BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%. Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi dibandingkan
dengan penduduk berkulit
putih. Pada anak-anak
prevelensi SLE antara 0/100.000 pada wanita berkulit putih dibawah usia 15 tahun sampai 31/100.00 pada wanita asia usia 10-20 tahun. Insiden SLE pada usia 10-20 tahun bervariasi yaitu 4,4/100.00 pada wanita kulit putih, 19,86/100.00 pada wanita kulit hitam. (Agus akar , 2012) Berdasarkan hasil survey dengan 1 orang meninggal dunia. Setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru. Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE. . Soetomo Surabaya selama tahun 2005 sebanyak 81 orang dan prevalensi penyakit ini menempati urutan keempat setelah osteoartritis, reumatoid artritis, dan low back pain. Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, penderita SLE pada bulan Januari sampai dengan Agustus 2006 ada 14 orang dengan 1 orang Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga
karena
adanya
perubahan
sistem
imun
(Albar,
2003).
SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen- kasus SLE ini karena berdasarkan hasil survey, data morbiditas penderita SLE di RSU Dr vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente, 2012).
Alasan mengapa kelompok kelompok meninggal dunia. dunia. Setiap tahun ditemukan ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru. Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE. Oleh karena itu penting sekali meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk penyakit SLE terhadap kesehatan serta dampak psikologi dan sosialnya yang cukup berat untuk penderita maupun keluarganya. Kurangnya prioritas di bidang penelitian medik untuk menemukan obat-obat penyakit SLE yang baru, aman dan efektif, dibandingkan dengan penyakit lain juga merupakan masalah tersendiri (Yayasan Lupus Indonesia) I ndonesia).. 1.2 .Tujuan Umum Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit SLE (Sindrom Lupus Erythomisis) 1.3. Tujuan Khusus 1.3.1 Mengetahui definisi SLE 1.3.2 Mengetahui manifeatasi klinis anak dengan SLE 1.3.3 Mengetahui etiologi pada anak dengan SLE 1.3.4 Mengetahui patofisiologi pada anak dengan SLE 1.3.5 Mengetahui pathway pada anak dengan SLE 1.3.6 Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada anak dengan SLE 1.3.7 Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan SLE
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi auto anti bodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.( Lamont, David E, DO ;2006 ) SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah suatu penyakit komplek yang bersifat genetis dan di duga lebih dari satu gen menentukan seseorang akan terkena atau tidak (Moore Sharoon, 2008). 2.2 Manifeatasi klinis Manifestasi klinis SLE sangat luas.awalnya di tandai dengan gejala klinis yang tidak spesifik antara lain: lemah, lesu, panas mual nafsu makan turun dan berat badan menurun. 1.
Manifestasi sistem muskulo skeletal Dapat berupa artalgia yang hampir di jumpai sekitar 70% atau atritis yang di tandai dengan sendi yang bengkok, kemerahan yang kadang - kadang disertai efusi, sendi yang sering tekena antara lain sendi jari – jari tangan, siku, bahu, dan lutut. Artritis pada SLE kadang menyerupai artritis reumatoid, bedanya adalah artritis pada SLE sifatnya nonerosif
2.
Sistem mukokutaneus a. Kutaneus lupus akut: malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik pada SLE, yaitu bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial dan di tandai dengan adanya ruam pada hidung yang menyambung dengan ruam yang ada di pipi. Bentuk akut kutaneus lain yaitu bentuk morbili, ruam makular, fotosensitif, papulodermatitis, bulosa, toksik epidermal nekrolitik. Pada umumnya ruam akut kutaneus ini bersifat fotosensitif.
b. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema , psoriatik LE, pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut lupus ini sangat erat hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya sembuh tanpa meninggalkan scar. c. Kutaneus lupus kronis. Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa bercak kemerahan denga kerak keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik dan rekuren pada lesi yang kronik ditan dai dengan parut dan atropi pada daerah sentral dan hiperpigmentasi pada daerah tepinya. Lesi ini sering dijumpai pada kulit kepala yang sering menimbulkan kebotakan yang irreversible. Daun telinga leher , lengan dan wajah juga sering terkena panikulitis lupus atau lupus profundus di tandai dengan inflamasi pada lapisan bawah dari dermis dan jaringan subkutan. Gambaran klinisnyaberupa nodul yang sangat dalam dan sangat keras, dengan ukuran 1-3cm. Hanya di temukan sekitar 2 % pada penderita SLE. d. Nonspesifik kutaneus lupus ; vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70% pasien . manifestasi kutaneus nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh darah yang terkena . bentuknya bermacam macam antara lain : 1. Urtikaria 2. Ulkus 3. Purpura 4. Bulosa, bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan epidermal junction 5. Splinter hemorrhage 6. Eritema periungual 7. Nailfold infar bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan 8. Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai pada umumnya biopsi pada tempat ini menunjukkan leukosistoklasik vaskulitis 9. Raynould phenomenon Gambaran khas dari raynouls phenomenon ini adanya vasospasme, yang di tandai dengan sianosis yang berubah menjadi bentuk kemerahan bila terkena panas. Kadanga
disertai dengan nyeri. Raynould phenomenon ini sangat terkait dengan antibodi U1 RNP 10. Alopesia Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkai dengan aktifitas penyakitbiasnya bersifat difus tanpa adanya jaringan parut. Kerontokan rambut biasanya di mulai pada garis rambut depan. Pada keadaan tertentu bisa menimbulkan alopecia yang menetap di sebabkan oleh diskoid lupus yang meninggalkan jaringan parut 11. Sklerodaktili Di tandai dengan adanya sklerotik dan bengkak berwarna kepucatan
pada
tangan
akibat
dari
perubahan
tipe
skleroderma. Hanya terjadi pada 7% pasien 12. Nodul rheumatoid Ini dikaitkan dengan antibodi Ro yang positif dan adanya reumatoid like artritis 13. Perubahan pigmentasi Bisa berupa hipo atau hiperpigmentasi pada daerah yang terpapar sinar matahari 14. Kuku Manifestasinya bisa berupa nail bed atrofy atau telangektasi pada kutikula kuku 15. Luka mulut (oral ulcer) luka pada mulut yang terdapat pada palatum molle atau durum mukosa pipi, gusi dan biasanya tidak nyeri 3.
Manifestasi pada paru Dapat berupa pnemonitis, pleuritis, atau pun pulmonary haemorrhage, emboli paru, hipertensi pulmonal, pleuritis ditandai dengan nyeri dada atau efusi pleura, atau friction rub pada pemeriksaan fisik. Efusi pleura yang di jumpai biasanya jernih dengan kadar protein <10.000 kadar glukosa normal
4.
Manifestasi pada jantung Dapat berupa perikarditis, efusi perkardium, miokarditis, endokarditis, kelainan katup penyakit koroner, hipertensi , gagal jantung , dan kelainan konduksi. Manifestasi jantung tersering adalah kelainan perikardium
berupa perikarditis dan efusi perikardium 66%, yang jarang menimbulkan komplikasi tamponade jantung, menyusul kelainan miokardium berupa miokarditis yang di tandai dengan pembesaran jantung dan endokardium berupa endokarditis yang di kenal dengan nama Libmn Sachs endokarditis, sering sekali asimptomatis tanpa di sertai dengan bising katup. Yang sering terkena adalah katup mitral dan aorta 5.
Manifestasi hematologi Manifestasi kelainan hematologi yang terbanyak adalah bentuk anemia karena penyakit kronis, anemia hemolitik autoimun hanya di dapatkan pada 10 % penderita. Selain anemia juga dapat di jumpai leukopenia, limphopenia, nitropenia, trombopenia
6.
Manifestasi pada ginjal Dikenal dengan lupus nefritis. Angka kejadiannya mencapai hampir 50 % dan melibatkan kelainan glomerulus. Gambaran klinisnya bervariasi dengan tergantung derajat kerusakan pada glomerulus dapat berupa hematuri, protein uria, seluler cast,. Berdasarkan kriteria WHO secara histopatologi di bedakan menjadi 5 klas. Sebanyak 0,5% akan berkembang menjadi gagal ginjal kronis. Lupus nefritis ini merupakan petanda prognosis jelek
7.
