LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP GAGAL GINJAL KRONIK
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Gagal Ginjal Kronik merupakan Gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia ( Retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah ) . ( Bruner dan Suddart 2001).
Gagal ginjal Kronik Merupakan Kerusakan Ginjal Progresif yang berakibat fatal dan di tandai dengan uremia (urea dan Limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal) . (Nursalam.2006)
Gagal Ginjal Kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irrefersibel.(Kapita Selekta Kedokteran, 1999)
Gagal Ginjal Kronik merupakan destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus. ( Patofisiologi, Elizabeth corwin, 2000)
2. Etiologi
Penyakit-penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus, Glomerulonefritis kronis, Pielonefritis, Hipertensi yang tidak dapat dikontrol, Obstruksi traktus urinarius, lesi Herediter seperti penyakit Polikistik, gangguan vaskuler, infeksi.
(Smeltzzer Suzzane,2001 )
3. Tahapan Gagal Ginjal Kronik
Gagal Ginjal Kronik bekaitan dengan kerusakan nefron dan penurunan progresif GFR. Tahapan gagal ginjal kronik didasarkan pada kerusakan nefron dan tingkat GFR yang tersisa dan mencakup:
a. Stadium penurunan cadangan ginjal sekitar 40-75 % nefron tidak berfungsi, laju glomerulus 40-50 % normal, BUN dan kreatinin serum masih normal dan pasien asimtomatik.
b. stadium ensufiensi ginjal, 75-80 % nefron tidak berfungsi, laju glomerulus 20-40 % normal, BUN dan kreatinin serum mulai meningkat, anemia ringan dan azotemia ringan
c. stadium gagal ginjal apabila laju glomerulus 10-20 % normal, BUN dan kreatinin serum meningkat, anemia , azotemia, dan asidosis metabolik.
d. Penyakit ginjal stadium akhir, laju glomerulus kurang dari 5-10 % lebih dari 85 % nefron tidak berfungsi
(Syamsyir Alam dan Iwan Hadibroto. 2008 )
(140 - umur) X BB
CCT =
72 X C
Hitung CCT untuk menentukan stadium Ggal Ginjal Kronik (Rumus Cockeroft dan gautt)
1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
a. Struktur Makroskopik Ginjal
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1"), dan beratnya sekitar 120 gr. Ukuranya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.
Ginjal diliputi oleh sesuatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berkaitan longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam. Medula terbagi-bagi menjadi baji segitiga yang disebut piramida. Piramida-piramida tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramida-piramida tesebut tampak bercorak karena tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul becorak. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor, yang selanjutnya bersatu sehingga membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan resevoar utama sistem pengumpul ginjal. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesika urinaria.
Pengetahuan mengenai anatomi ginjal merupakan dasar untuk memahami pembentukan urine tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul. Urine yang terbentuk kemudian mengalir ke dalam mayor, pelvis ginjal, dan akhirnya meninggalkan ginjal melalui ureter menuju vesika urinaria. Dinding kaliks, pelvis dan urieter mengandung otot polos yang mendorong urine melalui saluran kemih dengan gerakan-peristaltik.
b. Suplai Pembuluh Darah Makroskopik Ginjal
Ginjal mendapat aliran darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteria renalis bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteria arkuata. Arteria interlobaris yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerolus. Glomerolus ini dikelilingi alat yang disebut simpai bowman. Disini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk kedalam vena kava inferior. (Syaifudin, H, 2006)
Gambaran Khusus Aliran Darah Ginjal
Ginjal diperfusi oleh sekitar 1.200 ml darah / menit. suatu volume yang sama dengan 20% sampai 25% curah jantung (5.000 ml/m).
c. Struktur Mikroskopik Ginjal
Unit kerja Fungsional ginjal disebut sebagai nefron, dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Dengan demikian kerja ginjal dapat di anggap sebagai jumlah total dari setiap nefron. Setiap nefron terdiri atas kapsula bowman yang mengitari glomerolus , Tubulus kontortus proksimal dan tubukus kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul.
d. Persarafan ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis, saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam Ginjal, saraf ini berjalan bersama dengan pembuluh darah. Diatas ginjal terdapat kelenjar suprenalis kelenjar ini merupakan suatu kelenjar buntu yang menghasilkan 2 macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortisol.
