Analisis Terhadap Putusan Kepailitan Nomor: 34/Pailit/1999/PN.Niaga.Jkt .Pst (Untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Hukum Kepailitan)
Dwi Bagus Prasojo 09400241
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
KASUS POSISI Permaslahan yang terdapat dalam putusan No.34/Pailit/1999/PN.Jkt.Pst adalah permohonan pailit yang diajukan oleh OVERSEA-CHINESE BANKING CORPORATION LIMITED, suatu korporasi yang didirikan menurut hukum Republik Singapura berkantor pusat di 65 Chulia Street # 41-05 OCBC Centre Singapore
049513
sebagai
PEMOHON
I
dan
INDUSTRIAL
&
COMMERCIAL BANK LIMITED, suatu korporasi yang didirikan menurut hukum negara Republik Singapura, berkantor pusat di 80 Raffles Place, UOB Plaza Singpore 048624, sebagai PEMOHON II. Dalam hal ini diwakili oleh Wahyu Nogroho, S.H, LL.M, Toni Budijaja, S.H dan Rahmat Bastian, S.H Penasehat Hukum dari Dermawan & Co Law Firm berdasarkan surat kuasa tertanggal 22 Januari 1999 dan tertanggal 21 Januari 1999 yang dilegalisir di Kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 1 Juni 1999 No. 108/Leg.Srt.Kuasa/PN.Niaga.JKT.PST
selanjutnya
disebut
sebagai
PARA
PEMOHON berdasarkan surat kuasa tertanggal 22 Januari 1999. Mengajukan surat pernyataan kepailitan terhadap PT ASTER DHARMA INDUSTRI, Tbk, beralamat di Yos Sudarso (Daan Mogot Km.19), Kelurahan Jurumudi Baru, Kecamatan Benda, Kodya Tangerang 15124. Rincian singkat tentang bagaimana latar belakang kasus yang terjadi antara para pihak baik pemohon maupun termohaon adalah munculnya perjanjian penanggungan antara para pihak. Bahwa TERMOHON adalah penjamin (borg) berdasarkan Letter/Deed of Guarantee and Indemnity (corporate) (surat akta Penanggungan dan Penjaminan (Perusahaan)) tanggal 22 November 1996 yang telah dibuat dan ditandatangani oleh TERMOHON untuk kepentingan PEMOHON I (Vide Bukti P-1) serta Bahwa Penjaminan/jaminan (borgtocht) yang diberikan oleh TERMOHON kepada atau untuk kepentingan PEMOHON I adalah memenuhi (secara tepat waktu dan penuh) kewajiban pembayaran setiap jumlah uang yang wajib dibayar atau menjadi wajib dibayar oleh DTRON SINGAPORE PTE LTD, suatu korporasi yang didirikan menurut hukum negara Republik Singapura, berkantor pusat di 9 Temasek Boulevard # 19-20 Suntec Tower 2 Singapore 038989 yang merupakan anak perusahaan TERMOHON
(selanjutnya disebut sebagai DTRON) kepada PEMOHON I sehubungan dengan fasilitas kredit (credit facility) yang diterima oleh DTRON dari PEMOHON I berdasarkan perjanjian kredit dalam bentuk surat PEMOHON I kepada DTRON tanggal 15 Agustus 1996, Ref.BBU/96/155/SC/CT/ja yang telah disetujui dan ditandatangani oleh DTRON pada tanggal 23 September 1996 (Vide Bukti P-2); Selanjutnya kedudukan pemohon adalah Bahwa TERMOHON adalah penjamin (borg) berdasarkan Letter of Guarantee (Surat Penjaminan) tanggal 21 Mei 1997 yang telah dibuat dan ditandatangani oleh TERMOHON untuk kepentingan PEMOHON II (selanjutnya disebut sebagai “Surat Penjaminan”; (Vide Bukti P-10). Bahwa penjaminan/jaminan (borgtocht) yang diberikan oleh TERMOHON kepada atau untuk kepentingan PEMOHON II adalah untuk memenuhi (secara tepat waktu dan penuh) kewajiban pembayaran setiap jumlah uang yang wajib dibayar atau menjadi wajib dibayar oleh DTRON kepada PEMOHON II sehubungan dengan fasilitas kredit (credit facility) yang diterima oleh DTRON dari PEMOHON II berdasarkan perjanjian kredit dalam bentuk surat PEMOHON