Manifestasi sistem gastrointestinal Dapat
berupa
hepatosplenomegali
non
spesifik,
hepatitis
lupoid,
keradangan sistem saluran makanan (lupus gut), kolitis 8.
Manifestasi klinis pada sistem saraf pusat Juga sangat bervariasi, mulai dari depresi sampai psikosis, kejang, stroke, dan lain2. Untuk memudahkan diagnosis American College Rheumatology mengelompokkan menjadi 19 sindrom. Gambaran klinis lupus serebral di kelompokkan dalam 3 bagian yaitu fokla, difus, dan neuropsikiatrik
2.3 Etiologi 1. Faktor genetik Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara
kembar
kembar non-identik
identik
(24-69%)
lebih
tinggi
daripada
saudara
(2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
banyak gen yang berperan antara lain haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gen-gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin (Albar, 2003) . Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembarn non-identik (2-9%). 2. Faktor lingkungan a.
Infeksi Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit herpes zoster (shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela, virus yang juga menjadi penyebab dari penyakit cacar air (variscela atau chiken pox).
b.
Antibiotik Hormon Kurang lebih dari 90% dari penderita SLE adalah wanita. Perbedaan hormonal antara pria dan wanita mungkin menjadi latar belakang timbulnya lupus.
c.
Faktor sinar matahari Adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala Lupus. Diduga oleh para dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak ekstrogen sehingga mempermudah terjadinya reaksi autoimmun. Tetapi bukan berarti bahwa penderita hanya bisa keluar pada malam hari. Pasien Lupus bisa saja keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00 WIB dan disarankan agar memakai krim pelindung dari sengatan matahari. Teriknya sinar matahari di negara tropis seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus kekambuhan bagi para pasien yang peka terhadap sinar matahari dapat
menimbulkan
bercak-bercak
kemerahan
di
bagian
muka.kepekaan terhadap sinar matahari (photosensitivity) sebagai reaksi kulit yang tidak normal terhadap sinar matahari. d. Stres yang berlebihan e.
Obat-obatan yang tertentu.
2.4 Patofisiologi Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atauobat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
2.5 Pathway
2.6 Pemeriksaan penunjang 1. Patologi Anatomi Hasil yang didapat pada penderita lupus berupa:
Epidermis atrofi
Degenerasi pada junction dermal-epidermal
Dermis edema
Infiltrat limfositosis dermal
Degeneratif fibrinoid dari jaringan konektif dan dinding pembuluh darah.
2. Imunofluoresensi Kulit Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraseluler tipe IgG dan C3. Pada tes imunofluoresensi secara langsung didapatkan antibodi pemphigus tipe IgG. Tes pertama lebih terpercaya
daripada tes kedua, karena telah positif pada penuaan penyakit. Kadar titernya pada umumnya sejajar dengan beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang dengan pengobatan kortikosteroid. 3. Serologi Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan yang menggunakan serum. Pemeriksaan serologi mempunyai hasil yang sangat bervariasi tergantung pada respon imun saat pemeriksaan laboratorium dilakukan dan lamanya kelainan yang dialami penderita. Pada pemeriksaan ini, penderita SLE sering menunjukkan hasil berupa:
ANA positif
Anti double strand DNA antibodies
Anti-Sm antibodies dan rRNP antibodies specific
Anti-kardiolipin auto anti-bodi
4. Hematologi Penderita SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan hematologi sebagai berikut:
Anemia
Limpopenia
Trombositopenia
Elevasi ESR
5. Urinalisa Akan menunjukkan hasil berupa:
Proteinuria.