(Syaifuddin, H 2006)
e. Fungsi Ginjal
1) Mengatur volume cairan dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di keluarkan sebagai urine. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang dieksresikan menjadi sedikit.
2) Mengatur keseimbangan osmotic yang mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma.
3) Mangatur keseimbangan asam basah dalam cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan.
4) Menghasilkan urine yang bersifat asam, ph kurang dari 6 disebabkan metabolisme protein
5) Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat , kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan dan bahan kimia yang lain
6) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal memproduksi rennin dan eritropoitin.
(Syaifuddin, H 2006)
1. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Penurunan laju filtrasi ginjal (GFR) dapat di deteksi dengan mendapatkan urine 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomerulus) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan meningkat selain itu kadar nitrogen urea dalam darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif kerana renal substansi ini di produksi secara konstan oleh tubuh.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elekrolit sehari-hari. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkat resiko terjadinya edema, gagal jantung kongesif, dan hipertensi, hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldsteron.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi Asidosis Metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendekan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang di produksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan. (Smeltzer & Bare, 2001)
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi glomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Perdarahan gastroenteritis. Kadar ureum yang tinggi dalam darah berpengaruh pada trombosit dimana trombosit tidak dapat lagi membentuk bekuan. Akibatnya akan timbul perdarahan dari hidung, gastrointestinal dan sering terjadi perdarahan bawah kulit.(Smelzer & Bare, 2001)
Gejalah dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis) akibat butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea di kulit.(Sibuea, Herdin 1992)
2. Gmbaran Klinis
Karena pada penyakit gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala bergantung pada bagian dari tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
Manifestasi kardiovaskuler pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (Akibat cairan berlabih) dan perikarditis (akibat iritasi dari lapisan perikardial).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (Pruritus), Kulit kering dan bersisik, Ekimosis, Kuku tipis dan rapuh, Rambut tipis dan kasar. Butiran uremik, Suatu penumpukan Kristal urea di bawah kulit, saat ini jarang terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir.
Gejala Gastrointestinal juga sering terjadi yang mencakup anoreksia, mual, mulut berbau amoniak, ulserasi mulut, perdarahan dari saluran gastrointestinal . Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, dan kejang. (Smeltzer & Bare, 2001).
Gejala Respirasi juga sering terjadi Edema paru, Efusi pleura, dan pleuritis.
Gejala Neuromuskuler Juga sering terjadi misalnya gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan muskular, bingumg dan koma.
Metabolik Endokrin juga sering terjadi misalnya gangguan hormon seks menyebabkan penurunan libido, impoten.
Gejalah Hematologi misalnya anemia
(Nursalam, 2006)
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Umum
1) Urin
a) Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada (anuria)
b) Warna : secara abnormal urine mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, fosfat atau urat
c) Klirens kreatinin (normal 117-120 ml/menit)
d) Protein:derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus.
2) Darah
a) Ureum meningkat (normal 20-40 mg/dl), kreatinin meningkat (normal 0,5-1,5 mg/dl)
b) Hitung darah lengkap : Ht menurun, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dl (normal laki-laki 13-16 gr/dl, perempuan 12-14 gr/dl).
c) Natrium serum : meningkat (normal 135-147 mEq/L)
d) GDA (Gas Darah Arteri) : pH kurang dari 7,2 (normal 7,38-7,44)
e) Kalium : meningkat (normal 3,55-5,55 mEq/L)
f) Magnesium/fosfat : meningkat (normal 1,0-2,5 mg,dl)
g) Kalsium : menurun (normal 9-11 mg/dl)
h) Protein : (khususnya albumin) : menurun. (normal 4-5,2 g/dl)
b. Pemeriksaan khusus :
1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu/obstruksi
2) EKG (Elektrokardiografi) untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.