II
kepada
DTRON
tanggal
29
April
1997,
Ref:ICB/CHL/CB/0124/CCM berikut The General Agreement for Commercial Business (Perjanjian Umum untuk keperluan Bisnis) yang merupakan kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari surat terebut yang telah disetujui dan ditandatangani oleh DTRON pada tanggal 21 Mei 1997 (selanjutnya disebut sebagai “Perjanjian Fasilitas Kredit PEMOHON II”) (Vide bukti P-11). Jadi sebenarnya termohon bukanlah kreditur sebenarnya namun hanya sebagai penjamin dari perjanjian – perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh DTRON dengan para pemohon dimana kemudian DTRON tidak dapat melunasi kewajiban fasilitas kredit yang diberikan oleh kedua pemohon sampai pada saat jatuh tempo dan juga tidak melakukan pembayaran setelah beberapa kali diberikan somasi oleh kesus belah pemohon. Dari bukti – bukti yang diberikan oleh kedua pemohon disebutkan bahwa tuntutan utang yang diajukan ;para pemohon kepada termohon mencapai S$ 4,5 juta. Surat permohonan yang diajukan oleh PEMOHON tertanggal 31 Mei 1999 yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
pada
tanggal
1
Juni
1999
dibawah
register
perkara
No.
34/PAILIT/1999/PN.NIAGA.JKT.PST memuat beberapa bukti yang cukup untuk membuktikan bahwa termohon telah melakukan wanprestasi terhadap para debitur (yaitu minimal 2 debitur) serta ditambah dengan bukti dari para pihak debitur yang lain, yang tidak terlibat dalam permohonan ini, dan bukti bahwa salah satu kewajiban utangnya telah jatuh tempo dan belum sanggup untuk dilunasi oleh termohon.dengan kta lain menurut pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan syarat bahwa suatu prusshaan dinyatakan pailit ileh pengadilan sudah terpenuhi yaitu :
Adanya 2 Kreditur atau lebih Hal ini dimaksudkan bahwa debitor dalam keadaan benar – benar tidak mampu untuk melunasi utang kepada kreditornya, dalam kasus ini jelas tersebut ada 2 debitor yaitu OVERSEA-CHINESE
BANKING
CORPORATION
LIMITED, suatu korporasi yang didirikan menurut hukum Republik Singapura berkantor pusat di 65 Chulia Street # 41-05 OCBC Centre Singapore 049513, yang berdasarkan bukti perjanjian (Vide Bukti P 1) mempunyai piutang kepada DTRON adalah sejumlah keseluruhan hutang pokok sebesar S$ 1.986.585,04 (satu juta sembilan ratus delapan puluh enam ribu lima ratus delapan puluh lima dolar Singapura dan empat sen) dan jumlah keseluruhan bunga S$ 290.439,82 (dua ratus sembilan puluh ribu empat ratus tiga puluh sembilan dolar Singapura dan delapan puluh dua sen), jumlah mana merupakan konversi hutang pokok dan bunga dalam mata uang dolar Amerika Serikat yang terhutang oleh DTRON kepada
OVERSEA-CHINESE
BANKING
CORPORATION
LIMITED yang dijamin oleh PT ASTER DHARMA INDUSTRI, Tbk. INDUSTRIAL & COMMERCIAL BANK LIMITED, suatu korporasi yang didirikan menurut hukum negara Republik Singapura, berkantor pusat di 80 Raffles Place, UOB Plaza Singpore 048624, yang berdasarkan bukti yang dihadirkan didepan persidangan, DTRON mempunyai
berkewajiban untuk segera melunasi seluruh jumlah uang yang terhutang dan wajib dibayar oleh DTRON kepada INDUSTRIAL & COMMERCIAL
BANK LIMITED berdasarkan penjaminan fasilitas kredit terebut sampai sejumlah US $ 1.300.000 (satu juta tiga ratus ribu Dolar Amerika Serikat).