2.7 Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis a. NSAID (Non Steroid Anti-Inflamasi Drugs) NSAIDs adalah obat anti inflamasi non steroid) merupakan pengobatan yang efektif untuk mengendalikan gejala pada tingkatan ringan, tapi harus digunakan secara hati-hati karena sering menimbulkan efek samping peningkatan tekanan darah dan merusak fungsi ginjal. Bahkan beberapa jenis NSAID dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke. (Djoerban, 2002).
b. Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam pengendalian lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah untuk pengendalian penyakit, namun kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian dosis terlalu tinggi dalam waktu terlalu lama. Steroid dapat memperburuk hipertensi, memprovokasi diabetes dan memiliki efek buruk
pada
profil
lipid
yang
mungkin
berkontribusi
pada
meningkatnya kematian akibat penyakit jantung. Steroid dosis tinggi meningkatkan risiko pendarahan gastrointestinal dan terjadi pada pada dosis yang lebih rendah jika digunakan bersama NSAID. Osteonekrosis (nekrosis avaskular) juga cukup umum pada lupus dan tampaknya terkait terutama dengan penggunaan steroid oral dosis tinggi atau metilprednisolon intravena. Meskipun memiliki banyak efek samping, obat kortikisteroid tetap merupakan obat yang berperan penting dalam pengendalian aktifitas penyakit. Karena itu, pengaturan dosis yang tepat merupakan kunci pengobatan yang baik (Djoerban, 2002). c. Antimalaria Hydroxychloroquine (Plaquenil) lebih sering digunakan dibanding kloroquin karena risiko efek samping pada mata diyakini lebih rendah. Obat ini memiliki manfaat untuk mengurangi kadar kolesterol, efek anti-platelet sederhana dan dapat mengurangi risiko cedera jaringan yang menetap serta cukup aman pada kehamilan (Djoerban, 2002). d. Immunosupresan
Azathioprine
Azathioprine
(Imuran)
adalah
antimetabolit
imunosupresan: mengurangi biosintesis purin yang diperlukan untuk perkembangbiakan sel termasuk sel sistem kekebalan tubuh.
Mycophenolate mofetil Mycophenolate mofetil (MMF) berfungsi menghambat sintesis purin, proliferasi limfosit dan respon sel T antibodi.
Methotrexate Methotrexate merupakan asam folat antagonis yang diklasifikasikan sebagai agen sitotoksik antimetabolit, tetapi memiliki banyak efek pada sel-sel sistem kekebalan tubuh termasuk modulasi produksi sitokin
Cyclosporin
Cyclosporin
menghambat
aksi
kalsineurin
sehingga menyebabkan penurunan fungsi efektor limfosit T .
Cyclophosphamide Obat ini telah digunakan secara luas untuk pengobatan lupus yang mengenai organ internal dalam empat dekade terakhir. Obat ini juga banyak digunakan untuk pengobatan lupus susunan saraf pusat berat dan penyakit paru berat.
Rituximab Rituximab bekerja pada sel B yang diduga merupakan sel esensial dalam perkembangan lupus. Sekarang ini Rituximab sering diberikan kombinasi dengan methotrexate
2. Penatalaksanaan keperawatan Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai area klinik karena sifat penyakit yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan reumatologi, pengobatan umum, dermatologi, ortopedik, dan neurologi. Pada setiap area asuhan pasien, terdapat tiga komponen asuhan keperawatan yang utama. a. Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan instrument yang valid, seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi (Thompson & Kirwan, 1995) dan kuesioner pengkajian kesehatan (Fries et al, 1980). Hal ini member indikasi yang berguna mengenai pemburukan atau kekambuhan gejala. b. Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang menyadari hubungan antara stres dan serangan aktivitas penyakit akan mampu mengoptimalkan prospek kesehatan mereka. Advice tentang keseimbangan antara aktivitas dan periode istirahat, pentingnya latihan, dan mengetahui tanda peringatan serangan, seperti peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam, sakit kepala,
atau
pusing,
mengembangkan
strategi
penting
dalam
koping
dan
membantu menjamin
pasien masalah
diperhatikan dengan baik. c. Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE. Perawat dapat memberi dukungan dan dorongan serta, setelah pelatihan,
dapat
Pemberdayaan
menggunakan pasien,
ketrampilan
keluarga,
dan
konseling pemberi
ahli.
asuhan
memungkinkan kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik
terhadap gaya hidup dan penatalaksanaan regimen bagi mereka (Anisa Tri U., 2012). 3. Penatalaksanaan diet Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional. Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.
Pengkajian 1.
