ASPEK GEOGRAFI, DAN SUMBER DAYA ALAM
II
WILAYAH MAKRO
A B
Kebijakan SDA Wilayah Makro I.
Kawasan rawan bencana alam : kawasan rawan banjir kawasan rawan tanah longsor kawasan rawan letusan gunung berapi kawasan rawan gempa bumi kawasan rawan gelombang pasang kawasan rawan tsunami
kawasan rawan kekeringan kawasan rawan abrasi kawasan rawan angin topan kawasan rawan gas beracun Kawasan lindung geologi kawasan lindung kars kawasan cagar alam geologi kawasan imbuhan air
II.
B
Topografi Wilayah Makro
Gambar 2. 1 Peta Topografi Wilayah Makro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
Secara Secara umum kondisi topografi wilayah studi makro Boyolali dan sekitarnya sangat beragam namun didominasi oleh dataran rendah. Kabupaten boyolali sebagai wilayah perencanaan, bagian barat merupakan daerah dataran tinggi yang terdiri dari perbukitan, dan kaki pegunungan dengan ketinggian antara 700 – 1500 meter dpl, meliputi kecamatan Musuk, Ampel, Cepogo dan Selo. Wilayah bagian timur hingga utara merupakan dataran rendah dan perbukitan landai dengan ketinggian antara 75 – – 400 meter dpl, meliputi wilayah Kecamatan Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi, Ngemplak, Simo, Nogosari, Karanggede, Andong, Klego, Kemusu, Wonosegoro, Juwangi dan Sebagian Boyolali.
Klimatologi Wilayah Makro
Gambar 2. 2 Peta Klimatologi Wilayah Makro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Secara umum iklim kabupaten boyolali dan sekitarnya termasuk wilayah beriklim tropis dengan dua musim bergantian sepanjang tahun, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Bulan Juli sampai dengan bulan Oktober merupakan musim kemarau, sedangkan musim penghujan antara bulan Oktober hingga bulan Juni. Kabupaten boyolali sebagai wilayah perencanaan memiliki ratarata curah hujan tahunan sebesar 2448 mm/tahun dengan jumlah hari Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
hujan sebanyak 118 hari. Kecamatan musuk, ampel, cepogo, cepogo, dan selo memilki intensitas hujan sedang hingga tinggi, antara 2500-4500 mm/tahun. Kecamatan Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Boyolali Sambi, Ngemplak, Simo, Nogosari, Karanggede, Karanggede, Andong ,Klego, Kemusu, Wonosegoro, Juwangi Juwangi cenderung memiliki intensitas intensitas hujan rendah hingga sedang, antara 1500-2500 mm/tahun. Temperatur udara wilayah Kabupaten Boyolali, bervariasi antara 22 o – 25oC. Wilayah, dan kelembaban udara 60-80%.
Litologi Wilayah Makro
Gambar 2. 3 Peta Litologi Wilayah Makro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Persebaran jenis tanah di kabupaten boyolali dan sekitarnya sangat bervariasi bervariasi mulai dari litosol, andosol, regosol, grumosol, grumosol, dan alluvial. Persebaran jenis tanah dan batuan di kabupaten boyolali sebagai wilayah perencanaan adalah sebagai berikut : Tanah asosiasi lisotol dan grumosol terdapat di wilayah Kecamatan Kemusu Kemusu,, Klego, Andong, Karanggede, Wonosegoro Wonosegoro,, dan Juwangi Juwangi.. Tanah lisotol cokelat cokelat terdapat di wilayah Kecamatan Kecamatan Cepogo, Cepogo, Ampel, dan Selo.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Tanah regosol regosol kelabu terdapat terdapat di wilayah wilayah Kecamatan Cepogo, Ampel, Boyolali, Mojosongo, Mojosongo, Banyudono, Banyudono, Teras dan Sawit. Sawit. Tanah litosol dan regosol kelabu terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo, Musuk, dan Selo. Tanah regosol regosol cokelat cokelat terdapat terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo, Cepogo, Musuk, Mojosongo, Teras, Sawit, dan Banyudono. Tanah andosol cokelat terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo, Ampel, dan Selo. Tanah kompleks regosol kelabu dan dan grumosol terdapat di wilayah Kecamatan Kemusu Kemusu,, Wonosegoro Wonosegoro,, dan Juwangi. Tanah grumosol kelabu tua terdapat di wilayah Kecamatan Andong, Klego, dan dan Juwangi Juwangi.. Tanah kompleks andosol andosol kelabu tua dan litosol litosol terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo, Ampel, dan Selo. S elo. Tanah asosiasi grumosol kelabu tua dan litosol terdapat di wilayah Kecamatan Simo, Sambi, Nogosari, dan Ngemplak. Tanah mediteran cokelat tua terdapat di wilayah Kecamatan Kemusu,, Klego, Andong, Karanggede, Wonosegoro Kemusu Wonosegoro,, Simo, Nogosari, Ngemplak, Mojosongo, Sambi, Teras, dan Banyudono. Banyudono. Dari persebaran jenis tanah diatas, didapatkan beberapa karakteristik khusus kawasan yang dapat diidentifikasi berdasarkan jenis tanah. Berikut adalah beberapa karakteristik jenis tanah yang terdapat di wilayah studi: 1. Tanah litosol merupakan hasil pelapukan pelapukan batuan letusan gunung gunung api, unsur organik pada tanah ini tidak terlalu banyak, dapat dimanfaatkan utuk tanaman rumput bagi ternak, palawija seperti jagung serta tanaman tanaman keras seperti jati. 2. Tanah andosol sangat kaya dengan mineral, unsur hara, air dan mineral sehingga sangat baik untuk tanaman. Tanah ini sangat cocok untuk segala jenis tanaman yang ada di dunia. persebaran tanah andosol biasanya terdapat di daerah yang dekat dengan gunung berapi. Tanah regosol tergolong tanah muda sehingga miskin unsur hara. Cocok untuk tanaman yang tda memerlukan banyak air. 3. Tanah grumusol grumusol terbentuk terbentuk dari pelapukan pelapukan batuan batuan kapur dan tuffa vulkanik. Kandungan organik di dalamnya rendah karena dari
II
A
B
Studio Proses Perencanaan E |
B
batuan kapur, sehingga tinggi kandungan kapur. Cocok untuk tanaman keras seperti kayu jati. 4. Tanah aluvial merupakan jenis tanah yang terjadi karena endapan lumpur biasanya yang terbawa karena aliran sungai. Tanah ini biasanya ditemukan dibagian hilir karena dibawa dari hulu. Tanah ini sangat cocok untuk pertanian baik padi ataupun palawija seperti jagung dan tembakau.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
WILAYAH MESO II B
Kebijakan SDA Wilayah Meso 1. kawasan rawan bencana alam terdiri atas : Daerah rawan banjir Daerah rawan banjir lahar dingin Daerah rawan tanah longsor Daerah rawan kebakaran hutan Daerah rawan angin topan;
A Daerah rawan kekeringan. 2. kawasan lindung geologi terdiri atas : kawasan rawan letusan gunung berapi; kawasan rawan gempa bumi kawasan imbuhan air tanah.
Topografi Wilayah Meso
Gambar 2. 4 Peta Topografi Wilayah Meso Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Pada wilayah meso memiliki kelerengan 0-8% (datar), 8-15% (landai), 15-25% (agak curam), 25-40% (curam), dan >40% (sangan Studio Proses Perencanaan E |
B
curam). Untuk Kabupaten Boyolali memiliki kelerengan datar, landai, agak curam, curam, sangat curam. Untuk Kecamatan Kedungjati, Gubug, Karangrayung, Karangrayung, Pewangan, dan Geyer di Kabupaten Grobogan memiliki kelerengan datar dan landai. Kecamatan Bringin dan suruh di Kabupaten Semarang memiliki kelerengan datar, landai, curam dan sangat curam. Hal ini menunjukan wilayah meso dari Kabupaten Boyolali dan kecamatan disekitar wilayah mikro (Juwangi, Kemusu, Wonosegoro) memiliki topografi yang tidak merata.
WILAYAH MIKRO DAN PERKOTAAN Wilayah Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro (JKW) memiliki luas wilayah sebesar 272,07 km 2 yaitu 26.8% dari luas Kabupaten Boyolali. Kecamatan JKW memiliki jumlah 41 desa dengan batas wilayah dapat dilihat pada BAB I yaitu peta administrasi Kecamatan JKW sebagai wilayah studi mikro. Adapun wilayah perencanaan dari Kecamatan JKW memiliki 2 kawasan perkotaan, pertama adalah kawasan perkotaan Juwangi Raya yang terdiri dari Kelurahan Juwangi dan Kelurahan Pilangrejo. P ilangrejo. Kedua adalah kawasan perkotaan Wonosegoro Wonosegoro Raya yang terdiri dari Kelurahan Wonosegoro dan Kelurahan Ketoyan.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Topografi Wilayah Mikro B
II A B
Gambar 2. 5 Peta Topografi Wilayah Mikro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Berdasarkan klasifikasi kelas lereng dari Undang-Undang Tata Ruang, Kecamatan JKW sebagai wilayah perencanaan mikro, memiliki kelerengan yang beragam mulai dari kelerengan tergolong datar (08%) hingga kelerengan yang tergolong curam (8-15%). Kelerengan datar adalah kelerengan yang mendominasi Kecamatan JKW, kelerengan landai ada di Kelurahan Cerme, Sambeng, Kalimati, Krobokan, Ngaren, Gunungsari, Garangan, Jatilawang, dan Kendel yakni 9 dari 41 desa di wilayah Kecamatan JKW. Kelerengan datar cocok jika digunakan sebagai kawasan budidaya dan kawasan konservasi yaitu pertanian, permukiman, dan juga pembangunan infrastruktur. Semakin ke utara, kelerengan akan semakin landai seperti di Kecamatan Juwangi menuju Kabupaten Grobogan. Kelerengan landai cocok jika digunakan untuk perkebunan dan pertanian dengan sistem irigasi terasering. Morfologi Kecamatan JKW beragam mulai dataran rendah di bagian selatan dan perbukitan landai menuju utara.
Studio Proses Perencanaan E |
Klimatologi Wilayah Mikro B
II A B
Gambar 2. 6 Peta Klimatologi Wilayah Mikro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Curah hujan di Weleri Raya termasuk ke dalam kategori rendah hingga sedang dengan intensitas hujan 1500-2500 mm/tahun. Intensitas hujan sangat mempengaruhi produktivitas komoditas padi di wilayah Kecamatan JKW mengingat mayoritas sistem persawahan yang digunakan adalah sawah tadah hujan yang sangat bergantung pada besarnya intensitas hujan tiap tahunnya. Kecamatan JKW yang juga memiliki topografi yang datar hingga landai dapat memperkecil terjadinya aliran air permukaan tanah yang tinggi sehingga memperkecil potensi longsor. Curah hujan juga berdampak pada tingginya produktivitas air tanah di Kecamatan JKW. Dengan intensitas hujan rendah hingga sedang, produktivitas air tanah Kecamatan JKW tergolong langka, namun tetap dapat dimanfaatkan sebagai cadangan air bersih
Studio Proses Perencanaan E |
Hidrologi Wilayah Mikro B
II A B
Gambar 2. 7 Peta Hidrologi Wilayah Mikro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Terdapat dua karakteristik hidrologi di JKW Raya karena terletak pada dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS serang dan DAS tuntang. Akan tetapi, DAS serang merupakan DAS yang mendominasi mendominasi di JKW raya, kecuali sebagian dari wilayah utara kecamatan Kemusu dan sebagian dari wilayah barat kecamatan juwangi. Sungai serang merupakan salah satu sungai terbesar di boyolali dimana salah satu muaranya adalah waduk kedung ombo yang terletak di kecamatan kemusu, sekaligus menjadi waduk terbesar di Jawa Tengah.
Studio Proses Perencanaan E |
Litologi Wilayah Mikro B
II A B
Gambar 2. 8 Peta Litologi Wilayah Mikro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Jenis tanah di JKW raya adalah asosiasi litosol dan grumosol, grumosol kelabu tua, komplek regosol dan grumosol, serta mediteran coklat tua. jenis tanah litosol memiliki tekstur lempung pasiran dan lempung geluhan dengan laju infiltrasi lambat. Tanah Litosol merupakan tanah yang memiliki solum tanah yang dangkal dan sangat peka terhadap erosi, sehingga tanaman yang cocok ditanam pada tanah-tanah jenis ini adalah tanaman keras, rumput, dan palawija. Tanah regosol merupakan hasil erupsi gunung api yang baru diendapkan disungai. Tanah regosol berbutir kasar, berwarna kelabu hingga kuning, dengan bahan organic organi c yang rendah shingga tidak dapat menampung air dan mneral yang dibutuhkan tanaman dengan baik. Regosol lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau atau buah-buahan yg tidak banyak membutuhkan air. Tanah grumosol merupakan tanah dengan kandungan lempung yang tinggi, artinya tanah ini dapat menampung air dalam jumlah besar, sangat lekat ketika basah, dan5 pecah-pecah ketika kering. Merupakan tanah dengan warna kelabu hingga hitam serta ph netral Studio Proses Perencanaan E |
higga alkalis. Grumosol banyak dimanfaatkan untuk pertanian jenis rumput-rumputan atau pohon jati.
II
Bahaya Geologi Wilayah Mikro
A
Gambar 2. 9 Peta Bahaya Geologi Wilayah Mikro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Rawan bencana merupakan aspek yang perlu diperhatikan karena rawan bencana akan mengakibatkan kerugian jika bencana Studio Proses Perencanaan E |
B
B
tersebut terjadi. Mitigasi bencana merupakan respon terhadap dari adanya rawan bencana. Berdaarkan RTRW Kabupaten Boyolali tahun 2011-2031, JKW raya memiliki daerah rawan bencana berupa rawan banjir kekeringan, angin kencang, dan kebakaran sebanyak 19 desa. Jumlah desa yang termasuk rawan banjir adalah yaitu 6 desa (Kalinanas, Gosono, Bojong, Banyusri, Jerukan, dan Kayen). 8 desa rawan kekeringan (Kalinanas, Jerukan, Ngaren, Krobokan, Bercak, Bengle, Repaking, dan Ketoyan Ketoyan). ). 5 desa rawan angin kencang (Repaking, Gunungsari, Jatilawang, Gosono, dan Wonosegoro Wonosegoro), ), serta 29 desa rawan kebakaran hutan (Cerme, Juwang Juwangi, i, Sambeng, Pilangrejo,, Pilangrejo Jerukan, Kayen, Kalimati, Krobokan, Ngaren, Kedungmulyo, Wonoharjo, Ngleses, Kemusu, Guwo, Bercak, Bojong, Bengle, Garangan, Gosono, Wonosegoro, Ketoyan, Bolo, Lemahireng, Lemahireng, Kauman, Bawu, Kendel, Klewor, Genengsari, Kedungrejo, dan Watugede) dari 41 desa di seluruh JKW raya yang tersebar di tiga kecamatan.
KAWASAN PERKOTAAN Wilayah perencanaan dari Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro memiliki 2 kawasan perkotaan, pertama adalah kawasan perkotaan Juwangi Raya yang terdiri dari Kelurahan Juwangi dan Kelurahan Pilangrejo. Kedua adalah kawasan perkotaan Wonosegoro Wonosegoro Raya yang terdiri dari Kelurahan K elurahan Wonosegoro Wonosegoro dan Kelurahan Ketoyan.
Topografi Kawasan Perkotaan Dilihat dari aspek topografi, kawasan perkotaan juwangi memilki kelerengan datar dan landai. Kelerengan datar (0-8%) mendominasi dan sebagian kecil kelerengan landai (8-15%) ditemukan di bagian utara. Sedangkan kawasan perkotaan wonosegoro memiliki kelerengan yang homogen yakni kelerengan datar (0-8%).
Klimatologi Kawasan Perkotaan Dilihat dari aspek klimatologi, kawasan perkotaan juwangi memiliki curah hujan yang homogen, sekitar 2000mm/tahun yang tergolong rendah, begitu halnya dengan kawasan perkotaan
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
wonosegoro dengan curah hujan homogen sekitar 2500 mm/tahun yang tergolong sedang.
II
Hidrologi Kawasan Perkotaan
A
Dilihat dari aspek hidrologi, kawasan perkotaan Juwangi dan kawasan perkotaan wonosegoro berada dalam DAS yang sama yakni DAS Serang.
Litologi Kawasan Perkotaan Dilihat dari aspek litologi, kawasan perkotaan Juwangi didominasi jenis tanah Kompleks Regosol Kelabu dan sebagian kecil Grumusol Kelabu dan Kelabu Tua. Sedangkan kawasan perkotaan Wonosegoro memiliki jenis tanah Kompleks Grumusol Kelabu dan Litosol, dan komplek regosol kelabu dan grumosol kelabu tua.
Bahaya Geologi Kawasan Perkotaan Kawasan perkotaan Wonosegoro, yaitu Kelurahan Ketoyan merupakan salah satu dari 8 desa yang dikategorikan sebagai desa rawan kekeringan. Sementara Kelurahan Wonosegoro termasuk dalam 5 desa rawan angin kencang. Kawasan Perkotaan Juwangi merupakan kawasan yang mayoritas tata guna lahan disana adalah hutan produksi dari PERHUTANI. Sehingga, kawasan perkotaan Juwangi, yakni Kelurahan Juwangi dan Kelurahan Pilangrejo merupakan desa dengan kategori desa rawan terjadi kebakaran hutan.
ASPEK KEPENDUDUKAN KEBIJAKAN TERKAIT KEPENDUDUKAN -
Kebijakan perluasan cakupan peserta program KB Kebijakan Pengurangan Pengurangan Angka Kematian Ibu (AKI), (AKI), Angka Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA), Kebijakan Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular (Demam Berdarah, TB Paru dan HIV/AIDS), Kebijakan Peningkatan Peningkat an mutu dan standar pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan yang dapat dijangkau masyarakat tidak mampu melalui : Studio Proses Perencanaan E |
B
B
Optimalisasi pelayanan pelayanan RSUD dengan model BLUD. - Kebijakan implementasi implementasi penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun - Kebijakan memperbesar akses warga miskin untuk mendapatkan mendapatkan pendidikan tinggi. - Kebijakan peningkatkan peningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki kemampuan yang kompetitif untuk meningkatkan peluang usaha dan pendapatan. - Kebijakan Mengeliminasi diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan politik, ekonomi dan publik - Kebijakan Peningkatan kualitas hidup anak dan perempuan melalui : Sistem perlindungan dan kesejahteraan kesejahteraan sosial terpadu
II
WILAYAH MAKRO Kondisi Kependudukan Komponen penting pada bagian ini adalah penyajian dan mendeskripsikan tentang data kependudukan, perkembangan dan kepadatan serta jenis pekerjaan penduduk juga proyeksi pertumbuhan penduduk. Selanjutnya komponen ekonomi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan indikator ekonomi serta keunggulan komparatif dan kompetitif berdasarkan masing-masing sektor di deskripsikan juga. Kemudian komponen keuangan daerah disajikan juga untuk melihat sejauh mana penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta realisasinya. Pentingnya masalah penduduk dikarenakan penduduk merupakan sumberdaya manusia yang berperan dalam men yusun dan mensintesis perencanaan. Peranan atau partisipasinya sangat diperlukan agar hasil perencanaan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan. Penduduk dapat berperan sebagai pelaku dan juga sebagai sasaran dalam proses perencanaan pembangunan bahkan berpeluang menjadi korban suatu perencanaan yang tidak baik. Dinamika pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan menjadi persoalan bagi pemerintah dalam menata pembangunan yang diarahkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarat, sehingga faktor manusia tetap mengambil peran yang penting terutama dalam Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
mengendalikan pertumbuhan penduduk tersebut, penyelenggaraan pemerintahan, pemerintahan, pembangunan pembangunan daerah dan kemasyarakatan.
II
Struktur dan Komposisi Penduduk
A B
B
- Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel II. 1 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan Total Berdasarkan Total Berdasarkan Total Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jenis Kelamin Kabupaten/ 2013 2014 2015 Kota L
P
L
P
L
P
Boyolali
468693
483124
471653
486204
471653
486204
Semarang
478695
495397
485278
502279
485278
502279
Grobogan
661109
675195
664853
679107
664853
679107
Klaten
563989
585005
566449
587591
566449
587591
Salatiga
87343
91251
88612
92581
88612
92581
Karanganyar
415578
424593
419566
428689
419566
428689
Sragen
427320
444669
429077
446523
429077
446523
Sukoharjo
420983
428523
424628
432309
424628
432309
Magelang
613112
608569
619125
614570
624973
620523
Surakarta
246982
260843
248066
262011
248066
262011
Sleman 581423 576962 582663 578713 588368 579113 Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
- Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Klasifikasi penduduk berdasarkan struktur umur sangat membantu pemerintah dan dunia usaha untuk menyusun program dan strategi terkait dengan kesiapan umur produktif dan siap bekerja pada suatu wilayah. Penggambaran penduduk menurut struktur umur juga berguna untuk mengetahui jumlah penduduk produktif dan penduduk non produktif. Hal ini akan berpengaruh pada angkatan kerja di suatu wilayah serta tingkat ketergantungan penduduk non produktif pada penduduk produktif. Penggambaran penduduk menurut struktur umur juga diperlukan untuk perhitungan penyediaan fasilitas sosial dan ekonomi. Dilihat dari struktur umur penduduk, suatu wilayah dapat dikategorikan dalam 3 klasifikasi, yaitu: 1) Penduduk tua (old population), jika penduduk yang berumur antara 0-14 tahun < 30 persen dan penduduk yang berumur +65 tahun > 10 persen; 2) Studio Proses Perencanaan E |
Penduduk muda (young population), jika penduduk yang berumur antara 0-14 tahun > 40persen dan penduduk yang berumur +65 < 5 persen. 3) Penduduk produktif (productive population), jika penduduk yang berumur antara 0-14 tahun berkisar 30 persen sampai 40 persen dan penduduk yang berumur +65 tahun berkisar antara 5 persen sampai 10 persen. Distribusi penduduk berdasarkan berdasarkan kelompok umur di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada piramida dibawah ini,
Penduduk Kabupaten Boyolali berdasarkan Kelompok umur 2015 >64 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 -15
-10
-5 Laki - laki
0
5
10
15
Perempuan
Diagram 2. 1 Piramida Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2015 Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kabupaten Dalam Angka, 2016
Berdasarkan data penduduk, struktur penduduk Kabupaten Boyolali menurut kelompok umur memperlihatkan struktur umur produktif. Pada tahun 2015 jumlah penduduk usia produktif relatif lebih banyak dibanding kelompok usia lainnya. Diperkirakan laju pertumbuhan tingkat angkatan kerja akan tumbuh pesat dimana sebagai daerah yang berkembang, tentu lapangan kerja semakin besar dan akan berdampak langsung terhadap kebutuhan jumlah tenaga kerja yang besar pula.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
II
Penduduk Wilayah Makro Menurut Kelompok Umur Tahun 2015 B A B
60-64 50-54 40-44 30-34 20-24 10-14 0-4 -15
-10
-5 Perempuan
0
5
10
Laki Laki
Diagram 2. 2 Piramida Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2015 Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kabupaten Dalam Angka, 2016
Berdasarkan data penduduk, struktur penduduk wilayah makro menurut kelompok umur memperlihatkan struktur umur produktif. Pada tahun 2015 jumlah penduduk usia produktif relatif lebih banyak dibanding kelompok usia lainnya. Diperkirakan laju pertumbuhan tingkat angkatan kerja akan tumbuh pesat dimana sebagai daerah yang berkembang, tentu lapangan kerja semakin besar dan akan berdampak langsung terhadap kebutuhan jumlah tenaga kerja yang besar pula.
Pertumbuhan dan Perkembangan Penduduk Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatankekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Secara terus-menerus penduduk akan dipengaruhi oleh jumlah fertilitas yaitu bayi yang lahir (menambah jumlah penduduk), tetapi secara bersamaan akan dikurangi oleh mortalitas yaitu jumlah kematian yang terjadi pada semua golongan umur. Sementara itu mobilitas atau migrasi juga berperan imigran (pendatang) akan menambah dan emigran akan mengurangi jumlah penduduk (Ida Bagus Mantra, 1981). Dibawah ini
Studio Proses Perencanaan E |
merupakan data dari fertilitas, mortalitas dan mobilitas pada wilayah wilayah makro dalam kurun waktu 2013-2015: a. Fertilitas
II
Tabel II. 2 Tingkat Fertilitas di Kabupaten Boyolali
B
Lahir
Kabupaten/ Kota 2013
2014
2015
Boyolali
11555
11575
11482
Semarang
11016
10780
10587
Grobogan
29266
43672
-
Klaten
12121
-
-
Salatiga
9879
3396
3061
Karanganyar
-
14862
12617
Sragen
865
813
766
Sukoharjo
18951
16435
-
Magelang
-
-
-
Surakarta
7824
11361
8070
Sleman
9543
14844
9769
Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2016
Terlihat pada table diatas, bahwa jumlah fertilitas tiap tahunnya tidak meningkat, tetapi menurun. Hal tersebut di sebabkan oleh beberapa faktor. Tingginya angka fertilitas dipengaruhi oleh bagaimana pandangan dan nilai-nilai budaya dan sosial pada masyarakat, selain itu juga tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi pada masyarakat itu sendiri.
Studio Proses Perencanaan E |
A
B
b. Mortalitas Tabel II. 3 Tingkat Mortalitas Kabupaten Boyolali
II A
Mati
Kabupaten/ Kota 2013
2014
2015
Boyolali
6892
7152
7254
Semarang
5926
5883
5968
137
996
Grobogan Klaten
8428
Salatiga
98
Karanganyar
183
Sragen
744
567
Sukoharjo
4918
6012
Surakarta
5343
8958
4571
Sleman
5047
4985
5335
433
Magelang
Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2016
Pada angka mortalitas di wilayah makro, pada tahun 2013 hingga 2015 memiliki nilai fluktuatif. Pada Kabupaten Boyolali, Kabupaten Salatiga, angka mortalitas cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada Kabupaten Semarang, Kabupaten Sleman, Kota Surakarta dari tahun 2013 hingga 2015 nilainya cenderung fluktuatif.