Serta juga terdapat beberapa kresitor lain yang masih terikat perjanjian hutang – piutang semacamnya dengan debitor yang disebutkan dalam surat guagatan tersebut misalnya Bank Lippo, PT BANK PUTRA SURYA PERKASA, Bank Arya Panduarta
Tidak dapat membayar sedikitnya 1 utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih Pada perntaaan tidak membayar satu utang yang telah jatuh tempo da dapat ditagih disni adalah utang pokok atau bunga yang tidak terbayar, namun pada penjelasan pasal 2 ayat 1 Undang – Undang Kepailitan disebutkan kewajiban untuk membayar utang jatuh tempo dan dapat ditagih baik karena telah diperjanjikan,karena percepatan pengalihan sebagaimana diperjanjikan, karena sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan pengadilan,arbiter atau majelis arbritase. Dari kasus tersbut menurut pemohon kedua perjanjian hutang tersebut sudah jatuh tepo pada febuari akhir 1997 namun sampai febuari 1998 belum dibayakan sehingga para pihak pemohon mengirimkan surat somasi pada 6 febuari 1998 dan juni 1998.namun dalam bukti yang ada saya tidak menemukan tanggal pasti kaan utang – utang debitor telah jatuh tempo. Namun dari adanya bukti 4 kalli surat somasi dikirimkan kepada debitor sudah mengindikasikan bahwa hutang debitor sudah jatuh tempo. Dari kedua unsure yang dijelakan tersebut diatas maka secara sederhana persyaratan pernyataan pailit dalam pasal 2 ayat1 Undang – Undang Kepailitan suda terpenuhi. namun ternyata dalam kasus yang terjadi tersebut tidak semudah itu, dalam perkembangany kasus ini trelah sampai tahap peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dengan putusan yang saling bertentangan, misalnya dalam putusan tingkat pertama dalam PN
niaga Jakarta Pusat menolak
permohaonan, namun dalam kasasi permohonan diterima dan dalam
PK
permohonan kembali ditolak oleh majelis Hakim untuk lebih jelasnya akan saya bahas sebagai berikut.
PUTUSAN HAKIM PN NIAGA Jak.pst Nomor: 34/Pailit/1999/PN.Niaga.Jkt .Pst Dalam putusan yang bacakan pada tanggal 29 Juni 1999 oleh kami Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan susunan HARYONO,S.H sebagai Hakim Ketua,
UNTUNG
HARYADI,
S.H,
dan
HIRMAN
PURWANASUMA,S.H masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana pada hari itu juga diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dengan dibantu oleh DOLY SIREGAR, S.H, panitera pengganti serta dihadiri oleh Kuasa PEMOHON, kuasa TERMOHON dan kreditur lainnya tersebut Majelis Hakim memutuskan bahwa permohonan pernyataan kepailitan atas PT ASTER DHARMA INDUSTRI, Tbk dengan pertimbangan bahwa setelah mempelajari bukti – bukti yang diajukan oleh baik pemohon maupun termhon majelis hakim memutuskan degan beberapa pertimbangan yang menurut saya penting sebagai berikut :
Menimbang, bahwa sekarang yang menjadi permasalahan adalah apakah DTRON Singapore sebagai debitur utama yang sesuai dengan putusan Pengadilan Tinggi Singapura (Bukti P-6 dan P-7) telah dibubarkan sejak tanggal 11 Desember 1998 dan menunjuk Tuan Ong Yew Huat dari Kantor ERNST & YOUNG Singapore sebagai likuidator
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh PEMOHON tidak terlihat adanya penyelesaian hutang-hutang DTRON Singapore yang dilakukan oleh likuidator cq Kantor ERNST & YOUNG Singapore, apakah harta-harta DTRON Singapore telah disita dan dilelang untuk membayar atau melunasi hutang-hutangnya ataukah hasil lelang tersebut tidak cukup untuk membayar piutang kreditur atau masih ada sisa piutang yang belum dibayar,
