KEJANG DEMAM I.
DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu o
tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar rongga kepala). Menurut
Consensus Statement on Febrile Seizures
(1980),
kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Infeksi I nfeksi ekstrakranial yang paling banyak didapatkan yakni dari saluran pernapasan bagian atas, dan merupakan 70% dari seluruh penyebab pe nyebab kejang demam.
II.
EPIDEMIOLOGI Diperkirakan
3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang
demam. Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan 1,4 : 1,0. Menurut ras maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, u mur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga memegang peranan. Buchthal (1971)
Lennox
berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam
diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi pe netrasi yang sempurna.
Dan
41,2%
anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan seda ngkan pada anak normal hanya 3%.
III.
ETIOLOGI Hingga
kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang dema m.
Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi t inggi dapat menyebabkan kejang.
1
Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain. Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang perta ma kali tampil sebagai penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi, keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak tertentu dan menelan obat.
IV.
PATOFISIOLOGI Untuk
mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ o tak dperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam
keadaan normal membran +
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K ) dan sangat sulit +
-
dilalui oleh ion Natrium (Na ) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl ). +
Akibatnya konsentrasi K dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na
+
rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
2
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya: 1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler 2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau a liran listrik dari sekitarnya 3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. o
Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% ± 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi o
pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang o
baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu: y
Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.
y
Cepatnya kenaikan suhu.
y
Gangguan
y
Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O 2 meningkat sehingga sirkulasi
keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan. Dasar
patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya
dengan baik susunan saraf pusat (korteks serebri). 3
V.
GEJALA KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunklosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.
Umumnya
kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut : y
Demam
(terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara
tiba-tiba) y
Kejang tonik-klonik atau grand mal
y
Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
y
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik)
y
Gerakan
klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama b iasanya
berlangsung 1-2 menit y
Lidah atau pipinya tergigit
y
Gigi
y
Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya)
y
Gangguan
y
Apneu (henti nafas)
y
Kulitnya kebiruan.
atau rahangnya terkatup rapat
pernafasan
Setelah mengalami kejang biasanya: y
Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 ja m atau lebih.
y
Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) maupun sakit kepala.
y
Mengantuk 4
y
Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
y
Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.
VI.
KRITERIA KEJANG DEMAM Untuk
itu Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2
golongan, yaitu: 1. Kejang demam sederhana (Simple febril convulsion) 2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (Epilepsy triggered of by fever) Kriteria kejang demam menurut Livingtone adalah: 1.
Umur
anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam. 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal. 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan. 7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x. Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang d iprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
VII.
DIAGNOSIS Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang
mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Suhu tubuh yang diukur dengan cara memasukkan thermometer ke dalam lubang dubur, o
menunjukkan angka lebih besar dari 38,9 C. Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah: y
EEG (perekaman aktivitas listrik di otak)
y
CT scan kepala
5
y
Pungsi lumbal
y
Pemeriksaan neurologis.
VIII. DIAGNOSA BANDING Diagnosa
banding kejang demam adalah :
y
Epilepsi Trigger Of by Fever (ETOF)
y
Meningitis
y
Ensefalitis
y
Abses otak
IX.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan kejang. 1. y
Penanganan Pada Saat Kejang
Menghentikan kejang:
Di azepam
dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV
(perlahan-lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL S UPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian. y
Turunkan demam:
Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali perhari
y
o
o
Kompres: suhu >39 C: air hangat ; suhu >38 C: air biasa
Pengobatan penyebab: antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya
y
Penanganan suportif lainnya meliputi:
Bebaskan jalan nafas
Pemberian oksigen
Menjaga keseimbangan air dan elektrolit
Pertahankan keseimbangan tekanan darah
6
2. y
Pencegahan Kejang
Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana dengan Di azepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam
y
Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan
Asam
Valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis
X.
KOMPLIKASI
Komplikasi yg paling umum dari kejang demam, adalah adanya kejang demam berulang. Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali. Resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika, y
Pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg tidak terlalu tinggi.
y
Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit
y
Ada faktor turunan dari ayah-ibunya Namun begitu, faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah
usia. Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami kejang berulang.
XI.
PROGNOSA
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi: y
Kejang demam berulang
y
Epilepsi
y
Kelainan motorik
y
Gangguan
XII.
mental dan belajar
KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 38 °C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 7
bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Kejang (konvulsi ) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks cerebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran, aktifitas motorik dan atau gangguan fenomena sensori. Diagnosis
kejang demam dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang yang baik dan benar. Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan kejang.
Dan
kejang
demam harus diterapi dengan baik, sebab bila kejang demam tidak diterapi dengan baik, maka dapat berkembang menjadi kejang demam berulang, epilepsi, kelainan motorik, serta gangguan mental dan belajar.
8