihat penurunan konsentrasi zat besi serta seng dan peningkatan konsentrasi tembaga. Keadaan hipoferimia terjadi sebagai akibat penurunan asimilasi zat besi pada usus dan peningkatan simpanan zat besi dalam hati. Perubahan ini mempengaruhi daya tahan tubuh pejamu oleh karena menurunkan daya serang mikroorganisme dengan mengurangi nutrisi esensialnya, seperti zat besi dan seng. Dapat timbul leukositosis, peningkatan kortisol dan laju endap darah.5
Tumor Necrosis Factor ( TNF ) Tumor Necrosis Factor ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini selain dihasilkan oleh monosit dan makrofag, limfosit, natural killer cell (sel NK), sel Kupffer juga oleh astrosit otak, sebagai respon tubuh terhadap rangsang atau luka yang invasif. Sitokin dalam jumlah sedikit mempunyai efek biologik yang menguntungkan. Ia mengubah pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor Necrosis Factor juga mempunyai efek merangsang produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neutrofil serta meningkatkan fagositosis dan sitotoksik. Apabila jumlah yang dilepas di jaringan terlampau banyak, maka TNF akan diikuti kerusakan jaringan yang mematikan serta syok ( syok septic atau toksik ). Seperti IL-1, TNF dianggap sebagai pirogen endogen oleh karena efeknya pada hipotalamus dalam induksi demam. Tumor Necrosis Factor identik dengan cachectin, yang menghambat aktivitas lipase lipoprotein dan menyebabkan hiper-trigliseridemia serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi kronik. Tingginya kadar TNF dalam serum mempunyai hubungan dengan aktivitas atau prognosis berbagai penyakit infeksi seperti meningitis bacterial, leismaniasis, infeksi virus HIV, malaria dan penyakit peradangan usus.5 Limfosit yang Teraktivasi Dalam system imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas dua jenis yaitu selB yang bertanggung jawab terhadap produksi antibody dan sel-T yang mengatur sintesis
8
antibody dan secara tak langsung berfungsi sitotoksik, serta memproduksi respon inflamasi hipersensitivitas tipe lambat. Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit. Sel limfosit-T hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah antigen diproses dan dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada hipotalamus ( seperti pirogen endogen menginduksi demam ) dan pada sel limfosit-T merupakan bukti kuat dan nyata manfaat demam. Sebagai jawaban stimulasi IL-1, limfosit-T menghasilkan berbagai zat.5 Interferon ( INF ) Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk merintangi replikasi virus di dalam sel yang terinfeksi. Berbeda dengan IL-1 dan TNF, INF diproduksi oleh limfosit-T yang teraktivasi. Terdapat tiga jenis molekul yang berbeda dalam aktivitas biologic dan urutan asam aminonya, yaitu INF-alfa, beta dan gama. Interferon-alfa dan beta diproduksi oleh hampir semua sel ( seperti leukosit, fibroblast dan makrofag ) sebagai respon terhadap infeksi virus, sedang sintesis INF-gama dibatasi oleh limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T neonatus normal sama efektifnya dengan dewasa, INF ( khususnya INF-gama ) fungsinya belum memadai, diduga menyebabkan makin beratnya infeksi virus pada bayi baru lahir. Interferon-gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel-B untuk meningkatkan produksi antibody. Fungsi INF-gama sebagai pirogen endogen dapat secara tidak langsung pada makrofag untuk melepas IL-1 ( macrophage-activating factor ) atau secara langsung pada pusat pengatur suhu di hipotalamus. Interferon mungkin mempengaruhi aktivitas antivirus dan sitolitik TNF, serta meningkatkan efisiensi sel NK. Aktivitas antivirus disebabkan penyesuaian dari system INF dengan berbagai jalur biokimia yang mempunyai efek antivirus dan beraksi pada berbagai fase siklus replikasi virus. Interferon melalui kemampuan biologiknya, dapat digunakan sebagai obat pada berbagai penyakit. Interferon-alfa semakin sering dipakai dalam pengobatan berbagai infeksi virus, seperti hepatitis B, C dan delta. Efek toksik preparat INF diantaranya, demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala yang berat, somnolen dan muntah. Demam dapat muncul pada separuh pasien yang mendapat INF sampai mencapai 40˚C. Efek samping ini dapat diatasi dengan pemberian parasetamol dan prednisolon. Efek samping berat diantaranya, gagal hati, gagal jantung, neuropati, dan pansitopenia.5