Menimbang, bahwa apabila utang DTRON sudah disita dan dilelang sedang hasilnya
sudah
mencukupi
untuk
membayar
utang-utangnya
maka
permasalahan akan selesai dan TERMOHON sebagai penanggung (borg) tidak perlu dilibatkan, apalagi untuk dinyatakan pailit, sebab guarantor (penjamin) dapat ditagih untuk membayar utang debitur bila utang atau sisa utang debitur utama belum terbayar,
Menimbang, bahwa tentang bukti P-6 lampiran 3 dan 18.a hanyalah merupakan neraca DTRON Singapore per 30 September 1998 dan 11 Desember 1998 bukan perincian pembayaran utang DTRON kepada krediturnya,
Menimbang, bahwa demikian pula dengan kapan utang TERMOHON dapat dinyatakan telah jatuh waktu dan dapat ditagih, hal ini belum dapat ditentukan sebab apakah masih ada sisa hutang dari DTRON sebagai debitur utama karena belum ada perincian tentang hal ini,
Menimbang, bahwa berdasarkan alasan tersebut setelah terangkan dan dihubungkan satu dengan lainnya ternyata bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.4 tahun 1998 terpenuhi, dimana hal ini seharusnya PEMOHON menunggu dulu hasil likuidasi yang dilakukan oleh likuidator ERNST & YOUNG Singapore terhadap DTRON Singapore untuk memenuhi isi putusan Pengadilan Tinggi Singapore tanggal 11 Desember 1998,
Menimbang, bahwa dengan demikian permohonan pailit dari PEMOHON terlalu prematur oleh karena itu akan dinyatakan tidak dapat diterima.
Mengadili Menyatakan bahwa permohonan PEMOHON dinyatakan tidak dapat diterima, Membebankan kepada PEMOHON untuk membayar ongkos perkara ini sebesar Rp5.000.000 (lima juta rupiah), Dengan melihat bukti – bukti yang diajukan oleh para pihak baik Pemohon maupun Termohon maka menurut saya keputusan yang diambil oleh Majelis Hakim sudah benar, dimana dari unsure persyaratan kepailitan yaitu adanya salah
satu utang yanag jatuh tempo tersebut tidak terdapat kejelasan waktu jatuh temponya sehingga tidak dapat diputusakan bahwa termohon mempunyai hutang yag sudah jatuh tempo, selain itu juga munculnya fakta bahwa adanya Tuan Ong Yew Huat dari Kantor ERNST & YOUNG Singapore sebagai likuidator yang masih belum memberikan hasil liquidasi terhadap harta kekayaan DTRON untuk membayar hutang kepada pemohon.
PUTUSAN
KASASI
MAHKAMAH
AGUNG
Nomor:
022/K/N/1999 Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung. Dengan demikian terhadap keputusan pengadilan pertama Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan upaya hukum banding tetapi langsung dapat dilakukan uapaya hukum Kasasi (pasal 11 jo pasal 13) Undang – Undang Kepailitan. Pihak – pihak yang boleh mengajukan Kasasi ke MA pada prinsipnya adalah sama dengan pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, yaitu Debitor, Kreditor, termasuk Kresitor lain yang bukan pihak dalam persidangan tingkat pertama namun tidak puas dengan putusan pailit yang ditetapkan,dalam hal ini RATION LIMITED dan
INDUSTRIAL &
COMMERCIAL BANK LIMITED atas putusan PN NIAGA Jak.pst Nomor: 34/Pailit/1999/PN.Niaga.Jkt .Pst. Pihak pemohon mengajukan kasasi
pada
tanggal 29 Juni 1999 kemudian terhadapnya oleh Pemohon dengan perantaraan kuasanya khusus, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Januari 1999 dan 22 Januari 1999 diajukan permohonan kasasi secara tertulis pada tanggal 6 Juli 1999, sebagaimana
ternyata
dari
21/Kas/Pailit/1999/PN.Niaga/JKT.PST
akta .