3) USG (Ultrasonografi) untuk melihat besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, Anatomi sistem pelviokelises, ureter untuk mencari adanya faktor yang irreversible seperti obstruksi, oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses berjalan lancar. Pemeriksan USG merupakan teknik noninvasive dan tidak memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur serta tujuan kepada pasien. (Dongoes, Maryllin. 1999)
4) Pielografia intra-vena (PIV) untuk menilai pelviokalises dan ureter persiapan pasien sebelum menjalani pielografia intra vena (PIV):
a) Riwayat pasien dianamnesis untuk mendapatkan riwayat alergi yang dapat menimbulkan reaksi yang merugikan terhadap media kontras. Dokter dan ahli radiologi harus memperhatikan informasi atau kecurigaan pada kemungkinan alergi sehingga dapat dilakukan tindakan untuk mencegah reaksi alergi yang serius. Kemungkinan adanya alergi juga harus dicatat dengan jelas dalam catatan medik pasien.
b) Pemberian cairan dapat di batasi 8 hingga 10 jam sebelum pemeriksaan untuk meningkatkan produksi urin yang pekat. Namun demikian, pasien-pasien yang berusia lanjut dengan cadangan atau fungsi ginjal minimal, pasien multipel myeloma dan pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol mungkin tidak dapat mentolerir keadaan dehidrasi. Setelah berkonsultasi dengan dokter, perawat dapat memberikan air minum sehingga pasien dapat meminumnya pada saat sebelum pemeriksaan. Pasien boleh mengalami hidrasi yang berlebihan karena keadaan ini dapat mengencerkan media kontras dan membuat visualisasi traktus urinarius kurang adekuat.
c) Prosedur itu sendiri serta perasaan yang timbul akibat penyuntikan media kontras dan selama pelaksanaan pemeriksaan (misalnya perasaan panas, serta kemerahan pada muka yang bersifat sementara) perlu di beritahukan kepada pasien.
5) Pielografia retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
Dalam pielografia retrograde chateter ureter biasanya lewat ureter ke dalam pelvis ginjal dengan bantuan sistoskopi kemudian media kontras dimasukan dengan grafitasi atau penyuntikan melalui chateter pielografi retrograde biasanya di lakukan jika pemeriksaan IVP kurang memeperlihatkan dengan jelas sistem pengumpul.
6) Pemeriksaaan foto dada dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial
7) Pemeriksaan radiologi
(Suyono, slamet 2001)
4. Komplikasi
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung
c. Hipertensi
d. Anemia, perdarahan gastrointestinal
e. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)
5. Penatalaksanaan medis
Pengobatan gagal ginjal kronik di bagi menjadi dua tahap :
a. Tahap pertama yaitu tindakan konservatif yang ditujukan untuk merendakan atau memperlambat perburukan progresif gangguaan fungsi ginjal. Tindakan konservatif dimulai bila penderita mengalami asotemia penatalaksanaan konservatif meliputi :
1) Penentuan dan pengobatan penyebab
2) Pengoptimalan keseimbangan garam dan air
3) Koreksi obstruksi saluran kemih
4) Deteksi awal pengobatan infeksi
5) Diet rendah protein, tinggi kalori
6) Pengendalian keseimbangan elektrolit
7) Pencegahan dan pengobatan penyakit tulang dan ginjal
8) Modifikasi dan terapi obat dengan perubahan fungsi ginjal
9) Deteksi dan pengobatan komplikasi
b. Tahap kedua pengobatan dimulai ketika tindakan konservatif tidak lagi afektif dalam mempertahankan kehidupan. Pada keadaan ini terjadi penyakit ginjal stadium terminal. Penatalaksanaan, meliputi :
1) Hemodialisa.
Hemodialisa adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat toksik di dalam darah, menyesuaikan kadar air dan elektrolit di dalam darah. Pada hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah alat besar. Di dalam mesin tersebut terdapat ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel. darah di masukan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan dialisis, dan diantara keduanya akan terjadi difusi darah dikembalikan ke tubuh melalui sebuah pirau vena. Hemodialisa memerlukan waktu sekitar 3-5 jam dan dilakukan sekitar seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari di antara terapi, keseimbangan garam,air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa tampaknya ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian besar sel darah merah ikut masuk dalam proses tersebut, infeksi juga merupakan resiko.