Interleukin-2 ( IL-2 )
9
Interleukin-2 merupakan limfokin penting yang kedua ( setelah INF ) yang dilepas oleh limfosit-T yang teraktivasi sebagai respon stimulasi IL-1. Interleukin-2 mempunyai efek penting pada pertumbuhan dan fungsi sel-T, sel NK dan sel-B. Interleukin-2 menstimulasi pelepasan sitokin lain, seperti IL-1, TNF, dan INF-alfa, yang akan menginduksi aktivasi sel endotel, mendahului bocornya pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan edema paru dan retensi cairan yang hebat. Penyakit yang berhubungan dengan defisiensi IL-2 di antaranya, lupus eritematosus sistemik, diabetes mellitus, luka bakar berat dan beberapa bentuk keganasan.5 Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor ( GM-CSF ) Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang berpotensi tinggi menguntungkan adalah eritropoetin, granulocyt colony-stimulating factor ( G-CSF ), macrophage colonystimulating factor (M-CSF). Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor ( GM-CSF ) adalah limfokin lain yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF menstimulasi sel progenitor hemopoetik untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi granulosit dan makrofag serta mengatur kematangan fungsinya. Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan terjadinya demam, yang dapat dihambat dengan pemberian obat anti inflamasi non steroid seperti ibuprofen.5
III. Patogenesis Demam ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Dikenal dua jenis pirogen, yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari produk mikroba, toksin atau mikroba itu sendiri. Bakteri Gram negative memproduksi pirogen eksogen berupa polisakarida yang disebut pula sebagai endotoksin. Bakteri Gram positif tertentu dapat pula memproduksi pirogen eksogen berupa polipeptida yang dinamakan eksotoksin. Pirogen eksogen menginduksi
10
pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin ( interleukin-1β, interleukin-1, interleukin-6 ), tumor necrosis factor ( TNF-α, TNF-β ) dan interferon. Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu lainnya secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk system sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus di daerah preoptik berikatan dengan receptor, akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2 yang selanjutnya akan melepaskan asam arakhidonat dari membran fosfolipid dan kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 akan diubah menjadi PGE 2. Di dalam pusat pengendalian suhu tubuh pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain sintesis prostaglandin E2 ( PGE2 ) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit sehingga suhu tubuh meningkat atau terjadi demam.5,7
Infeksi, toksin, dan Pengimbas lain sitokinsitokin pirogenik endogen
Demam
Konservasi panas Produksi panas Monosit, makrofag Sel endotel Limfosit B Sel Mesangium Keratinosit Sel Epitel Sel glia Sitokin pirogenik Endogen : IL-1, TNF, IL-6, INF
Titik ambang naik Ke tingkat demam
Prostaglandin E2 Pusat termoregulator hipotalamus
11
Toksin mikroba
Sirkulasi
IV. Tipe Demam Penyebab demam dapat menghasilkan tipe demam yang khas yang dapat membantu kita dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit. Beberapa tipe demam yang sering terjadi 1. Demam septic Pada tipe demam septic, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil berkeringat. Contohnya lokal abses, selulitis, septisemia, bakteremia.4 2. Demam remiten Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septic. Demam yang khas untuk penyakit tuberculosis, demam typhoid, endokarditis.
