A. DEFINISI Dislokasi sendi (luksasio) adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimana kaput femur keluar dari socket nya nya pada tulang panggul (pelvis). islokasi sendi panggul adalah bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
B. ETIOLOGI Penyebab dislokasi sendi panggul adalah trauma dengan gaya atau tekanan yang besar seperti kecelakaan kendaraan bermotor, pejalan kaki yang ditabarak mobil, atau jatuh dari ketinggian. Dislokasi pinggul traumatik hampir selalu disebabkan oleh trauma berenergi tinggi. Adanya cedera dislokasi menandakan bahwa ada gaya yang mencapai 90 pound atau bahkan lebih pada mekanisme mekanisme traumatik atau adanya patologi yang mendasari mendasari yang menyebabkan ketidakstabilan sendi. Penumpang yang tidak menggunakan sabuk pengaman lebih memiliki resiko mengalaminya. Mekanisme klasik untuk dislokasi posterior adalah pada cedera dashboard, yaitu terjadi gaya yang menekan kepala femur melewati posterior acetabular rim saat lutut
yang terfleksi dan pinggul terhantam dashboard
pada kecelakaan. kecelakaan. Selain oleh
dashboard,dikatakan juga bahwa cedera ini bisa terjadi saat mekanisme mengerem.Dislokasi anterior dihasilkan dari rotasi eksternal dan abduksi panggul. Kasus dislokasi posterior mendekati mendekati 90% kasus, sementara dislokasi anterior hanya 10%.2,3 Cedera nervus sciatic mungkin terjadi pada 10-20% kasus dan lebih dari setengah pasien juga mengalami mengalami fraktur lain.
C. EPIDEMIOLOGI
1
Dislokasi pinggul posterior lebih sering ditemukan dibanding dislokasi pinggul anterior yaotu sekitar 90 % dari semua jenis dislokasi hips. Frekuensi menurun dengan dipakainya sabuk pengaman ketika berkendaraan. Anterior dan central dislokasi terjadi sekitar 10% dari seluruh dislokasi hips.
D. ANATOMI a. Articulatio Articulatio coxae adalah persendian antara caput femoris yang berbentuk hemisphere dan acetabulum os coxae yang berbentuk mangkuk dengan tipe “ball and socket”. Permukaan sendi acetabulum berbentuk tapal kuda dan dibagian bawah membentuk takik disebut incisura acetabuli. Rongga acetabulum diperdalam dengan adanya fibrocartilago dibagian pinggrinya yang disebut sebagai labrum acetabuli. Labrum ini menghubungkan
incisura
acetabuli
dan
disini
dikenal
sebagai
ligamentum
transversum acetabuli. Persendian ini dibungkus oleh capsula dan melekat di medial pada labrum acetabuli. b. Ligamentum Simpai sendi jaringan ikat di sebelah depan diperkuat oleh sebuah ligamentum yang kuat dan berbentuk Y, yakni ligamentum ileofemoral yang melekat pada SIAI dan pinggiran acetabulum serta pada linea intertrochanterica
di sebelah
distal.
Ligamentum ini mencegah ekstensi yang berlebihan sewaktu berdiri . Di bawah simpai tadi diperkuat oleh ligamentum pubofemoral yang berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossi s pubis dan apex melekat dibawah pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamentum ini membatasi gerakan ekstensi dan abduksi.
2
Di belakang simpai ini diperkuat oleh ligamentum ischiofemorale yang berbentuk spiral dan melekat pada corpus ischium dekat margo acetabuli. Ligamentum ini mencegah terjadinya hieprekstensi dengan cara memutar caput femoris ke arah medial ke dalam acetabulum sewaktu diadakan ekstensi pada articulat io coxae. Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum ini melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris dan melalui dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabuli. Ligamentum ini terletak pada sendi dan dan dibungkus membrana sinovial
Gambar X: anatomi sendi panggul c. Batas batas articulatio coxae
3
o
Anterior M. Iliopsoas, m.pectineus, m. rectus femoris.