2) Dialisis peritoneum
Dialisis peritoneum berlangsung didalam tubuh. Pada dialisis peritoneal permukaan peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm3 berfungsi sebagai difusi. Membran peritoneum digunakan sebagai sawar semipermeabel alami. Larutan dialysis yang telah dipersiapkan sebelumnya (sekitar 2 liter) di masukan ke dalam rongga peritoneum melalui sebuah kateter tetap yang di letakan di bawah kulit abdomen. Larutan dibiarkan di dalam rongga peritoneum selama waktu yang telah di tentukan (biasanya 4-6 jam). Selama waktu ini, terjadi proses difusi air dan elektrolit keluar masuk antara darah yang bersirkulasi. Dialysis peritoneum di lakukan sekitar 4 kali/ hari. Masalah-masalah terjadi pada dialysis peritoneum adalah infeksi dari kateter atau malfungsi kateter.
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi atau pencangkokan ginjal adalan penempatan sebuah ginjal donor ke dalam abdomen seseorang yang mengidap penyakit ginjal stadium akhir. Ginjal yang di cangkok dapat di peroleh dari donor hidup atau mati. Semakin mirip sifat-sifat antigenik ginjal yang didonorkan dengan pasien, semakin tinggi keberhasilan pencangkokan. Individu yang mendapat pengcangkokan ginjal harus tetap mendapat berbagai obat imunosupresan seumur hidup untuk mencegah penolakan ginjal, penolakan dapat terjadi sacara akut, dalam masa pasca transpalntasi dini, atau beberapa bulan atau tahun setelah pencangkokan semua orang yang mendapat terapi imunosupresi beresiko mengalami infeksi. (Price and Wilson, 2005)
6. Prognosis
Penderita gagal ginjal kronik stadium akhir biasanya yang tidak dapat atau tidak mampu mengusahakan pengobatan yang optimal biasanya berakihir dengan kematian.
A. Konsep Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling di inginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah.
(Doenges, Marilyn E. 1999)
Proses keperawatan merupakan proses yang sistematis yang saling berhubungan, yang disusun menjadi 5 tahap, yang menekankan pada asuhan keperawatan secara individual:
1. Pengkajian keperawatan
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan keperawatan
4. Pelaksanaan keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
(Doenges, Marilyn E. 1999)
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (lyer dkk, 1996 dalam Nursalam,2001).
Pengkajian keperawatan terdiri atas 3 tahap yaitu pengumpulan, pengelompokan atau pengorganisasian, sehingga di temukan diagnosa keperawatan.
Pengkajian dasar Gagal Ginjal Kronik:
a. Riwayat gangguan kronis dan gangguan yang mendasari status kesehatan
b. Kaji derajat kerusakan Ginjal
c. Lakukan pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (Nadi, respirasi, Tekanan darah, suhu badan) Sistem saraf, sistem integumen, dan sistem musculoskeletal.
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena.(Doenges, Maryline, 1999 )
Aktifitas / Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrim, Kelemahan, Malaise
Gangguan tidur, (Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot , kehilangan tonus, Penurunan rentang gerak.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat Hipertensi lama atau berat
Palpitasi ; Nyeri dada (Angina )
Tanda : Hipertensi ; DVJ, Nadi kuat, Edema jaringan umum Dan pitting pada kaki, telapak tangan.
Disritmia Jantung
Nadi Lemah Halus, hipotensi,
Pucat ; kulit Coklat kehitaman , kuning
Kecendrungan perdarahan
Integritas Ego
Gejala : Faktor stres contoh Finansial, hubungan dan sebagainya
Perasaan tidak berdaya, tidak ada kekuatan, tidak ada harapan
Tanda : Menolak, Ansietas, Takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian
Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Pada tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urine,; contoh kuning pekat, merah, coklat.
Oliguria dapat menjadi anuria.
Makanan / Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), Malnutrisi
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada mulut
Tanda : Distensi abdomen/asites, Pembesaran hati (Tahap akhir)
Perubahan turgor kulit kelembaban
Edema
Ulserasi gusi, perdarahan gusi dan mulut
Penurunan otot, penurunan lemak sub kutan, penampilan tak bertenaga.
Neurosensori
Gejala : Sakit kepala , penglihatan kabur.
Kram otot/ kejang,
Kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstrimitas bawah
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah.