jo
pengumuman No.
kasasi No:
34/Pailit/1999PN.NIAGA
JKT.PST, yang dibuat oleh panitera Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, permohonan mana kemudian disusul oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada hari itu juga. Dalam kasasi ini pihak pemohon mengajukan beberapa keberatan terhadap pertimbangan
hakim
dalam
34/pailit/1999/PN.Niaga.Jkt.pst yaitu :
memutuskan
perkara
No
1. Termohon Kasasi telah mengakui bahwa Termohon Kasasi adalah debitur utama maupun debitur tanggung renteng/tanggung menanggung dari para Pemohon Kasasi yang akibat dari hukumnya telah pula diuraikan dan dijelaskan di muka dari memori kasasi 2. Judex Factie salah menerapkan hukum tentang hukum yang berlaku atas surat pernyataan jaminan, bahwa berdasarkan bukti P-1 dan P-10 = T.31 - T.41 pasal 32 (1) bukti P-1 dan pasal 27 bukti P.10 yang antara lain berbunyi “surat jaminan ini harus tunduk dan ditafsirkan dalam segala hal menurut hukum Republik Singapore; 3.
Judex Factie tidak ataupun lalai melakukan cara pemeriksaan/beracara yang diharuskan oleh Undang-undang Kepailitan. bahwa pasal 6 UU Kepailitan menentukan bahwa: “Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) telah terpenuhi”. Sementara itu pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan menentukan bahwa “debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitpun satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya”.bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas jelas bahwa judex factie harus mengabulkan permohonan pernyataan pailit oleh para Pemohon Kasasi, apabila secara sederhana terbukti:
Termohon kasasi adalah debitur dari para Pemohon Kasasi.
Termohon kasasi mempunyai lebih dari satu kreditur
Termohon kasasi telah tidak membayar utangnya yang telah kasasi telah tidak membayar utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada salah satu krediturnya.
Fakta-fakta
mana
telah
terbukti
sebagaimana
disebutkan
dalam
pertimbangan hukum judex factie karenanya seharusnya judex factie mengabulkan permohonan pernyataan pailit terhadap Termohon kasasi dan bukannya menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak dapat diterima.
Selanjutnya Majelis Hakim MA berpendapat untuk menanggapi beberapa keberata yag diajukan oleh pemohon kasasi yang disebutkan dalam pertimbangan bahwa :
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.4 Tahun 1998 debitur dapat dinyatakan pailit apabila memenuhi syarat sebagai berikut Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 1 ayat 1 UndangUndang No.4 Tahun 1998 debitur dapat dinyatakan pailit apabila memenuhi syarat sebagai berikut: 1. adanya hutang 2. satu dari hutang tersebut telah jatuh tempo 3. adanya 2 / lebih kreditor
Mengenai keberatan ad 1,Bahwa keberatan ini tidak dapat dibenarkan karena Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum sebab dalam Hukum Internasional dikenal adanya teori kedaulatan (sovereignty) yang mengatakan bahwa sistem hukum yang diberlakukan oleh suatu badan peradilan suatu negara adalah sistem hukum negara yang bersangkutan,
dan
sistem
hukum
asing
hanya
akan
diberlakukan/diperhatikan sejak penguasa yang berdaulat mengizinkan (asas comitas gentium/comity of nations)
Adanya 2 atau lebih kreditur,bahwa Pemohon I dan II keduanya dalam permohonannya hanya mendalilkan sebagai kreditur Termohon, juga terdapat kreditur lain yaitu PT Bank Lippo dan PT Bank Putra Surya Perkasa; bahwa dari bukti P.2 Pemohon I telah memberikan pinjaman pada DTRON dan dari bukti P.11b Pemohon II telah memberikan pinjaman pada DTRON; bahwa berdasarkan bukti Pk.3 dan Pk.5 Bank Lippo juga telah memberikan pinjaman pada Termohon, bahwa pinjaman tersebut ternyata belum dapat dibayar oleh Termohon sehingga Termohon sampai pada saat Permohonan ini diajukan masih merupakan kreditur dari Pemohon I dan II serta Bank Lippo sehingga dengan demikian syarat adanya 2 kreditur atau lebih telah terpenuhi
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: 1. OVRSEA CHINESE BANKING CORPORATION LIMITED, 2. INDUSTRIAL & COMMERCIAL BANK LIMITED dalam hal ini kedua diwakili oleh kuasanya 1. Wahyo Nugroho, S.H. LL.M, 2. Toni Budijaja, S.H, 3. Rahmat Bastian S.H para penasehat hukum tersebut\
Membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 29 Juni 1999 No.34/Pailit/1999/PN/ JKT.PST.