Anamnesis
riwayat
kesehatan
sekarang
dan
pemeriksaan
fisik
difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien. 2. Kulit, Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher. 3. Kardiovaskuler Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi
eritematous
papuler
dan
purpura
yang
menjadi
nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga. 4. Sistem Muskuloskeletal Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari. 5. Sistem integumen Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. 6. Sistem pernafasan Pleuritis atau efusi pleura. 7. Sistem vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis. 8. Sistem Renal Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
3.2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan pada pleura 2. Nyeri kronik berhubungan dengan imflamasi / kerusakan jaringan 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit 4. Gangguan
citra
tubuh
berhubungan
dengan
perubahan
dan
ketergantungan fisik serta fisiologis yang di akibatkan penyakit kronik. 5. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan tekana vena central 6. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, tidur/aktivitas yang tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai dan depresi/stres emosional. 7. pengetahuan b/d keterbatasan kognitif dan salah intrprestasi informasi
3.3.
Intervensi No
1
Diagnosa
Tujuan dan
keperawatan
KH
Intervensi
1. Buka
Rasional
Pola nafas tidak
Setelah
efektif b/d
dilakukan
nafas gunakan
an
penumpukan
tindakan
teknik chin lift
nafas
cairan pada
keperawatan
atau jaw thrust 2. Memberikan
pleura
selama 1 x 24
bila perlu
jam
jalan 1. Membebask
pola
2. Posisikan pasien
pola
memaksimalk
efektif dengan kriteria hasil : 1. Mendemon strasikan batuk
tidur
yang nyaman
diharapkan nafas
jalan
untuk
an ventilasi 3. Lakukan
saat beristirahat 3. Membantu merontokan
fisiterapi dada jika perlu
sekret 4. Membantu
4. Keluarkan
pasien dalam
efektif dan
sekret dengan
pengeluaran
suara nafas
batuk
sekret
yang
suction
bersih,
atau
5. Mendeteksi adanya
tidak
ada 5. Auskultasi
sianosis
suara
nafas
dan
catat
dypsnea
suara
(mampu
tambahan
adanya
sekret
di
dalam paruparu
mengeluark an sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak
ada
purpes lips) 2. Menunjukk an
jalan
nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal 2
Nyeri kronik
Setelah
1. Tutup luka
1. Berubah dan
berhubungan
dilakukan
sesegera
gerakan udara
dengan
tindakan
mungkin
suhu dapat
imflamasi /
keperawatan
kecuali
menyebabkan
kerusakan
selama 1 x 30
perawatan
nyeri hebat
jaringan
menit
luka bakar
pada
diharapkan
metode
pemajanan
pasien dapat :
pemajanan
ujung saraf.
1. Mengungkap kan keluhan hilangnya
pada udara terbuka. 2. Pertahankan
2. Pengaturan suhu dapat hilang karena
atau
suhu
luka bakar
berkurangny
lingkungan
mayor.
a nyeri
nyaman,
Sumber panas
berikan lampu
eksternal perlu
posisi/ekspre
penghangat,
untuk
si wajah
penutup tubuh
mencegah
rileks
hangat.
menggigil.
2. Menunjukkan
3. Dapat
3. Kaji keluhan
3. Nyeri hampir
beristirahat
nyeri.
selalu ada
dan
Perhatikan
pada
mendapatka
lokasi/karakter
beberapa
n pola tidur
dan intensitas
derajat
yang
(skala 0-10).
beratnya
adekuat.
4. Lakukan
keterlibatan
penggantian
jaringan/kerus
balutan dan
akan tetapi
debridemen
biasanya
setelah pasien
paling berat
di beri obat
selama
dan/atau pada
penggantian
hidroterapi
balutan dan
5. Dorong
debridemen.
ekspresi
4. Menurunkan
perasaan
terjadinya
tentang nyeri.
distress fisik
6. Dorong
dan emosi
penggunaan
sehubungan
teknik
dengan
manajemen
penggantian
stress, contoh
balutan dan
relaksasi
debridemen.
progresif,
napas dalam,
5. Pernyataan
bimbingan
memungkin
imajinasi dan
kan
visualisasi.
pengungka
7. Berikan
pan emosi dan
aktivitas
dapat
terapeutik
meningkatkan
tepat untuk
mekanisme
usia/kondisi.
koping. 6. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa control, yang dapat menurunkan ketergantunga n farmakologis. 7. Membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.