Pernapasan
Gejala : Napas pendek; batuk dengan/tanpa sputum
Tanda : Takipnea, dispnea, Peningkatan frekwensi/ kedalaman (kusmaul)
Batuk produktif dengan sputum merah muda
Keamanan
Gejala : Kulit gatal
Ada/ berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus
Demam; sepsis dehidrasi, Normotermia dapat secara atual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal
Fraktur tulang, Deposit fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi
Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas
Interaksi sosisal
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (Resiko tinggi untuk gagal ginjal) Penyakit polikistik, Nefritis, Riwayat terpajan pada toksik, contoh obat dan racun lingkungan ,Penggunaan antibiotik berulang.
2. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan/resiko perubahan pola ) dari individu atau kelompok dimana perawat dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi , mencegah dan merubah (carpenito 2000 dan Nursalam 2001 ).
NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputasan klinis tentang respon individu keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai dasar seleksi dan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah (menurut doenges Marilyn, 2000 & Nursalam, 2006).
Diagnosa keperawatan I
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan retensi air dan natrium.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, nausea, vomitus, perubahan membrane mukosa oral.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit, gangguan turgor kulit, penurunana aktivitas atau imobilisasi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan, gangguan metabolisme tulang
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
g. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan akumulasi toksin.
h. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal.
i. Resiko tinggi perubahan mukosa oral berhubungan dengan ulserasi mukosa.
3. Rencana Keperawatan
Intervensi adalah rencana yang disusun oleh perawat untuk kepentingan tindakan keperawatan bagi perawat yang menulis dan perawat lainnya (carpenito 2000).
Diagnosa keperawatan I
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan retensi air dan natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
kriteria hasil : - memepertahankan pembatasan diet dan cairan
- menunjukan turgor kulit normal tanpa edema
- menunjukan tanda-tanda vital normal
- menunjukan tidak adanya distensi vena leher
Intervensi
1. Kaji status cairan
Timbang berat badan harian
Keseimbangan masukan dan haluaran
Turgor kulit dan adanya edema
Distensi vena leher
Tekanan darah, denyut dan irama nadi
Rasional : pengkajian merupakan data dasar dan berkelanjutan untuk memantau Perubahan dan mengevaluasi intervensi
2. Batasi pemasukan cairan
Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin dan respon
3. Identifikasi sumber potensial cairan
Medikasi cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral dan intravena
Makanan
Rasional : Sumber kelebihan cairan yang tidak
diketahui dapat diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai pembatasan cairan
Rasional : Untuk peningkatan kerja sama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
5. Tingkatkan dan dorong oral hiegyne oral dengan sering
Rasional : Hiegine mengurangi kekeringan membran mukosa mulut
6. Berikan medikasi antihipertensi sesuai indikasi
Rasional : Medikasi antihipertensi berperan penting dalam penanganan hipertensi yang berhubungan dengan gagal ginal kronik.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, Nausea, vomitus, perubahan membran mukosa oral.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
kriteria hasil : - Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi
- Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet
- Melaporkan peningkatan nafsu makan menunjukan tidak adanya penurunan berat badan yang cepat
Intervensi
1. Kaji status nutrisi :
Pola berat badan
Pengukuran antropometik
Nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, transferin dan kadar besi )
Rasional : Menyediakan data untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intrvensi
2. Kaji pola diet nutrisi pasien :
riwayat diet
Makanan kesuakaan
Rasional : pola diet dahulu dan sekarang dapat di pertimbangkan dalam menyusun menu
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi :
Anoreksia, nausea, vomitus
Diet, yang tidak menyenangkan bagi pasien
Depresi
Kurang memahami pembatsan diet
Stomatitis
Rasional : menyedikan informasi mengenai faktor lain yang dapat di ubah atau di hilangkan untuk meningkatkan masukan diet
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
Rasional : mendorong peningkatan masukan klien
5. Anjurkan makanan yang tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantaranya waktu makan
Rasional : Mengurangi makanan dan protein yang di batasi dan menyediakan kalori untuk energi, membatasi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan
6. Jalaskan rasional pembatasan diet dan hubungnnya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kalium
Rasional : Maningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, kadar kreatinin dengan penyakit renal
7. Sediakan daftar makanan yang di anjurkan secara tertulis dan anjurkan untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium untuk pasien dan keluarga dapat di gunakan di rumah
Rasional : Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan merupakan referensi
8. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan
Rasional : Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dan menimbulkan anoreksia dihilangkan
9. Timbang berat badan harian
Rasional : Untuk memantau status cairan dan nutrisi
10. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat:
Pembentukan edema
Penyembuhan yang lambat
Penurunan kadar albumin serum
Rasional : masukan protein yang tidak normal dapat menyebabkan albumin protein lain pembentukan edema dan perlambatan penyembuhan
11. Berikan anti emetik sesuai dengan indikasi
Rasional : Dibiarkan untuk menghilangkan mual/ muntah dan dapat menigkatkan pemasukan oral
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit, gangguan turgor kulit, penurunan aktivitas atau imobilisasi.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria evaluasi : - Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah
- Kerusakan/cedera kulit.