Studio Proses Perencanaan E |
B B
c. Mobilitas
II
Tabel II. 4 Tingkat Mobilitas Kabupaten Boyolali Migrasi Masuk
Kabupaten/ Kota
B
Migrasi Keluar
2013
2014
2015
2013
2014
2015
Boyolali
7350
7883
9354
7678
8595
9063
Semarang
9475
97710
10541
9027 9027
9001
9220
896
971
1054
7127
9551
Grobogan Klaten
10378
11158
Salatiga Karanganyar Sragen
968
832
Sukoharjo
8825
10402
Surakarta
11017
11261
12151
11228
10924
11096
Sleman
14464
12885
17212
11121
4985
11267
715
Magelang
Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2016
Pada beberapa Kabupaten tiap tahunnya seperti Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Sleman, Kabupaten Semarang memiliki jumlah migrasi masuk lebih banyak dari pada migrasi keluarnya. Sedangkan pada Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten serta Kota Surakarta memiliki jumlah migrasi keluar yang lebih banyak dibandingkan migrasi masuk.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
d. Pertumbuhan Penduduk Tabel II. 5 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Boyolali
II
Kabupaten/ Kota
Tingkat Pertumbuhan Penduduk (%)
Boyolali
0,66
Semarang
1,42
Grobogan
0,61
Klaten
0,47
Salatiga
1,47
Karanganyar
1,00
Sragen
0,44
Sukoharjo
0,91
Magelang
0,40
Surakarta
0,48
Sleman
1,21
Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2016
Dari tabel diatas terjadi variasi pertumbuhan penduduk antar Kabupaten/ Kota dan terjadi penyebaran pertumbuhan penduduk di wilayah makro pada tahun 2015. Prosentase pertumbuhan penduduk terbesar terdapat pada Kebupaten Salatiga. e. Proyeksi Penduduk Untuk dapat merencanakan pembangunan di masa yang akan datang, maka proyeksi jumlah penduduk sangat diperlukan dalam menghitung besaran kebutuhan perencanaan kawasan.Tujuannya adalah untuk menjadi informasi ilmiah bagi para pihak untuk menentukan arah kebijakan pembangunan daerah terutama kaitannya terhadap ketersediaan daya dukung lahan dan kelembagaan masyarakat bila asumsi pertumbuhan penduduk akan mencapai jumlah tertentu. Dalam menentukan arahan pengembangan kawasan perencanaan wilayah makro, dibuat proyeksi penduduk selama rentang waktu 2013-2035. Adapun tahapan yang dilalui dalam penghitungan penghitungan proyeksi penduduk adalah dengan menghitung tingkat pertambahan penduduk alamiah (sudah termasuk komponen migrasi neto). Tingkat pertumbuhan penduduk diasumsikan bahwa kebijakan Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
percepatan pengembangan perekonomian (melalui penggalian secara intensif potensi-potensi yang dimiliki oleh wilayah perencanaan) serta kebijakan ketenagakerjaan (pemberian berbagai bentuk insentif untuk membuka m embuka peluang usaha baru dan sekaligus menyerap tenaga kerja) mempunyai dampak positif kepada pertumbuhan penduduk di wilayah perencanaan. 11200000
y = 44548x + 10039358 R² = 0.8935
11000000 10128453
10800000 10600000 10110547
10400000 10200000 10000000 9800000 9600000
10039358
9400000 Tahun Tahun Tahun 2013 2014 2015
Diagram 0.1 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Wilayah Makro Tahun 20132015 Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kabupaten Dalam Angka, 2016
Tahun
Tabel II. 6 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Wilayah Makro 2020 2025 2030
Proyeksi Penduduk
10.351.194
10.573.934
10.796.674
2035 11.019.414
Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kabupaten Dalam Angka, 2016
Dari hasil perhitungan proyeksi penduduk menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan jumlah penduduk wilayah makro setiap 5 tahunnya adalah sekitar 200ribu penduduk.
Persebaran dan Kepadatan Penduduk a. Distribusi penduduk Memperhatikan data yang diperoleh, dapat di ketahui konsentrasi jumlah penduduk yang paling tinggi terdapat di Kabupaten Grobogan dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 sebesar 1.336.304 jiwa, karena memang jika dilihat dari luas wilayahnya, Kabupaten Grobogan memiliki wilyaha yang paling luas diantara 11 Kabupaten/ Kota lainnya. Sedangkan jumlah penduduk yang terkecil terdapat di Kota Salatiga dengan jumlah Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
penduduk pada tahun yang sama hanya sebesar 178594 jiwa, dengan luas wilayah yang tidak besar. Kepadatan penduduk dimasing-masing Kabupaten/ Kota terus meningkat seiring adanya pertumbuhan penduduk sekaligus menjadi penentuan peningkatan permintaan dan penawaran barang dan jasa atau dalam istilah pemasaran sebagai konsumen. Sebaran penduduk wilayah makro dapat dilihat pada tabel dibawah Tabel II. 7 Jumlah Penduduk Wilayah Makro Tahun 2013-2015 Jumlah Penduduk
Kabupaten/ Kota 2013
2014
2015
Boyolali
951817
957857
957857
Semarang
974092
987557
987557
Grobogan
1336304
1343960
1343960
Klaten
1148994
1154040
1154040
Salatiga
178594
181193
181193
Karanganyar
840171
848255
848255
Sragen
871989
875600
875600
Sukoharjo
849506
856937
856937
Magelang
1221681
1233695
1245496
Surakarta
507825
510077
510077
Sleman
1158385
1161376
1167481
Sumber: Provinsi Dalam Angka, 2016
b. Kepadatan penduduk Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk menggambarkan tekanan penduduk terhadap luas wilayah. Jumlah penduduk terus bertambah, sedangkan lahan yang ada tetap, mengakibatkan kepadatan semakin bertambah tinggi. Kepadatan penduduk dapat menjadi alat untuk mengukur kualitas dan daya tampung lingkungan. Kepadatan penduduk per kabupaten/kota kabupaten/kota di wilayah makro dilihat pada table berikut ini
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Tabel II. 8 Kepadatan Penduduk Wilayah Makro Kabupaten/ Kota
Tingkat Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
II
Boyolali
545
Semarang
1 057
Grobogan
654
Klaten
1768
Salatiga
3471
Karanganyar
1109
Sragen
929
Sukoharjo
1852
Magelang
6666
Surakarta
11631
Sleman
2031
Sumber: Provinsi Dalam Angka, 2016
Kepadatan penduduk pada wilayah makro mengalami perubahan setiap tahunnya, berdasarkan hasil perhitungan kepadatan pendudu. Dilihat dari data kepadatan penduduk pada tahun 2015, wilayah yang mengalami tingkat kepadatan paling tinggi adalah Kota Surakarta dengan kepadatan penduduk penduduk tahun 2015 sebesar 11631 jiwa per km 2 , dan wilayah dengan tingkat kepadatan paling rendah berada di Kabupaten Boyolali dengan jumlah kepadatan penduduk pada tahun 2015 sebesar 545 jiwa per km2 .
WILAYAH MESO Struktur Penduduk Pada wilayah meso Boyolali, kelompok usia penduduk terbanyak adalah 64 tahun keatas. Sementara kelompok penduduk dengan usia tersedikit adalah kelompok usia 60-64 tahun. Melihat gambaran umum dari piramida penduduk yang ada, penduduk usia non produktif akan lebih banyak menanggung penduduk usia non produktif. Hal ini berdampak pada dependency ratio yang cenderung tinggi untuk wilayah meso, yaitu 56,01. Diartikan bahwa disetiap 100 penduduk produktif menanggung 56 orang.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II B
Pendudu Pe ndudukk Wila Wilayah yah Meso (Boyolali) A B
>64 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 15
10
5
Laki - laki
0
5
10
15
Perempuan
Diagram 2. 3 Piramida Penduduk Kabupaten Boyolali Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kabupaten Dalam Angka, 2016
Kelahiran dan Kematian Pada wilayah meso Boyolali, terjadi perbedaan tren untuk kelahiran dan kematian. Jumlah kelahiran mengalami fluktuasi perkembangan pada rentang waktu 2013-2015. Sementara itu, untuk jumlah kematian mengalami tren peningkatan pada rentang waktu tersebut. Kondisi yang berbeda terjadi di wilayah meso non Boyolali, jumlah kelahiran dan kematian mengalami tren kenaikan selama 3 tahun terakhir.
Studio Proses Perencanaan E |
II
14000 12000
B
10000
B
A
8000 6000 4000 2000 0 Kelahiran
2013
Kematian
2014
2015
Diagram 2. 4 Jumlah Kelahiran dan Kematian Kabupaten Boyolali Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kabupaten Dalam Angka, 2016
Migrasi Pada wilayah meso Boyolali, migrasi masuk dan keluar mengalami tren peningkatan pada 3 tahun terakhir. Dibandingkan secara langsung, pada tahun 2013 dan 2014 jumlah migrasi keluar lebih banyak dibanding migrasi masuk. Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada tahun 2015, penduduk masuk lebih banyak dibanding penduduk keluar. Hal ini berbeda dengan kondisi kondisi dari wilayah meso non Boyolali, terjadi fluktuasi perkembangan untuk jumlah migrasi masuk. Akan tetapi untuk migrasi keluar mengalami tren kenaikan pada tiap tahunnya.
Studio Proses Perencanaan E |
II
10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
B A B
Migrasi Masuk
2013
Migrasi Keluar
2014
2015
Diagram 2. 5 Jumlah Migrasi Kabupaten Boyolali Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kabupaten Dalam Angka, 2016
Pertumbuhan dan Kepadatan Pada wilayah meso, pertumbuhan penduduk yang terjadi tidak begitu signifikan. Untuk wilayah meso yang termasuk ke dalam Kabupaten Boyolali hanya berkisar antara 0.66, sementara untuk wilayah meso yang tidak termasuk ke dalam Kabupaten Boyolali hanya berkisar 0.39%. Sementara itu, berkaitan dengan kondisi kepadatan penduduk, penduduk, wilayah meso yang termasuk ke dalam Kabupaten Boyolali juga lebih padat dibanding yang tidak termasuk ke dalam Kabupaten Boyolali. Pada wilayah meso yang termasuk ke dalam Kabupaten Boyolali, kepadatan penduduk berkisar 545 Jiwa/Km 2. Lebih padat dibanding kepadatan penduduk penduduk di wilayah meso non Boyolali. Tabel II. 9 Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Wilayah Meso Pertumbuhan Penduduk Wilayah Meso (Boyolali)
0.66%
Wilayah Meso (Non Boyolali)
0.39%
Kepadatan Penduduk (jiwa /km2) 545 524
Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kabupaten Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
WILAYAH MIKRO II
Struktur Penduduk
B
Pada wilayah mikro, kondisi struktur penduduk relative sama. Penduduk usia produktif lebih banyak dibanding penduduk usia non produktif. Kelompok umur dengan jumlah penduduk terbanyak terbanyak adalah 10-20 tahun. Sementara itu, penduduk tersedikit berada pada kelompok umur 60-64 tahun. Banyaknya Banyaknya usia non produktif kemudian berimplikasi kepada tingginya angka dependency ratio di wilayah terkait. Sementara itu, untuk usia produktif banyak yang bermigrasi ke luar wilayah, untuk bekerja ataupun pindah dan menetap. Hal ini diakibatkan oleh ketersediaan lapangan kerja dan fasilitas pelayanan yang ada dirasa kurang mencukupi, sehingga harus bermigrasi keluar wilayah.
B
Piramida Penduduk Juwangi >64 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 15
10
5 Perempuan
0
5
10
15
Laki-Laki
Diagram 2. 6 Piramida Penduduk Kecamatan Juwangi Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
A
II
Piramida Penduduk Kemusu B A
>64 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
B
15
10
5
0
5
Perempuan
10
15
Laki-Laki
Diagram 2. 7 Piramida Penduduk Pendu duk Kecamatan Kemusu Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Piramida Penduduk Wonosegoro >64 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 15
10
5 Perempuan
0
5
10
15
Laki-Laki
Diagram 2. 8 Piramida Penduduk Wonosegoro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
2.2.4.1 Kelahiran dan Kematian II
Kondisi kelahiran dan kematian di wilayah mikro mengalami fluktuasi perkembangan pada 3 tahun akhir. Jumlah kelahiran dan kematian mencapai jumlah terbanyak pada tahun 2014, untuk hampir seluruh wilayah mikro. Sementara itu, perbandingan antara jumlah kelahiran dan kematian relative ekstrim, dimana jumlah kelahiran 2 X lebih banyak dibanding jumlah kematian, untuk di wilayah mikro Kemusu dan Woosegoro. Pada wilayah Juwangi, jumlah kelahiran justru lebih banyak 2 X dibanding jumlah kematian. Kondisi di wilayah Juwangi tersebut kemudian berimplikasi pada tingkat pertumbuhan yang tinggi di wilayah tersebut. Tabel II. 10 Tingkat Kelahiran dan Kematian Wilayah Mikro Kelahiran
Kematian
2013
2014
2015
2013
2014
2015
Kemusu
252
456
273
196
318
194
Wonosegoro
507
635
556
323
361
372
Juwangi
266
496
642
108
230
213
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
Diagram Kelahiran dan Kematian 700 600 500 400 300 200 100 0 Kelahiran Kemusu
Kelahiran Wonosegoro
Kelahiran Juwangi 2013
2014
Kematian Kemusu
Kematian Wonosegoro
Kematian Juwangi
2015
Diagram 2. 9 Tingkat Kelahiran dan Kematian Wilayah Mikro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
2.2.4.2 Migrasi II
Pada rentang waktu 2013-2015, terjadi fluktuasi perkembangan jumlah migrasi masuk dan keluar di wilayah mikro. Untuk wilayah Kemusu dan Wonosegoro, jumlah migrasi keluar lebih banyak dibanding jumlah migrasi masuk. Kondisi ini berbeda dari wilayah Juwangi, dimana migrasi masuk lebih banyak dibanding migrasi kelaur. Hal ini kemudian berimplikasi kepada kondisi pertumbuhan penduduk di wilaya Juwangi, yang lebih tinggi dibanding 2 wilayah lainnya. Kondisi ini disebabkan oleh banyaknya penduduk terutama ynga berusia produktif yang bermigrasi keluar wilayah, untuk bekerja atau pindah dan menetap di wilayah lain. Tabel II. 11 Migrasi Masuk dan Keluar Wilayah Mikro Migrasi Masuk
Migrasi Keluar
2013
2014
2015
2013
2014
2015
Kemusu
107
153
73
102
289
166
Wonosegoro
197
195
243
260
251
354
Juwangi
37
44
12
19
15
19
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
Diagram Migrasi Wilayah Mikro 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Migrasi MasukMigrasi MasukMigrasi Masuk Migrasi Keluar Migrasi Keluar Migrasi Keluar Kemusu Wonsegoro Juwangi Kemusu Wonosegoro Juwangi 2013
2014
2015
Diagram 2. 10 Tingkat Migrasi Wilayah Mikro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk II
Pada wilyah mikro, pertumbuhan penduduk yang terjadi tidak begitu signifikan. Untuk wilayah Kemusu dan Wonosegoro hanya berkisar antara 0.1 hingga 0.2 %. Kondisi ini berbeda dengan kondisi di wilayah Juwangi, dimana angka pertumbuhan penduduk 1.4% di tahun terakhir. Kondisi ini disebabkan oleh jumlah kelahiran yang lebih tinggi dibanding kematian, serta jumlah penduduk masuk yang lebih banyak dibanding penduduk keluar di wilayah Juwangi. Semenetara itu, berkaitan dengan kondisi kepadatan penduduk, wilayah Wonosegoro merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan tertinggi dibanding wilayah lainnya. Walaupun luas wilayah Wonosegoro merupakan yang terluas, akan tetapi jumlah penduduknya penduduknya juga lebih banyak dibanding wilayah lainnya. Kepadatan nantinya berpengrauh terhadap kemungkinan pembangunan permukiman dan lainnya. Tabel II. 12 Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Wilayah Mikro Tingkat Pertumbuhan Penduduk
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Kemusu
0.11
471
Wonosegoro
0.16
596
Juwangi
1.4
449
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E dari K ecamatan Dalam Angka, 2016
KAWASAN PERKOTAAN Struktur dan Komposisi Penduduk A. Jumlah Penduduk Penduduk Wilayah perkotaan di wilayah studi terdiri dari 2 daerah, yaitu perkotaan Juwangi dan Wonosegoro. Adapun perkotaan Juwangi berada di Kecamatan Juwangi, dan perkotaan Wonosegoro berada di Kecamatan Wonosegoro. Perkotaan Juwangi terdiri dari 2 kelurahan, yaitu Juwangi dan Pilangrejo, Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
sementara perkotaan Wonosegoro terdiri dari 2 kelurahan juga, yaitu Wonosegoro dan Ketoyan. Rata-rata penduduk di daerah tersebut 4011 jiwa. Sebanyak 13% penduduk di wilayah studi (Kecamatan Juwangi, Wonosegoro dan Kemusu) menempati wilayah perkotaan, dengan dengan 87 % sisanya tinggal di wilayah non perkotaan Tabel II. 13 Jumlah Penduduk Kawasan Perkotaan Kelurahan
L
P
Jumlah
Sex Ratio
Juwangi
2477
2795
5272
88.3
Pilangrejo
2112
2210
4322
95.61
Ketoyan
1653
1689
3342
97.86
Wonosegoro
1529
1578
3107
96.89
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E dari K ecamatan Dalam Angka, 2016
Perbandingan Jumlah Penduduk Perkotaan dan Non Perkotaan Perkotaan 13%
Non-Perkotaan 87% Perkotaan
Non-Perkotaan
Diagram 2. 11 Perbandingan Jumlah Penduduk Perkotaan dan Non Perkotaan Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
B. Jumlah Penduduk Penduduk Berdasarkan Berdasarkan Jenis Kelamin Kelamin Pada wilayah perkotaan, perbandingan laki-laki dan perempuan relative sama dengan wilayah non perkotaan, yaitu penduduk didominasi oleh wanita dengan perbanidngan 52 % perempuan di perkotaan, dan 51% perempuan di wilayah non perkotaan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
adalah banyaknya laki-laki yang ber migrasi keluar wilayah perkotaan, untuk bekerja terutama. Tabel II. 14 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Desa Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Ratio Juwangi 2477 2795 5272 88,3 Ketoyan 1653 1689 3342 97,8 Pilangrejo 2112 2210 4322 95.61 Wonosegoro 1529 1578 3107 96.89 Non-Perkotaan 53274 54668 107942 97,4 Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E dari K ecamatan Dalam Angka, 2016
Komposisi Penduduk Perkotaan Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-Laki 48% Perempuan 52%
Laki-Laki
Perempuan
Diagram 2. 12 Komposisi Penduduk Perkotaan berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
II
Komposisi Penduduk Non-Perkotaan Berdasarkan Jenis Kelamin B A B Laki-Laki 49% Perempuan 51%
Laki-Laki
Perempuan
Diagram 2. 13 Komposisi Penduduk Non Perkotaan berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
C. Jumlah Penduduk Penduduk Berdasarkan Berdasarkan Kelompok Kelompok Umur Pada kawasan perkotaan, kelompok umur dengan jumlah terbanyak adalah kelompok umur 64 tahun+, dan paling sedikit di usia 60-64 tahun. Dengan jumlah penduduk usia non produktif lebih banyak, menjadikan dependency ratio di wilayah studi terkategorikan tinggi. Adapun hal ini disebabkan oleh beberapa penyebab, diantaranya diantaranya adalah banyak penduduk usia produktif yang keluar wilayah perkotaan, baik yang pindah secara tetap, ataupun temporal. Tabel II. 15 Jumlah Penduduk Kawasan Perkotaan berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur 0-5 6-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39
Perkotaan L 485 698 698 760 511 449 566 534
P 441 654 729 678 544 533 446 558
Jumlah 926 1352 1427 1438 1055 982 1012 1092
Non-Perkotaan Kelompok Umur L P 0-5 4465 4457 6-9 5356 5396 10-14 6356 5916 14-19 6095 5425 20-24 3946 4292 25-29 4014 4421 30-34 4385 4708 35-39 4188 4312
Studio Proses Perencanaan E |
Jumlah 9368 10752 12272 11520 8238 8435 9093 8500
Kelompok Umur 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 64+
Perkotaan L 524 512 499 426 311 764
P 601 590 568 400 358 939
Non-Perkotaan Kelompok Umur L P 40-44 4382 4528 45-49 4150 4582 50-54 4070 4198 55-59 3226 3065 60-64 2547 2720 64+ 6229 7616
Jumlah 1125 1102 1067 826 669 1703 15776
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
Piramida Penduduk Perkotaan 64+ 4,8% 60-64 1,9% 55-59 2,7% 50-54 3,1% 45-49 3,2% 40-44 3,3% 35-39 3,4% 30-34 3,6% 25-29 2,8% 20-24 3,2% 15-19 4,8% 10 Sampai 14 4,4% 5 Sampai 9 4,4% 0-4 3,1% -6%
-4%
-2%
5,9% 2,2% 2,5% 3,6% 3,7% 3,8% 3,5% 2,8% 3,3% 3,4% 4,2% 4,6% 4,1% 2,8% 0%
Perempuan
2%
4%
6%
8%
Laki-Laki
Diagram 2. 14 Piramida Penduduk Pendud uk Kawasan Perkotaan Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Pada kawasan perkotaan, kelompok umur dengan jumlah terbanyak adalah kelompok umur 64 tahun+, dan paling sedikit di usia 60-64 tahun. Dengan jumlah penduduk usia non produktif lebih banyak, menjadikan dependency ratio di wilayah studi terkategorikan tinggi. Adapun hal ini disebabkan oleh beberapa penyebab, diantaranya adalah banyak penduduk usia produktif yang keluar wilayah perkotaan, baik yang pindah secara tetap, ataupun temporal.
Studio Proses Perencanaan E |
Jumlah 8910 8732 8268 6291 5267 13845 121451
B
A
B
II
Pertumbuhan dan Perkembangan Penduduk A. Fertilitas dan Mortalitas Fertilitas di kawasan perkotaan relative lebih tinggi dibandingkan kawasan non perkotaan. Dibandingkan dengan jumlah kematian juga kelahiran lebih tinggi. Tingkat kelahiran kemudian diterjemahkan dengan angka kelahiran umum atau General Fertility Ratio. Pada perkotaan Juwangi, nilai GFR nya adalah 59, yang berarti terdapat 59 kelahiran pada 100 wanita usai produktif. Sementara untuk perkotaan Wonosegoro nilai GFR nya adalah 29. Sementara itu, untuk angka keamtain, diterjemahkan dengan angka kematian umum yaitu Crude Death Ratio. Pada perkotaan Juwangi dan Wonosegoro masing-masing memiliki nilai 4 dan 5, yang berarti terdapat 4 dan 5 kematian di tiap 1000 penduduk. Tabel II. 16 Fertilitas dan Mortilitas Kawasan Perkotaan Desa
Lahir
Mati
Juwangi
65
18
Pilangrejo
75
27
Ketoyan
24
7
Wonosegoro
24
24
188
76
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
B. Migrasi Masuk Migrasi masuk dan keluar adalah instrument yang digunakan untuk mengetahui mobilitas warga, dengan salah satu indikatornya adalah mobilitas netto. Mobilitas netto adalah perbandingan atau pengurangan antara jumlah penduduk masuk dengan jumlah penduduk keluar. Perbedaan ekstrim antara jumlah penduduk yang melakukan mobilitas masuk dengan keluar akan mengidentifikasi sebuah masalah di suatu wilayah. Jika jumlah penduduk masuk secara ekstrim lebih banyak dibanding penduduk akan berimplikasi pada kepadatan penduduk serta pertumbuhan penduduk yang akan meningkat. Jika jumlah penduduk keluar secara ekstrim, dapat terindikasi Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
bahwa terjadi suatu masalah di wilayah tersebut, sebagai contoh adalah bencana alam. Pada wilayah perkotaan, migrasi keluar lebih banyak dibanding migrasi masuk. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan dan ketidakseusian kualifikasi pekerjaan, sehingga banyak penduduk yang kemudian bermigrasi keluar wilayah perkotaan. Adapun migrasi masuk perkotaan disebabkan oleh penduduk yang inging mememnuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk aktifitas pendidikan serta perdagangan dan jasa. Tabel II. 17 Jumlah Migrasi M igrasi Masuk Kawasan Perkotaan Perkotaan
Migrasi Masuk 2013
2014
2015
Juwangi
0
8
0
Pilangrejo
16
0
0
Ketoyan
8
0
5
Wonosegoro
20
12
8
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
Migrasi Masuk Kawasan Perkotaan 30 28 25 20 15
16 13
12 10 8 5 0 2013
0 2014 Juwangi
0 2015 Wonosegoro
Diagram 2. 15 Jumlah Migrasi Masuk M asuk Kawasan Perkotaan Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
C. Migrasi Keluar Tabel II. 18 Jumlah Migrasi Keluar Kawasan Perkotaan
II
2013
2014
2015
Juwangi
0
6
4
Pilangrejo
0
0
0
Ketoyan
11
0
22
Wonosegoro
39
30
10
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
Migrasi Keluar Kawasan Perkotaan 60 50 40 30 20 10 0 Tahun 2013
B
Migrasi Keluar
Kawasan Perkotaan
Tahun 2014 Juwangi
Tahun 2015 Wonosegoro
Diagram 2. 16 Jumlah Migrasi Keluar Kawasan Perkotaan Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
II
Total Migrasi M igrasi Kawasan Perkotaan 60
B
50
B
A
40 30 20 10 0 Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Migrasi Masuk Juwangi
Migrasi Keluar Juwangi
Migr Mi gras asii Ma Masu sukk Wo Wono nose sego goro ro
Migr Mi gras asii Ke Kelu luar ar Wo Wono nose sego goro ro
Diagram 2. 17 Total Migrasi Masuk M asuk dan Keluar Kawasan Perkotaan Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E dari K ecamatan Dalam Angka, 2016
D. Tingkat Urbanisasi Tingkat urbanisasi adalah ukuran pertumbuhan pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan. Pada wilayah perkotaan, laju pertumbuhan penduduknya lebih banyak dibanding wilayah non perkotaan. Hal ini disebabkan oleh penduduk yang masuk serta angka kelahiran dan kematian di wilayah perkotaan, yang berimplikasi pada laju pertumbuhan penduduk sendiri.
Tahun
Tabel II. 19 Tingkat Urbanisasi Kawasan Perkotaan Laju Pertumbuhan Laju Pertumbuhan Laju Tingkat Penduduk Penduduk Peertumbuhan Urbanisasi Perkotaan Pedesaan Penduduk Total
2013
17,47%
1,12%
1,87%
1,74%
2014
17,37%
0,12%
-0,74%
-0,59%
2015
17,49% Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E dari K ecamatan Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
II
2.50% 2.00%
B A
1.87% 1.74%
B
1.50% 1.00%
Laju Pertumbuhan Penduduk Perkotaan
1.12%
Laju Pertumbuhan Penduduk Pedesaan
0.50% 0.12%
0.00% -0.50%
Laju Pertumbuhan Penduduk Keseluruhan
-0.59% -0.74%
-1.00% 2013-2014
2014-2015
Diagram 2. 18 Laju Pertumbuhan Penduduk Kawasan Perkotaan Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E dari K ecamatan Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
II
ASPEK EKONOMI WILAYAH MAKRO
B
Kebijakan Ekonomi Wilayah Makro
B
A
Pengembangan Pengembangan sektor perekonomian kawasan pertanian lahan basah kawasan pertanian lahan kering kawasan peruntukan perkebunan
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi Makro 2011-2015 7.0% 6.0% 5.0% 4.0% 3.0% 2.0% 1.0% 0.0% 2011-2012
2012-2013
2013-2014
Boyolali
Semarang
Grobogan
Klaten
Salatiga
Sragen
Sukoharjo
Magelang
Surakarta
Sleman
Karanganyar
2014-2015
Diagram 2. 19 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Makro Tahun 2011-2015 Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Pertumbuhan Ekonomi dapat menggunakan menggunakan data PDRB ADHK. Produk Domestik Regional Bruto memiliki nilai yang beragam setiap tahunnya, perubahannya tergantung pada masing-masing sektornya. Pertumbuhan ekonomi dapat dihitung menggunakan rumus Laju Pertumbuhan Ekonomi. Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan nilai pertumbuhan dan dideskripsikan dengan diagram bar. Diagram diatas menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah makro memiliki pertumbuhan Studio Proses Perencanaan E |
ekonomi yang fluktuatif. Jika dibandingkan dengan antar wilayah makro. Nilai PDRB wilayah makro tergolong stabil. Hal ini menandakan bahwa perekonomian tidak dalam masa kritis, nilai pertumbuhannya pun masih masih mendekati mendekati nilai pertumbuhan ekonomi di Provinsi Provinsi Jawa Tengah sebesar 5,4%
Struktur Ekonomi STRUKTUR EKONOMI MAKRO 2015 12%
Pertanian
14%
Pertambangan 2%
6%
Industri Listrik
12%
Bangunan 28%
Perdagangan Angkutan Keuangan
15% 11%
0%
Jasa
Diagram 2. 20 Struktur Ekonomi Wilayah Makro Tahun 2015 Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017 Tabel II. 20 Komposisi Struktur Ekonomi Wilayah Makro Tahun 2015 Komposisi Struktur Ekonomi Sektor Struktur Sektor Primer
Pertanian, Pertambangan
16%
Sektor Sekunder
Industri, Listrik, Bangunan
39%
Sektor Tersier
Perdagangan, Jasa, Angkutan, Keuangan
45%
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Struktur ekonomi diatas merupakan gabungan dari 9 sektor ekonomi. Dari hasil interpretasi diagram pie diatas dapat dilihat bahwa sektor yang paling mendominasi adalah sektor industri sebesar 28%. Jika dilihat secara struktur ekonomi lingkup wilayah makro didominasi oleh sektor tersier dengan komposisi 45% sektor perdagangan, sektor angkutan, sektor jasa, dan sektor keuangan. Kontribusi kedua diduduki Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
oleh sektor sekunder. Sektor sekunder ini mempunyai mempunyai komposisi 39% dan terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, dan sektor pengadaan listrik dan gas. Sektor terakhir adalah sektor primer mempunyai komposisi sebesar 16% yang terdiri dari sektor pertanian dan pertambangan. Dengan mendominasinya sektor tersier, dapat disimpulkan bahwa wilayah studi makro merupakan wilayah yang cukup maju dengan berkembanganya sektor tersier dimana masyarakat berfokus pada kegiatan perdagangan dan jasa. Jika dikaitkan dengan teori transisi perekonomian, perekonomian, masyarakat masyarakat wilayah makro sudah menduduki tahap komsumsi masal dengan karakteristik industri yang stabil, pergeseran ke ekonomi tersier (kwarter), tingkat pendapatan tinggi.