PUTUSAN PK MAHKAMAH AGUNG Nomor: 021/PK/N/199 Terhadap putusan kepailitan yan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracth van gewisjde) dapat dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (Pasal 14 jo Pasal 295 ayat 1) Undang – Undang Kepailitan.Dengan ketentuan PK dapt dilakukan apabila : a. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menetukan yang pada waktu oemeriksaan di Pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan, atau b. Dalam putusan Hakim yang bersangkutan terdapat kekelitruan yang nyata. Dalam hal ini PT.ADI yang dikalahkan dalah putusan Kasasi Mahkamah Agung No 22/K//2009 yang mengajukan Peninjauan Kembali dengan disertai beberapa dalil – dalil sebagai berikut : 1. Kesalahan berat dalam menyebutkan pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 4 tahun 1998. 2. Majelis Hakim Agung pada tingkat Kasasi telah melakukan kesalahan berat dalam penerapan hukum karena menyatakan bahwa Debitur dapat dinyatakan pailit berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 4 tahun 1998. Sedangkan apabila kita membaca Undang-undang No. 4 Tahun 1998 dengan cermat, maka faktanya adalah bahwa Undang-undang tersebut tidak terbagi dalam ayat-ayat, (sehingga tidak relevan untuk menyebutkan `Pasal 1 ayat 1'); 3. Terdapat kesalahan berat dalam menerapkan hukum tentang "penanggungan" Pada halaman 12 putusannya, Majelis Hakim Agung pada tingkat Kasasi berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 1832 ayat (2) dan (4), Penanggung tidak dapat menggunakan haknya sebagaimana tersebut dalam Pasal 1831
KUHPerdata apabila Penanggung mengikatkan dirinya bersama-sama dengan siberhutang utama secara tanggung renteng atau jika siberutang berada dalam keadaan pailit, sehingga sebagai Guarantor dapat secara langsung dimohonkan pailit;
Berdasarkan Pasal 1820 KUHPerdata pengertian Penanggungan adalah "suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan siberutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya (lalai/wanprestasi)". Bahwa Debitur Utama (i.c DTRON) tidak dapat dikatakan lalai hanya dikarenakan telah dibubarkan oleh Pengadilan Tinggi Singapura, padahal setelah bubarnya Debitur Utama (i.c. DTRON) telah ditunjuk Likuidator yang akan melakukan pemberesan terhadap harta Debitur Utama yang dilikuidasi (i.c. DTRON) sehingga Pemohon PK tidak berkewajiban secara serta merta dan langsung masih ada hak-hak dari pemohon PK yang harus juga dilindung.