Intervensi
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular. Perhatikan kemerahan, eksoriasi. Observasi terhadap ekimosis, purpura.
Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa.
Rasional : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas pada tingkat seluler.
3. Inspeksi area tergantung terhadap edema.
Rasional : Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek.
4. Ubah posisi dengan sering, gerakan pasien dengan perlahan: beri bantalan pada tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku/tumit.
Rasional : Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik stasi vena terbatas/pembentukan edema.
5. Berikan peralatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan salep atau krim ( mis; lanolin, aquaphor ).
Rasional : Lousion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit.
6. Pertahankan linen kering, bebas keriput.
Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.
7. Selidiki keluhan gatal.
Rasional : Meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenan dengan uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute ekskresi untuk produk sisa, misalnya Kristal fosfat ( berkenan dengan hiperparatiroidisme pada penyakit tahap akhir ).
8. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan ( dari pada garutan ) pada area pruritus. Pertahankan kuku pendek; berikan sarung tangan selama tidur bila diperlukan.
Rasional : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cidera dermal.
9. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
Rasional : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
Kolaborasi
1. berikan matras busa/flotasi.
Rasional : Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat di toleransi
kriteria hasil : - berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan
- melaporkan peningkatan rasa kesejateraan
- berpartisipasi dalam aktivitas dalam perawatan mandiri yang pilih
Intervensi :
1. Kaji faktor yang menimbulkan
Anemia
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Retensi produk sampah
Depresi
Rasional : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi : bantu jika keletihan terjadi
Rasional : Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
Rasional : Mendorong aktivitas dan latihan pada batas-batas yang dapat di toleransi dan isrirahat yang adekuat
4. Berikan terapi komponen darah sesuai indikasi
Rasional : Terapi komponen darah mungkin diperlukan jika pasien simtomatik
5. Berikan indikasi sesuai resep mencakup suplemen zat besi dan asam folat dan multivitamin
Rasional : Sel darah merah membutuhkan zat besi , asam folat dan multivitamin untuk produksi
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan, gangguan muskuloskeletal.
Tujuan : Mempertahankan mobilitas/fungsi optimal
Kriteria hasil : Menunjukan peningkatan kekuatan dan bebas dari komplikasi (kotraktur,) dekubitus
Intervensi
1. Kaji keterbatasan aktivitas, perhatikan adanya keterbatasan atau keitdakmampuan
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi
2. Ubuh posisi secara sering bila tirah baring, dukung bagian tubuh yang sakit/sendi dengan bantalan sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan otot/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi dan mencegah kerusakn kulit.
3. Berikan pijatan kulit., pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit, pertahankan linen kering dan bebas kerutan
Rasional : Merangsang sirkulasi, mencegah iritasi kulit
4. Dorong napas dalam dan batuk tinggikan kepala tempat tidur sesuai yang diperbolehkan. Ubah satu sisi ke sisi lain.
Rasional : Memobilisasi sekresi, memperbaiki ekspansi paru dan menurunkan resiko komplikasi paru contoh atelektasis, pneumonia
5. Berikan pengalihan dengan tepat pada kondisi pasien contoh kunjungan radio TV atau buku
Rasional : Menurunkan kebosanan, meningkatkan relaksasi.
6. Bantu dalam rentang gerak aktif atau pasif
Rasional : Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan membantu dalan menentukan tegangan otot.