Analisis LQ Location Qoutient (LQ) adalah sebuah analisis yang digunakan untuk menganalisis dan mengetahui perkembangan tingkat spesialisasi sector-sektor di suatu daerah serta mengetahui sectorsektor perekonomian yang menjadi sector basis dan sektor non basis di Kabupaten Boyolali. Dalam menganalisis perhitungan Location Qoutient dibutuhkan data berupa PDRB 11 Kabupaten yang meliputi, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Klaten, Kota Salatiga, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten SUkoharjo, Kabupaten Magelang, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sleman dengan periode tahun 2011 sampai tahun 2015 baik berdasarkan harga konstan maupun harga berlaku. Data tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 9 sektor ekonomi untuk mengetahui pendapatan pendapatan dan produksi riil di Kabupaten Boyolali terhadap 11 Kabupaten di wilayah Makro. Selanjutnya dilakukan perhitungan LQ per tahun dari tahun 2011 sampai 2015 dan selanjutnya dihitung rata-rata sehingga dapat diketahui sektor mana yang merupakan sektor basis dan sektor non basis. Berikut adalah hasil perhitungan LQ dari tahun 2011-2015 berdasarkan berdasarkan PDRB ADHB yang selanjutnya dilakukan rata-rata untuk melihat gambaran umumnya.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Tabel II. 21 Perhitungan LQ Wilayah Makro berdasarkan PDRB ADHB No
SEKTOR
LQ 2011
LQ 2012
LQ 2013
LQ 2014
LQ 2015
1
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2
Pertambangan dan Penggalian
1.6179 Berdaya Saing 2.6836 Berdaya Saing 1.0701
1.7429 Berdaya Saing 2.5974 Berdaya Saing 1.0546
1.5834 Berdaya Saing 2.6003 Berdaya Saing 1.0716
1.571 Berdaya Saing 2.6596 Berdaya Saing 1.0766
3
Industri Pengolahan
Berdaya Saing
Berdaya Saing
Berdaya Saing
Berdaya Saing
4
Pengadaan Listrik, Gas dan Air Bersih
5
Konstruksi
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
7
Transportasi, Angkutan dan Komunikasi
8
Keuangan, Real Estate dan Asuransi
9
Jasa dan Sosial
0.2403 Tidak Berdaya Saing 0.5973 Tidak Berdaya Saing 0.8824 Tidak Berdaya Saing 0.7832 Tidak Berdaya Saing 0.5197 Tidak Berdaya Saing 0.8404 Tidak Berdaya Saing
0.2218 Tidak Berdaya Saing 0.5905 Tidak Berdaya Saing 0.8518 Tidak Berdaya Saing 0.7739 Tidak Berdaya Saing 0.5719 Tidak Berdaya Saing 0.8531 Tidak Berdaya Saing
0.2087 Tidak Berdaya Saing 0.5862 Tidak Berdaya Saing 0.8581 Tidak Berdaya Saing 0.7985 Tidak Berdaya Saing 0.5724 Tidak Berdaya Saing 0.8962 Tidak Berdaya Saing
0.2004 Tidak Berdaya Saing 0.5954 Tidak Berdaya Saing 0.85 0.85 Tidak Berdaya Saing 0.82 0.82 Tidak Berdaya Saing 0.56 0.56 Tidak Berdaya Saing 0.88 0.88 Tidak Berdaya Saing
1.688 Berdaya Saing 2.65 Berdaya Saing 0.96 Tidak Berdaya Saing 0.4 Tidak Berdaya Saing 0.59 Tidak Berdaya Saing 0.86 Tidak Berdaya Saing 0.81 Tidak Berdaya Saing 0.58 Tidak Berdaya Saing 0.90 Tidak Berdaya Saing
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
LQ Ratarata 1.64 Berdaya Saing 2.63 Berdaya Saing 1.05 Berdaya Saing 0.25 Tidak Berdaya Saing 0.59 Tidak Berdaya Saing 0.86 Tidak Berdaya Saing 0.79 Tidak Berdaya Saing 0.56 Tidak Berdaya Saing 0.87 Tidak Berdaya Saing
B
A
B
II
Berdasarkan tabel perhitungan LQ berdasarkan PDRB ADHB diatas dapat dilihat sektor yang menjadi basis dan non basis. Sektor yang masuk kedalam kelompok basis adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan. Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, real estate dan asuransi; pengadaan listrik, gas dan air bersih; konstruksi; transportasi, angkutan dan komunikasi; jasa dan sosial merupakan sektor yang masuk kelompok non basis. Selain menggunakan PDRB ADHB, pada penelitian ini juga menggunakan PDRB ADHK. Hal ini berguna sebagai perbandingan apakah ada perbedaan yang signifikan antara kedua data. Berikut adalah hasil perhitungan LQ dari tahun 20011-2015 berdasarkan PDRB ADHK yang selanjutnya dilakukan rata-rata untuk melihat gambaran umumnya.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tabel II. 22 Perhitungan LQ Wilayah Makro berdasarkan PDRB ADHK SEKTOR LQ 2011 LQ 2012 LQ 2013 LQ 2014 LQ 2015 LQ Rata-rata Pertanian, 2.08 1.65 1.64 1.64 1.35 1.67 Kehutanan, Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Saing dan Perikanan Saing Saing Saing Saing Saing Pertambangan 2.88 2.61 2.60 2.62 2.11 2.56 dan Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Saing Penggalian Saing Saing Saing Saing Saing Industri 1.19 1.11 1.13 1.14 0.81 1.07 Pengolahan Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Tidak Saing Saing Saing Saing Berdaya Berdaya Saing Saing Pengadaan 0.31 0.31 0.30 0.3 0.30 0.3 Listrik, Gas Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Berdaya dan Air Bersih Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Saing Saing Saing Saing Saing Saing Konstruksi 0.63 0.58 0.57 0.58 0.46 0.57 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Saing Saing Saing Saing Saing Saing Perdagangan, 0.97 0.88 0.87 0.87 0.68 0.86 Hotel dan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Berdaya Restoran Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Saing Saing Saing Saing Saing Saing Transportasi, 0.42 0.74 0.74 0.76 0.6 0.65 Angkutan dan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Berdaya Komunikasi Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Saing Saing Saing Saing Saing Saing Keuangan, 0.62 0.56 0.55 0.54 0.42 0.54 Real Estate Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Berdaya dan Asuransi Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Saing Saing Saing Saing Saing Saing Jasa dan 0.91 0.82 0.83 0.84 0.68 0.82 Sosial Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Saing Saing Saing Saing Saing Saing Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Berdasarkan tabel rata-rata LQ wilayah makro (PDRB ADHK) diatas dapat dilihat sektor yang menjadi basis dan non basis. Sektor yang masuk kedalam kelompok basis adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
pengolahan. Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, real estate dan asuransi; pengadaan listrik, gas dan air bersih; konstruksi; transportasi, angkutan dan komunikasi; jasa dan sosial merupakan sektor yang masuk kelompok non basis. Meskipun nilai LQ ADHK dan LQ ADHB tidak sama, namun tidak terdapat perbedaan antara LQ ADHK dengan LQ ADHB. Keduanya menunjukkan sektor basis dan sektor non basis yang sama. Sektor yang masuk kedalam kelompok basis adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan. Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, real estate dan asuransi; pengadaan listrik, gas dan air bersih; konstruksi; transportasi, angkutan dan komunikasi; jasa dan sosial merupakan sektor yang masuk kelompok non basis.
Analisis Shift-Share Analisis shift-share merupakan analisis yang dapat digunakan untuk menilai kinerja perekonomian daerah terhadap perekonomian wilayah dengan cakupan administrasi diatas wilayah analisis, posisi suatu sektor dalam ekonomi agregat dan identifikasi sektor unggulan suatu wilayah. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan agregat yang lebih besar secara regional. Dalam perhitungan ini menggunakan data PDRB PDRB 11 Kabupaten yang meliputi, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Klaten, Kota Salatiga, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Magelang, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sleman dengan periode tahun 2011 sampai tahun 2015. Dalam Analisis ini dibandingkan 11 Kabupaten sebagai wilayah Makro dengan Kabupaten Boyolali. Berikut hasil perhitungan pertumbuhan ekonomi tiap sektor dan Interpretasinya.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
M (PS)
Ri-Ra -
Tabel II. 23 Interpretasi Hasil Shifshare Wilayah Makro berdasarkan PDRB ADHB INTERPRETASI KOMPONEN M dan S S (DS) R (Laju Aktual)
ri-Ri
SHIFT-SHARE =
M (PS)
40.50%
40.50%
-17.78% -17.78%
16.13%
-10.22%
65.05%
65.05%
16.13%
23.98%
-20.64%
62.48%
62.48%
23.98%
42.53%
12.68%
12.68%
-88.98%
-7.88%
49.96%
49.96%
-1.30%
88.98% -1.30% -
-9.14%
29.51%
29.51%
-20.50% -20.50%
3.38%
-1.95%
60.56%
60.56%
3.38%
-3.16%
9.95%
65.94%
65.94%
-3.16% -3.16%
3.81%
4.59%
67.53%
67.53%
3.81%
20.50%
S (DS)
B A B
KETERANGAN
Manual
-0.86%
17.78%
KETERANGAN
II
Berkembang Lebih Lambat Berkembang Lebih Cepat Berkembang Lebih Cepat Berkembang Lebih Lambat Berkembang Lebih Lambat Berkembang Lebih Lambat Berkembang Lebih Cepat Berkembang Lebih Lambat Berkembang Lebih Cepat
-0.86%
-10.22%
-20.64%
42.53%
-7.88%
-9.14%
-1.95%
Kurang Kompetitif Kurang Kompetitif Kurang Kompetitif Lebih Kompetitif Kurang Kompetitif Kurang Kompetitif Kurang Kompetitif
9.95%
Lebih Kompetitif
4.59%
Lebih Kompetitif
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Menurut hasil perhitungan Analisis Shift-Share berdasarkan PDRB ADHB di Kabupaten Boyolali apabila dibandingkan wilayah Makro maka sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Konstruksi; serta Perdagangan, Hotel dan Restoran tergolong dalam sektor yang berkembang lambat lambat dan kurang kompetitif. kompetitif. Sedangkan Pertambangan Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; dan Transportasi, T ransportasi, Angkutan dan Komunikasi tergolong dalam sektor yang berkembang lebih cepat namun kurang kompetitif. Pengadaan Listrik, Air, dan Gas; dan Studio Proses Perencanaan E |
Keuangan, Real Estate dan Asuransi tergolong dalam sektor-sektor yang berkembang lambat namun memiliki sifat yang lebih kompetitif, sedangkan jasa dan sosial tergolong dalam sektor yang berkembang lebih cepat dan lebih kompetitif. Tabel II. 24 Interpretasi Hasil Shifshare Wilayah Makro berdasarkan PDRB ADHK INTERPRETASI KOMPONEN M dan S M (PS)
S (DS)
R (Laju Aktual) M (PS)
KETERANGAN
S (DS)
KETERANGAN
Ri-Ra
ri-Ri
SHIFT-SHARE = Manual
7.43%
-26.19%
10.69%
10.69%
7.43%
Berkembang Lebih Cepat
-26.19%
Kurang Kompetitif
1.71%
-11.35%
19.81%
19.81%
1.71%
Berkembang Lebih Cepat
-11.35%
Kurang Kompetitif
34.70%
-25.23%
38.92%
38.92%
34.70%
Berkembang Lebih Cepat
-25.23%
Kurang Kompetitif
-29.00%
20.67%
21.13%
21.13%
-29.00%
Berkembang Lebih Lambat
20.67%
Lebih Kompetitif
5.06%
-11.96%
22.55%
22.55%
5.06%
Berkembang Lebih Cepat
-11.96%
Kurang Kompetitif
1.88%
-17.35%
13.99%
13.99%
1.88%
Berkembang Lebih Cepat
-17.35%
Kurang Kompetitif
-51.15%
58.65%
36.95%
36.95%
-51.15%
Berkembang Lebih Lambat
58.65%
Lebih Kompetitif
18.40%
-24.55%
23.29%
23.29%
18.40%
Berkembang Lebih Cepat
-24.55%
Kurang Kompetitif
12.51%
-9.58%
32.38%
32.38%
12.51%
Berkembang Lebih Cepat
-9.58%
Kurang Kompetitif
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Menurut hasil perhitungan Analisis Shift-Share berdasarkan PDRB ADHK di Kabupaten Boyolali apabila dibandingkan wilayah Makro sektor Pengadaan Listrik, Air, dan Gas; dan Transportasi, Angkutan dan Komunikasi tergolong dalam sektor-sektor yang berkembang lambat namun memiliki sifat yang lebih kompetitif, sedangkan sektor-sektor lainnya tergolong dalam sektor yang berkembang lebih cepat, namun kurang kompetitif. Dari data diatas, diketahui bahwa antara hasil perhitungan analisis Shhift-Share menurut PDRB ADHB dengan PDRB ADHK memiliki perbedaan yang cukup besar, baik dari segi nilai maupun hasil interpretasi, hal ini dikarenakan pada untuk melihat pertumbuhannya PDRB ADHK dinilai lebih cocok karena tidak terpengaruh oleh inflasi yang terjadi di tahun tersebut. Sehingga pertumbuhan naik turunnya nilai akan terinterpretasika t erinterpretasikan n dengan jelas.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
WILAYAH MESO II
Kebijakan Ekonomi Wilayah Meso
B
Pengembangan Pengembangan sektor perekonomian o kawasan pertanian tanaman pangan : pertanian lahan basah pertanian lahan kering pertanian pangan berkelanjutan cadangan pertanian pangan berkelanjutan kawasan pertanian hortikultura o
B
A
Pertumbuhan Ekonomi Selo
Ampel
Cepogo
Musuk
Boyolali
Mojosongo
Teras
Sawit
Banyudono
Sambi
Ngemplak
Nogosari
Simo
Karanggede
Klego
Andong
Kemusu
Wonosegoro
Juwangi
Miri
Geyer
Suruh
Bancak
14.00% 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% -2.00%
2006-2007
2007-2008
2008-2009
2009-2010
2010-2011
-4.00% -6.00%
Diagram 2. 21 Pertumbuhan Ekonomi WIlayah Meso Tahun 2006-2011 Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Asumsi: Pertumbuhan ekonomi menggunakan data PDRB ADHK tahun 2006-2010 pada 19 kecamatan di Kabupaten Boyolali, dengan tambahan Studio Proses Perencanaan E |
data PDRB tahun 2006-2008 2006-2008 Kecamatan Miri, Kecamatan Suruh, Kec Bancak, tahun 2009-2010 Kecamatan Miri
II
Pertumbuhan Ekonomi dapat menggunakan menggunakan data PDRB ADHK. Produk Domestik Regional Bruto memiliki nilai yang beragam setiap tahunnya, perubahannya tergantung pada komposisi masing-masing sektornya. Pertumbuhan ekonomi dapat dihitung menggunakan rumus Laju Pertumbuhan Ekonomi. Hasil interpretasi data PDRB ADHK wilayah meso, menunjukan bahwa setiap tahun menunjukan pertumbuhan yang fluktuatif. Hal ini tentu dipengaruhi oleh PDRB ADHK masing-masing wilayahnya. wilayahnya. Terlihat pada tahun 2007-2008 terjadi peningkatan laju yang cukup tinggi dibandingkan sebelumnya pada Kecamatan Wonosegoro, dan terjadi penurunan yang cukup tinggi di Kecamatan Musuk, tetapi pada periode berikutnya pertumbuhan kembali normal dan stabil.
A
Struktur Ekonomi 11%
Pertanian Pertambangan
7% 36%
3%
Industri Listrik Bangunan Perdagangan Angkutan
24% 1%
Keuangan Jasa
3%1%
14%
Diagram 2. 22 Struktur Ekonomi Wilayah Meso Tahun 2011 Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
B
B
Tabel II. 25 Komposisi Struktur Ekonomi Wilayah Meso Tahun 2011 Struktur Ekonomi
Sektor
Komposisi Struktur
Sektor Primer
Pertanian, Pertambangan
37%
Sektor Sekunder
Industri, Listrik, Bangunan
18%
Perdagangan, Jasa, Angkutan, Sektor Tersier 45% Keuangan Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Jika dilihat dari setiap sektornya, sektor ekonomi yang paling mendominasi adalah sektor pertanian dengan komposisi 36%. Tetapi jika dilihat secara struktur ekonomi, sektor yang paling mendominasi mendominasi adalah sektor tersier dengan komposisi 45%. Sektor tersier ini terdiri dari sektor pedagangan, sektor angkutan, sektor keuangan, dan sektor jasa. Selanjutnya sektor yang mendominasi mendominasi kedua adalah sektor primer dengan komposisi 37%, sektor ini terdiri dari sektor pertanian dan sektor pertambangan. Sektor yang memiliki komposisi terendah adalah sektor sekunder dengan komposisi 18%, sektor ini terdiri dari sektor industri, sektor bangunan, dan sektor perdagangan. perdagangan. Jika dilihat secara agregatif sektor tersier adalah sektor yang paling mendominasi, artinya wilayah studi meso sudah berkembang dengan memanfaatkan aktivitas perdagangan dan jasa sebagai sektor pendorong perekonomian wilaya meso. Sama halnya dengan masyarakat wilayah makro, masyarakat wilayah meso ini sudah menduduki tahap komsumsi masal dengan karakteristik industri yang stabil, pergeseran ke ekonomi tersier (kwarter), tingkat pendapatan tinggi.
Analisis LQ Location Qoutient (LQ) digunakan untuk menganalisis dan mengetahui perkembangan tingkat spesialisasi sector-sektor di suatu daerah serta mengetahui sector-sektor perekonomian yang menjadi sector basis dan sektor non basis di Kecamatan JKW. Dalam menganalisis perhitungan Location Qoutient dibutuhkan data berupa PDRB Kabupaten Boyolali dan data PDRB Gabungan dari Kecamatan JKW tahun 2005 sampai tahun 2011 baik berdasarkan harga konstan maupun harga berlaku. Data tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 9 sektor ekonomi untuk mengetahui pendapatan dan produksi riil di Kecamatan JKW terhadap Kabupaten Boyolali. Selanju tnya dilakukan Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
perhitungan LQ per tahun dari tahun 2005 sampai 2011 dan selanjutnya dihitung rata-rata sehingga dapat diketahui sektor mana yang merupakan sektor basis dan sektor non basis. Berikut adalah hasil perhitungan LQ dari tahun 2005-2011 berdasarkan PDRB ADHB yang selanjutnya dilakukan rata-rata untuk melihat gambaran umumnya. Tabel II. 26 Perhitungan LQ Wilayah Meso berdasarkan PDRB ADHK NO SEKTOR LQ TOTAL KETERANGAN 1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1,305 Sektor Basis 2 Pertambangan dan Penggalian 1,344 Sektor Basis 3 Industri Pengolahan 0,277 Sektor non Basis 4 Pengadaan Listrik, Gas dan Air Bersih 0,957 Sektor non Basis 5 Konstruksi 0,985 Sektor non Basis 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,146 Sektor Basis 7 Transportasi, Angkutan dan Komunikasi 0,565 Sektor non Basis 8 Keuangan, Real Estate dan Asuransi 1,205 Sektor Basis 9 Jasa dan Sosial 0,749 Sektor non Basis Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Berdasarkan tabel rata-rata LQ wilayah meso (PDRB ADHK) diatas dapat dilihat sektor yang menjadi basis dan non basis. Sektor yang masuk kedalam kelompok basis adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; perdagangan, perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, real estate dan asuransi. Sedangkan sektor industri pengolahan; pengadaan listrik, gas dan air bersih; konstruksi; transportasi, angkutan dan komunikasi; jasa dan sosial merupakan sektor yang masuk kelompok non basis. Selain menggunakan PDRB ADHK, pada penelitian ini juga menggunakan PDRB ADHB. Hal ini berguna sebagai perbandingan apakah ada perbedaan yang signifikan antara kedua data. Berikut adalah hasil perhitungan LQ dari tahun 2005-2011 berdasarkan PDRB ADHB yang selanjutnya dilakukan rata-rata untuk melihat gambaran umumnya.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel II. 27 Perhitungan LQ Wilayah Meso berdasarkan PDRB ADHB LQ SEKTOR KETERANGAN TOTAL Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1,318 Sektor Basis Pertambangan dan Penggalian 1,330 Sektor Basis Industri Pengolahan 0,272 Sektor non Basis Pengadaan Listrik, Gas dan Air Bersih 0,913 Sektor non Basis Konstruksi 0,945 Sektor non Basis Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,084 Sektor Basis Transportasi, Angkutan dan 0,566 Sektor non Basis Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Asuransi 1,233 Sektor Basis Jasa dan Sosial 0,729 Sektor non Basis
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat sektor yang menjadi basis dan non basis. Sektor yang masuk kedalam kelompok basis adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, real estate dan asuransi. Sedangkan sektor industri pengolahan; pengadaan listrik, gas dan air bersih; konstruksi; transportasi, angkutan dan komunikasi; jasa dan sosial merupakan sektor yang masuk kelompok non basis. Meskipun nilai LQ ADHK dan LQ ADHB tidak sama, namun tidak terdapat perbedaan antara LQ ADHK dengan LQ ADHB. Keduanya menunjukkan sektor basis dan sektor non basis yang sama. Sektor yang masuk kedalam kelompok basis adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; perdagangan, perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, real estate dan asuransi. Sedangkan sektor industri pengolahan; pengadaan listrik, gas dan air bersih; konstruksi; transportasi, angkutan dan komunikasi; jasa dan sosial merupakan sektor yang masuk kelompok non basis.
Analisis Shift Share Analisis shift-share merupakan analisis yang dapat digunakan untuk menilai kinerja perekonomian daerah terhadap perekonomian wilayah dengan cakupan administrasi diatas wilayah analisis, posisi Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
suatu sektor dalam ekonomi agregat dan identifikasi sektor unggulan suatu wilayah. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan agregat yang lebih besar secara regional. Dalam perhitungan ini menggunakan data PDRB Kabupaten Boyolali dan PDRB Gabungan Kecamatan JKW tahun 2005 dan 2011. Berikut hasil perhitungan pertumbuhan ekonomi tiap sektor Kecamatan JKW dan Interpretasinya. Tabel II. 28 Interpretasi Hasil Shifshare Wilayah Meso berdasarkan PDRB ADHB INTERPRETASI KOMPONEN M dan S M (PS)
S (DS)
R (Laju Aktual) M (PS)
KETERANGAN
S (DS)
KETERANGAN
Ri-Ra
ri-Ri
SHIFT-SHARE = Manual
10,03%
5,29%
108,67%
108,67%
10,03%
Berkembang Lebih Cepat
5,29%
Lebih Kompetitif
38,33%
3,42%
135,10%
135,10%
38,33%
Berkembang Lebih Cepat
3,42%
Lebih Kompetitif
-31,97%
76,85%
138,23%
138,23%
-31,97%
Berkembang Lebih Lambat
76,85%
Lebih Kompetitif
23,54%
-1,69%
115,20%
115,20%
23,54%
Berkembang Lebih Cepat
-1,69%
Kurang Kompetitif
-0,64%
0,00%
92,70%
92,70%
-0,64%
Berkembang Lebih Lambat
0,00%
Kurang Kompetitif
-18,54%
5,16%
79,97%
79,97%
-18,54%
Berkembang Lebih Lambat
5,16%
Lebih Kompetitif
-25,39%
0,63%
68,59%
68,59%
-25,39%
Berkembang Lebih Lambat
0,63%
Lebih Kompetitif
12,36%
0,00%
105,71%
105,71%
12,36%
Berkembang Lebih Cepat
0,00%
Kurang Kompetitif
83,98%
123,71%
301,03%
301,03%
83,98%
Berkembang Lebih Cepat
123,71%
Lebih Kompetitif
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Tabel diatas merupakan tabel hasil perhitungan pergeseran bersih dengan menggunakan data PDRB ADHB. Dapat diketahui bahwa terdapat sektor yang maju dan sektor yang mundur. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; pengadaan listrik, gas, dan air bersih; keuangan, real estate, dan asuransi; serta jasa dan sosial tergolong dalam sektor maju. Sedangkan sektor kontruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; dan sektor transportasi, angkutan dan komunikasi merupakan sektor yang mundur. Data pergeseran bersih ini kemudian dioverlay dengan data LQ sebelumnya sebelumnya untuk mendapatkan tipologi sektor ekonomi.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Tabel II. 29 Interpretasi Hasil Shifshare Wilayah Meso berdasarkan PDRB ADHK INTERPRETASI KOMPONEN M dan S
B
II
M (PS)
S (DS)
R (Laju Aktual) M (PS)
KETERANGAN
S (DS)
KETERANGAN KETERANGAN
Ri-Ra
ri-Ri
SHIFT-SHARE = Manual
-59,37%
6,45%
16,12%
16,12%
-59,37%
Berkembang Lebih Lambat
6,45%
Lebih Kompetitif
18,84%
0,00%
87,88%
87,88%
18,84%
Berkembang Lebih Cepat
0,00%
Kurang Kompetitif
-60,23%
55,38%
64,19%
64,19%
-60,23%
Berkembang Lebih Lambat
55,38%
Lebih Kompetitif
16,62%
-5,48%
80,17%
80,17%
16,62%
Berkembang Lebih Cepat
-5,48%
Kurang Kompetitif
-8,63%
0,00%
60,41%
60,41%
-8,63%
Berkembang Lebih Lambat
0,00%
Kurang Kompetitif
146,88%
0,00%
215,92%
215,92%
146,88%
Berkembang Lebih Cepat
0,00%
Kurang Kompetitif
86,43%
0,02%
155,49%
155,49%
86,43%
Berkembang Lebih Cepat
0,02%
Lebih Kompetitif
229,70%
-89,05%
209,70%
209,70%
229,70%
Berkembang Lebih Cepat
-89,05%
Kurang Kompetitif
309,08%
-0,05%
378,07%
378,07%
309,08%
Berkembang Lebih Cepat
-0,05%
Kurang Kompetitif
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Melihat tabel hasil perhitungan pergeseran bersih dengan menggunakan PDRB ADHK secara keseluruhan tidak semua sektor yang ada pada Kecamatan JKW merupakan sektor yang maju. Meskipun data PDRB Kecamatan JKW yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun apabila dibandingkan dengan pertumbuhan Kabupaten Kabupaten Boyolali, beberapa sektor di Kecamatan JKW JKW masih tergolong mundur.
WILAYAH MIKRO Tujuan dari analisis mikro ini untuk melihat sektor basis dan keterkaitannya dengan komoditas unggulan. Selain itu, dapat diperkirakan hubungan intra wilayah di wilayah Kecamatan Juwangi, Kecamatan Wonosegoro, dan Kecamatan Kemusu.