4. Terdapat kesalahan dalam menerapkan hukum tentang utang/jumlah uang yang pasti. Bahwa pengertian hutang menurut pertimbangan Majelis Hakim Agung pada tingkat kasasi tersebut tidak tetap karena hutang dari Debitur Utama (i.c. DTRON) tidak pasti berapa yang harus ditanggung oleh Pemohon PK hal ini dikarenakan belum selesainya proses pemberesan yang dilakukan oleh Likuidator dari Debitur Utama (i.c. DTRON), yang artinya dengan belum selesainya proses likuidasi terhadap DTRON, maka tidak dapat disangkal lagi bahwa jumlah utang/kewajiban DTRON kepada Termohon Peninjauan Kembali I dan/atau Termohon Peninjauan Kembali II belum dapat ditentukan secara pasti, sehingga berapa besar jumlah hutang yang pasti yang harus ditanggung oleh Pemohon PK (Gurantor)-pun tidak jelas seperti dimaksudkan oleh pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan tentang adanya hutang yang pasti tidak dipenuhi bahkan mungkin saja utang itu sama sekali sudah tidak ada lagi apabila dari hasil penjualan aset-aset debitur semua hutang itu sudah terbayar lunas.
Dari beberapa alasan yang didalilkan oleh Pemohon Pk tersebut Majelis Hakim yang dipimpin oleh Sarwata, SH. Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Sidang, Zakir, SH. dan Th. Ketut Suraputra, SH. Hakim-Hakim Anggota mempertimbangkan dan menanggapi bebrapa dalil yang diajukan tersebut misalnya: a. Mengenai alasan 1. Bahwa alasan ini walaupun dapat dibenarkan, namun bukanlah merupakan, kesalahan berat yang dapat dijadikan alasan untuk membatalkan putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali, karena kesalahannya
hanyalah
sebatas
formalitas
penyebutan
peraturan
perundang-undangan yang tidak menyangkut substansi permasalahan; b. Mengenai alasan-alasan ad. 2 dan 3
Bahwa alasan-alasan ini dapat dibenarkan, karena Majelis Kasasi telah melakukan kesalahan berat dalam penerapan pasal 1832 ayat 2 dan 4 KUH Perdata seperti termuat dalam pertimbangannya halaman 12, 13 dan 15
Bahwa pasal 1832 ayat 2 dan 4 KUHPerdata (BW) memang mengecualikan berlakunya pasal 1831 BW terhadap penanggung yang mengikat dirinya secara tanggung renteng atau dalam hal debitur utama jatuh pailit
Bahwa akan tetapi dalam hal debitur utama sudah dinyatakan pailit seperti halnya dalam perkara ini, dimana DTRON Singapura PTE Ltd berdasar putusan The High Court of Singapore tanggal 11 Desember 1998 No.364/1998 telah diperintahkan untuk dibubarkan (be wound up by the court) dan menetapkan Ong Yew Huat dari kantor Akuntan ERNST & YOUNG sebagai likuidator, maka seluruh aset/harga kekayaan DTRON menurut hukum harus dilikuidir untuk melunasi utang-utangnya kepada Kreditur konkuren termasuk para Pemohon yang sekarang mengajukan permohonan untuk mempailitkan juga para Termohon sebagai penanggung (corporate guarantor) dari DTRON Singapore PTE Ltd
Bahwa oleh karena proses likuidasi yang menjadi kewajiban likuidator terhadap DTRON sebagai tindak lanjut dari keputusan The High Court of The Republik of Singapore tanggal 11 Desember 1999 No.364/1998 itu tidak terbukti telah terlaksana, sehingga belum dapat dipastikan berapa besar utang DTRON sebagai debitor utama yang sudah terlunasi dari aset-aset/harta kekayaan DTRON dan berapa sisa utangutang yang masih harus dibayar oleh Termohon sebagai penanggung;
Bahwa selama proses likuidasi/pemberesan yang menjadi putusan The Hight Court of The Republik of Singapore belum selesai, dan selama para Pemohon belum dapat menentukan dengan tegas berapa sebenarnya utang DTRON yang masih tersisa dan menjadi kewajiban Termohon untuk membayar maka untuk menghindari pembayaran yang tumpang tindih berdasarkan putusan Pengadilan, pengertian yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih seperti dimaksud pasal 1 ayat 1 PERPU No. 1 tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi Undangundang dengan Undang-undang No. 4 tahun 1998 belumlah ada,
Dari beberapa pertimbanga
diatas maka Majelis hakim memuutuskan untuk
menolak permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Pemohon Pailit kepada Termohon Pailit seperti yang tertulis dalah amar putusan sebagai berikut:
Menimbang, bahwa karena Permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dikabulkan dan Permohonan Pailit ditolak maka semua biaya perkara baik yang jatuh pada Pengadilan Niaga, tingkat kasasi maupun pada Peninjauan Kembali di bebankan kepada Termohon Peninjauan Kembali/Pemohon Pailit
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-undang No. 14 tahun 1970 jo Undang-undang No. 35 tahun 1999, Undang-undang No. 14 tahun 1985 dan PERPU No. 1 tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi Undangundang dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1998 serta Undang-undang lain yang bersangkutan.