M. Iliopsoas dan
m.pectineus memisahkan a.v. femoralis dari sendi. o
Posterior : m.obturatorius internus, mm.gemelli, dan m.quadratus femoris memisahkan sendi dari n.ischiadicus.
o
Superior : musculus piriformis dan musculus gluteus minimus
o
Inferior : tendo m.obturatorius externus
d. Perdarahan
Cabang cabang arteria circumflexa femoris lateralis dan arteria circumflexia femoris medialis dan arteri untuk caput femoris, cabang arteria obturatoria. e. Persyarafan Nervus femoralis (cabang ke m.rectus femoris, nervus obturatorius (bagian anterior) nervus ischiadicus (saraf ke musculus quadratus femoris), dan nervus gluteus superior. f. Gerakan o
Fleksi dilakukan oleh m. Iliopsoas, m. Rectus femoris, m.sartorius, mdan juga mm. Adductores.
o
Ekstensi dilakukan oleh m. Gluteus maximus dan otot otot hamstring
o
Abduksi dilakukan oleh m. Gluteus medius dan minimus, dan dibantu oleh m. Sartorius, m.tensor fascia latae dan m. Piriformis
o
Adduksi dilakukan oleh musculus adductor longus dan musculus adductor brevis serta serabut serabut adductor dari m adductor magnus. Otot otot ini dibantu oleh musculus pectineus dan m.gracilis.
o
Rotasi lateral
o
Rotasi medial
o
Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan gerakan diatas.
4
E. KLASIFIKASI a. Dislokasi posterior Dislokasi posterior terjadi patah trauma saat panggul fleksi dan adduksi. Arah trauma dan lutut ditransmisikan sepanjang batang femur dan mendorong caput femur ke belakang (Dashboard injury) atau jatuh dengan posisi kaki fleksi dan lutut tertumpu.
Gambar X: internal rotasi b. Dislokasi anterior Dislokasi anterior ter adi pada trauma jika tungkai terkangkang, lutut lurus, punggung bongkok arah ke depan dan ada puntiran ke balakang
Gambar X: eksternal rotasi 5
c. Dislokasi sentral Dislokasi sentral terjadi kalau trauma datang dan arah samping sehingga trauma ditransmisikan lewat trokanter mayor mendesak terjadi fraktur acetabulum sehingga caput femors masuk ke rongga pelvis.
F. MANIFESTASI KLINIS a. Dislokasi posterior 1) Sendi panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi 2) Tungkai tampak lebih pendek 3) Teraba caput femur pada panggul Klasifikasi Thompson-Epstein pada dislokasi posterior: Type
Radiography
Type I
Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment
Type I I
Dislocation associated with a single large posterior wall fragment
Type I I I Dislocation with a comminuted posterior wall fragment Type I V Dislocation with fracture of the acetabular floor Type V
Dislocation with fracture of the femoral head
Gambar X: Klasifikasi Thompson-Epstein pada dislokasi posterior
6
b. Dislokasi anterior 1) Sendi panggul dalam posisi eksorotasi, ekstensi dan abduksi 2) Tak ada pemendekan tungkai 3) Benjolan di depan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba dengan mudah 4) Sendi panggul sulit digerakkan Klasifikasi Epstein pada dislokasi Anterior: Type
Radiography
Type I I
Superior dislocations,
IA
No associated fractures
IB
Associated fracture or impaction of the femoral
including pubic and subspinous
IC
Associated fracture of the acetabulum
IIA No associated fractures
Type I I
Inferior
head
dislocations, IIB
including obturator, and perineal
Associated fracture or impaction of the femoral head
IIC Associated fracture of the acetabulum
Klasifikasi ini menetukan prognostic dimana yang berkaitan dengan acetabulum atau caput femoris memliki prognostic lebih buruk dibanding yang lainnya.
c. Dislokasi Sentral 1) Posisi panggul tampak normal, hanya sedikit lecet di bagian lateral 2) Gerakan sendi panggul terbatas
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Radiografi
7
o
Dislokasi posterior
Caput femur berada di luar dan di atas acetabulum Femur adduksi dan internal rotasi.