Analisis Agregat Analisis Agregat merupakan analisis untuk melihat satu kesatuan wilayah studi secara keseluruhan. Dalam analisis agregat pembandingnya dalah wilayah makro, meso, dan mikro. Analisis agregat digunakan untuk melihat sektor-sektor perekonomian yang terspesialisi atau mampu Terspesialisasi dengan sektor lainnya dalam
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
lingkup makro dan mikro. Sektor tersebut yang akan menjadi komponen ekspor untuk menambah perekonomian wilayah . Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu wilayah secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah indikator untuk mengetahui perkembangan pembangunan wilayah. Metode perhitungan pertumbuhan ekonomi menggunakan data PDRB ADHB pada tahun tertentu. Pada pembahasan ini akan terlihat pertumbuhan ekonomi wilayah mikro terhadap wilayah meso. Tabel II. 30 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Mikro 2006-2009 Wilaya 2005200620072008Kecamatan h 2006 2007 2008 2009 Selo, Ampel, Cepogo, Musuk
1
32,12%
3,37%
0,75%
5,44%
Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono
2
38,58%
4,81%
2,50%
5,45%
Sambi, Ngemplak, Nogosari, Simo
3
47,41%
4,25%
6,06%
5,37%
Karanggede, Klego, Andong
4
45,97%
3,58%
7,19%
24,11%
Kemusu, Wonosegoro, Juwangi
5
43,11%
3,43%
7,25%
4,79%
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
II
50.00% 45.00%
B A
40.00%
B
35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% 2005-2006
2006-2007 1
2
2007-2008 3
4
2008-2009 5
Diagram 2. 23 Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan JKW dan sekitarnya Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Berdasarkan hasil analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah JKW memiliki pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif. Jika dibandingkan dengan 4 wilayah studi lainnya.Keempat wilayah studi tersebut antara lain : (1) Selo, Ampel, Cepogo , Musuk; (2) Boyolali, Banyudono, Teras, Mojosongo; (3)Simo, Sambi, Nogosari; (4) Karanggede, Klego, Andong; (5) Juwangi, Kemusu Wonosegoro. Pertumbuhan ekonomi wilayah JKW tergolong stabil walaupun sempat ada penurunan penurunan dari tahun 2005-2006.
Struktur Ekonomi Struktur ekonomi wilayah JKW tediri dari sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier. Sektor primer terdiri dari sektor pertanian, perikanan, perhutanan;dan sektor pertambangan dan penggalian. Sektor sekunder terdiri dari sektor industri pengolahan; pengolahan; listrik dan gas; dan bangunan dan konstruksi. Sektor tersier yang terdiri dari sektor Perdagangan; Angkutan& Komunikasi; Keuangan, Persewaan; JasaJasa. Struktur ekonomi dihitung menggunakan PDRB ADHB 20052009. Berdasarkan Berdasarkan PDRB ADHB 2009 dapat diketahui diketahui bahwa struktur struktur ekonomi terbesar didominasi oleh Sektor Tersier dan Sektor Primer terbesar yaitu 45,8%, sektor tersier 45,5% , dan sektor sekunder 8,6%. Dalam hal ini sektor tersier dan primer hampir sebanding tetapi pada Studio Proses Perencanaan E |
kondisi eksistingnya sebagian besar masyarakat masih bergantung pada aktivitas sektor primer. Jika dikaitkan dengan teori transisi perekonomian, masyarakat wilayah mikro masih menduduki tahap masyarakat konsumsi masal dengan karakteristik pendapatan rendah, pertumbuhan rendah, rendah, sektor pertanian menjadi basis utama ekonomi
45.5%
45.8%
Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier
8.6%
Diagram 2. 24 Struktur Ekonomi Kecamatan JKW Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Analisis LQ Location Quotient (LQ) digunakan untuk menganalisis dan mengetahui perkembangan tingkat spesialisasi sektor yang ada di setiap desa wilayah studi dan sektor apa yang menjadi sektor basis atau sektor leading. Sehingga dalam hal ini analisis location quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui sektor apa saja yang berpengaruh dan menjadi sektor basis. Data yang digunakan yaitu tenaga kerja Kecamatan Kemusu, Juwangi, dan Wonosegoro tahun 2005-2009. Berikut adalah hasil perhitungan LQ gabungan dari Kecamatan Kemusu, Juwangi, dan Wonosegoro tahun 2005-2009.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Tabel II. 31 Nilai LQ Wilayah Mikro berdasarkan PDRB ADHK Sektor
Pertanian
Industri Pengolahan
Perdagangan
Jasa-Jasa
2005
2006
2007
2008
2009
1,27
1,27
1,28
1,32
1,32
Terspesialis asi/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
1,32
1,33
1,34
1,30
1,30
Terspesialis asi/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
0,23
0,23
0,23
0,29
0,29
Kurang Terspesialis asi/NonBasis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
0,96
0,96
0,97
0,94
0,96
Kurang Terspesialis asi/NonBasis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
0,98
0,98
0,99
0,96
0,96
Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Angkutan Terspesialis Terspesialisa Terspesialisa Terspesialisa Terspesialisa asi/Nonsi/Non-Basis si/Non-Basis si/Non-Basis si/Non-Basis Basis Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Tabel II. 32 Nilai LQ Wilayah Mikro berdasarkan PDRB ADHB JKW
Pertanian
Industri Pengolahan
Perdagangan
Jasa-Jasa
2005
2006
2007
2008
2009
1,26
1,33
1,33
1,30
1,30
Terspesialis asi/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
1,27
1,37
1,36
1,99
1,31
Terspesialis asi/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
Terspesialisa si/Basis
0,20
0,21
0,21
0,29
0,29
Kurang Terspesialis asi/NonBasis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
0,89
0,94
0,94
8,94
0,90
Kurang Terspesialis asi/NonBasis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
Terspesialisa si/Basis
Kurang Terspesialisa si/Non-Basis
0,91
0,96
0,96
0,69
0,92
Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Angkutan Terspesialis Terspesialisa Terspesialisa Terspesialisa Terspesialisa asi/Nonsi/Non-Basis si/Non-Basis si/Non-Basis si/Non-Basis Basis Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Berdasarkan kedua tabel diatas dapat disimpulkan bahwa PDRB ADHK dan PDRB ADHB memiliki hasil kesimpulan yang sama. Sektor basis menurut data PDRB ADHK dan PDRB ADHB adalah sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, sedangkan sektor non basis adalah sektor perdagangan, sektor jasa-jasa dan sektor angkutan. Jika dilihat nilai LQ tiap tahunnya, Status sektor basis/nonbasis tidak mengalami perubahan. Nilai LQ pun cenderung fluktuatif tetapi tidak berubah secara signifikan sehingga status sektor basis/non-basis tidak mengalami perubahan dalam waktu 5 tahun.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Analisis Shiftshare II
Tabel II. 33 Interpretasi Hasil Shifshare Wilayah Mikro berdasarkan PDRB ADHK N (Laju Nasional)
M (PS)
S (DS)
R (Laju Aktual)
Ra-1
Ri-Ra
ri-Ri
SHIFT-SHARE
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
0,19
-0,10
0,06
0,15
Pertambangan dan Penggalian
0,19
0,33
0,00
0,52
Industri Pengolahan
0,19
0,00
0,31
0,49
Pengadaan Listrik, Gas dan Air Bersih
0,19
0,36
0,03
0,58
Konstruksi
0,19
0,17
0,00
0,35
Perdagangan, Hotel dan Restoran
0,19
-0,06
0,00
0,12
0,19
0,05
0,00
0,24
0,19
0,00
0,00
0,19
0,19
0,57
0,00
0,75
SEKTOR/LAPANGAN USAHA
Transportasi, Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Asuransi Jasa dan Sosial
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017 Tabel II. 34 Interpretasi Hasil Shifshare Wilayah Mikro berdasarkan PDRB ADHB N (Laju M (PS) S (DS) R (Laju Aktual) Nasional) SEKTOR/LAPANGAN USAHA Ra-1
Ri-Ra
ri-Ri
SHIFT-SHARE
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
0,04
-1,04
1,61
0,62
Pertambangan dan Penggalian
0,04
0,71
0,03
0,77
Industri Pengolahan
0,04
0,30
0,64
0,98
Pengadaan Listrik, Gas dan Air Bersih
0,04
0,77
0,00
0,81
Konstruksi
0,04
0,51
0,00
0,55
Perdagangan, Hotel dan Restoran
0,04
0,41
0,00
0,45
0,04
0,40
0,00
0,44
0,04
2,21
-1,64
0,61
Transportasi, Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Asuransi
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
SEKTOR/LAPANGAN USAHA Jasa dan Sosial
N (Laju Nasional)
M (PS)
S (DS)
R (Laju Aktual)
Ra-1
Ri-Ra
ri-Ri
SHIFT-SHARE
B
0,04
1,58
-0,61
1,02
B
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Keterangan N : M : S : R :
Laju Nasional Menentukan perkembangan sebuah sektor Menentukan sektor kompetitif Laju Aktual (Perubahan di Wilayah)
Nilai Shift-Share didapatkan dari nilai R. Nilai R merupakah penjumlahan dari nilai N, M, dan S . Jika Nilai M positif mengindikasikan wilayah berkembang lebih cepat dibandingkan wilayah yang lebih luas. Jika nilai S positif mengindikasikan wilayah lebih kompetitif dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas. Kedua tabel diatas menunjukan hasil yang berbeda dengan kesimpulan yang sama. Walaupun pada nilai N,M, dan S menunjukan hasil yang jauh berbeda tetapi Nilai Shift-Share (PDRB ADHK) dan Nilai Shift-Share (PDRB ADHB) menunjukan sektor yang memiliki laju aktual aktual terbesar terbesar adalah Pengadaan Listrik dan Gas dan Jasa Sosial. Hal ini menunjukan bahwa dalam waktu empat tahun pertumbuhan wilayah dipengaruhi oleh laju aktual dari kedua sektor tersebut terindikasi bahwa sektor tersebut dapat menjadi sebuah cadangan untuk mendorong perekonomian dalam gabungan 41 desa di 3 kecamatan ini selain dari sektor pertanian. Dimana sektor pertanian biasanya menjadi sektor basis yang lebih kompetitif dibandingkan sektor lainnya, tetapi kekurangan dalam sektor pertanian ini sangat bergantung pada iklim.
Studio Proses Perencanaan E |
A
II
II B A B
Diagram 2. 25 Interpretasi Tipologi Sektor Wilayah Mikro berdasarkan ADHK Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
II B A B
Diagram 2. 26 Interpretasi Tipologi Sektor Wilayah Mikro berdasarkan ADHB Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Analisis Intrawilay I ntrawilayah ah Analisis LQ (Tabel Nilai LQ Intrawilayah Mikro terlampir) Jika dilihat dari masing-masing kecamatan, kecamatan, dalam tiap tahun selama periode 3 tahun, nilai LQ yang dihasilkan yang berbeda-beda tetapi status sektor tersebut tidak berubah . Nilai LQ menunjukan sektor basis pada Kecamatan Juwangi adalah sektor perdagangan, sektor jasa-jasa, dan sektor angkutan, disisi lain sektor non basis adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, perdagangan, sektor jasa-jasa, sektor angkutan. Pada Kecamatan Wonosegoro, sektor basis adalah sektor pertanian dan sektor industri pengolahan , sedangkan sedangkan sektor non-basis adalah sektor Studio Proses Perencanaan E |
industri pengolahan, sektor jasa-jasa, dan sektor angkutan . Pada Kecamatan Kemusu, Kemusu, sektor basis adalah sektor industri pengolahan, pengolahan, dan sektor sektor non-basis adalah sektor pertanian, pertanian, sektor sektor perdagangan, perdagangan, sektor jasa-jasa, dan sektor angkutan.
Analisis Shiftshare Kecamatan Juwangi
-
Tabel II. 35 Interpretasi Shiftshare Intrawilayah Kecamatan Juwangi Sektor/Lapangan Usaha
M (Ps)
Keterangan
S (Ds)
Keterangan
LQ
Keterangan
Pertanian
-0,63%
Berkembang Lebih Lambat
-1,62%
Kurang Kompetitif
0,96
Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
Industri Pengolahan
11,76%
Berkembang Lebih Cepat
-14,46%
Kurang Kompetitif
0,26
Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
Perdagangan
-2,49%
Berkembang Lebih Lambat
1,76%
Lebih Kompetitif
1,13
Terspesialisasi/Basis
Jasa-Jasa
4,99%
Berkembang Lebih Cepat
-5,65%
Kurang Kompetitif
2,93
Terspesialisasi/Basis
Angkutan
2,46%
Berkembang Lebih Cepat
-3,41%
Kurang Kompetitif
1,63
Terspesialisasi/Basis
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Kecamatan Kemusu
-
Tabel II. 36 Interpretasi Shiftshare Intrawilayah Kecamatan Kemusu Sektor/Lapangan Usaha
M (Ps)
Keterangan
S (Ds)
Keterangan
LQ
Keterangan
Pertanian
-0,63%
Berkembang Lebih Lambat
-1,62%
Kurang Kompetitif
0,96
Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
Industri Pengolahan
11,76%
Berkembang Lebih Cepat
-14,46%
Kurang Kompetitif
0,26
Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
Perdagangan
-2,49%
Berkembang Lebih Lambat
1,76%
Lebih Kompetitif
1,13
Terspesialisasi/Basis
-
Jasa-Jasa
4,99%
Berkembang Lebih Cepat
-5,65%
Kurang Kompetitif
2,93
Terspesialisasi/Basis
-
Angkutan
2,46%
Berkembang Lebih Cepat
-3,41%
Kurang Kompetitif
1,63
Terspesialisasi/Basis
-
-
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Kecamatan Wonosegoro
-
Tabel II. 37 Interpretasi Shiftshare Intrawilayah Kecamatan Wonosegoro Sektor/Lapangan Usaha
M (Ps)
Keterangan
S (Ds)
Keterangan
LQ
Keterangan
Pertanian
-0,63%
Berkembang Lebih Lambat
-1,62%
Kurang Kompetitif
0,96
Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
Industri Pengolahan
11,76%
Berkembang Lebih Cepat
-14,46%
Kurang Kompetitif
0,26
Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
Perdagangan
-2,49%
Berkembang Lebih Lambat
1,76%
Lebih Kompetitif
1,13
Terspesialisasi/Basis
Jasa-Jasa
4,99%
Berkembang Lebih Cepat
-5,65%
Kurang Kompetitif
2,93
Terspesialisasi/Basis
Angkutan
2,46%
Berkembang Lebih Cepat
-3,41%
Kurang Kompetitif
1,63
Terspesialisasi/Basis
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Komoditas Unggulan Komoditas unggulan sektor perternakan terletak di Desa Kedungpilang, Kecamatan Wonosegoro yang merupakan kecamatan dengan kontribusi hasil produksi kuantitas hasil produksi terbesar senilai 24% terhadap jumlah total produksi kuantitas hasil produksi perternakan di Kecamatan Kemusu, Juwangi, dan Wonosegoro dengan jumlah sebesar 97128 ekor dalam satu tahun. Oleh karena itu, di Kecamatan Kemusu, Juwangi, dan Wonosegoro yang menjadi sektor komoditas unggulan dan prioritas utama adalah sektor kuantitas hasil produksi Komoditas Peternakan. Kecamatan lainnya yang mendominasi produksi Desa Ngablak, Kecamatan Wonosegoro dengan nilai 15,9%. Sedangkan 39 desa lainnya memiliki rata-rata dengan nilai yang hampir sama. Dari sepuluh sub sektor perternakan yang menjadi kontributor utama dalam lingkup 41 desa adalah sub sektor ayam pedaging dimana dihasilkan 146000 ekor tahun 2015 dengan persentase sebesar 36,2%. Sektor pertanian, perkebunan, dan pertanian lainnya termasuk dalam kualifikasi sektor unggulan. Dimana Desa Kendel, Kecamatan Kemusu sebagai kontributor utama dalam lingkup 41 desa yang ada di Kecamatan Kemusu, Juwangi, dan Wonosegoro yaitu sebesar 4.86%. Walaupun sebagian memiliki persentase yang hampir sama tetapi Desa Kendel tetap yang menjadi paling dominan dengan jumlah 93733 kwintal di tahun 2015. Untuk rincian sektornya, ubi kayu menjadi kontributor utama pada lingkup 41 desa dengan persentase sebesar 32,35%. (Tabel Hasil Komoditas Unggulan terlampir)
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
II
ASPEK INFRASTRUKTU INFRASTRUKTUR R B
WILAYAH MAKRO Berikut ini adalah karakteristik infrastruktur dan fasilitas yang terdapat dalam wilayah studi lingkup makro.
Kebijakan Infrastruktur Wilayah Makro
kawasan peruntukan peruntukan industri meliputi; - Wilayah Industri/Kawasan Industri/Kawasan Peruntukan Industri - Kawasan Industri - Kawasan Berikat
Jaringan Jalan Berdasarkan kondisi jalannya, jalan di Kabupaten Boyolali dibagi menjadi 4 jenis, yaitu baik, sedang, sedang, rusak, dan sangat rusak. Kecamatan Boyolali memiliki jalan dengan kondisi baik terpanjang, 62,98 km, sedangkan Kecamatan Sawit memiliki jalan dengan kondisi baik terpendek, 13,21 km. Kecamatan Mojosongo memiliki jalan dengan kondisi sedang terpanjang, 12,18 km, sedangkan Kecamatan Sawit memiliki jalan dengan kondisi sedang terpendek, 1,86 km. Kecamatan Boyolali memiliki jalan dengan kondisi rusak terpanjang, 6,15 km, sedangkan Kecamatan Sawit memiliki jalan dengan kondisi rusak terpendek, 1,49 km. Kecamatan Nogosari memiliki jalan dengan kondisi rusak berat terpanjang, 5,81 km, sedangkan Kecamatan Musuk, Boyolali, dan Mojosongo tidak memiliki jalan dengan kondisi rusak berat. Maka, dapat disimpulkan jika pembangunan pembangunan jalan di Kabupaten K abupaten Boyolali belum merata.
Jaringan Air Bersih Kabupaten Boyolali telah kemungkinan telah memenuhi beberapa persyaratan yaitu tersedianya kran umum, meskipun belum diketahui berapa jumlah hidran di Kabupaten Boyolali. Lalu, telah tersedianya jaringan air bersih yaitu dari PDAM ataupun dari Pamsimas. Namun, hal tersebut belum dapat dipastikan melihat banyaknya aspek yang datanya belum lengkap.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
Drainase II
Berdasarkan data yang ada, drainase yang ada di Kabupaten Boyolali belum memenuhi standar yang ditentukan, tidak hanya dari segi kualitas, namun juga kuantitas. Dari segi kualitas adanya genangan-genangan yang berasal dari saluran drainase menjadi salah satu penyebab belum terpenuhinya standar kualitas drainase di Kabupaten Boyolali. Dari segi kuantitas, jaringan drainase hanya melayani kawasan perkotaan, perkotaan, sementara di daerah pedesaan hanya hanya mengandalkan mengandalkan drainase alami.
Sanitasi Sarana dan prasarana pengelolaan air limbah belum tercukupi utamanya pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Sedangkan untuk sarana prasarana truk tinja disediakan oleh pihak swasta yang bergerak dalam jasa sedot tinja/kakus, namun dilayani oleh perusahaan dari luar Kabupaten Boyolali. Pengelolaan air li mbah di Kabupaten Boyolali belum optimal. Sarana dan prasarana pengelolaan air limbah belum tercukupi utamanya pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Belum terdapat pengelolaan air limbah yang terpadu dalam mendukung pembangunan sanitasi di Kabupaten Boyolali.
TPS dan TPA Jumlah dari TPS yang ada di Kabupaten Boyolali menurut data Boyolali dalam angka Kabupaten Boyolali di Tahun 2013, 2014 dan 2015 tidak memiliki TPS. Menurut analisis pada kecamatan tersebut memiliki sedikitnya 1 TPS yang berada di pasar-pasar tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan letak sarana perdagangan seperti pasar dengan jumlah TPS di setiap kecamatan. Selain itu, tempat pembuangan akhir atau TPA yang ada di Kabupaten Boyolali menurut data Boyolali dalam angka terdapat 3 TPA. Tetapi, dalam media massa ada satu TPA besar yang di Kabupaten Boyolali yaitu di Winong. Padahal jumlah TPS yang ada di beberapa kabupaten kabupaten dan dan kota Jawa Tengah (Boyolali. Semarang, Grobogan, Klaten, Salatiga, Surakarta, Karanganyar, Sragen dan Sukoharjo) ada 11 pada 3 tahun, terhitung dari tahun 2013, 2014 dan 2015. Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
Telepon dan Jaringan Listrik Masih terjadi ketidaksesuaian kondisi eksisting dengan standar yang berlaku. Sehingga bisa dikatakan jaringan listrik masih belum terpenuhi. Selain itu, dilihat dari SNI yang memiliki kriteria tentang prasarana utilitas yaitu jaringan telepon dengan salah satu kriterianya menyebutkan bahwa dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 telepon umum untuk setiap 250 jiwa penduduk unit RT. Sedangkan hampir sebagian data mikro, meso dan makro kabupaten boyolali apabila di kaitkan dengan SNI tersebut mengindikasikan masih banyak daerah yang masih belum memenuhi kriteria atau persyaratan tentang jaringan telepon. Akan tetapi ditemukan data banyaknya jumlah penggunaan telepon genggam, sehingga kebutuhan beberapa masyarakat terpenuhi.
Fasilitas Pemerintahan Berdasarkan SNI 03-1733-2004 terdapat ketentuan bahwa harus terdapat kantor kelurahan di setiap wilayah dengan standar minimal tersedia 1 unit kantor kelurahan tiap 30.000 jiwa penduduk. Serta kantor kecamatan dengan standar minimal tersedia 1 unit kantor kelurahan tiap 120.000 jiwa penduduk. Berdasarkan standart yang ada di Kabupaten Boyolali, Kecamatan Juwangi, Kecamatan Wonosegoro dan Kecamatan Kemsusu serta di setiap kelurahan di masing-masing wilayah tersebut telah memenuhi standart SNI 03-1733-2004. Sebagaimana kondisi eksisting di masing – masing –masing masing wilayah tersebut telah tersedia 1 unit kantor pemerintahan. pemerintahan.
Fasilitas Rekreasi dan Olahraga Dalam skala nasional, Jawa Tengah menduduki posisi ketiga sebagai provinsi yang dikunjungi oleh wsatawan domestik, ini disebabkan dari banyaknya sarana rekreasi yang cukup baik dan lengkap yang dapat mendukung untuk peningkatan wisatawan sehingga akan berdampak pada peningkatan ekonomi Jawa Tengah pula.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Fasilitas Peribadata Peribadatan n Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari data yang ada, maka pada fasilitas peribadatan dapat disimpulkan keadaan dimana: a. Pembangunan Pembangunan fasilitas peribadatan tiap tahun mengalami kenaikan b. Persebarannya sudah merata karena tiap kecamatan memiliki fasilitas peribadatan mulai dari Mushola, Masjid, Gereja
WILAYAH MESO Kebijakan Infrastruktur Wilayah Meso a. Pengembangan kawasan industri industr i Kawasan peruntukan industri; - Industri Besar - Industri Menengah - Industri Kecil b. Pendanaan pembangunan Rencana Program Kegiatan Prioritas Daerah Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten : 1) Urusan wajib 1. Urusan Wajib terkait pelayanan dasar meliputi meliputi bidang : - Pendidikan - Kesehatan - Pekerjaan umum dan penataan ruang - Perumahan dan Kawasan Permukiman Ketentram an dan ketertiban umum serta perlindungan - Ketentraman masyarakat - Sosial 2. Urusan wajib wajib tidak terkait pelayanan pelayanan dasar dasar meliputi meliputi bidang : - Tenaga kerja - Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak - Pangan - Pertanahan - Lingkungan hidup kependudukan dan pencacatan pencacatan sipil; - Administrasi kependudukan - Pemberdayaan Pemberdayaan masayarakat dan desa Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Pengendalian Pengendali an penduduk dan keluarga berencana Perhubungan Komunikasi dan informatika Koperasi dan UMKM Penanaman modal Kepemudaan dan Olahraga Statistik Persandian Kebudayaan Perpustakaan Kearsipan 2) Urusan pilihan a. Kelautan dan perikanan b. Pariwisata c. Pertanan d. Kehutanan e. ESDM f. Perdagangan g. Perindustrian h. Transmigrasi Belanja daerah tahun 2017 membiayai : 1. Fungsi penunjang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah a. Perencanaan b. Keuangan c. Kepegawaian, pendidikan, dan pelatihan d. Penelitian dan pengembangan pengembangan e. Fungsi lainnya : i. Kesekretariatan DPRD ii. Pembinaan dan pngawasan iii. Penyusunan kebijakan, koordinasi administrasi administrasi dan pelayanan iv. Administrasi umum pada semua perangkat daerah
- - - - - -
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
II
Jaringan Jalan Berdasarkan hasil data yang diperoleh setelah survey pada wilayah meso. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas prasarana jaringan jalan cukup buruk, dimana pembangunan yang dilakukan masih belum merata. Banyak ruas jalan yang masih buruk, dalam artian banyak jalan yang rusak dan menghambat aksesibilitas. Terdapat 5 jalan penghubung dengan karakteristinya sebagai berikut: Kec. Juwangi – Juwangi – Kec. Kec. Kemusu – Kemusu – Kec. Kec. Wonosegoro Sebagai jalan arteri utama, prasana jaringan jalan ini memiliki tingkat kerusakan yang tinggi, dimana mayoritas jalan dari Kecamatan Juwangi hingga Wonosegoro banyak terdapat kerusakan dan sedikit penerangan. Namun untuk Kecamatan Kemusu dapat terbilang baik diantara ruas jalan lain. Kec. JKW dengan Kec. Karanggede Kondisi kedua ruas jalan dapat dikatakan cukup baik, namun dengan penerangan jalan yang masih minim. Ruas jalan Kemusu umumnya digunakan sebagai jalur alternatif kendaraan bermuatan berat untuk menjangkau Kabupaten Sragen dan sekitarnya. Kec. JKW dengan Kab. Grobogan Ruas jalan dari Kecamatan Juwangi menuju Kabupaten Grobogan dapat dikatakan cukup dengan penerangan jalan yang masih minim Kec. JKW dengan Kab. Semarang Kondisi ruas jalan yang menghubungkan kedua wilayah ini terbilang cukup baik, dikarenakan adanya proyek Jalan Tol Semarang-Solo yang melewati ruas jalan penghubung Kec. JKW dengan Kab. Semarang ini. Proyek Jalan Tol Semarang-Solo mengakibatkan banyaknya mobilmobil pribadi yang mulai menggunakan ruas jalan ini dengan beberapa truk proyek yang sering berlalu lalang di sekitar Jalan Raya Suruh ini Kec. JKW dengan Kab. Sragen Kondisi jalanan baik, namun penerangan jalan masih sangat minim. Ruas jalan ini merupakan ruas jalan yang sering dilalui oleh truk-truk pasir yang biasanya berute dari Juwangi menuju Kabupaten Sragen.
Jaringan Air Pada wilayah studi meso, banyak desa/kelurahan yang belum memiliki jaringan PDAM ataupun pamsimas. Di Kecamatan Juwangi hanya terdapat 3 Pamsimas, di Wonosegoro terdapat 5 Pamsimas, sedangkan di Kecamatan Kemusu hanya terdapat 1 Pamsimas. Hal ini dikarenakan Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
sebagian besar warganya masih memanfaatkan air sumur, baik sumur dangkal maupun sumur arthetis untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya.
II
Drainase
A B
Berdasarkan data survey yang telah dianalisis, diketahui bahwa pada Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro masih belum memiliki jaringan drainase drainase yang menyeluruh menyeluruh di setiap desa/kelurahan. desa/kelurahan. Drainase yang yang ditemukan hanya terdapat di kawasan perkotaan. Selain itu, drainase yang ada pun tidak sepenuhnya terpakai dan sesuai dengan standar. Hal tersebut dikarenakan ketiga kecamatan ini masih sering mengalami kekringan, jadi air yang masuk dalam drainase ini tidak sampai meluber meskipun musim penghujan tiba.