Serta dalam putusannya mengadili :
Mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali dari pemohon Peninjauan Kembali PT. ASTER DHARMA INDUSTRI TBK yang diwakili oleh kuasanya FAISAL TAJUDDIN, SH. LLM Dkk Pengacara Penasehat Hukum tersebut
Membatalkan putusan Mahkamah Agung tanggal 18 Agustus 1999 No. 022/K/N/1999 dan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 29 Juni 1999 No. 34/Pailit/1999/PN.Niaga Jkt.Pst;
Dari putusan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon PK ,PT. ADI mengajukan permohonan PK dengan beberapa dalil. Diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, Majelis Hakim Kasasi telah salah menerapkan ketentuan ps.1832 (2) dan (4) KUHPer, yaitu dengan DETRON sebagai debitur utama telah dinyatakan dalam keadaan pailit, maka penanggung serta merta tidak dapat melaksanakan haknya yang diatur dalam ps.1831 KUHPer dan menjadi wajib membayar hutang DETRON. Majelis Hakim PK sependapat dengan PT. ADI dengan menyatakan bahwa dengan telah dinyatakannya likuidasi dan telah ditunjuknya likuidator, maka seluruh aset/harga kekayaan DTRON menurut hukum harus dilikuidir untuk melunasi utang-utangnya kepada Kreditur konkuren termasuk para Pemohon. Kedua, PT. ADI mengemukakan bahwa hutang DETRON yang menurut OCBIC Bank dan ICBank wajib dibayar oleh PT. ADI belumlah dipastikan jumlahnya sehingga masih ada hak-hak PT. ADI sebagai penanggung yang harus dilindungi. Majelis Hakim PK pun sependapat pula dengan PT. AD dengan menyatakan bahwa proses likuidasi yang menjadi kewajiban likuidator terhadap DTRON sebagai tindak lanjut dari keputusan Pengadilan Tinggi di Singapura tidak terbukti telah terlaksana, sehingga belum dapat dipastikan berapa besar hutang DTRON yang sudah terlunasi dari harta DTRON dan berapa sisa utang-utang yang masih harus dibayar oleh PT. ADI sebagai penanggung. Sehingga kondisi “hutang yang jatuh tempo dan dapat ditagih” belumlah terpenuhi sebagaimana yang dimaksud dalam ps.1 (1) UUK. Permohonan PK dikabulkan sekaligus memnangkan PT ADI dan Permohonan pailit ditolak.
---------------------------------------------------Sekian ------------------------------------------
Sumber Data 1. 2. 3. 4. 5. 6.
UU No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan www.google.com file:///I:/kepailitan/ pailit/PNIJAP341999N/putusanpn.htm file:///I:/kepailitan/ /KRI221999putusanma/kasasi.htm file:///I:/kepailitan/ /KRI 211999pailit/putusanma/PK.htm file:///I:/kepailitan/ pailit/resume1.htm
------------------------------------------------------------Malang, 1 januari 2014---------