4
3. Demam intermiten Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. Contohnya pada Malaria, abses.4 4. Demam kontinyu Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus-menerus tinggi disebut hiperpireksia. Contoh penyakitnya : ensefalitis, Typhoid fever, drug fever, fastitious fever. 4 5. Demam siklik Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
12
suhu seperti semula. Contohnya relapsing fever, bruselosis, limfoma. 4 Untuk demam obat, diperkirakan bahwa efek samping pengobatan berupa demam obat terjadi 3-5 % dari seluruh reaksi obat yang dilaporkan. Ciri demam obat adalah demam yang akan timbul tidak lama setelah pasien mulai pengobatan dan menghilang jika pengobatan dihentikan. Tipe demam dapat berupa remitan, intermiten, hektik, atau kontinyu. Mekanisme terjadinya demam obat ini karena suatu reaksi imunologis.4,6 V. Diagnosis Klinis Untuk menegakkan diagnosis maka perlu dilakukan : 1. Anamnesis yang lengkap mengenai umur, karakteristik demam termasuk cara timbul demam, lama demam, sifat harian demam, tinggi demam dan keluhan serta gejala lain yang menyertai demam. 2. Pemeriksaan fisik yang teliti 3. Pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosis.1,6
VI. Penatalaksanaan Sedapat mungkin terapi demam ditujukan terhadap penyakit penyebab, antipiretik tidak seharusnya diberikan secara otomatis pada setiap penderita panas karena panas merupakan usaha pertahanan tubuh. Indikasi pemberian penurun panas baik dengan obat atau pendinginan secara fisik selain hanya diberikan pada hiperpireksia, juga pada penderita neurologis dan penyakit kardiovaskular.8 1. ANTIPIRETIK Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan pusat pengatur suhu di hipotalamus secara difusi dari plasma ke susunan saraf pusat. Keadaan ini tercapai dengan menghambat siklooksigenase, enzim yang berperan pada sintesis prostaglandin. Meski beberapa jenis prostaglandin dapat menginduksi demam, PGE2 merupakan mediator demam terpenting. Penurunan pusat suhu akan diikuti oleh respon fisiologi , termasuk penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit dengan radiasi, konveksi dan penguapan. Sebagian besar antipiretik dan obat anti-inflamasi non-steroid menghambat efek PGE 2 pada reseptor nyeri, permeabilitas kapiler dan sirkulasi, migrasi leukosit, sehingga mengurangi tanda
13
klasik inflamasi. Prostaglandin juga mengakibatkan bronkodilatasi dan mempunyai efek penting pada saluran cerna dan medulla adrenal. Oleh karena itu, efek samping biasanya berupa spasme bronkus, perdarahan saluran cerna dan penurunan fungsi ginjal. Antipiretik tidak mengurangi suhu tubuh sampai normal, tidak mengurangi lama episode demam atau mempengaruhi suhu normal tubuh. Efektivitas dalam menurunkan demam bergantung kepada derajat demam ( makin tinggi suhunya, makin besar penurunannya ), daya absorbsi dan dosis antipiretik. Pembentukan pirogen atau mekanisme pelepasan panas seperti berkeringat tidak dipengaruhi secara langsung. Pemilihan Antipiretik Pemilihan obat antipiretik ideal harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Mengurangi demam secara efektif paling tidak 1°C 2. Pada dosis terapeutik mempunyai efek samping ringan dan bila terjadi dosis berlebih toksisitasnya rendah 3. tersedia dalam bentuk cair atau supositoria 4. mempunyai daya interaksi yang rendah dengan obat lain 5. harganya murah. Indikasi pemberian antipiretik Pada umumnya antipiretik digunakan bila suhu tubuh anak lebih dari 38,5°C rektal. Indikasi pemberian antipiretik, antara lain adalah : 1. demam lebih dari 39°C yang berhubungan dengan gejala nyeri atau tidak nyaman, biasa timbul pada keadaan otitis media atau mialgia 2. demam lebih dari 40,5°C 3. demam berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme. Keadaan undernutrition, penyakit jantung, luka bakar atau pasca operasi, memerlukan antipiretik 4. anak dengan riwayat kejang atau delirium yang disebabkan demam.5,10 Klasifikasi antipiretik Obat antipiretik dapat dikelompokkan dalam empat golongan, yaitu paraaminofenol ( parasetamol ), derivate asam propionat ( ibuprofen dan naproksen ), salisilat ( aspirin, salisilamid ), dan asam asetik ( indometasin ).5