TPS dan TPA Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada Kecamatan Juwangi, Wonosegoro, dan Kemusu, diketahui bahwa mayoritas warga membakar sampah di sekitar rumah atau di perkebunan, sehingga TPS tidak diperlukan diperlukan oleh warga. Selain itu faktor f aktor yang mempengaruhi minimnya keberadaan TPS adalah program pemerintah dalam mengurangi jumlah tps.
Telepon dan Jaringan listrik
B
Fasilitas telepon yang ada di wilayah meso sudah terpenuhi, dimana mayoritas masyarakat sudah menggunakan telepon untuk sarana telekomunikasi dan juga didapati beberapa tower di beberapa desa/kelurahan guna menunjang sarana ini. Pada wilayah studi meso, terdapat perbandingan perbanding an jumlah antara jumlah rumah tangga dan jumlah pelanggan untuk jaringan listrik. Masingmasing kecamatan mengalami fluktuasi tiap tahun. Hal tersebut menunjukkan menunjukka n bahwa masih ada rumah tangga yang belum tersalur listrik. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang sudah menggunakan aliran listrik dari PLN, namun mempararelkan dengan tetangganya untuk mengurangi biaya tagihan.
Fasilitas Pemerintahan Analisis Fasilitas Pemerintahan : Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari data yang ada, maka pada Fasilitas Pemerintahan dapat disimpulkan keadaan dimana, keberadaan kantor pemerintahan sudah terpenuhi karena terdapat satu unit kantor kecamatan di masing-masing kecamatan. Studio Proses Perencanaan E |
Fasilitas Pendidikan Pada wilayah meso, diketahui bahwa kemungkinan masyarakat tidak mendapat jangkauan dari sarana pendidikan di desa/kelurahan untuk memenuhi kebutuhannya, akibatnya masyarakat menuju daerah lain guna memenuhi kebutuhannya. kebutuhannya. Hal ini memungkinkan tumbuhnya konstelasi antar wilayah untuk saling memenuhi kebutuhan warganya akan sarana tertentu, dimana warga dari ke Kecamatan Juwangi, Wonosegoro, dan Kemusu, kemungkinan memenuhi kebutuhan sarananya di kecamatan maupun kabupaten lain,seperti menuju Kecamatan Klego, Karanggede dan Andong. Selain itu, kurangnya pemenuhan kebutuhan sarana pendidikan di kecamatan tersebut juga dimungkinkan karena rendahnya minat warga dalam memenuhi kebutuhan pendidikan sehingga banyak saran pendidikan yang ada justru kekurangan murid dan tidak dapat beroperasi secara maksimal. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan masyarakat, dimana warga tidak mampu untuk menempuh dunia pendidikan karena adanya keterbatasan dana.
Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Gambar 2. 10 Peta Jangkauan Pelayanan Fasilitas Perdagangan dan Jasa Wilayah Meso Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Kecamatan Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro memiliki jumlah warung/toko dan pasar sebanding dengan jumlah rata-rata pada lingkup wilayah meso. Hal ini terjadi karena pada wilayah studi mikro ( Kec. Juwangi, Kec. Kemusu, dan Kec. Wonosegoro) memang memiliki keunggulan pada sektor pertanian sehingga jumlah fasilitas perdagangan dan jasa tidak lebih dominan dibandingkan dengan wilayah meso yang lain.
Fasilitas Rekreasi dan Olahraga Pada lingkup wilayah meso berdasarkan hasil analisis setelah survey, diketahui bahwasanya terdapat beberapa sarana rekreasi, namun hal tersebut masih belum mencukupi, dimana sarana yang dimiliki tidak cukup besar sehingga belum mencukupi kebutuhan masyarakat yang ada di wilayah meso sendiri. Kemudian untuk sarana olahraga hanya terdapat lapanganlapangan yang cukup untuk lingkup desa.
Fasilitas Peribadata Peribadatan n
Gambar 2. 11 Peta Jangkauan Pelayanan Fasilitas Peribadatan Wilayah Meso Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari data hasil survey, diketahui bahwa fasilitas Peribadatan mengalami kenaikan di setiap tahunnya Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
dan persebarannya sudah merata, dimana tiap kecamatan memiliki fasilitas peribadatan mulai dari musholla, masjid, gereja, pura dan klenteng. 1. Fasilitas Transportasi Fasilitas transportasi yang ada di lingkup wilayah meso terdapat beberapa macam, diantaranya angkutan umum berupa angkot, bis, dan kereta api yang berada di Kecamatan Juwangi. Akan tetepi terminal ynag terdapat di wilayah meso tidak dapat digunakan secara terus menerus atau setiap 24 jam. Terminal yang terdapat di wilayah meso hanya bekerja atau dapat digunakan di waktu- waktu tertentu seperti pada saat jam berangkat sekolah dan berangkat kerja serta pada saat jam pulang sekolah dan pulang kerja. Sedangkan untuk masyarakat yang bermata pencarian sebagai petani menggunakan alat tr ansportasi berupa truk kol yang hanya beroperasi di jam-jam tertentu juga. 2. Fasilitas Kesehatan Dilihat dari data yang ada di lapangan, fasilitas puskesmas dan balai pengobatan terdapat 10 unit di wilayah meso, sedangkan untuk apotek dan klinik terdapat 2 unit unit serta untuk untuk klinik klinik bersalin bersalin tidak ditemukan ditemukan klinik bersalin di wilayah studi meso. Kurangnya sarana kesehatan yang terdapat di wilayah Kecamatan Juwangi, Kecamatan Wonosegoro dan Kecamatan Kemusu tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka perlu adanya hubungan dengan kecamatan lain atau kecamatan tetangga, sehingga kebutuhan akan sarana kesehatan bagi penduduk di wilayah studi dapat tersebut dapat terpenuhi. t erpenuhi. 3. Sarana Sanitasi Persentase tingkat kesehatan pengelolaan air limbah di Kecamatan juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro tergolong rendah. Oleh karenanya, diperlukan adanya peninjauan kembali dan perbaikan kualiltas pengelolaan pengelolaan air limbah pada setiap kecamatan.
WILAYAH MIKRO DAN PERKOTAAN Sarana Pendidikan Kecamatan Juwangi memiliki fasilitas pendidikan berupa SD, SMP dan SMA. Jumlah sekolah yang ada di Kecamatan Juwangi belum tercukupi. tercukupi . Hal ini dikarenakan jumlah juml ah SMP dan SMA yang belum memenuhi kebutuhan warga di Kecamatan Juwangi. Padahal, di Kecamatan Juwangi telah memenuhi kebutuhan standart minimal Sekolah Dasar.Kecamatan Wonosegoro memiliki fasilitas pendidikan berupa SD, SMP dan SMA. Jumlah sekolah yang ada di Kecamatan Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Wonosegoro belum tercukupi. Hal ini dikarenakan jumlah SMP dan SMA yang belum memenuhi kebutuhan warga di Kecamatan Wonosegoro dengan jumlah SD yang sudah melebihi standar jumlah SD.
Telekomunikasi Prasarana telekomunikasi merupakan prasarana yang memiliki peran penting dalam perkembangan suatu kota dikarenakan dengan adanya telekomunikasi dapat memudahkan masyarakat melakukan pertukaran informasi baik dari dalam maupun luar wilayah. Prasarana telekomunikasi sendiri dapat berupa seperti telepon kabel beserta jaringan kabelnnya dan telelpon seluler berserta menara pemancar sinyalnya (BTS). Profil prasarana telekomunikasi ini didasarkan dari data yang didapat dari catatan potensi desa dikarenakan keterbatasan data mengenai prasarana telekomunikasi ini. Untuk kawasan perkotaan pertama yaitu Ketoyan dan Wonosegoro, kawasan perkotaan wonosegoro memiliki BTS (Base Transceiver Station) adalah sebuah infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antara piranti komunikasi dan jaringan operator. Seluruh kawasan perkotaan yaitu ketoyan, wonosegoro, pilangrejo dan juwangi menurut data podes tidak ada satu kawasan perkotaan yang telah terjamah oleh jaringan internet, namun seluruh kawasan tersebut telah dialiri program saluran televisi seluruhnya baik dari TVRI maupun tv swasta tanpa harus menggunakan menggunakan tv kabel/parabola.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Listrik II B A B
Gambar 2. 12 Peta Jaringan Listrik Kawasan Perkotaan Juwangi Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Gambar 2. 13 Peta Jaringan Listrik Kawasan Perko taan Wonosegoro Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
Prasarana listrik juga merupakan infrastruktur penting pendukung aktivitas masyarakat dan mendukung perkembangan suatu wilayah. Listrik menjadi kebutuhan pokok masyarakat masyarakat karena aktivitasaktivitas yang dilakukan saat ini sangat membutuhkan ketersediaan listrik. Masyarakat akan memilih lokasi yang memiliki akses terhadap prasarana listrik. Untuk wilayah perkotaan sendiri terbagi menjadi dua yaitu ketoyan-wonosegoro dan juwangi-pilangrejo. Hal ini dikarenakan dalam penentuan kawasan perkotaan yang digunakan bukanlah batas administrasi melainkan batas fisik wilayah yang menjadi kawasan perkotaan tersebut.
Jumlah Pelanggan PLN Kecamatan Wonosegoro 700 600 500 400 300 200 100 0
2013
2014
2015
Diagram 2. 27 Grafik Jumlah Pelanggan PLN Kecamatan Wonosegoro Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2016
Grafik diatas menggambarkan menggambarkan pertumbuhan pelanggan PLN di Kecamatan Wonosegoro Wonosegoro pada setiap kelurahannya, dapat dilihat pada Kelurahan Ketoyan yang merupakan kawasan perkotaan dalam wilayah studi kali ini dari tahun 2103 hingga 2015 tidak mengalami peningkatan dari segi pengguna, hal yang sama terjadi pada Kelurahan Wonosegoro yang menjadi kawasan perkotaan pula dan terletak berdampingan dengan Ketoyan.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
II
Wonosegoro 2013 B
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
A B
Jum Ju mlah Ru Rumah Ta Tangga
Jumlah Pe Pelangg gga an
Diagram 2. 28 Grafik Jumlah RT dan Pelanggan Kecamatan Wonosegoro 2013 Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2014
Wonosegoro 2014 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
Jum Ju mlah Ru Rumah Ta Tangga
Jumlah Pe Pelangg gga an
Diagram 2. 29 Grafik Jumlah RT dan Pelanggan Kecamatan Wonosegoro 2014 Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2015
Studio Proses Perencanaan E |
II
Wonosegoro 2015 B
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
A B
Jum Ju mlah Ru Rumah Ta Tangga
Jumlah Pe Pelangg gga an
Diagram 2. 30 Grafik Jumlah RT dan Pelanggan Kecamatan Wonosegoro 2015 Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2016
Berdasarkan grafik diatas menunjukkan adanya perbandingan jumlah antara jumlah rumah tangga dan jumlah pelanggan. pelanggan. Masingmasing kecamatan mengalami fluktuasi tiap tahun. Pada tiap tahun kecamatan Kemusu terjadi gap yang tinggi antara jumlah rumah tangga dengan jumlah pelanggan. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada rumah tangga yang belum tersalur listrik. W alaupun sekilas ketiga grafik tersebut sama, sama, tetapi pada dasar dasar terdapat peningkatan peningkatan di salah satu kelurahan walaupun hanya sedikit.
Air Bersih Tabel II. 38 Jumlah Jaringan Air Bersih Perkotaan JKW Kota
Jumlah Jaringan Air Bersih
Ketoyan Wonosegoro Juwangi Pilangrejo
784 718 1228 949
Jumlah Pelanggan
Jumlah Penduduk
Jumlah KK
Kekuranga n
516 187
3342 3017 5272 4322
836 755 1318 1080
52 37 90 131
Studio Proses Perencanaan E |
Jaringan Jalan II
Jalan di kabupaten Boyolali dibagi menjadi 4 jenis, yaitu baik, sedang, rusak, dan sangat rusak. kerusakan jalan terdapat di berbagai berbagai titik di ruas jalan Kecamatan Wonosegoro-Juwangi sekaligus juga di jalan Kecamatan Kemusu-Juwangi. Kemusu-Juwangi. Kerusakan di ruas WonosegoroJuwangi di antaranya di Desa Banyusri. Meski di sepanjang ruas jalan di Banyusri sebagian sudah dicor beton, namun kerusakan masih juga ditemui. Namun, dari kedua desa perkotaan tersebut di lewati jalan kolektor baik yang primer dan yang sekunder.
Drainase Kondisi dan ketersediaan jaringan drainase pada daerah desa perkotaan belum memadai, karena memang belum seluruh wilayah perkotaan di Kabupaten Boyolali telah memiliki sistem drainase yang mumpuni. Dengan belum terpenuhinya ketersediaan drainase menyebabkan daerah tersebut menjadi daerah yang sering banjir apabila terjaadi hujan dengan intensitas yang deras.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
Peribadatan II B A B
Gambar 2. 14 Peta Jangkauan Pelayanan Fasilitas Peribadatan Kawasan Perkotaan Juwangi Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Di Kecamatan Juwangi keberadaan fasilitas peribadatannya sudah lengkap. Sudah adanya Mushola, Masjid dan juga Gereja. Jumlahnya sesuai standar di setiap kelurahan di Kecamatan Juwangi. Di Kecamatan Wonosegoro keberadaan fasilitas peribadatannya sudah lengkap. Sudah adanya Mushola, Masjid dan juga Gereja. Jumlahnya sesuai standar di setiap kelurahan di Kecamatan Wonosegoro.
Sanitasi Pada data podes tahun 2014, sebagian besar Kelurahan Juwangi sudah menggunakan jamban sendiri, yang mana sanitasi ini sudah ada di rumah warganya masing-masing. Hal ini baik, sebab jika masih menggunakan jamban bersama sangat rawan akan tertularnya
Studio Proses Perencanaan E |
penyakit. Selain itu, penduduk kelurahan ini juga membuang air limbah keluarga kedalam lubang atau tanah terbuka. Hasil dari data podes tahun 2014, sebagian besar Kelurahan Pilangrejo sudah menggunakan sistem sanitasi berupa jamban sendiri, yakni jamban atau sanitasi yang digunakan pada rumah masingmasing penduduk. Oleh sebabnya, sudah jarang ditemukan WC umum. Selain itu, limbah air hasil rumah tangga di Kelurahan Pilangrejo dibuang ke dalam lubang atau tanah terbuka, hal tersebut baik sebab tidak mencemari sungai atau drainase yang ada. Kelurahan Ketoyan merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Wonosegoro. Pada hal sanitasi yang ada di kelurahan ini, menurut data podes tahun 2014 mayoritas masyarakat sudah menggunakan jamban sendiri, dimana setiap perumahan penduduk memiliki septitank sendiri. Namun, pada pembuangan air limbah keluarga masih dibuang kedalam selokan, hal ini bisa memcemari air yang ada dan rawan banjir jika debit air naik karena hujan. Profil sanitasi Kelurahan Wonosegoro menurut data podes tahun 2014. Mayoritas penduduk Kelurahan Wonosegoro sudah menggunakan jamban sendiri yang ada di setiap rumah penduduk. dimana setiap perumahan penduduk memiliki septitank sendiri. Namun, pada pembuangan air limbah keluarga masih dibuang kedalam selokan, hal ini bisa memcemari air yang ada dan rawan banjir jika debit air naik karena karena hujan.
Persampahan Berdasarkan data podes tahun 2014, Kelurahan Juwangi tidak memiliki tempat penampungan sampah sementara. Meskipun kelurahan ini merupakan salah satu perkotaan yang ada di Kecamatan Juwangi, namun masyarakat masih memilih untuk membakar atau memasukkan sampah rumah tangga kedalam lubang yang dibuat sendiri. Hal ini masih terbiolang cukup jika dibandingkan dengan harus dibuang ke sungai atau drainase. Kelurahan Pilangrejo merupakan salah satu perkotaan yang ada di Kecamatan Juwangi selain Kelurahan Juwangi sendiri. Pada hal persampahan menurut data podes 2014, mayoritas masyarakat di kelurahan ini tidak berbeda dengan Kelurahan Juwangi, dimana tidak
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
adanya tempat penampungan sampah sementara dan sampah dibuang ke lubang yang dibuat sendiri atau dibakar. Menurut data podes tahun 2014, Kelurahan Ketoyan tidak memiliki tempat penampungan sampah sementara seperti halnya kelurahan perkotaan yang ada di wilayah studi. Selain itu, masyarakat Kelurahan Ketoyan biasa membuang sampah rumah tangganya kedalam lubang atau dibakar sehingga lebih bisa diproses oleh tanah. Kelurahan Wonosegoro merupakan salah satu perkotaan yang ada di Kecamatan Wonosegoro selain Kelurahan Ketoyan. Dimana kelurahan ini lebih menonjol jika dibandingkan dengan kelurahankelurahan lain. Namun, menurut data podes tahun 2014, Kelurahan Wonosegoro tidak memiliki tempat penampungan sampah sementara. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk lebih memilih untuk membuang sampah pada lubang yang dibuat sendiri dan dibakar.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
ASPEK TATA GUNA LAHAN
II
WILAYAH MAKRO
A
Kebijakan TGL Wilayah Makro Rencana Pola Ruang a. Kawasan lindung terdiri atas: 1) Kawasan yang memberi memb eri perlindungan pe rlindungan terhadap kawasan bawahannya : dikelol a oleh negara - kawasan hutan lindung yang dikelola - kawasan hutan lindung yang dikelola dikelol a oleh masyarakat - kawasan resapan air 2) kawasan perlindungan setempat : - sempadan pantai - sempadan sungai dan saluran irigasi danau/waduk/embung - kawasan sekitar danau/waduk/embung - kawasan sekitar mata air - ruang terbuka hijau kota 3) kawasan suaka suaka alam, kawasan pelestarian pelestarian alam, dan kawasan kawasan cagar budaya : - cagar alam - suaka margasatwa - taman nasional - taman hutan raya - kebun raya - taman wisata alam dan taman wisata alam laut bakau/mangrove - kawasan pantai berhutan bakau/mangrove 4) kawasan rawan bencana alam : - kawasan rawan banjir - kawasan rawan tanah longsor - kawasan rawan letusan gunung berapi - kawasan rawan gempa bumi - kawasan rawan gelombang pasang - kawasan rawan tsunami - kawasan rawan kekeringan - kawasan rawan abrasi Studio Proses Perencanaan E |
B
B
kawasan rawan angin topan Kawasan rawan gas beracun 5) kawasan lindung geologi - kawasan lindung kars - kawasan cagar alam geologi - kawasan imbuhan air 6) kawasan lindung lainnya. b) kawasan perlindungan plasma nutfah Kawasan perlindungan plasma nutfah di daratan Kawasan perlindungan plasma nutfah di perairan 2. kawasan pengungsian pengungsian satwa. kawasan hutan produksi kawasan hutan rakyat kawasan peruntukan pertanian kawasan peruntukan perkebunan kawasan peruntukan peternakan kawasan peruntukan perikanan kawasan peruntukan pertambangan pertamban gan kawasan peruntukan industri kawasan peruntukan pariwisata kawasan peruntukan permukiman kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil c. Kawasan Budidaya meliputi : 1) kawasan hutan produksi meliputi : - kawasan hutan produksi tetap - kawasan hutan produksi terbatas 2) kawasan hutan rakyat 3) kawasan peruntukan pertanian - kawasan pertanian lahan basah - kawasan pertanian lahan kering 4) kawasan peruntukan perkebunan meliputi : - Perkebunan Rakyat; - PTP Nusantara IX; - Perkebunan Besar Swasta. 5) kawasan peruntukan peternakan meliputi; - peternakan besar
II
-
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
peternakan kecil peternakan unggas 6) kawasan peruntukan perikanan meliputi; - perikanan tangkap; - perikanan budidaya air payau - perikanan budidaya air tawar; - perikanan budidaya laut. 7) kawasan peruntukan pertambangan pertambangan meliputi meliputi ; pertambangan mineral logam, - kawasan pertambangan - kawasan pertambangan bukan logam, batuan dan batubara - kawasan pertambangan panas bumi pertambangan minyak dan gas bumi - kawasan pertambangan 8) kawasan peruntukan industri meliputi; Industri/Kawasan Peruntukan Industri - Wilayah Industri/Kawasan - Kawasan Industri - Kawasan Berikat 9) kawasan peruntukan pariwisata meliputi : pengembangan pariwisata A - Kawasan pengembangan - Kawasan pengembangan pengembangan pariwisata B pariwisat a C - Kawasan pengembangan pariwisata - Kawasan pengembangan pariwisata pariwisat a D 10) kawasan peruntukan permukiman meliputi : - Permukiman perdesaan; perdesaan; - Permukiman perkotaan. 11) kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
II
-
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
Rencana Struktur Ruang
Sistem Jaringan Energi a. Pengembangan Pengembangan prasarana kelistrikan : 1. Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga Panas Bumi (PLTPB) (PLTPB) 2. Pembangkit Listrik Tenaga Surya 3. Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga Mikro Hidro 4. Pembangkit Listrik Tenaga Uap 5. Pembangkit Listrik Tenaga Alternatif 6. jaringan transmisi listrik meliputi : Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi dengan kapasitas 500 kV Saluran Udara Tegangan Tegangan Tinggi dengan kapasitas kapasitas 150 kVA b. Prasarana energi Bahan Bakar Minyak dan Gas meliputi : 1. Pembangunan pipa BBM 2. pembangunan Depo BBM 3. Pembangunan pipa gas 4. Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji c. Pengembangan Pengembangan energi alternatif •
•
Sistem Jaringan Sumber Daya Air a. pengembangan sungai b. pengembangan waduk c. pengembangan embung d. pengembangan pengembangan jaringan air bersih e. pengembangan sumur resapan f. pengembangan pengembangan jaringan irigasi meliputi : peningkatan jaringan irigasi teknis pembangunan irigasi dari air tanah Pembangunan waduk Pembangunan dan/atau pengembangan waduk, embung serta pompanisasi, tandon air, dan kolam penampungan. penampungan.
Sistem Jaringan Transportas T ransportasii a. rencana pengembangan pengembangan sistem sistem prasarana prasarana transportasi transportasi jalan; 1. prasarana jalan umum; Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
jalan arteri primer; jalan kolektor primer jalan strategis nasional jalan tol 2. prasarana terminal penumpang penumpang jalan terminal tipe A terminal tipe B 3. rencana pengembangan pengembangan prasarana transportasi kereta api; 1) kereta api regional 2) kereta api komuter 3) prasarana penunjang meliputi: pengembangan pengembangan lintasan underpass/flyover underpass/flyover persimpangan kereta api peningkatan stasiun utama peningkatan stasiun-stasiun kelas I, kelas II dan kelas III 4) revitalisasi stasiun lama b. rencana pengembangan prasarana transportasi transportas i sungai, danau, dan penyeberangan c. rencana pengembangan pengembangan prasarana prasarana transportasi laut; pengembangan pelabuhan umum; pengembangan pengembangan terminal khusus. d. rencana pengembangan pengembangan prasarana prasarana transportasi udara. Pengembangan bandar udara umum Pengembangan bandar udara khusus Penataan Kawasan Keselamatan Keselamat an Operasional Penerbangan; Penataan Batas Kawasan Kebisingan (BKK); Penataan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr); Penataan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp).
II
A
B
Studio Proses Perencanaan E |
B
Tata Guna Lahan Wilayah Makro II
Aspek Tata Guna Lahan di Wilayah makro mencakup penggunaan lahan yang ada di 11 Kabupaten / Kota yaitu pada Kab. Boyolali, Kab. Sukoharjo, Kab. Sragen, Kab. Semarang, Kab. Klaten, Kab. Karanganyar, Kab. Grobogan, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kab. Magelang, Kab. Sleman. Pada wilayah makro dengan skala 1 : 400.000 maka dapat dilihat bahwa penggunaan lahannya masih didominasi oleh lahan non terbangun seperti perkebunan, persawahan, dan tegalan, sedangkan untuk permukiman sendiri hanya seluas 154.225 hektar atau 17,2 % dari keseluruhan luas wilayah makro. Berikut merupakan tabel luasan serta peta yang menggambarkan penggunaan lahan pada 11 Kabupaten / Kota di wilayah perencanaan makro : Tabel II. 39 Penggunaan Lahan Wilayah Makro Tata Guna Lahan Luasan (ha) Prosentase 1 2 3 4 5 6
Perkebunan 63.016,39 Persawahan 372.033,81 Tegalan 126.912,34 Permukiman 154.225,16 Hutan / Belukar 173.269,60 Waduk/ Tubuh Air 5.570,92 Total 895.028,22 Sumber : Bappeda Jawa Tengah, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
7 % 41,6 % 14,2 % 17,2 % 19,4 % 0,6 % 100 %
B
A
B
II B A B
Gambar 2. 15 Peta Penggunaan Lahan Wilayah W ilayah Makro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Pada peta diatas tergambar jelas bahwa area persawahan sangat mendominasi pada wilayah makro ini dimana hampir di setiap kabupaten / kota memiliki area persawahan yang luas sedangkan untuk hutan / belukar banyak ditemukan di sebelah utara yaitu pada Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan juga di area Gunung Merapi pada perbatasan Kabupaten Sleman – – Kabupaten Boyolali Kabupaten Magelang serta di area Gunung Lawu di Kabupaten Karanganyar sebelah tenggara. Di sisi lain untuk untuk permukiman permukiman pada pada wilayah makro mempunyai pola menyebar dan juga mengikuti pola jalan namun hanya di Kota Surakarta dan Kota Salatiga yang permukimannya permukimannya mendominasi. mendominasi. Secara umum dengan prosentase yang bervariasi dan didominasi oleh lahan-non terbangun maka pada wilayah makro masih terjadi disparitas atau ketimpangan dalam pembangunan khususnya di kabupaten – kabupaten – kabupaten pada wilayah makro namun juga menyimpan potensi yang besar dengan keberadaan lahan kosong maupun perkebunan dan persawahan – – persawahan khususnya sawah tadah hujan siap dikonversi dan dimungkinkan bagi pembangunan permukiman, pusat bisnis, dan sebagainya. sebagainya. Studio Proses Perencanaan E |
II
WILAYAH MESO B
Kebijakan TGL Wilayah Meso Rencana Pola Ruang a. Kawasan lindung terdiri atas: 1. kawasan yang yan g memberi membe ri perlindungan per lindungan terhadap kawasan bawahannya; kawasan lindung yang dikelola oleh oleh masyarakat masyarakat kawasan resapan air. 2. kawasan perlindungan setempat terdiri atas : Kawasan sempadan sungai Kawasan sekitar waduk Kawasan sekitar mata air Kawasan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan. 3. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya meliputi : Taman Nasional Cagar budaya dan ilmu pengetahuan 4. kawasan rawan bencana alam terdiri terdiri atas : Daerah rawan banjir Daerah rawan banjir lahar dingin Daerah rawan tanah longsor Daerah rawan kebakaran hutan Daerah rawan angin topan; Daerah rawan kekeringan. kekeringan. 5. kawasan lindung geologi terdiri atas : kawasan rawan letusan gunung berapi; kawasan rawan gempa bumi kawasan imbuhan air tanah. 6. kawasan lindung lindung lainnya berupa kawasan kawasan perlindungan perlindungan plasma nutfah b. Kawasan budidaya terdiri atas: 1. Kawasan peruntukan hutan produksi terdiri atas atas : Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Terbatas 2. Kawasan peruntukan hutan rakyat • •
• • • •
• •
• • • • • •
• • •
• •
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
3. Kawasan peruntukan pertanian : i. kawasan pertanian tanaman pangan : pertanian lahan basah pertanian lahan kering pertanian pangan berkelanjutan cadangan pertanian pangan berkelanjutan ii. kawasan pertanian hortikultura iii. kawasan pertanian perkebunan perkebunan iv. kawasan peruntukan peternakan. 4) Kawasan peruntukan perikanan : peruntukan perikanan budidaya perkolaman peruntukan perikanan budidaya karamba peruntukan perikanan tangkap di perairan perairan umum peruntukan Minapolitan terdiri atas atas : - kawasan inti minapolitan - kawasan penyangga penyangga minapolitan 5) Kawasan peruntukan pertambangan 6) Kawasan peruntukan industri Industri Besar Industri Menengah Industri Kecil 7) Kawasan peruntukan pariwisata terdiri atas : Kawasan wisata alam Kawasan wisata religi Kawasan wisata budaya Kawasan wisata rekreasi 8) Kawasan peruntukan permukiman terdiri dari : Permukiman Perkotaan Permukiman Pedesaan 9) Kawasan peruntukan lainnya. Kawasan pertahanan dan keamanan; Kawasan perdagangan dan jasa; dan Kawasan pemerintahan. pemerintahan. •
A
B
II
• • •
•
• •
• • •
• • • •
• •
• • •
Studio Proses Perencanaan E |
B
Tata Guna Lahan Wilayah Meso II
Wilayah studi meso terdiri dari 25 kecamatan, yaitu 19 kecamatan dari Kabupaten Boyolali, 3 kecamatan dari Kabupaten Grobogan, 2 kecamatan dari Kabupaten Semarang dan 1 kecamatan dari Kabupaten Kabupaten Sragen. Representasi peta tata guna lahan lahan dengan dengan skala 1:240.000, dapat dilihat jenis penggunaan lahan pada tingkat meso yang lebih di dominasi non terbangun, dengan luas lahan sebesar 621.747,03 ha dengan persentase sebesar 64,81%. Dari total luas wilayah meso total yaitu 959.344,20 ha. Berikut ini merupakan tabel jenis penggunaan lahan beserta luasan dan persentase pada wilayah studi meso No 1 2 3 4 5 6
Tabel II. 40 Penggunaan Lahan Wilayah Meso Tata Guna Lahan Luasan (ha) Prosentase Perkebunan 270.402,65 Sawah Irigasi 68.237,20 Tegalan 85.069,75 Permukiman 337.597,17 Hutan / Belukar 194.602,33 Waduk/ Tubuh Air 3435,094 Total 959.344,20 Sumber : Bappeda Jawa Tengah, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
28,2% 7,1% 8,9% 35,2% 20,3% 0,4% 100 %
B
A
B
II B A B
Gambar 2. 16 Peta Penggunaan Lahan Wilayah Meso Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Dari peta diatas penggunaan lahan lebih didominasi oleh sawah irigasi, sawah irigasi lebih terpusat di bagian selatan dan tengah wilayah meso, guna lahan sawah irigasi yang mendominasi ini juga bertujuan untuk mendukung fungsi dari wilayah meso sendiri khususnya kecamatan-kecamatan yang berada di Kabupaten Boyolali yang fungsinya juga di jadikan sebagai pusat produksi, ditengahtengah sawah irigasi yang tersebar, terdapat permukiman-permukiman warga setempat yang sifatnya juga tersebar, sedangkan di bagian selatan guna lahan yang lebih mencolok adalah guna lahan tegalan dan kebun yang benar-benar benar-b enar terfokus di beberapa kecamtan di antaranya, Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan, Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan dan Kecamatan Juwangi, Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali. Penggunaan lahan merupakan proses yang dinamis, berubah terus menerus, sebagai hasil perubahan pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu, sehingga masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang kompleks (Saeful hakim dan Studio Proses Perencanaan E |
Nasoetion, 1995). Lahan non terbangun yang mendominasi dapat di ubah atau di alih fungsikan dengan kebijakan-kebijakan tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas lahan yang lebih tinggi, dengan mempertimbangkan mempertimbangkan dampak yang akan di timbulkan.