Gambar X: Dislokasi Posterior o
Dislokasi anterior
Caput femur terlihat di depan acetabulum o
Dislokasi sentral
Terlihat pergeseran dan caput femur menembus panggul
Gambar X: Dislokasi sentral
b. CT-Scan o
Dislokasi posterior
8
Gambar X: dislokasi posterior
o
Dislokasi anterior
Gambar X: dislokasi anterior
H. TATALAKSANA Berdasarkan posisi anatomi:
a. Dislokasi posterior
Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum dengan disertai relaksasi yang cukup.
9
Penderita dibaringkan di 1antai dan pembantu menahan panggul. Sendi panggul difleksikan 90° dan kemudian dilakukan tarikan pada pada secara vertikal.
Sesudah reposisi dilakukan traksi kulit 3-4 minggu disertai exercise Weight bearing dilakukan minimal sesudah 12 minggu.
Pengobatan pada tipe ini dengan reduksi tertutup dan dapat dilakukan dengan beberapa metode Bigelow, Stimson, dan Allis. Metode stimson
Penderita dalam posisi terlentang
Melakukan immobilisasi pada panggul
Melakukan fleksi pada lutut sebesar 90º dan tungkai diadduksi ringan dan rotasi medial
Melakukan traksi vertikal dan kaput femur diangkat dari bagian posterior asetabulum
Panggul dan lutut diekstensikan secara hati-hati
Gambar X: Metode stimson
Metode bigelow 10
Penderita dalam posisi terlentang dilantai
Melakukan traksi berlawanan pada daerah spina iliaka anterior superior dan ilium
Tungkai difleksikan 90º atau lebih pada daerah abdomen dan dilakukan traksi longitudinal
Gambar X: Metode bigelow Metode allis
Gambar X: Metode allis
b. Dislokasi anterior
11
Dilakukan reposisi seperti dislokasi posterior, kecuali pada saat fleksi dan tarikan pada dislokasi posterior dilakukan adduksi pada dislokasi anterior
c. Dislokasi sentral
Dilakukan reposisi dengan skietal traksi sehingga self reposisi pada fraktur acetabulum tanpa penonjolan kaput femur ke dalam panggul dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang 4-6 minggu.
Berdasarkan type :
Dislokasi harus direduksi secara cepat dengan general anestesi. Padasebagian besar kasus dilakukan reduksi reduksi tertutup. Seorang asisten menahan pelvis, ahli bedah ortopedi memfleksikan pinggul dan lutut pasien sampai 90 derajat dan menarik paha keatas secara vertikal. Setelah direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan secara vertikal pada sendi panggul. Secara
umum
reduksi
stabil
namun
perlu
dipasang
traksi
dan
mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai setelah nyeri mereda. Pada tipe II, sering diterapi dengan reduksi terbuka dan fiksasi anatomis pada fragmen yang terkena. Terutama jika sendi tidak stabil atau fragmen besar tidak tereduksi dengan reduksi tertutup, reduksi terbuka dan fiksasi internal dan dipertahankan selama 6 minggu diperlukan. Pada cedera tipe III umumnya diterapi dengan reduksi tertutup, kecuali jika ada fragmen yang terjebak dalam asetabulum, maka dilakukan tindakan reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi interna dan traksi dipertahankan selama 6 minggu.
12
Cedera tipe IV dan V awalnya diterapi dengan reduksi tertutup. Fragmen caput femoris dapat tepat berada ditempatnya dan dapat dibuktikan dengan foto atau ct scan pasca reduksi. Jika fragmen tetap tak tereduksi maka dilakukan reduksi terbuka dengan caput femoris didislokasikan dan fragmen diikat pada posisinya dengan sekrup countersunk pasca operasi traksi dipertahankan
selama 4 minggu, dan
pembebatan ditunda selama 12 minggu.