14
Parasetamol ( Asetaminofen ) Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini parasetamol merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan analgesik dalam pengobatan demam pada anak, tetapi tidak punya efek anti inflamasi. Keuntungannya, terdapat dalam sediaan sirup atau eliksir dan supositoria. Cara terakhir ini merupakan cara alternative bila obat tidak dapat diberikan per oral, misal anak muntah, menolak pemberian cairan, mengantuk atau tidak sadar. Beberapa penelitian menunjukan efektivitas yang setara antara parasetamol oral dan supositoria. Parasetamol juga efektif menurunkan suhu dan efek samping yang lain yang berasal dari pengobatan dengan sitokin, seperti interferon dan pada pasien keganasan yang menderita infeksi. Dosis yang biasa dipakai 10 – 15 mg/kgBB direkomendasikan setiap 4 jam. Dosis 20 mg/ kgBB tidak akan menambah daya penurunan suhu tapi memperpanjang daya antipiretik sampai 6jam. Setelah pemberian dosis terapeutik parasetamol, penurunan demam terjadi setelah 30 menit, puncak dicapai sekitar 3 jam dan demam akan rekurens 3-4 jam setelah pemberian. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan yang mengandung karbohidrat tinggi akan mengurangi absorbsi sehingga menghalangi penurunan demam. Dengan penurunan demam, aktivitas dan kesegaran anak akan membaik, sedang rasa riang dan nafsu makan belum kembali normal. Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam dosis biasa. Tidak akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati ( meskipun metabolit aktif adalah asetanilid dan fenasetin ) maupun koagulopati. Toksisitas terjadi apabila anak makan melebihi dosis recomendasi yaitu lebih dari 10-15 mg/kgBB. Parasetamol berikatan dengan protein secara minimal, sehingga dieliminasi oleh tubuh dengan cepat. Organ utama yang terkena jika keracunan parasetamol adalah hepar. Tatalaksana keracunan paracetamol : 1. lakukan sesegera mungkin pengosongan lambung dalam 24 jam pertama. Pemberian sirup ipecacuanha yang menginduksi emesis akan memberikan hasil yang baik. Pada anak dengan kesadaran menurun merupakan indikasi untuk melakukan bilas lambung atau apabila tidak muntah setelah pemberian ipecacuanha dosis yang ke-2. 2. untuk mengurangi absorpsi dapat digunakan activated charcoal 3. oleh karena paracetamol mempunyai efek antidiuretik ringan maka forced diuresis tidak dianjurkan dan bila terjadi overhidrasi akan menyebabkan retensi 15
cairan. 4.N-asetil-sistein merupakan antidotum yang beraksi dengan mengubah penyimpanan glutation dan menghasilkan glutation substitusi. Dosis 300mg/kgBB, IV selama 20 jam ( diberikan dalam waktu 24 jam setelah pemberian paracetamol ). Dilaporkan obat ini cukup efektif bila diberikan 140 mg/kgBB per oral dilanjutkan 4 jam kemudian 70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai 17 dosis.5 Ibuprofen Ibuprofen adalah suatu derivate asam propionat yang mempunyai kemampuan antipiretik, analgesic, dan anti inflamasi. Seperti antipiretik yang lain dan NSAID ( non steroid anti inflammatory drug ), ibuprofen beraksi dengan memblok sintesis PGE 2 melalui penghambatan siklooksigenase. Obat ini diserap dengan baik oleh saluran cerna, mencapai puncak konsentrasi serum dalam 1 jam. Kadar efek maksimal untuk antipiretik ( sekitar 10 mg/l )dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang akan menurunkan suhu tubuh 2°C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan lebih poten dan mempunyai efek supresi demam lebih lama dibandingkan dengan dosis setara parasetamol. Onset antipiretik tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak yang lebih tua. Ibuprofen merupakan obat antipiretik kedua yang paling banyak dipakai setelah parasetamol oleh karena sifat efikasi antipiretiknya, tersedia dalam sediaan sirup dan keamanan serta tolerabilitasnya. Efek anti inflamasi