WILAYAH MIKRO Kebijakan TGL Wilayah Mikro Rencana Pola Ruang a. kawasan perlindungan setempat terdiri atas : Kawasan sekitar Waduk Kedungombo Kedungombo berada di Kecamatan Kecamatan Kemusu. b. kawasan suaka alam, alam, pelestarian pelestarian alam, dan cagar cagar budaya budaya : Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan di Kecamatan Kemusu, Kecamatan Kecamatan Wonosegoro dan Kecamatan Kecamatan Juwangi. c. kawasan rawan bencana alam : Daerah rawan banjir di Kecamatan Wonosegoro dan Kecamatan Juwangi. Daerah rawan rawan kebakaran kebakaran hutan di Kecamatan Kecamatan Wonosegoro Wonosegoro dan Kecamatan Juwangi Daerah rawan angin topan di Kecamatan Kecamatan Wonosegoro Daerah rawan kekeringan di Kecamatan Wonosegoro dan Kecamatan Juwangi d. Kawasan peruntukan hutan produksi Kawasan hutan produksi tetap di Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi Kawasan hutan produksi tetap di Kecamatan Kemusu dan Juwangi e. Kawasan peruntukan hutan rakyat di seluruh kecamatan f. Kawasan peruntukan pertanian : I. kawasan pertanian tanaman pangan Kawasan pertanian lahan basah di Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi Kawasan pertanian lahan kering di Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Kawasan pertanian pangan berkelanjutan berkelanjut an di Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi Kawasan cadangan pertanian pangan berkelanjutan berkelanjut an di Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi II. Kawasan pertanian holtikultura di Kecamatan Kemusu dan Wonosegoro g. Kawasan peruntukan perikanan Kawasan peruntukan perikanan budidaya keramba di Kemusu dan Juwangi Kawasan peruntukan perikanan tangkap keramba di Kemusu dan Juwangi Kawasan penyangga penyangga minapolitan di Kecamatn Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi h. Kawasan pertambangan Kawasan peruntukan pertambangan di Kecamatan Wonosegoro i. Kawasan peruntukan industri Kawasan peruntukan peruntukan industri besar di Kecamatan Wonosegoro, Kemusu, dan Juwangi Kawasan peruntukan industri menengah di Kecamatan Wonosegoro, Kemusu, dan Juwangi Kawasan peruntukan industri kecil di Kecamatan Wonosegoro, Kemusu, dan Juwangi j. Kawasan peruntukan peruntukan pariwisata pariwisata : Kawasan Wana Wisata Wonoharjo di Kecamatan Kecamatan Kemusu Kawasan wisata makam makam margo pati pati di Kecamatan Juwangi Juwangi Kawasan wisata budaya yaitu : - Sumur Jolotundo berada di Kecamatan Juwangi; - Ringin Pengantin berada di Kecamatan Juwangi; - Sendang Juwangi berada di Kecamatan Juwangi; Kawasan wisata rekreasi rekreasi waduk waduk kedungombo kedungombo di Kecamatan Kecamatan Kemusu k. Kawasan peruntukan permukiman : Kawasan peruntukan peruntukan permukiman permukiman perkotaan perkotaan di Kecamatan Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi
II
A
B
Studio Proses Perencanaan E |
B
Kawasan peruntukan permukiman pedesaan di Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi Kawasan peruntukan lainnya : Daerah latihan tembak di Kecamatan Kecamatan Wonosegoro
II
l.
Tata Guna Lahan Wilayah Mikro Wilayah studi mikro yang terdiri dari 3 kecamatan yang ada di bagian utara Kabupaten Boyolali yaitu Kecamatan Juwangi, Kecamatan Wonosegoro, Wonosegoro, dan Kecamatan Kemusu dengan luas lahan total sebesar sebesar 5.813,20 ha. Pada lingkup mikro dengan representasi representasi peta tata guna lahan skala 1:240.00 dapa di lihat jenis guna lahan yang terdiri tadi sawah irigasi, tegalan, kebun, tubuh air, hutan/belukar dan permukiman. Dari lima jenis guna lahan yang di identifikasi, guna lahan Hutan/belukar adalah guna lahan yang paling dominan pada wilayah mikro dengan luas sebesar 11.114,21 persentase sebesar 43,06% dari luas wilayah total. Hutan yang ada di wilayah mikro merupakan lebih di dominasi oleh tanaman jati dengan kepemilikan lahan ini milik perhutani. Berikut ini merupakan tabel persentase guna lahan wilayah mikro dan juga peta guna lahan wilayah mikro. Tabel II. 41 Penggunaan Lahan Wilayah Mikro Tata Guna Lahan Luasan (ha) Prosentase
No 1. 2. 3. 4. 5.
Persawahan 2.915,97 Tegalan 6.799,47 Permukiman 4.208,29 Hutan / Belukar 11.114,21 Waduk/ Tubuh Air 775,25 Total 5.813,20 Sumber : Bappeda Jawa Tengah, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
11,30% 26,34% 16,30% 43,06% 3,00% 100 %
B
A
B
II B A B
Gambar 2. 17 Peta Penggunaan Lahan Wilayah Mikro Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Pada wilayah mikro, guna lahan yang mendominasi juga masih mendominan dengan luas total lahan non terbangun sebesar 21.604,90 persentase sebesar 83.70%. persentase lahan non terbangun bisa dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan sesuai kebijakan RTRW yang ada. Guna lahan tubuh air yang ada di wilayah studi mikro merupakan kawasan dari waduk kedung ombo. Di Indonesia penggunaan lahan memiliki tujuan umum yaitu untuk menjamin pengadaan pangan, sebagai sumber devisa bagi pembangunan untuk pemukiman dan sarana atau prasarana fasilitas umum dan konservasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola dan jenis penggunaan penggunaan lahan di Indonesia adalah sifat fisik lahan (iklim, topografi, drainase, sifat fisik dan kimia tanah), kondisi faktor budaya dan ekonomi serta kebijakan pemerintah. Besarnya kontribusi faktorfaktor tersebut akan sangat beragam menurut waktu dan ruang (Lopulisa, 1995).
Studio Proses Perencanaan E |
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut yaitu faktor politik dan faktor ekonomi. Faktor politik dapat mempengaruhi pola perubahan terhadap suatu lahan karena adaya kebijakan yang diambil oleh pengambil pengambil keputusan. Faktor ekonomi adalah perubahan pendapatan serta pola konsumsi yang menyebabkan kebutuhan akan ruang dan tempat rekreasi meningkat sehingga terjadilah perubahan penggunaan penggunaan lahan (Dirjen, 2008).
KAWASAN PERKOTAAN Kawasan Perkotaan Wonosegoro Raya Wilayah dengan karakteristik perkotaan umumnya memiliki tata guna lahan yang lebih kompleks apabila dibandingkan dengan dengan wilayah wi layah non – – perkotaan sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap kedalaman analisis yang nantinya digunakan. Pada wilayah perkotaan Wonosegoro yang meliputi Desa Ketoyan dan Wonosegoro di Kecamatan Wonosegoro yang menjadi satu kesatuan secara umum justru memiliki karakteristik karakteristik tata guna lahan yang yang hampir mirip dengan dengan wilayah – wilayah – wilayah wilayah di sekitarnya sekitarnya yaitu masih didominasi didominasi oleh lahan tidak tidak terbangun seperti hutan/belukar, sawah, dan tegalan untuk aktivitas masyarakat di wilayah tersebut. Berikut peta serta prosentasenya penggunaan lahannya:
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
II B A B
Gambar 2. 18 Peta Tata Guna Lahan Kawasan Perkotaan Wonosegoro Raya Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tabel II. 42 Luasan Penggunaan Lahan Perkotaan Wonosegoro Guna Lahan Ketoyan Wonosegoro Luas Total Prosentase Hutan 73,81 Ha 79,00 Ha 152,81 Ha 24,8% Persawahan 156,73 Ha 209,82 Ha 366,55 Ha 59,5% Tegalan 1,33 Ha 0,86 Ha 2,19 Ha 0,4% Permukiman layak 38,16 Ha 32,15 Ha 70,31 Ha 11,4% Permukiman tidak 0,83 Ha 10,56 Ha 11,39 Ha 1,8% layak Perkantoran 0,80 Ha 1,04 Ha 1,84 Ha 0,3% Perdagangan & 2,94 Ha 4,26 Ha 7,2 Ha 1,2% Jasa Pendidikan 0,90 Ha 2,93 Ha 3,83 Ha 0,6% Kesehatan 0,15 Ha 0,24 Ha 0,39 Ha 0,1% Embung 0,00 Ha 0,00 Ha 0 Ha 0,0% Lahan Kosong 0,00 Ha 0,00 Ha 0 Ha 0,0% Total 275,65 Ha 340,86 Ha 616,51 Ha Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dilihat dari perbandingan prosentase luas penggunaan lahan maka dominansi lahan ada pada lahan tak terbangun yaitu sebesar Studio Proses Perencanaan E |
521,55 Ha yang terdiri dari hutan negara, persawahan, serta tegalan. Keberadaan lahan non terbangun pada Perkotaan Wonosegoro umumnya dekat dengan permukiman khususnya persawahan dan tegalan karena juga berfungsi untuk memenuhi memenuhi kebutuhan masyarakat yang sebagaian besar bermata pencaharian di sektor agraris (primer). Hutan negara sendiri mempunyai luas sebesar 152,81 Ha dan kemungkiman luasannya akan tetap pada tahun tahun yang akan datang karena pada hutan negara hanya pemanfaatan lahannya sangat ketat dan diatur oleh undang – undang – undang terkait. Penggunaan dari lahan terbangun di perkotaan sendiri seluas 94,96 Ha juga dibagi menjadi permukiman, perkantoran, perdagangan perdagangan & jasa, lahan untuk pendidikan, dan sebagainya. Permukiman di Perkotaan Wonosegoro di sebagian besar merupakan rumah – rumah – rumah yang sudah layak yaitu seluas 70,31 Ha dan hanya sedikit yang masuk kategori permukiman kumuh yaitu seluas 11,39 yang sebagian besar terletak di sebelah utara. Pola dari permukiman di wilayah perkotaan Wonosegoro yaitu berpola linier dengan mengikuti jaringan jalan yang ada di kedua desa maupun sungai besar yang memang melintasi di wilayah ini. Berdasarkan penjelasan diatas maka secara umum konteks luas wilayah total harus 30% nya dimanfaatkan sebagai RTH sudah dicukupi. Namun dibalik itu perkotaan Wonosegoro mempunyai potensi besar khusunya lahan yang masih bisa dikonversi atau digunakan untuk pembangunan fisik permukiman maupun fasilitas – fasilitas sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam pembangunan pembangunan lahan serta pelayanan bagi masyarakat.
Kawasan Perkotaan Juwangi Raya Wilayah Perkotaan Juwangi yang meliputi Desa Juwangi dan Desa Pilangrejo sebagai satu kesatuan merupakan salah satu dari 2 wilayah dengan sifat perkotaan di wilayah studi Mikro (Kecamatan Juwangi, Kemusu, Wonosegoro) selain Wilayah Perkotaan Wonosegoro. Secara umum tata guna lahan di wilayah dengan sifat perkotaan berbeda klasifikasinya dengan tata guna lahan di wilayah pedesaan untuk menunjukkan bahwa di wilayah perkotaan terdapat kawasan – – kawasan yang lebih beragam seperti perkantoran, pasar, kawasan pendidikan, dan sebagainya karena bisa jadi wilayah dengan Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
sifat perkotaan ini menjadi pusat pelayanan dari wilayah – – wilayah disekitarnya sehingga lebih beragam. Berikut merupakan peta prosentase dari penggunaan lahan yang ada :
B
A
B
II
Gambar 2. 19 Peta Tata Guna Lahan Kawasan Perkotaan Juwangi Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
Tabel II. 43 Luasan Penggunaan Lahan Perkotaan Juwangi No
Guna Lahan
Juwangi
Pilangrejo
Luas Total
Prosentase
1
Hutan
264,92 Ha
426,04 Ha
690,96 Ha
66,8%
B
2
Persawahan
13,98 Ha
0,00 Ha
13,98 Ha
1,4%
3
Tegalan
18,70 Ha
70,45 Ha
89,15 Ha
8,6%
B
4
Permukiman layak
91,80 Ha
27,28 Ha
119,08 Ha
11,5%
5
Permukiman tidak layak
4,32 Ha
47,28 Ha
51,6 Ha
5,0%
6
Perkantoran
0,52 Ha
0,00 Ha
0,52 Ha
0,1%
7
Perdagangan & Jasa
4,68 Ha
1,05 Ha
5,73 Ha
0,6%
8
Pendidikan
1,38 Ha
0,00 Ha
1,38 Ha
0,1%
9
Kesehatan
0,35 Ha
0,22 Ha
0,57 Ha
0,1%
10
Embung
0,00 Ha
0,00 Ha
0 Ha
0,0%
11
Lahan Kosong
0,00 Ha
62,15 Ha
62,15 Ha
6,0%
400,65 Ha
634,47 Ha
1035,12 Ha
II
Total
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dilihat dari perbandingan prosentase luas penggunaan lahan maka dominansi lahan ada pada lahan tak terbangun yaitu sebesar 794,09 Ha yang terdiri dari hutan negara, persawahan, serta tegalan. Keberadaan lahan non terbangun pada Perkotaan Juwangi umumnya dekat dengan permukiman khususnya persawahan dan tegalan (jagung) karena juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang sebagaian besar bermata pencaharian di sektor agraris (primer). Hutan negara sendiri sangat luas yaitu sebesar 690,96 Ha yang juga milik Perhutani dan kemungkiman luasannya akan tetap pada tahun tahun yang akan datang karena pada hutan negara hanya pemanfaatan lahannya sangat ketat dan diatur oleh undang – – undang terkait meskipun juga kadang dimanfaatkan masyarakat untuk tegalan jagung dengan semacam perjanjian. Penggunaan dari lahan terbangun di perkotaan sendiri seluas 241,03 Ha juga dibagi menjadi permukiman, perkantoran, perdagangan & jasa, lahan untuk pendidikan, dan sebagainya. Permukiman di Perkotaan Juwangi di sebagian besar sudah merupakan permukiman layak yaitu seluas 119,08 Ha dan kategori permukiman kumuh yaitu seluas 51,6 Ha yang sebagian besar di Desa Studio Proses Perencanaan E |
A
Pilangrejo. Pola dari permukiman di wilayah Perkotaan Juwangi yaitu berpola linier dengan mengikuti jaringan jalan yang ada di kedua desa serta ada yang menyebar dan dipisahkan oleh persawahan juga perkebunan. Berdasarkan penjelasan diatas maka secara umum konteks luas wilayah total harus 30% nya dimanfaatkan sebagai RTH sudah dicukupi. Namun dibalik itu perkotaan Juwangi mempunyai potensi besar khususnya lahan yang masih bisa dikonversi atau digunakan untuk pembangunan fisik permukiman maupun fasilitas – – fasilitas sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam pembangunan lahan khususnya antara lahan yang dekat jalan dengan yang berjarak lebih dari 1 kilometer dari jalan serta pelayanan fasilitasnya bagi masyarakat.
ASPEK SISTEM AKTIVITAS Sistem aktivitas adalah sebuah hubungan yang terbentuk dari beberapa behavior setting yang sifat nya tetap/berulang (berupa kegiatan rutin yang bersifat berlanjut). Sistem aktivitas sendiri dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas yang muncul untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan aktivitas yang muncul untuk memenuhi kebutuhan non ekonomi. Aktivitas yang muncul untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak lepas dari kegiatan produksi, distribusi serta konsumsi dari masyarakat yang merupakan pelaku ekonomi itu sendiri. Sedangkan aktivitas yang muncul untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan non ekonomi adalah aktivitas yang muncul untuk menyeimbangkan aktivitas ekonomi seperti kebutuhan fisik berupa aktivitas yang mendukung kesehatan, pendidikan serta peribadatan.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
KEBIJAKAN TERKAIT SISTEM AKTIVITAS B
II
Makro A
Trayek Angkutan Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi meliputi : a. Rencana pengembangan pengembangan sistem sistem prasarana prasarana transportasi jalan a) prasarana jalan umum jalan arteri primer jalan kolektor primer jalan strategis nasional jalan tol prasarana terminal penumpang jalan b. rencana pengembangan prasarana transportasi transporta si kereta api; kereta api regional kereta api komuter prasarana penunjang meliputi : underpass/f lyover - pengembangan lintasan underpass/flyover persimpangan persimpangan kereta api - peningkatan stasiun utama - peningkatan stasiun-stasiun - revitalisasi stasiun lama c. rencana pengembangan prasarana transportasi sungai, danau, dan penyeberangan; penyeberangan; meliputi : angkutan wisata waduk angkutan wisata sungai pelabuhan penyeberangan d. rencana pengembangan pengembangan prasarana transportasi laut pengembangan pelabuhan umum - pelabuhan utama - pelabuhan pengumpul - pelabuhan pengumpan e. rencana pengembangan prasarana transportasi transportas i udara. Pengembangan bandar udara umum Bandar udara pengumpul pengumpul sekunder skala internasional
Studio Proses Perencanaan E |
B
II
Bandar udara pengumpan pengumpan Pengembangan bandar udara khusus
A
B B
Meso Trayek Angkutan 1. Rencana sistem jaringan jaringan transportasi transportasi darat darat terdiri atas: angkutan jalan terdiri atas: jaringan lalu lintas dan angkutan a. jaringan jalan dan jembatan jembatan timbang terdiri atas pengembangan jalan tol (jalan bebas hambatan pengembangan pengembangan jalan arteri pengembangan jalan kolektor pengembangan jalan lokal pembangunan jalan baru pengembangan jembatan timbang jaringan prasarana prasarana lalu lintas dan angkutan jalan terdiri dari : pengembangan terminal - pengembangan terminal penumpang penempatan alat pengawas pengawas dan pengaman jalan penempatan unit pengujian kendaraan bermotor angkutan jalan jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan - Jaringan trayek angkutan penumpang angkutan penumpang penumpang Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) angkutan penumpang penumpang Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) angkutan perdesaan yang melayani pergerakan penduduk jaringan angkutan sungai dan penyeberangan jaringan transportasi perkotaan Rencana sistem jaringan terdiri atas: pengembangan jalur perkeretaapian perkeretaap ian pengembangan pengembangan prasarana prasarana transportasi kereta kereta api komuter komuter jaringan transportasi udara terdiri atas : Rencana sistem jaringan pengembangan pengembangan intermoda terminal pemantapan Bandar Udara Internasional Internasional Adi Soemarmo Soemarmo Boyolali sebagai bandara internasional dan embarkasi embarkasi Haji
Studio Proses Perencanaan E |
Wilayah Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Penerbangan (KKOP) dan Batas Kawasan Kebisingan (BKK) 2. Rencana sistem pusat kegiatan perkotaan : a. PKW berada berada di Kecamatan Boyolali b. PKL berada di Kecamatan Ampel c. PKLp di Kecamatan Mojosongo, Mojosongo, Kecamatan Kecamatan Banyudono, Kecamatan Simo dan Kecamatan Karanggede. d. PPK di Kecamatan Kecamatan Teras, Teras, Kecamatan Kecamatan Sambi dan Kecamatan Kecamatan Ngemplak. 3. Rencana pengembangan sistem perdesaan a. Pengembangan Pengembangan PPL di Kabupaten meliputi: Kecamatan Selo; Kecamatan Cepogo; Kecamatan Musuk; Kecamatan Sawit; Kecamatan Nogosari; Kecamatan Klego; Kecamatan Andong; Kecamatan Kemusu; Kecamatan Wonosegoro; dan Kecamatan Juwangi.
II
SISTEM AKTIVITAS EKONOMI Aktivitas Pertanian Wilayah JKW memiliki guna lahan peruntukkan pertanian yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase lahan pertanian di wilayah studi, seperti wilayah Juwangi yang memiliki total penggunaan lahan pertanian sebesar 57% dengan lahan sawah irigasi sebesar 7%, sawah tadah hujan 9% dan Kebun 41%. Sedangkan lahan pertanian yang ada di Kecamatan Kemusu cenderung lebih kecil dengan total lahan lahan pertanian pertanian sebesar 41% dengan rincian lahan sawah irigasi sebesar 17%, sawah tadah hujan sebesar 17% dan kebun sebesar 7%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Wonosegoro yang memiliki total lahan pertanian sebesar 37% dengan persentase lahan sawah irigasi sebesar 11%, sawah tadah hujan 9% dan kebun sebesar 7%. Besarnya lahan pertanian yang ada di wilayah Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
perencanaan menandakan bahwa mayoritas aktivitas ekonomi berupa produksi pertanian yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah ini. Mayoritas masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, hal ini dibuktikan dengan banyaknya jumlah petani di Wilayah JKW yaitu 59.081 jiwa. Jumlah petani di Kecamatan Juwangi 11.484 jiwa, sedangkan di Kecamatan Wonosegoro 26.894 jiwa dan Kecamatan Kemusu sebesar 20.703 jiwa. Oleh karena itu wajar saja jika aktivitas pertanian mendominasi mendominasi di wilayah JKW ini.
Aliran Bahan Baku/ Bibit 1. Peta Aliran Bibit Kecamatan Juwangi
Gambar 2. 20 Peta Aliran Bibit Kecamatan Juwangi Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Berdasarkan peta diatas dapat diketahui bahwa peta aliran bibit berasal dari Kecamatan Boyolali yang memasok bibit ke Kecamatan Juwangi kemudian dialirkan ke desa sekitar nya seperti Desa cerme, desa ngaren, desa krobokan, desa pilangrejo dan desa lainnya yang berada di Kecamatan Juwangi.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
2. Peta Aliran Aliran Bibit Kecamatan Wonosegoro
B
II A B
Gambar 2. 21 Peta Aliran Bibit Kecamatan Wonosegoro Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Berdasarkan peta diatas dapat diketahui bahwa peta aliran bibit di Kecamatan Wonosegoro berasal dari Kecamatan Kedungjati ( Kab.Grobogan) kemudian kemudian dilairkan ke Desa Bengle. Dsa Karanggede, Karanggede, Teras, Mojosongo menjadi pemasok bibit ke Kecamatan Wonosegoro. Tujuan desa nya adalah ke desa Gilirejo, Kalinans, Bolo, dan Ngablak. Tak hanya dari kecamatan sekitar saja namun Klaten juga memasok kebutuhan ke Desa Karangjati dan Ngablak.
Studio Proses Perencanaan E |
3. Peta Aliran Bibit Kecamatan Kemusu
B
II A B
Gambar 2. 22 Peta Aliran Bibit Kecamatan Kemusu Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Peta diatas merupakan peta aliran bibit di Kecamatan Kemusu yang dibuat berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, peta diatas menunjukkan Pemasok kebutuhan bibit berasal dari Desa Mojosongo, Andong, Karanggede Karanggede dan Kedungmulyo Kedungmulyo dimana Desa Mojosongo Mojosongo memasok kebutuhan bibit ke desa Klewor, Kendel dan Desa Guwo. Sedangkan Kecamatan Andong memasok kebutuhan bibit ke Desa Karanggede. Berdasarkan 3 peta diatas menunjukkan bahwa para petani di wilayah JKW umumnya mendapatkan bahan baku (bibit) pertanian dari bantuan subsidi pemerintah yg didapatkan 1 tahun sekali, namun tidak sedikit pula petani lain yang mendapatkan bahan baku dari toko di pasar tertentu secara langsung. Hal ini diakibatkan waktu pengiriman bibit dari pemerintah yang tidak sesuai dengan waktu penanamanan dan terlambat, sehingga sehingga memaksa para petani secara langsung untuk membeli bibit di pasar yang harganya jauh lebih mahal. Pasokan kebutuhan bibit juga banyak berasal dari Desa di sekitar wilayah JKW Studio Proses Perencanaan E |
bahkan juga dari Klaten.Hal ini menunjukkan bahwa hubungan anatara wilayah JKW dan sekitarnya terkait supply dan demand juga cukup baik. Namun aksesibiltas di Wilayah JKW juga masih buruk dan banyak jalan yang rusak sehingga terkadang memperlambat pergerakan ke desa yang akan dituju. Oleh karena itu terkait aksesibilitas harus benarbenar dibenahi agar pergerakan bibit pun dapat lancar.