I. KOMPLIKASI a. Komplikasi dini 1) Cedera nervus skiatikus Cedera nervus skiatikus terjadi 10-14% pada dislokasi posterior selama awal trauma atau selama relokasi. Fungsi nervus dapat digunakan sebagai verifikasi sebelum dan sesudah relokasi untuk mendeteksi terjadinya komplikasi ini. Jika ditemukan adanya dysfungsi atau lesi pada nervus ini setelah reposisi maka surgical explorasi untuk mengeluarkan dan memperbaikinya. Penyembuhan sering membutuhkan waktu lama beberapa bulan dan untuk sementara itu tungkai harus dihindarkan dari cedera dan pergelangan kaki harus dibebat untuk menghindari kaki terkulai “foot drop” 2) Kerusakan pada Caput Femur Sewaktu terjadi dislokasi sering kaput femur menabrak asetabulum hingga pecah. 3) Kerusakan pada pembuluh darah Biasanya pembuluh darah yang mengalami robekan adalah arteri glutea superior. Kalau keadaan ini dicurigai perlu dilakukan arteriogram. Pembuluh darah yang robek mungkin perlu dilakukan ligasi.
13
4) Fraktur diafisis femur Bila terjadi bersamaan dengan hip dislokasi biasanya terlewatkan. Kecurigaan adanya dislokasi panggul, bilamana pada fraktur femur ditemukan posisi fraktur proksimal dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan di atas dan dibawah daerah fraktur. . b. Komplikasi lanjut 1) Nekrosis avaskular Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang kurangnya 10% pada dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi ditunda menjadi beberapa jam maka angkanya meningkat manjadi 40%. Nekrosis avaskular terlihat dalam pemeriksaan sinar x sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak ditemukan sekurang kurangnya selama 6 minggu, bahkan ada yang 2 tahun dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya fragmentasi ataupun sklerosis.
2) Miositis ossifikans Komplikasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan dengan beratnya cedera. Tetapi gerakan tak boleh dipaksakan dan pada cedera yang berat masa istirahat dan pembebanan mungkin perlu diperpanjang 3) Dislokasi yang tidak dapat direduksi Hal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga sulit dimanipulasi dengan reduksi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Dengan seperti ini insidensi kekakuan dan nekrosis avaskular sangat meningkat dan dikemudian hari pembedahan reksontruktif diperlukan.
4) Osteoarthritis Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh kerusakan kartilago saat dislokasi, adanya fragmen yang tertahan dalam sendi, atau nekrosis iskemik pada caput femoris.
14
J. PROGNOSIS o
Prognosis dari dislokasi sendi panggul tergantung dari adanya kerusakan jaringan yang lain, manajemen awal dari dislokasi dan keparahan dislokasi.
o
Pada keseluruhan, dislokasi anterior memiliki prognosis yang lebih baik daripada dislokasi posterior. Penelitian menunjukkan prognosis buruk terjadi pada 25% pasien dengan dislokasi anterior dan 53% pada dislokasi posterior.
o
Prognosis juga dapat dilihat dari klasifikasi Stewart dan Milford. Pada grade I, komplikasi jangka panjang sering terjadi. Avascular osteonecrosis
terjadi sekitar 4% dari pasien dan osteoatritis sekunder juga dapat terjadi. Grade III dan IV memiliki resiko tinggi untuk terjadinya avaskular osteonekrosis
15
DAFTAR PUSTAKA
Apley, Graham dan Louis Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta : Widya Medika.
Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC.
Pate, Deborah. 1991. Congenital Hip. Dislocation. Mei 1991. http://emedicine.medscape.com
Rasjad, Chairrudin. 2002. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif Watampone
Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC.
Steelei, Joseph R dan John R. Edwards. 1997. Traumatic Anterior Dislocation of the Hip : Spectrum of Plain Film and CT Findings. Jurnal 1997. http://www.ajronline.org
16