serta analgesic ibuprofen menambah keunggulan dibandingkan dengan parasetamol dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi yang berhubungan dengan demam. Pemberian sitokin ( missal GM-CSF ) seringkali menyebabkan demam dan mialgia, ibuprofen ternyata obat yang efektif untuk mengatasi efek samping tersebut. Ibuprofen mempunyai keuntungan pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan yang luas. Efek samping yang dapat terjadi berupa mual, muntah, nyeri perut, diare, nyeri kepala, pusing, ruam pada kulit pada dosis 5-10 mg/ kgBB.5 Salisilat Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik analgetik yang luas dipakai dalam bidang kesehatan anak. Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan dosis setara terbukti kedua kelompok mempunyai efektifitas antipiretik yang sama, tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgetik. 16
Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan aspirin, Committee on Infectious Diseases of the American Academy of Pediatrics berkesimpulan pada tahun 1982 bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan kemungkinan influenza. Tetapi aspirin masih digunakan secara luas terutama di negara berkembang. Kekurangan utama dari aspirin adalah tidak stabil dalam bentuk larutan ( oleh karena itu hanya tersedia dalam bentuk tablet ) dan efek samping lebih tinggi daripada parasetamol. Adapula peningkatan insiden interaksi dengan obat lain, termasuk antikoagulan oral ( menyebabkan peningkatan resiko perdarahan ), metoklopromid dan kafein ( menyebabkan peningkatan daya serap ) dan natrium valproat ( menyebabkan terhambatnya metabolisme natrium valproat ). Pemberian aspirin pada kelompok beresiko harus dihindarkan, yaitu : 1. infeksi virus, khususnya infeksi saluran nafas bagian atas atau cacar air. Aspirin dapat menyebabkan sindrom Reye. 2. defisiensi glukosa 6-phosphat dehidrogenase ( G6PD ), aspirin dapat menyebabkan anemia hemolitik 3. anak yang menderita asma dapat timbul aspirin-induced sensitivity berupa mengi, urtikaria, pilek atau angioedem. Aspirin dapat menghambat sintesis, yang akan mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya peningkatan pembentukan leukotrin pada keadaan aspirin-induced asthma. Leukotrien adalah konstriktor yang poten terhadap otot polos saluran napas 4. pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang tendensi untuk mengalami pendarahan, aspirin dapat menghambat agregasi trombosit yang bersifat reversible. Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah < 20 mg/100ml umummya dianggap sebagai efek samping, sedangkan gejala yang timbul pada kadar yang lebih tinggi disebut keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek langsung terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin pada organ-organ terkena.5 Antipiretik steroid Steroid mempunyai efek antipiretik, pasien yang mendapat pengobatan steroid jangka panjang akan mengalami penurunan demam atau bebas demam dalam respon terhadap infeksi, seperti sepsis. Umumnya penekanan demam berlangsung sampai 3 hari setelah penghentian steroid. Efek antipiretik disebabkan pengurangan produksi Interleukin-1
17
(IL-1) oleh makrofag ( menyebabkan terhambatnya respon fase akut proses infeksi yang sedang berjalan ), supresi aktivitas limfosit dan respon inflamasi local dan menghambat pelepasan prostaglandin. Pemakaian steroid harus kita hindari, karena dapat menutupi gejala demam sementara memungkinkan infeksi untuk menyebar kecuali bila kemungkinan infeksi sudah disingkirkan dan penyakitnya bersifat inflamasi yang dapat menimbulkan cacat atau kematian.5,6 Pengobatan Fisik Selain dengan pemberian antipiretik, metode fisik juga dapat dipergunakan sebagai upaya tambahan untuk menurunkan demam. Prinsip dari metode fisik adalah memfasilitasi pelepasan panas yang lebih besar dari tubuh. Penelitian membuktikan bahwa kompres air tidak meningkatkan efek obat antipiretik. Penelitian terakhir yang memperlihatkan pemberian parasetamol lebih efektif daripada