Aliran Penjualan Hasil Pertanian Adapun hasil pertanian pertanian yang dijual ke luar yaitu yaitu Jagung, Jagung, pisang, pisang, ketela pohon, dan padi. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, hasil produksi pertanian pun telah banyak yang dijual ke luar wilayah, walaupun masih terdapat beberapa desa yang hasil pertaniannya hanya mencukupi untuk konsumsi penduduk di desanya sendiri, salah satunya adalah Desa Kauman di Kecamatan Kemusu yang tidak menjual hasil pertaniannya kemanapun selain Desa Kauman sendiri dan daerah sekitarnya. Hal ini disebabkan sedikitnya jumlah produksi pertanian yang dapat dihasilkan oleh Desa Kauman. 1. Kecamatan Juwangi Jagung
Gambar 2. 23 Peta Aliran Komoditas Komodit as Jagung Kecamatan Juwangi Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Berdasarkan peta diatas dapat diketahui bagaimana aliran komoditas jagung yang terdapat di Kecamatan Juwangi, jagung merupakan salah satu komoditas yang dihasilkan oleh Wilayah JKW. Desa penghasil jagung di Kecamatan Juwangi yaitu Desa Sambeng, Desa Pilangrejo Desa Ngaren dan Desa Ngleses. Tujuan aliran komoditas jagung berdasarkan peta diatas ke Kabupaten Grobogan, Kab Sragen Kabupaten Semarang serta Desa Karanggede. Biasanya jangung yang dijual merupakan jagung yang telah dikeringkan dan digunakan untuk pakan ternak, sehingga ketahanan hasil pertanian bisa agak lama dibanding dengan jagung segar. Pisang
Gambar 2. 24 Peta Aliran Komoditas Pisang Kecamatan Juwangi Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Tujuan pemasaran hasil produksi pertanian berupa pisang dianataranya adalah ke Desa Kecamatan Karangrayung, Solo, Yogyakarta dan Bali. Dimana penghasil pisang di Kecamatan Juwangi adalah Desa Jerukan dan Desa Ngaren. Aliran distribusi pisang Desa Jerukan adalah ke Kecamatan Karangrayung Solo hingga Bali. Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Kemudian aliran distribusi Desa Ngaren adalah ke Soilo dan Yogyakarta. Namun distribusi penjualan pisang ini ditunjang oleh adanya Pasar Juwangi . Di Juwangi terdapat pasar pisang dimana hasil panen pisang pisang dari 3 Kecamatan Kecamatan JKW banyak banyak yang dijual ke pasar pasar tersebut. Pembeli kebanyakan berasal dari luar daerah dan membeli dengn skala skala yang besar seperti seperti dari Solo, Bandung Bandung hingga hingga ke Bali. Bali. Berdasarkan hasil wawancara dengan sekrestaris desa, Bali membeli pisang dari Juwangi dikarenakan harganya yang murah dan Bali banyak membutuhkan pisang untuk kegiatan upacara adat nya.
Gambar 2. 25 Kegiatan Perdagangan Pisang di Kecamatan Juwangi Sumber: Dokumentasi Kelompok Studio E, 2017
Berikut merupakan hasil dokumentasi studio E saat survey di Kecamatan Juwangi. Terlihat pada gambar diatas bahwa banyak sekali pisang yang dijual di Pasar Juwangi.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
2. Kecamatan Wonosegoro Jagung
II A
B B
Gambar 2. 26 Peta Aliran Komoditas Jagung Kecamatan Wonosegoro Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dari peta diatas dapat diketahui bahwa aliran distribusi komoditas jagung adalah ke Kecamatan Karanggede , Salatiga, Kecamatan Boyolali dan Kabupaten Grobogan. Namun daerah tujuan yang paling dituju adalah Kota Salatiga dan Kecamatan Karanggede hal ini dikarenakan jarak yang dekat dan kebutuhan jagung di Kecamatan Karanggede Karanggede dan Salatiga juga lumyan banyak.
Studio Proses Perencanaan E |
II
Kedelai
B A B
Gambar 2. 27 Peta Aliran Komoditas Kedelai Kecamatan Wonosegoro Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Desa penghasil ketela pohon di Kecamatan Wonosegoro Wonosegoro adalah Desa Bolo dimana daerah tujuan distribusi nya adalah ke desa sekitar nya, Kabupaten Semarang, Kabupaten Sragen, Desa Karanggede, KotaSolo dan Kabupaten Grobogan.
Studio Proses Perencanaan E |
II
Padi
B A B
Gambar 2. 28 Peta Aliran Komoditas Padi Kecamatan Wonosegoro Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Padi merupakan salah satu komoditas yang jumlah nya melimpah di Kecamatan Wonosegoro. Dimana Desa penghasil padi adalah Desa Bandung, Desa Kalinanas, dan Desa Karangjati dengan tujuan distribusi komoditas adalah Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kecamatan Karangeede, Kabupaten Sragen, dan K abupaten Grobogan. Banyaknya tingkat distribusi pertanian harusnya ditunjang dengan aksesbilitas jalan yang yang baik karena hampir 50 % jalan di Kecamatan Wonosegoro Wonosegor o rusak sehingga akan menghambat pendistribusian komoditas padi.
Studio Proses Perencanaan E |
3. Kecamatan Kemusu Ketela Pohon
II A
B B
Gambar 2. 29 Peta Aliran Komoditas Ketela Pohon Kecamatan Kemusu Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Peta diatas menunjukkan aliran distribusi komoditas ketela pohon dimana desa penghasil ketela pohon adalah Desa Wonoharjo, Desa Guwo, Desa Genengan, Desa Bawu, Desa Geengsari, Desa Klewor dan daerah tujuan distribudi komoditas ketela pohin adalah Kabupaten Sragen, Kecamatan Andong dan Kecamatan Boyolali.
Aliran Manusia (Buruh Tani/Petani) Suatu aktivitas tidak akan berjalan tanpa adanya pelaku. Pelaku yang dimaksud disini adalah petani dan buruh tani di Wilayah JKW. Petani adalah orang yang memilki lahan dan menggarap lahan pertanian nya sendiri, sedangkan buruh tani adalah orang yang tidak memilki lahan dan bekerja menggarap lahan milik orang lain. Asal daerah buruh tani terbanyak berasal dari dalam wilayah JKW itu sendiri, karena memang sebagian besar pekerjaan utama penduduk JKW adalah buruh tani. Beberapa diantaranya ada juga Studio Proses Perencanaan E |
yang merupakan petani atau petani yang memiliki lahan, tetapi lahannya digarap oleh para buruh tani. Buruh tani tersebut paling banyak berada pada Desa Repaking, Desa Kendel dan Desa Ngeleses. Hal ini dikarenakan desa-desa tersebut berbatasan dengan Kecamatan lain, sehingga banyak penduduk di desa sekitarnya yang merupakan kecamatan kecamatan lain ikut serta menjadi buruh tani di desa-desa tersebut. Buruh tani yang berasal dari luar wilayah JKW berasal dari Desa Karang Rayung, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang yang memiliki persentase sebesar 2% dari seluruh petani yang bekerja di wilayah JKW. Beberapa buruh tani umumnya tidak tinggal menetap di W ilayah JKW, beberapa buruh tani yang selesai menggarap taninya tersebut, akan pergi merantau karena garapannya sudah selesai dan akan kembali lagi nanti setelah akan panen. Penduduk yang pergi atau merantau kebanyakan merupakan buruh tani yang sebagian besar tujuan daerahnya adalah Jakarta, Jakarta , Medan dan Semarang untuk menjadi buruh industri maupun buruh bangunan dengan maksud untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Berikut merupakan data penduduk yang masuk dan keluar baik untuk bekerja sebagai buruh industri, bangunan di luar kota dan kembali ke tempat asal untuk pulang atau hanya panen. Kepemilikan lahan pertanian rata rata merupakan lahan miliki perhutani yang disewakan oleh para petani, seperti petani jagung di Desa Krobokan, Juwangi yang menyewa lahan perhutani sebesar Rp. 150.000 per ¼ hektar setiap panen, selain itu ada juga lahan yang merupakan milik Kepala Desa yang disewakan untuk penanaman padi. Sistem ini berada di Desa Gilirejo Kecamatan Wonosegoro. Akan tetapi tidak sedikit pula petani yang memiliki lahan pribadi. Petani yang bekerja di lahan milik perhutani tentu hanya menjadi buruh tani dikarenakan apabila lahan dari perhutani tersebut tutup untuk sementara, maka petani-petani yang berkerja di lahan tersebut akan berhenti berkerja dan mengganti perkerjaan untuk sementara waktu, hal ini menjadikan petani hanya sebagai pekerjaan yang tidak tetap. Berikut meupakan daftar desa yang lahan pertanian nya berasal dari Perhutani :
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Tabel II. 44 Lahan Pertanian Milik Perhutani Nama Desa Nama Kecamatan Desa Sambeng Kecamatan Juwangi Desa Guwo Kecamatan Kemusu Desa Ngaren Kecamatan Juwangi Desa Pilangrejo Kecamatan Juwangi Desa Cerme Kecamatan Juwangi Desa Krobokan Kecamatan Juwangi
Aktivitas Industri Di wilayah JKW terdapat beberapa macam jenis industri yang tumbuh dan berkembang, baik itu industri besar, menengah maupun industri kecil, diantaranya adalah industri produksi anyaman, produksi minyak atsiri, arang kayu, batu split, produksi gethuk, gula, gula kelapa, kerupuk, konveksi tas, rogo-rigi, serta produksi tahu tempe. Adanya aktivitas industri di wilayah JKW didukung oleh beberapa kebijakan yang ada, yaitu: A. RTRW Kabupaten Kabupaten Boyolali Tahun 2011-2031 2011-2031 Di Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro tersebut akan dikembangkan kawasan peruntukan industri besar, menengah, kecil B. RPJMD Kabupaten Kabupaten Boyolali Boyolali Tahun 2016-2021 2016-2021 Rencana pengembangan kawasan peruntukan industri besar, sedang, dan kecil tadi didetailkan kedalam kebijakan peningkatan daya saing industri yang berbasis sumber daya lokal yaitu dalam rangka mewujudkan Boyolali sebagai lumbung padi dan pangan nasional maka diperlukan strategi yaitu : 1) Peningkatan Peningkat an keahlian dan kualitas petani dan produsen hasil pertanian dalam menggunakan menggunakan teknologi rekayasa industri pengolahan hasil produksi pertanian. 2) Melengkapi infrastruktur penunjang koneksitas pengadaan bahan baku-lokasi produksi-pintu pemasaran hasil industri produksi pertanian dan distribusi hasil produk pertanian
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
3) Pengembangan Pengembangan industri industri pariwisata berbasis berbasis pertanian peternakan menambah daya saing kabupaten. Kebijakan berkaitan dengan pengembangan industri ini dilaksanakan setiap tahunnya mulai dari tahun t ahun 2017-2021. Rencana pengembangan kawasan peruntukan industri besar, sedang, dan kecil juga didetailkan kedalam strategi pengembangan pengembangan wilayah industri meliputi: 1) Meningkatkan kegiatan koperasi usaha mikro, kecil dan menengah serta menarik investasi 2) Mengembangkan industri kecil dan industri rumah tangga 3) Mengembangkan wilayah industri polutif berjauhan dengan kawasan permukiman; dan 4) Mengembangkan pusat promosi dan pemasaran hasil industri kecil dan kerajinan rumah tangga.
Gambar 2. 30 Peta Persebaran Industri di Kecamatan JKW Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Berdasarkan peta diatas terlihat bahwa industri yang paling dominan di wilayah JKW adalah industri meubel yang terdapat di Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Kelurahan Cerme, Krobokan, Bercak, Garangan, Kedungmulyo, Gosono, Banyusri, Kauman dan Kendel. Selanjutnya industri produksi tempe dan industri produksi kerupuk.
Aliran Bahan Baku dan Aliran Penjualan Hasil Industri Bahan baku yang diperoleh oleh tiap pelaku industri di wilayah JKW ini rata-rata berasal dari dalam (petani lokal) Kecamatan Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro maupun dari luar wilayah JKW, misalnya bahan baku kedelai yang diperoleh di peroleh dari Kecamatan Karanggede yang terletak di sebelah selatan wilayah JKW. Sedangkan untuk penjualan hasil industrinya, rata-rata langusng dijual ke pasar yang ada di wilayah JKW maupun dijual ke daerah lain melalui tengkulak dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, aliran bahan baku dan aliran penjualan hasil industri ini dapat dilihat dari mata rantai nilai masing-masing industri sebagai berikut: Produksi minyak atsiri
Gambar 2. 31 Diagram Alir Produksi Minyak Atsiri
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
II B
Arang kayu
A B
Bahan baku
Tempurung kelapa
Proses produksi
Tungku pengarngan
pembakaran hingga hingga ( pembakaran pendinginan)
Pemasaran Ke pasar JKW
Dibongkar dan dikeluarkan
Gambar 2. 32 Diagram Alir Produksi Arang kayu
Produksi gethuk
Bahan baku
Singkong, ubi rambat, talas, pisang Diperoleh dari petani
Ke produsen (masuk ke dapur produksi)
Proses produksi
lokal
Dipasarkan ke pasar JKW maupun pemesan dari luar JkW Gambar 2. 33 Diagram Alir Produksi Gethuk
Studio Proses Perencanaan E |
Pemasaran getuk
II B A B
Gambar 2. 34 Diagram Alir Industri Tas
Gambar 2. 35 Diagram Alir Industri Meubel
Studio Proses Perencanaan E |
II B A B
Gambar 2. 36 Diagram Alir Industri Tempe Tahu
Aliran Manusia (Buruh Industri) Suatu aktivitas tidak akan berjalan tanpa adanya pelaku. Pelaku industri yang melakukan aktivitas industri di wilayah JKW berasal dari dalam wilayah JKW itu sendiri karena rata-rata industri yang tumbuh dan berkembang di wilayah ini adalah industri tingkat ti ngkat rumah tangga.
SISTEM AKTIVITAS NON-EKONOMI Kependudukan Migrasi Masuk dan Keluar
Studio Proses Perencanaan E |
II B A B
Gambar 2. 37 Peta Aliran Kependudukan Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dilihat dari aktivitas atau mobilitas penduduknya penduduknya secara umum, terutama di wilayah Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro, penduduk dengan migrasi masuk dengan keluar kurang lebih sama intensitasnya, namun cenderung lebih besar intensitas penduduk dengan migrasi keluar. Hal tersebut ternyata salah satunya dikarenakan oleh aktivitas penduduk ke luar wilayah untuk mencari lapangan pekerjaan atau pendapatan di wilayah lain. Dilihat dari kapasitas penduduknya, di wilayah Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro lebih mengarah kepada potensi penduduk terlatih sebagai tenaga pekerja terutama dalam sektor pertanian. (Tabel jumlah migrasi penduduk terlampir) Dengan adanya hal tersebut, diperoleh beberapa potensi dengan adanya migrasi keluar penduduk dengan kapasitas tenaga kerja yang mencukupi salah satunya adalah adanya remitan yang didapat dari pada emigran. Namun, dengan banyaknya penduduk yang bermigrasi ke luar wilayah Juwangi, Kemusu, dan Wonosego W onosegoro, ro, maka Studio Proses Perencanaan E |
secara tidak langsung memperlambat atau menghambat pertumbuhan dan pembangunan dalam wilayah Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro itu sendiri. Gagasan perencanaan yang dapat diupayakan, salah satunya adalah dengan cara adanya kebijakan pembatasan penduduk migrasi masuk atau pun keluar dengan intensitas atau kapasitas tertentu, sehingga diharapkan adanya keseimbangan dan kestabilan pertumbuhan penduduk atau pun perkembangan wilayah di Kecamatan Juwangi, Juwangi, Kemusu, dan Wonoseg W onosegoro oro itu sendiri. Tingkat Pelayanan dan Jangkauan Sarana Pelayanan yang Menunjang Kawasan perkotaan Juwangi Juwangi dan Wonosegor W onosegoro o memiliki fasilitas f asilitas pendidikan yang cukup lengkap dimulai dari TK hingga SMA. Dilihat dari jangkauan pelayanannya dapat dilihat sebagai berikut:
-
Kawasan Perkotaan Wonosegoro
Gambar 2. 38 Peta Jangkauan TK Kawasan Perkotaan Wonosegoro Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dapat dilihat bahwa jangkauan TK di Kawasan Perkotaan Wonosegoro belum terjangkau seluruhnya, seluruhnya, yaitu di bagian barat daya dan timur Wonosego W onosegoro ro Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
II B A B
Gambar 2. 39 Peta Jangkauan SD Kawasan Perkotaan W onosegoro Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dapat dilihat bahwa jangkauan SD di Kawasan Perkotaan Wonosegoro sudah hampir terjangkau seluruhnya, kecuali sedikit bagian timur Wonoseg W onosegoro. oro.
Gambar 2. 40 Peta Jangkauan SMP Kawasan Perkotaan Wonosegoro Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
Dapat dilihat bahwa jangkauan SMP di Kawasan Perkotaan Wonosegoro belum terjangkau seluruhnya, khususnya bagian barat daya dan bagian timur Wonosegoro.
B
A
B
II
Gambar 2. 41 Peta Jangkauan SMA Kawasan K awasan Perkotaan Wonosegoro Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dapat dilihat bahwa jangkauan SMA di Kawasan Perkotaan Wonosegoro sudah terjangkau seluruhnya
Studio Proses Perencanaan E |
II B A B
Gambar 2. 42 Peta Jangkauan TK Kawasan Perkotaan Juwangi Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dapat dilihat bahwa jangkauan TK di Kawasan Perkotaan Juwangi belum terjangkau seluruhnya, khususnya bagian utara, barat dan selatan Juwangi.
Studio Proses Perencanaan E |
II B A B
Gambar 2. 43 Peta Jangkauan SD Kawasan Perkotaan Juwangi Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dapat dilihat bahwa jangkauan SD di Kawasan Perkotaan Juwangi belum terjangkau seluruhnya, khususnya bagian utara, barat dan selatan Juwangi.
Studio Proses Perencanaan E |
II B A B
Gambar 2. 44 Peta Jangkauan SMP Kawasan Perkotaan Juwangi Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dapat dilihat bahwa jangkauan SMP di Kawasan Perkotaan Juwangi belum terjangkau seluruhnya, khususnya bagian utara, Barat dan selatan Juwangi.
Gambar 2. 45 Peta Jangkauan SMA SM A Kawasan Perkotaan Juwangi Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
II Dapat dilihat bahwa jangkauan SMA di Kawasan Perkotaan Juwangi sudah hampir terjangkau seluruhnya, kecuali sebagian kecil selatan Juwangi.
Infrastruktur Aksesbilitas dan Trayek Angkutan Umum Berdasarkan arahan kebijakan yang ada di tiga kecamatan yang menjadi wilayah studi dapat di jelaskah bahwa adanya pengembangan pengembangan berupa pengembangan pengembangan jalan kolektor. Hal ini disebabkan karena fungsi jalan di setiap Kecamatan sangat penting. Maka arahan kebijakan pengembangan Kecamatan Juwangi, Wonosegoro dan Kemusu yakni pengembangan pengembangan jalan j alan kolektor. Apabila pengembangan pengembangan dari jalan kolektor tersebut sudah berjalan maka akan mempermudah pengembangan bidang transportasi seperti, pengembangan terminal, pengembangan angkutan desa, pengembangan stasiun kereta api, pengembangan cagar budaya serta pengembangan stasiun kereta api Telawa. T elawa.
Gambar 2. 46 Infrastruktur Jalan di Kecamatan Juwangi Sumber:DokumentasiKelompokStudioE,2017
Pada kecamatan Juwangi, pengembangan jalan kolektor akan menjadi awal untuk pengembangan terminal penumpang kelas C yang kemudian menjadi pengembangan jaringan trayek angkutan penumpang antar Kota antar Propinsi. Hal ini akan menunjang ketersediaan pengembangan angkutan perdesaan serta adanya Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
pengembangan pengembangan Stasiun kereta api Telawah akan aka n semakin menunjang transportasi di Kecamatan Juwangi.
A
B
II B
Gambar 2. 47 Infrastruktur Jalan di Kecamatan Wonosegoro Sumber:DokumentasiKelompokStudioE,2017
Berbeda dengan kecamatan Juwangi, kecamatan Wonosegoro juga memiliki arahan kebijakan pengembangan pengembangan yakni pada pengembangan jalan kolektor untuk mengembangkan sistem perdesaan, terminal penumpang C. Hal ini guna untuk menunjang angkutan perdesaan di Kecamatan Wonosegoro. Selain itu, di Kecamatan Wonosegoro juga memiliki arahan kebijakan pengembangan pengembangan Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan.
Gambar 2. 48 Infrastruktur Jalan di Kecamatan Kemusu Sumber:DokumentasiKelompokStudioE,2017
Pada Kecamatan Kemusu, arahan kebijakan pengembangannya berupa pengembangan jalan kolektor untuk mengembangkan mengembangkan sistem perdesaan, terminal penumpang penumpang C. Hal ini Studio Proses Perencanaan E |
guna untuk menunjang angkutan perdesaan di Kecamatan Kemusu serta ketersediaan jaringan trayek angkutan penumpang antar kota dalam provinsi. Selain itu, di Kecamatan Kemusu terdapat juga pengembangan jaringan angkutan sungai dan penyeberangan.
Sosial Berikut ini adalah kegiatan sosial yang ada di Kecamatan Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro yang menunjang kegiatan ekonomi di ketiga kecamatan tersebut. (Tabel kegiatan sosial terlampir) Di salah satu desa wilayah studi, yaitu Desa Kalinanas, terdapat aktivitas penduduk yang mendukung kegiatan perekonomian, namun kegiatan tersebut tidak didukung oleh sarana-prasarana sarana-prasarana serta fasilitas yang ada sehingga menimbulkan dampak yang merugikan warga Kalinanas sendiri, yaitu sebagai berikut: 1. Desa dilewati tebing yang yang memisahkan memisahkan menjadi bagian bagian utara dan bagian selatan 2. Terdapat sd di kedua bagian desa namun sd bagian selatan tidak berfungsi secara optimal 3. Hal tersebut disebabkan karena desa bagian utara lebih baik kondisinya dan lebih mudah aksesnya, sehingga murid dan guru lebih memilih melakukan aktivitas pendidikan di desa tersebut 4. Potensi masalah masalah yang ada persebaran persebaran penduduk penduduk tidak merata, merata, dikarenakan kondisi desa bagian utara lebih baik 5. Pemborosan Sumber daya manusia dan pembiayaan karena tidak optimalnya fungsi sekolah
ASPEK SISTEM SOSIAL Wilayah Makro Status Sosial Wilayah Makro Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
kelompok masyarakatnya. Berikut merupakan beberapa status social yang diperoleh berdasarkan usaha usaha yang dilakukan, yaitu :
A
B
II
Penduduk Menurut Pendidikan Terakhir di Kabupaten Boyolali 2015 2%
3%
14%
29%
Tidak tamat SD Tamat SD
18%
Tamat SMP Tamat SMA 34%
D I/ II/ III S1
Diagram 2. 31 Status Penduduk Menurut Pendidikan Terakhir di Kabupaten Boyolali Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2016
Pendidikan penduduk Boyolali masihtergolong rendah, hal ini dibuktikan dibukti kan dengan penduduknya didominasi oleh tamatan SD dengan prosentase sebesar 34% dan penduduk yang bahkan belum menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar, yaitu sekitar 29%. Hal ini membuktikan bahwa masyarakatnya masih belum menganggap bahwa pendidikan suatu hal yang penting dan utama. Melihat latar belakang pendidikan yang ada di Kabupaten Boyolali maka dapat disimpulkan juga kualitas sumber daya manusia di Kabupaten Boyolali pada tahun 2015 masih dianggap rendah. Penduduk yang memiliki keahlian atau memiliki gelar sarjana hanya 3% dari seluruh penduduk penduduk yang ada di Boyolali, angka ini sangatlah kecil apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Boyolali. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya jenjang pendidikan masyarakat masyarakat Boyolali, salah satunya adalah pola pikir masyarakat yang masih menganggap pendidikan tinggi merupakan suatu bonus bonus dan tidak mutlak untuk didapatkan. Hal ini juga terlihat di indeks pembangunan manusia (IPM) di Kabupaten Boyolali Studio Proses Perencanaan E |
B
pada tahun 2015 yaitu sebesar 71,73%, hal ini menunjukkan pembangunan manusia di Kabupaten Boyolali termasuk ke dalam kategori menengah (rendah :IPM<50;menengah kebawah: 50≤IPM≤65,99; menengah : 66≤IPM≤79,99; tinggi : IPM≥80). Selain kesehatan dan ekonomi, pendidikan atau angka melek huruf merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pembangunan manusia suatu daerah. Semakin baik faktor tersebut maka semakin tinggi pula kategori indeks pembangunan daerah tersebut. Tabel II. 45 Kepercayaan dan Kesenian di Kabupaten Boyolali
No. Jenis 1. Sadranan
Lokasi Kabupaten Boyolali
Keterangan Sadranan adalah tradisi untuk membersihkan makam leluhur dan ziarah kubur dengan prosesi doa dan perayaan pengiriman Dilakukan oleh warga setempat tidak berwujud tumpeng.Tradisi makanan ringan dan nasi diadakan setiap tahun pada pertengahan Ruwah (kalender Jawa) sebelum kedatangan Ramadan.
2.
Kabupaten Boyolali
Sebuah atrian yang dimainkan oleh 40 orang pria dengan memakai ikat kepala gaya turki. Tariannya dilakukan dengan menaiki kuda kepang dengan senjata tombak dan pedang. Tarian ini menggambarkan prajurit yang akan berangkat ke medan perang, dahulu merupakan tarian penyebar semangat kepahlawanan dari keturunan prajurit Diponegoro.