3
Kerusakan
Setelah
1. Kaji kulit
1. Menentukan
integritas kulit
dilakukan
setiap hari.
garis dasar di
berhubungan
tindakan
Catat warna,
man
dengan proses
keperawatan
turgor,sirkulasi
perubahan
penyakit
selama 3x24
dan sensasi.
pada status
jam
Gambarkan
dapat di
diharapkan
lesi dan amati
bandingkan
pasien dapat
perubahan.
dan
menunjukkan
2. Pertahankan/i
melakukan
perilaku/teknik
nstruksikan
intervensi
untuk
dalam hygiene
yang tepat.
meningkatkan
kulit, mis,
penyembuhan,
membasuh
kan
mencegah
kemudian
kebersihan
komplikasi
mengeringkan
karena kulit
dengan criteria
nya dengan
yang kering
1. Menjaga
berhati-hati
dapat menjadi
kebersihan
dan
barier infeksi
di daerah
melakukan
lesi
masase
panjang dan
dengan
kasar
alat
menggunakan
meningkatkan
pelindung
lotion atau
risiko
kulit yang
krim.
kerusakan
2. Memakai
dapat menyebabk an iritasi
3. Gunting kuku secara teratur.
2. Mempertahan
3. Kuku yang
dermal. 4. Dapat
4. Tutupi luka
mengurangi
atau infeksi
tekan yang
kontaminasi
berulang.
terbuka
bakteri,
dengan
meningkatkan
pembalut yang
proses
steril atau
penyembuha
barrier
5. Digunakan
protektif, mis,
pada
duoderm,
perawatan lesi
sesuai
kulit
petunjuk. 5. Kolaborasi gunakan/berik an obat-
obatan topical sesuai indikasi.
4
Gangguan
Setelah
citra tubuh b/d
dilakukan
verbal dan
mengetahui
perubahan dan
tindakan
nonverbal
respon yang
ketergantunga
keperawatan
respon klien
bisa
n fisik serta
selama 3x24
terhadap
diungkapkan
fisiologis yang
jam
tubuhmya
oleh klien
di akibatkan
diharapkan
penyakit
pasien
untuk
untuk sedikit
kronik.
dapat :
menggungkap
melepaskan
1. Mampu
kan
beban yang
perasaanya
ada
mengidentifik asi kekuatan personal 2. Mendiskripsi
1. Kaji secara
2. Dorong klien
3. Fasilitasi
1. Untuk
2. Bertujuan
difikirannya
kontak dengan
agar tidak
individu lain
terlalu stress
kan secara
dalam
faktual
kelompok kecil
3. Mengurangi rasa minder
perubahan
dan tetap
fungsi tubuh
menjaga
3. Mempertaha
interaksi sosial
nkan
dengan baik
interaksi sosial 5
Resiko
Setelah
penurunan
dilakukan
sain (tekanan
mengetah
curah jantung
tindakkan
darah, nadi
ui keadaan
berhubungan
keperawatan
dan respirasi)
umum
dengan
selama 2 x 24
2. Catat adanya
pasien
penurunan
jam
tanda gejala
tekana
diharapkan
penurunan
mengetah
aktivitas
kardiak output
ui
central
vena
pompa jantung
1. Monitor vital
1. Untuk
2. Untuk
perkemba
dan tanda-
3. Monitor status
tanda vital
pernafasan
kembali
yang
normal dengan
menandakan
terjadinya
kriteria hasil:
gagal jantung
serangan
1. Tanda vital
ngan pasien 3. Mencegah
4. Kolaborasi
jantung
dalam
dengan tim
rentan
medis lain
normal
dalam
yang
pemberian
diresepkan
terapi
sesuai
2. Dapat mentoleran
mendadak 4. Agar obat
si aktivitas,
dengan
tidak ada
yang
aktivitas
diberikan
3. Tidak ada edem paru, perifer dan tidak ada asites 4. Tidak ada penurunan kesadaran 6
Keletihan
Setelah
1. Monitor
1. Mengontrol
berhubungan
dilakukan
nutrisi
dengan
tindakkan
sumber
nutrisi pasien
peningkatan
keperawatan
energi yang
untuk
aktivitas
selama 1 x 24
adekuat
mengurangi
penyakit, rasa
jam
nyeri,
diharapkan
kecemasan
tidur/aktivitas
keletihan
pasien
yang tidak
teratasi
memadai,
dengan kriteria
pola
nutrisi yang
hasil:
dan
mengurangi
tidak memadai
lamanya
keletihan
dan
tidur/
dan
2. Kaji tingkat
asupan
keletihan 2. Mengetahui apakah
3. Monitoring tidur
pasien cemas untuk
depresi/stres emosional.