metode fisik saja dan dapat diterima dengan baik oleh orangtua dan anak pada pengobatan di rumah. Oleh karena itu kompres hanya direkomendasikan pada keadaan kasus dengan demam sangat tinggi ( >41°C ) atau >40°C apabila demam ini tidak bereaksi dengan pengobatan antipiretik. Apabila menggunakan kompres, berikan setelah pemberian antipiretik untuk memastikan penurunan suhu Oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus. Apabila anak menggigil, suhu air kompres harus dinaikkan. Telah lama diketahui dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari bahwa penggunaan kompres dingin atau es ditempat yang banyak darah mengalir ( seperti di dahi, ketiak, dan lipat paha ) dapat menurunkan suhu tubuh. Tetapi dalam perkembangannya ternyata pelepasan panas yang terjadi ( dari suhu tinggi ke rendah ) tidak begitu besar sedangkan disatu sisi rangsangan dingin yang terjadi dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, menggigil, dan vasokontriksi perifer pada penderita ( akibatnya timbul produksi dan retensi panas ) dan selanjutnya dapat memperburuk keadaan demam penderita. Hanya kompres dengan air hangat yang dapat diterima sebagai upaya untuk menurunkan demam. Dengan cara menyeka air hangat-hangat kuku (29,4- 32,20 ºC) di sekitar tubuh diharapkan akan terjadi vasodilatasi dan perangsangan kelenjar keringat. Akibat vasodilatasi dan produksi keringat yang terjadi maka akan terjadi pelepasan panas yang besar. Air harus cukup hangat untuk tidak menyebabkan menggigil, kurang nyaman, dan dilakukan setelah pemberian obat antipiretik. Kompres alkohol dengan etil alkohol 70 % lebih unggul dibandingkan dengan kompres air hangat, tetapi apabila alkohol
18
terhirup anak dapat menyebabkan hipoglikemi dan koma, selain itu juga mengiritasi kulit. Jadi metode kompres alkohol merupakan kontraindikasi bagi anak. 5,7 VII. Prognosis Prognosis demam tergantung dari penyebab demam itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman et.al. 2002.Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 2. EGC. Jakarta. Hal 854-856 2. Ganong, William F. 2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.20. EGC. Jakarta. Hal. 245-250 3. Guyton, Arthur C. 2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.9. EGC. Jakarta. Hal. 1141-1155 4. Sudoyo, Aru W. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. FKUI. Jakarta. Hal 1719 5. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo.2002.. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Ed.I. IDAI. Jakarta. Hal. 27-63 6. Isselbacher, Kurt J,et.al. 2002. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta. Hal.97 7. Widodo, Djoko. 2004. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. FKUI. Jakarta. Hal 1-10 8. Azis, A.latief. 2003. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FKUNAIR. Surabaya. Hal. 55
19
9. Silbernagl, Stefan. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC. Jakarta. Hal. 20 10. www.kidshealth.co.id
Sediaan Obat Parasetamol No. 1 2
MACAM BSO SERBUK dalam bungkus/sachet KAPLET TABLET
KOMPOSISI 120 mg/sachet
CONTOH BABATON SACHET
500 mg/kaplet 600 mg/tablet 700 mg/tablet 60 mg/0,6 ml 80 mg/0,8 ml 100 mg/1 ml
KAPLET PANADOL TABLET ALPHAMOL TABLET PIREXIN ZETAMOL DROPS (15 ml) SANMOL DROPS (15 ml) TEMPRA DROPS (15 ml) SIRUP PARACETAMOL (60 ml) BIOGESIQ LIQUIDA (60 ml) SIRUP PANADOL (60 ml) SIRUP PROGESIC (60 ml)
3
TETES ORAL (Oral - Drops)
4
SIRUP dalam botol
120 mg/5 ml 150 mg/5 ml 160 mg/5 ml 250 mg/5 ml
SIRUP dalam sachet
150 mg/7 ml/ sachet
5
ELIXIR
120 mg/5 ml
6
SUSPENSI
120 mg/5 ml 250 mg/5 ml
BIOGESIC LIQUIDA (7 ml/ sachet) DECADOL ELIXIR (60 ml) CALAPOL SUSPENSI (60 ml) CALAPOL SUSPENSI FORTE (60 ml)
Sediaan Obat Ibuprofen
20
No. MACAM BSO 1 TABLET 2 SIRUP
KOMPOSISI 200 mg/ tablet 100 mg/ 5ml
CONTOH PRORIS TABLET PRORIS SIRUP
200 mg/ 5 ml
Sediaan Obat Salisilat No.
1
MACAM BSO TABLET
KOMPOSISI 81 mg / tablet
CONTOH ASPILET
100 mg / tablet
ASETOSAL, ASPIRIN
300 mg/ tablet
ASPIRIN, NASPRO
500 mg / tablet
ASPIRIN, ASETOSAL
21