7. Berikan tempat tidur busa atau kapuk
Rational : Menurunkan tekanan jaringan dan dapat meningkatkan sirkulasi, sehingga menurunkan resiko iskemia/keruasakan dermal
8. Implementasikan program latihan dengan tepat
Rasional : Penilaian menunjukan bahwa program latihan teratur mempunyai keuntungan pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir baik secara fisik dan emosional.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan kondisi dan penangan yang bersangkutan
Kriteria Hasil : - Menyatakan hubungan antara penyebab gagal ginjal dan konsekuensinya
- Pembatasan cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan regulasi ginjal
- Menanyakan tentang pilihan terapi, yang merupakan petunjuk kesiapan belajar
- Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat mungkin.
Intervensi
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal kronik, konsekuensinya dan penanganannya
Penyebab gagal ginjal pasien
Pengertian gagal ginjal
Pemahaman mengenai fungsi renal
Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan penanganannya.(hemodialisa, dialysis peritoneal dan transplantasi ginjal ).
Rasional : Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut
2. Jelaskan fungis renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai denga tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar
Rasional : Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
3. Bantu pasien untuk mengidentifiaksi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat panyakit dan penangan yang mempengaruhi dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasional : Pasien dapat melihat bahwa tidak harus berubah akibat penyakit
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun lisan dengan tepat tentang : - fungsi dan kegagalan renal
- pembatasan cairan diet
- medikasi
- melaporkan masalah tanda dan gejalah
- jadwal tindak lanjut
- sumber komunikasi
- pilihan terapi
Rasional ; pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk klasifikasinya di rumah
g. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan akumulasi toksin.
Kriteria evaluasi : Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi
1. Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer / kongesti vascular dan keluhan dispnea.
Rasional : Takikardia frekuensi jantung tak teratur, takipnea, mengi, dan edema / distensi jugular menunujukan gagal ginjal kronik.
2. Kaji adanya / derajat hipertensi : awasi tekanan darah, perhatikan perubahan postural, contoh duduk, berbaring, berdiri.
Rasional : Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin angiontensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal ). Meskipun hipertensi umum, hipotensi ortostatik dapat terjadi sehubungn dengan defisit cairan, respon terhadap obat anti hipertensi, atau temponade pericardial uremik.
3. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi radiasi, beratnya ( skala 0-10 ) dan apakah tidak menetap dengan inspirasi dalam dan posisi terlentang
Rasional : Hipertensi dan GJK dapat menyebabkan IM, kurang lebih pasien gagal ginjal kronik dengan dialysis mengalami perikaridtis, potensial resiko efusi perikardial / temponade.
4. Evaluasi bunyi jantung takanan darah, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti vaskuler, suhu dan sensori / mental.
Rasional : Adanya hipontensi tiba-tiba, penyempitan tekanan nadi, penurunan / tak adanya nadi perifer, distensi jugular nyata, pucat, dan penyimpangan mental cepat menunjukan tempo nadi, yang merupakan kedaduratan medik.
5. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
Rasional : Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.
Kolaborasi
1. Elektrolit ( kalium, natrium, kalsium, magnesium ), BUN.
Rasional : Ketidakseimbangan dapat mengganggu konduksi elektrikal dan fungsi jantung
2. Foto dada
Rasional : Berguna dalam mengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau klasifikasi jaringan lunak.
3. Berikan obat anti hipertensi, contoh prazozin ( minipress ), kaptopril ( capoten ), klonodin ( catapres ), hidralazin ( aprezoline).
Rasional : Menurunkan tahanan vascular sistemik dan/atau pengeluaran renin untuk menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah GJK dan/atau IM.
4. Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi.
Rasional : Akumulasi cairan dalam kantung perikardial dapat mempengaruhi pengisian jantung dan kontraktilitas miokardial menganggu curah jantung dan potensial resiko henti jantung.
5. Siapkan dialisis.
Rasional : Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan elektrolik dan kelebihan cairan dapat membatasi/mencegah manifestasi jantung, termasuk hipertensi dan efusi pericardial.
h. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal.
Tujuan : menunjukan perbaikan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : haluaran urin adekuat, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat
Intervensi
1. Awasi tanda-tanda vital bandingkan dengan hasil normal sebelumnya
Rasional : perubahan tekanan darah dan nadi dapat di gunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah (misalnya tekanan darah < 90 mmHg, dan nadi > 110 di duga 25 % penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml)
2. Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental, kelembaban, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan suhu
Rasional : Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur barat badan atau lamanya episode perdarahan. Memburuknya gejala dapat menunjukan berlanjutnya perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan.