1. Glukosa
istirahat
3. Mengetahui
darah
pasien
apakah
adekuat
istirahat/ tidur
2. Kecemasan
pasien cukup
menurun 3. Istirahat cukup
7
Defisit
Setelah
1. Berikan penilai 1. Untuk
pengetahuan
dilakukan
tentang tingkat
memberi
b/d
tindakkan
pengetahuan
semangat
keterbatasan
keperawatan
proses
terhadap
kognitif dan
selama 1x 24
penyakit yang
pasien dan
salah
jam
spesifik pada
keluarg
intrprestasi
diharapkan
pasein dan
informasi
keluarga klaen
keluarga
pengetahua
2. Gambarkan
2. Agar keluarga mengenali dan tidak panik
proses
tanda dan
saat
penyakit dan
gejala yang
mengetahui
perilaku hidup
bisa muncul
tanda gejala
sehat dengan
pada penyakit
tersebut
kriteria hasil:
dengan tepat
1. Pasien
dan
3. Diskusikan
3. Agar keluarga bisa memilih
keluarga
pilihan terapi
tindakan yang
menyatakan
atau
tepat buat
pemahaman
penanganan
klaen
tentang
pada keluarga
penyakit,
4. Dukung
4. Untuk mengguragi
kondisi dan
pasien dan
beban
program
keluarga untuk
keluarga
pengobatan
mengeksplora
dengan cara
sikan
berpendapat
2. Pasien
dan
keluarga
pendapat
5. Agar keluarga
mampu
dengan cara
bisa segera
melaksanaka
yang tepat
lapor terhadap
n prosedur
5. Intruksikan
tim medis jika
yang
keluarga
menggetahui
dijelaskan
pasien
tanda gejala
secara benar
mengenai
tersebut
3. Pasien
dan
tanda dan
keluarga
gejala untuk
mampu
melaporkan
menjelaskan
pada tim
kembali apa
kesehatan
yang
(perawat)
dijelaskan perawat dan tim kesehatan lain
BAB IV PENUTUP
7.1 Kesimpulan Dari penjelasan yang kami sampaikan dalam tugas ini, maka dapat disimpulkan bahwa SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) merupakan penyakit multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks antar faktor genetik, dan faktor lingkungan, yang semuanya dianggap ikut memainkan peran untuk menimbulkan aktivitasi hebat sel B, sehingga menghasilkan pembuatan berbagai autoantibody polispesifik. Selain
itu,
pada
banyak
penderita
SLE
gambaran
klinisnya
membingungkan. Sehingga sering terjadi keterlambatan diagnosis penyakit SLE. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi auto anti bodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.
7.2 Saran Oleh karena itu, penulis memberikan beberapa saran : 1. Perlu mengenali gejala-gejala pada penyakit lupus ini agar dapat ditangani dengan baik sejak awal untuk mempercepat proses penyembuhan dan atau merawat penyakit ini untuk menghindari penyebarannya keseluruh organ tubuh. 2. Perlu mengetahui tindakan-tindakan untuk proses penyembuhan penyakit ini. 3. Perlu mendapatkan informasi yang lebih dalam makalah ini tentang penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA Yanih Irma, Departemen epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia., Received 24
June 2016, received in revised from 21 July 2016, Accepted 29 July 2016, Publised online : 31 October 2016 Jhumpyojoseph.http//wordpress.com/2015/03/18/asuhan-keperawatansystemics-lupus-erythematosus-sle/ http://docslide.net/documents/laporan-pendahuluan-sle-578997874f354.html