3. Observasi perdarahan sekunder misalnya hidung atau gusi, perdarahan terus menerus dari area suntikan, ekimosis setelah trauma kecil.
Rasional : Kehilangan atau tidak adekuatnya penggantian faktor pembekuan dapat mencetuskan terjadinya KID (congenital intravascular desiminata).
4. Hindari kafein dan minuman karbonat
Rasional : Kafein dan minuman karbonat, merangsang produksi asam hidroklorida, kemungkinan potensial perdarahan ulang
5. Berikan cairan atau darah sesuai indikasi :
Darah lengkap segar/kemasan sel darah merah
Rasional : darah lengkap segar diindikasikan untuk perdarahan akut
Plasma beku segar dan atau trombosit
Rasional : Trombosit adalah sumber baik factor pembekuan, penggantian trombosit dapat merangsang pembentukan trombosit pada sisi cedera.
6. Awasi pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin/hematokrit, jumlah sel darah merah
Rasional : alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan mengawasi keefektifan terapi, misalnya 1 unit darah lengkap harus meningkatkan hematokrit 2-3 poin
BUN/kadar kreatinin
Rasional : BUN > 40 dengan kadar kreatinin normal menunjukan.
i. Resiko tinggi perubahan mukosa oral berhubungan dengan ulserasi mukosa.
Tujuan : Mempertahankan integritas membran mukosa.
Kriteria evaluasi : Mempertahankan integritas membran mukosa.
Mengidentifikasi/melakukan intervensi khusus untuk meningkatkan kesehatan mukosa oral.
Intervensi
1. Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, karakter saliva adanya inflamasi, ulserasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk intervensi segera dan mencegah infeksi.
2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang di tentukan
Rasional : Mencegah kekeringan mulut berlebihan dari priode lama tanpa masukan oral.
3. Berikan perawatan mulut sering/.cuci dengan larutan asam asetik 25 %, berikan permen karet, mint pernapasan antara makan.
Rasional : Membran mukosa dapat menjadi kering dan pecah-pecah. Perawatan mulut menunjukan , melumasi, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tak menyenangkan karena uremia dan keterbatasan masukan oral. Pencucian dengan asam asetik membantu mentralkan pembentukan amonia dengan mengubah urea.
4. Anjurkan hiegyne gigi yang baik setelah makan dan pada saat tidur. Anjurkan menghindari floss gigi.
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap infeksi. Floss gigi dapat melukai gusi, menimbulkan perdarahan.
5. Anjurkan pasien menghentikan merokok dan menghindari produk/pencuci mulut lemon/gliserin yang mengandung alcohol.
Rasional : Bahan ini mengiritasi mukosa dan mempunyai efek mengeringkan, menimbulkan ketidaknyamanan.
Kolaborasi
1. Berikan obat-obatan sesuai indikasi, mis; anti histamine : kiproheptadin ( periactin ).
Rasional : Dapat diberikan untuk menghilangkan gatal.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien (Nursalam,2001)
Implementasi keperawatan dibedakan atas 3 bagian berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara professional sebagaimana terdapat dalam standar praktek keperawatan (Nursalam, 2001)
a. Independen
Tindakan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
4 tipe tindakan independen yaitu:
1) Tindakan diagnostik
2) Tindakan terapeutik
3) Tindakan edukasi
4) Tindakan merujuk
b. Interdependen
Interdependen tindakan keparawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
c. Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan dilaksanakan.
5. Evauasi
Evaluasi adalah fase pengkajian proses keperawatan yang menilai keefektifan tindakan keperawatan dan mengindikasi kemajuan klien terhadap tujuan pencapaian(Nursalam, 2001).
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan seberapa efektifnya tindakan keperawatan itu untuk mencegah atau mengobati respon manusia terhadap prosedur kesehatan. Berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan:
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien tetah mencapai tujuan yang ditetapkan)
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan)
c. Meneruskan rencana tindakan keprerawatan (klien memerlukan waktu yang lama untuk mencapai tujuan).(Nursalam, 2001)
download askep kasus gagal ginjal kronik atau askep ckd