Tarian Jlantur
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Budaya Wilayah Makro Terdapat beberapa objek kebudayaaan di Kabupaten Boyolali yang telah ditetapkan secara nasional, yaitu : Kompleks Pentirtaan Cabean Kunti yang terletak di Cepogo Kabupaten Boyolali yang dikelola oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah Candi Sari yang terletak di Gedangan, Cepogo yang di kelola oleh BP3 Jawa Tengah Candi Lawang yang juga terletak di Kecamatan cepogo tepatnya di Dusun Paras dan dikelola oleh BP3 Jawa Tengah Kompleks Masjid Ciptomulyo yang terletak di Desa bendan Kecamatan Banyudono
Gambar 2. 49 Kebudayaan di Kabupaten Boyolali Sumber: kemdikbud.go.id
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Wilayah Meso II B
Kebijakan Sistem Sosial Wilayah Meso B
A
Diagram 2. 32 Struktur Organisasi Pemerintah Kecamatan Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari T elaah Dokumen, 2017
Fungsi Fungsi SKPD Kecamatan CAMAT - Pengkoordinasian, Pengkoordi nasian, pembinaan, dan penyelenggaraan penyelenggar aan - kegiatan pemerintahan pemerintahan - kegiatan pemberdayaan masyarakat - ketentraman dan ketertiban umum - pemeliharaan sarana fasilitas umum - pelayanan di bidang administrasi pertanahan dan kependudukan - Pengkoordinasian Pengkoordi nasian penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; - Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
Studio Proses Perencanaan E |
- Pengkoordinasian pencegahan, penanggulangan dan penanganan pasca bencana; - Pelaksanaan pelaporan hasil monitoring kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasayarakatan di wilayah kerja kecamatan; - Pelaksanaan tugas dinas lain lain yang yang diberikan diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya. SEKRETARIAT KECAMATAN - Penyusunan usulan program dan evaluasi kegiatan sekretariat; - Pelaksanaan pelayanan pelayanan administrasi administr asi kepada seluruh perangkat/aparatur perangkat/aparatur kecamatan; kecamatan; - Pengelolaan urusan keuangan; - Pelaksanaan tata usaha dan kepegawaian; kepegawaian; - Pelaksanaan urusan perlengkapan perlengkapan dan rumah tangga; - Pengkoordinasian Pengkoordinasian kegiatan kegiatan antar seksi dalam rangka penyusunan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan program dan kegiatan kecamatan; - Pemrosesan usulan dan pertimbangan pertimban gan pengangkatan Lurah; - Pelaksanaan inventarisasi inventarisasi aset daerah atau kekayaan daerah lainnya yang ada di wilayah kerjanya; - Penyusunan laporan hasil pelaksanaan program dan kegiatan kecamatan; - Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Camat sesuai dengan bidang tugasnya. Untuk menjalankan fungsinya Sekretariat Kecamatan terdiri dari: Sub Bagian Keuangan & Program - Mengkoordinasikan Mengkoordi nasikan dan melaksanakan pelayanan urusan Penyusunan Program dan pembinaan bidang keuangan Sekretariat Kecamatan - Merencanakan Merencanaka n dan menyusun program kerja dan membuat laporan tahunan kecamatan
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
- Mengkoordinasikan Mengkoordinasikan tindak lanjut temuan pemeriksa fungsional, laporan masyarakat dan pengawasan lainnya - Mengkoordinasikan dan menyusun data serta informasi tentang kecamatan kecamatan - Memfasilitasi pelaksanaan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilingkungan kecamatan kecamatan - Membagi tugas kepada bawahan dengan cara tertulis atau secara lisan agar bawahan mengerti dan memahami pekerjaanya pekerjaanya - Memberi petunjuk kepada bawahan dengan cara tertulis atau secara lisan agar bawahan mengerti dan memahami pekerjaannya pekerjaannya - Memeriksa pekerjaan bawahan berdasarkan hasil kerja untuk mengetahui adanya kesalahan atau kekeliruan serta upaya penyempurnaanya - Melaksanakan Melaksana kan tugas-tugas tugas-tu gas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan tugas dan fungsinya. f ungsinya. - Melakukan Verifikasi serta meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) - Menyiapkan Surat Perintah Membayar (SPM) - Melakukan Verifikasi harian atas Penerimaan - Melakukan Verifikasi laporan Pertanggungjawaban(SPJ) Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran P engeluaran - Melaksanakan Akutansi Sekretariat Kecamatan - Melaporkan Melapork an pelaksanaan tugas pembinaan pembinaa n bidang keuangan Sekretariat Kecamatan kepada atasan secara lisan maupun tertulis berdasarkan hasil kerja sebagai bahan evaluasi bagi atasan Sub Bagian Umum dan Kepegawaian - Mengkoordinasikan Mengkoordi nasikan dan melaksanakan pelayanan urusan Kepegawaian, Umum dan Perlengkapan - Merencanakan Program Kerja Sub Bagian Kepegawaian,Umum dan Perlengkapan meliputi koordinasi dan pelaksanaan tugas bidang Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
-
- -
-
-
- -
-
Kepegawaian, Umum dan Perlengkapan berdasarkan petunjuk atasan dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas Merencanakan program kerja dan inventarisasi inventarisasi aset kecamatan dan kelurahan serta inventarisasi permasalahan yang berhubungan kepegawaian, pembinaan aparatur serta peningkatan kualitas pegawai Merencanakan program kerja penyelenggaraan pelayanan kebersihan, keindahan dan pertamanan Merumuskan dan melaksanakan pelayanan administrasi, inventaris kantor dan dokumentasi kegiatan kantor Melaksanakan urusan keprotokolan, upacaraupacara, rapat-rapat rapat-ra pat dinas dan pelayanan hubungan masyarakat Melaksanakan Melaksana kan kegiatan-kegiatan kegiatan -kegiatan penyusunan kebutuhan dan materiil materiil bagi unit kerja kecamatan kecamatan Merumuskan dan mengkoordinasikan kegiatan kebersihan, ketertiban, kenyamanan ruangan dan halaman kantor, disiplin pegawai pegawai serta pengamanan pengamanan dilingkungan badan Melaksanakan penyusunan data kepegawaian, DP3 PNS, registrasi PNS dan DUK Membagi tugas kepada bawahan dengan cara tertulis atau lisan agar dapat diproses diproses lebih lanjut Membagi tugas kepada bawahan bawahan mengerti dan memahammi pekerjaanya pekerjaanya Memeriksa pekerjaan bawahan berdasarkan berdasarkan hasil kerja untuk mengetahui adanya kesalahan atau kekeliruan serta upaya penyempurnaanya Mengevaluasi tugas sub bagian Kepegawaian, Umum dan perlengkapan berdasarkan informasi, data, laporan yang diterima untuk bahan penyempurnaan penyempurnaan lebih lanjut Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
-
Melaporkan pelaksanaan tugas sub bagian Kepegawaian, umum dan perlengkapannya kepada atasan secara lisan maupun tertulis berdasarkan hasil kerja sebagai bahan evaluasi bagi atasan - Melaksanakan Melaksana kan tugas lain sesuai dengan kewenangan dan bidang tugas yang diberikan oleh Camat. SEKSI PEMERINTAHAN - Perencanaan kegiatan urusan pemerintahan - Koordinasi dan singkronisasi singkronisasi tugas urusan pemerintahan - Pembinaan, evaluasi dan bimbingan urusan pemerintahan - Pemeriksaan pekerjaan bawahan - Pelaporan pelaksanaan pelaksanaan tugas; SEKSI EKONOMI DAN PEMBANGUNAN Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dibidang pembangunan mayarakat Desa/Kelurahan Pemberiandukungan Pemberiand ukungan atas pelaksanaan tugas dibidang pembangunan masyarakat Desa/Kelurahan Pembinaan dan Pelaksanaan Pel aksanaan tugas dibidang di bidang pembangunan masyarakat Desa/Kelurahan Pelaksanaan tugas lain yang diberikan di berikan oleh Camat sesuai dengan tugas dan fungsinya. SEKSI KESEJAHTERAAN SOSIAL Perumusan kebijakan teknis dibidang kesejahteraan sosial Pemberian dukungan dan koordinasi atas pelaksanaan tugas dibidang kesejahteraan kesejahteraan social Pembinaan, evaluasi dan pelaporan urusan kesejahteraan kesejahtera an sosial Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Camat sesuai dengan tugas dan fungsinya. SEKSI KEPENDUDUKAN - Penyusunan program dan kegiatan bidang kendudukan; kendudukan; - Pelaksanaan pelayanan kependudukan; - Fasilitasi dan koordinasi pelaksanaan program keluarga berencana; - Penyelenggaraan Penyelenggar aan pendataan kependudukan. Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
-
-
Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan data dibidang kependudukan; Pelaksanaan pembinaan tertib data kependudukan pada desa dan/atau kelurahan; Pemprosesan rekomendasi dispensasi nikah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku; Pemprosesan rekomendasi rekomendasi peryaratan perijinan tertentu yang berhubungan dengan kependudukan sesuai dengan peraturan perundang undangn; Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Camat sesuai dengan bidang tugasnya.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Status Sosial Wilayah Meso II B
Berdasarkan Pendidikan
A B
Penduduk Menurut Pendidikan Terakhir di Wilayah JKW 2015 Kemusu
Wonosegoro
Juwangi 21626 20428
12502
11512 8464
8083 4514
4088 196 266 293
326 551 249
PT/DIV
Akademi
1659
SLTA
19219
9438
3170
SLTP
SD
Tidak Tamat SD
Diagram 2. 33 Penduduk Menurut Pendidikan Terakhir di Kecamatan JKW Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2015
Penduduk wilayah JKW rata-rata memiliki pendidikan terakhir hanya sampai menamatkan Sekolah Dasar, jumlahnya lebih dari 50% dari jumlah penduduk yang berada di wilayah JKW. Diantara ketiga kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro yang memiliki jumlah penduduk dengan pendidikan terakhir sampai dengan perguruan tinggi yang paling banyak adalah Kecamatan Wonosegoro dengan jumlah 293 jiwa. Jumlah ini sangat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang pendidikannya pendidikannya hanya sampai Sekolah Dasar atau bahkan tidak tamat Sekolah Dasar. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa penduduk angka melek huruf sangatlah sedikit sehingga menyebabkan sumber daya manusia di wilayah JKW tergolong rendah, hal ini dapat berdampak pada pekerjaan yang dimiliki, pendapatan juga bahkan kesehatan masing-masing penduduknya.
Studio Proses Perencanaan E |
Berdasarkan Pekerjaan Utama
II
Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Utama di Wilayah JKW 2015 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
Kemusu
Wonosegoro
Juwangi
Diagram 2. 34 Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Utama di Kecamatan JKW Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2015
Pekerjaan utama dari penduduk wilayah JKW adalah rata-rata di sektor pertanian, jumlahnya lebih dari 50% dibandingakan dengan jumlah penduduk yang ada di ketiga kecamatan tersebut. Jenis pertanian yang banyak ditanam oleh penduduknya adalah jenisa tanaman palawija seperti jagung, padi dan ubi kayu. Luas lahan yang tidak terbangun yang masih luas, hampir 90% dari keseluruhan keseluruhan masih banyak dijadikan lahan persawahan dan pertanian oleh warga. Namun sudah beberapa penduduknya memiliki industry mebel yang bersifat rumahan dikarenakan dikarenakan di wilayah JKW terdapat hutan jati yang luas milik PERHUTANI, sehingga sumber daya industry penduduknya penduduknya berasal dari hutan tersebut dengan sebelumnya menjalin kerja sama dengan pihak PERHUTANI, walaupun industry di wilayh JKW masih bersifat rumahan dan kecil hasilnya banyak banyak yang terjual ke luar daerah seperti Kecamatan Boyoalli dan sekitarnya dan bahkan ada yang sampai di Pulau Sumatera. S umatera. Sektor industry di wilayah JKW masih dengan peralatan dan teknologi yang masih sangat sederhana, hal ini juga menyebabkan jumlah mebel yang dihasilkan tidak terlalu banyak dan tenaga kerja yang diserap juga masih sedikit. Selain industri mebel yang ada di Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
wilayah JKW, juga terdapat industri tahu di Desa Wonosegoro Kecamatan Wonosegoro, industri tersebut juga sudah memiliki IPAL sendiri sehingga untuk limbah dari industri tersebut tidak merusak lingkungan sekitar.
Simbol Kebudayaan Wilayah Meso
Kecamatan Selo terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya diantaranya Tari tradisional Jelantur, Soreng, Jatilan, Budi Tani, Kobrosiswo, Prajuritan, Otak Obro, Sholawatan. Kecamatan Ampel terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya Seni tradisional Reog, Sholawatan, Ketoprak, Karawitan, Wayang Orang tari tradisional Keprajuritan. Kecamatan Cepogo terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya Seni Ketoprak, Sholawatan, tari tradisional Otak Obrol. Kecamatan Musuk terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya seni tradisional Reog, Jatilan, seni Karawitan, Ketoprak. Kecamatan Boyolali terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya seni tradisional Reog, Kuda Kepang, seni Ketoprak, seni Sholawatan. Kecamatan Mojosongo terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya seni Sholawatan, Ketoprak, seni tradisional Reog. Kecamatan Teras terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya seni tradisional Siteran, Sholawatan. Kecamatan Sawit terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya seni Wayang Kulit, Sholawatan. Kecamatan Banyudono terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya seni Wayang Orang, Wayang kulit dan Karawitan, Sholawat. Kecamatan Sambi terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya seni tradisional reog, Ketoprak. Kecamatan Ngemplak terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya seni Sholawatan dan Karawitan. Kecamatan Nogosari terdapat beberapa atraksi kesenian diantaranya seni Sholawatan, Ketoprak dan Karawitan. Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
II
Kecamatan Simo Seni Seni Ketoprak. Atraksi diadakan diadakan sesuai kebutuhan dapat dipesan melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali
B
A
B
WILAYAH MIKRO Kebijakan Sistem Sosial Wilayah Mikro
Diagram 2. 35 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Observasi Lapangan, 2017
Fungsi SKPD Kelurahan/Desa Permusyawaratan Desa Badan Permusyawaratan - Membahas dan menyepakati menyepakati Rancangan Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa - Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa - Melakukan pengawasan pengawasan kinerja Kepala Desa Kepala Desa - Menyelenggarakan Menyelenggaraka n urusan pemerintahan, pemerintaha n, pembangunan, dan kemasyarakatan. kemasyarakatan. Sekretaris Desa - Menyelenggarakan Menyelenggarakan administrasi pemerintahan, pembangunan, dan ke-masyarakatan Studio Proses Perencanaan E |
- Mengkoordinasikan tugas-tugas dan membina kepala urusan - Membantu pelayanan ketatausahaan ketatausaha an kepada Kepala Desa - Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa Kepala Dusun - Melaksanakan kegiatan pemerintahan, pemerin tahan, pembangunan, kemasyarakatan, ketentraman dan ketertiban di wilayah kerjanya - Membantu kepala desa dalam kegiatan penyuluhan, pembinaan dan kerukunan warga di wilayah kerjanya - Melaksanakan keputusan dari kebijaksanaan kebijaksan aan kepala desa diwilayah kerjanya - Melaksanakan Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala desa Kepala Urusan Pemerintahan - Mengelola Data Induk Penduduk Desa - Mengelola Data Mutasi Penduduk Desa - Mengelola Data Rekapitulasi Rekapitulasi Jumlah Penduduk Akhir Bulan - Mengelola Data Penduduk Sementara Kepala Urusan Pembangunan - Mengelola Buku Rencana Pembangunan - Mengelola Buku Kegiatan Pembangunan Pembangunan - Mengelola Buku Inventaris Proyek - Mengelola Buku Kader-Kader Pembangunan Pembangunan Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat - Melaksanakan kegiatan pencatatan keadaan kesejahteraan rakyat/ masyarakat termasuk bencana alam, bantuan sosial, pendidikan dan kebudayaan, kesenian, Olahraga, pemuda, pramuka dan PMI didesa. - Menyelenggarakan Menyelenggaraka n inventarisasi inventaris asi penduduk yang Tuna Karya, Tuna Wisma, Tuna Susila, Para penyandang penyandang Cacat baik mental maupun fisik, Yatim piatu, jompo, panti asuhan.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
-
Mengikuti perkembangan serta melaporkan tentang keadaan kesehatan masyarakat - Mengikuti perkembangan serta mencatat kegiatan program kependudukan (Keluarga Berencana, ketenagakerjaan, ketenagakerjaan, transmigrasi dan lingkungan hidup), - Melaksanakan kegiatan pencatatan dan perkembangan keagamaan, kegiatan Badan Amil Zakat (BAZ) dan melaksanakan melaksanakan pengurusan kematian. - Melaksanakan kegiatan DKM, Lumbung Bahagia/ beras perelek. - Melaksanakan Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris desa.
Organisasi Sosial Masyarakat Wilayah Mikro Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. untuk memudahkan proses identifikasi, kelompok sosial pada wilayah mikro dibagi berdasarkan sifat resmi tidaknya, dikenal ada dua jenis organisasi sebagai berikut : 1. Kelompok Formal Organisasi formal sifatnya lebih teratur, mempunyai struktur organisasi yang resmi, serta perencanaan dan program yang akan dilaksanakan secara jelas. Di wilayah studi mikro kami terdapat berbagai macam kelompok lembaga/organisasi formal. Kelompok tersebut antara lain lembaga Perangkat desa, RT/RW, Dukuh, Bayan , dan Linmas. Data tersebut kami peroleh dengan cara mengasumsikan mengasumsikan bahwa disetiap desa pasti ada lembaga/organisasi formal tersebut. Sedangkan ada lembaga lain diluar yang disebutkan tadi yaitu POLSEK, dan Koperasi Simpan Pinjam. Data tersebut kami peroleh dengan cara mengasumsikan bahwa disetiap ibukota kecamatan memiliki lembaga/organisasi tersebut. Selain itu ada pula lembaga puskesmas yang ada di kelurahan Bercak, Repaking, Nglese, Keyen, Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Juwangi, Krobokan, Wonosegoro, Ketoyan, Wonoharjo, Guwo, Genengsari dan Kemusu. Data tersebut kami peroleh dari data puskesmas di masing-masing kecamatan dalam angka. 2. Kelompok Informal Karena sifatnya tidak resmi, pada organisasi ini kadangkala struktur organisasi tidak begitu jelas/bahkan tidak ada. Begitu juga dengan perencanaan dan program-program yang akan dilaksanakan tidak dirumuskan secara jelas dan tegas, kadang-kadang terjadi secara spontanitas. Terdapat beberapa kelompok informal pada wilayah studi mikro kami. Lembaga/organisasi tersebut antara lain irma, majelis ta'lim, Takmir Masjid, PKK, Ronda, IRMA, Kelompok Yasinan, dan Arisan. Data tersebut kami peroleh dengan cara mengasumsikan mengasumsik an bahwa setiap kelurahan pasti ada lembaga/organisasi tersebut. (Tabel kelompok organisasi formal dan informal di Kecamatan JKW terlampir) - PKK
Gambar 2. 50 Keaktifan Lembaga PKK di Kecamatan JKW Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
Banyak PKK di wilayah JKW memiliki banyak kegiatan di berbagai bidang, baik itu ekonomi, pendidikan dan juga kesehatan. Kegiatan tersebut dapat berupa arisan sampai dengan cek kesehatan Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
untuk balita dan juga lansia yang diadakan dengan waktu legiatan tertentu dan dilakukan secara rutin. Hal ini berdampak pada peningkatan kesehatan dan angka harapan hidup masyarakat di Wilayah JKW. Dibidang ekonomi banyak PKK yang memiliki kegiatan untuk meningkatkan kreatifitas masyarakatnya bagaimana menambah nilai suatu barang seperti mengolah kemasan menjadi tas yang dapat diperjualbelikan dll. Selain itu juga j uga terdapat kegiatan dalam pembinaan keluarga dan pendidikan. Namun tidak semua desa memiliki PKK yang aktif dan memiliki kegiatan yang aktif, terdapat beberapa desa yang kegiatan PKK nya hanya sebatas kegiatan arisan dan pertemuan rutin.
Gambar 2. 51 Kegiatan PKK di beberapa desa Sumber: Dokumentasi Kelompok Studio E, 2017
(Tabel kegiatan PKK di Kecamatan JKW terlampir)
-
Kelompok Tani Kelompok masyarakat masyarakat yang aktif selain PKK adalh kelompok tani. Dengan banyaknya jumlah petani di wilayah JKW maka setiap desa memiliki kelompok tani sendiri beberapa kelompok tani tersebut sudah memiliki badan hukum sendiri. Kelompok tani di masyarakat wilayah JKW memiliki dampak yang sangat baik, karena kegiatan-kegiatan di kelompok tani tersebut menunjang aktivitas pertanian masyarakatnya misalnya simulasi menanam padi dengan baik sampai dengan pembagian bibit unggul dari pemerintah yang disalurkan melalui kelompok kelompok tani setiap desa. Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
(Tabel peran dan kegiatan kelompok tani di masyarakat terlampir)
Kebudayaan Wilayah Mikro
B
Wilayah mikro memiliki kekayaan kebudayaan yang cukup banyak, seperti budaya nyadran yaitu pembersihan makam nenek moyang, sedekah bumi sebagai kegiatan syukuran, tari reog dan tarian-tarian bermacam lainnya. Reog adalah kesenian rakyat yang berbentuk tarian dan diiringi gamelan Jawa kemudian ditarikan beramai-ramai oleh orang biasa atau prajurit kerajaan. Fungsi awal dari kesenian ini sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap penguasa dan juga hiburan bagi rakyat.
B
II
(Tabel jenis kebudayaan di wilayah mikro terlampir)
Gambar 2. 52 Peta Kebudayaan di Kecamatan JKW Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Wawancara, 2017
KAWASAN PERKOTAAN Organisasi Sosial Masyarakat Kawasan Perkotaan Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Studio Proses Perencanaan E |
A
untuk memudahkan proses identifikasi, kelompok sosial pada wilayah mikro dibagi berdasarkan sifat resmi tidaknya, dikenal ada dua jenis organisasi sebagai berikut : a. Kelompok Formal Organisasi formal sifatnya lebih teratur, mempunyai struktur organisasi yang resmi, serta perencanaan dan program yang akan dilaksanakan secara jelas. Di wilayah studi mikro kami terdapat berbagai macam kelompok lembaga/organisasi formal. Kelompok tersebut antara lain lembaga Perangkat desa, RT/RW, Dukuh, Bayan , dan Linmas. Data tersebut kami peroleh dengan cara mengasumsikan mengasumsikan bahwa disetiap desa pasti ada lembaga/organisasi formal tersebut. Sedangkan ada lembaga lain diluar yang disebutkan tadi yaitu POLSEK, dan Koperasi Simpan Pinjam. Data tersebut kami peroleh dengan cara mengasumsikan bahwa disetiap ibukota kecamatan memiliki lembaga/organisasi lembaga/organisasi tersebut.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Tabel II. 46 Kelompok dan Lembaga Formal Kawasan Perkotaan Desa
Ketoyan
Lembaga Pendidikan PAUD, Playgroun, TK, SD, SMP, SMK, pondok pesantren, Madrasah
Kesehatan
Puskesmas rawat inap, poskedes, posyandu
Juwangi
PAUD, Playgroun, TK, SD, SMP, SMA, SMK
Rumah sakit bersalin, puskesmas tanpa rawat inap, posyandu
Wonosegoro
PAUD, TK, SD, SMP, SMK,
Posyandu, poskedes
Pilangrejo
PAUD , TK, SD,
Puskesmas pembantu, posyandu
Koperasi
keamanan
Pemerintahan
II
Kelembagaan Masyarakat
B
A
B
KUD, kospin
KUD, Kospin
pos polisi
pos polisi
kepala desa/lurah
Badan permusyawaratan desa,
kepala desa/lurah
Badan permusyawaratan desa, satuan lingkungan setempat
kepala desa/lurah
kospin
kepala desa/lurah
Badan permusyawaratan desa Badan permusyawaratan desa
Sumber: Data PODES, 2004
b. Kelompok Informal Karena sifatnya tidak resmi, pada organisasi ini kadangkala struktur organisasi tidak begitu jelas/bahkan tidak ada. Begitu juga dengan perencanaan dan program-program yang akan dilaksanakan tidak dirumuskan secara jelas dan tegas, kadang-kadang terjadi secara spontanitas. Terdapat beberapa kelompok informal pada wilayah studi mikro kami. Lembaga/organisasi tersebut antara lain irma, majelis ta'lim, Takmir Masjid, PKK, Ronda, IRMA, Kelompok Yasinan, dan Arisan. Data tersebut kami peroleh dengan cara mengasumsikan mengasumsik an bahwa setiap kelurahan pasti ada lembaga/organisasi tersebut.
Studio Proses Perencanaan E |
Tabel II. 47 Kelompok dan Lembaga Informal Kawasan Perkotaan Lembaga Kelembagaan Desa Kesehatan keamanan Pemerintahan Pendidikan Masyarakat Pos keamanan satuan Juwangi menjahit, lingkungan, lingkungan regu setempat keamanan, satuan Regu lingkungan Ketoyan keamanan, setempat satuan Regu Pilangrejo lingkungan keamanan setempat satuan Regu Wonosegoro lingkungan keamanan setempat Sumber: Data PODES, 2004
Status Sosial Kawasan Perkotaan Status Berdasarkan Pendidikan Jumlah Penduduk berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2015 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Pilangrejo
Wonosegoro
Juwangi
Ketoyan
Diagram 2. 36 Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Kawasan Perkotaan Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2015
Berdasarkan diagram tersebut terlihat bahwa di ke-4 Kelurahan, yaitu Juwangi, Wonosegoro, Pilangrejo dan Ketoyan masih didominasi Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
oleh penduduk yang tidak/belum tamat SD, dapat diindikasikan bahwa bahwa kulaitas sumber daya manusia di kelurahan ini masih rendah akibat dari pendidikan pendidi kan yang rendah pula. Sedangkan untuk penduduk dengan kualitas pendidikan yang cukup tinggi seperti lulusan perguruan tinggi masih rendah. Namun berdasarkan perbandingan ke-4 kelurahan, yang paling banyak memiliki lulusan perguruan tinggi adalah Kelurahan Juwangi. Apabila dibandingkan dengan kelurahan lainnya di Kecamatan Juwangi, Kelurahan Juwangi masih berada di peringkat tertinggi berdasarkan jumlah penduduk yang tidak/tamat SD. Hal ini mungkin dikarenakan oleh jumlah penduduk kelurahan Juwangi tertinggi pertama di Kecamatan Juwangi. Status Berdasarkan Pekerjaan
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Utama 2015 2500 2000 1500 1000 500 0
Pilangrejo
Wonosegoro
Juwangi
Ketoyan
Diagram 2. 37 Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Utama di Kawa san Perkotaan Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2015
Berdasarkan perbandingan diagram dari keempat desa perkotaan diatas terlihat bahwa ke-4 nya memiliki penduduk yang kebanyakan kebanyakan bekerja di bidang sektor pertanian. Selain itu sektor lainya yang terlihat mendominasi adalah sektor perdagangan dan jasa. Hal itu dikarenakan ke-4 desa tersebut juga memiliki karateristik perkotaan di mana pekerjaan utama masyarakatnya tidak hanya bergerak di sektor agraris. Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
II
Tingkat Kesejahteraan Penduduk Kawasan Perkotaan Jumlah Keluarga Keluarga Berdasarkan Berdasarkan Tingkat Sejahtera Sejahtera 2015
B
II B
A
1,000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Prasejahtera
Sejahtera I Pilangrejo
Sejahtera II
Wonosegoro
Sejahtera III
Juwangi
Sejahtera III+
Ketoyan
Diagram 2. 38 Jumlah Keluarga Berdasarkan Ting kat Kesejahteraan di Kawasan Perkotaan Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2015
Tingkat kesejahteraan di ke 4 desa masih didominasi oleh penduduk dengan tingkat Prasejahtera, walaupun jumlahnya tidak terlalu jauh dari jumlah tingkat sejahtera lainnya namun di Desa Perkotaan Pilangrejo jumlah penduduk dengan tingkat prasejahteranya prasejahteranya masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan tingkat sejahtera lainnya. Sedangkan di Desa Perkotaan Ketoyan dan Wonosegoro, tingkat sejahtera tiap keluarganya terlihat hampir sama.
Studio Proses Perencanaan E |
Kepercayaan Kawasan Perkotaan II B
Jumlah Penduduk Penduduk Berdasarkan Berdasarkan Agama 2015 A B
4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 Islam
Khatolik Pilangrejo
Kristen
Wonosegoro
Hindu Juwangi
Budha
Ketoyan
Diagram 2. 39 Jumlah Penduduk Menurut Kepercayaan di Kawasan Perkotaan Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2015
Keagamaan merupakan salah satu sistem sistem sosial yang sangat berpengaruh, dimana didalam keagamaan memiliki normanorma yang harus ditaati salah satunya yakni saling menghormati antar sesama manusia. Hal tersebut akan menjalin hubungan sosial yang baik, karena adanya rasa tenggang rasa dan saling menghargai. Dari ke-4 desa perkotaan tersebut memiliki penduduk beragama islam paling banyak dibandingakan dibandingaka n dengan agama lain. Pada Kelurahan Ketoyan mayoritas penduduknya beragama islam, bahkan dalam data BPS pada tahun 2015, seluruh penduduknya beragama islam dan tidak terdapati masyarakat yang beragama selain islam.
Sosial dan Kepercayaan Masyarakat Kawasan Perkotaan Salah satu kegiatan kebudayaan yang ada di wilayah perkotaan adalah sebagai berikut :
Studio Proses Perencanaan E |
Kebudayaan Perkotaan JKW Barongan Desa Terdapat beragam kesenian yang tumbuh dan Juwangi, di 29 daerah Desa Juwangi diantaranya ketoprak Kecamatan adalah barongan, ketoprak biasanya Juwangi dipentaskan setiap satu tahun sekali tepat HUT Kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus), campursari, keroncong, rebana, karawitan (klenengan) pop, dangdut, dan sebagainya dipentaskan pada saat dibutuhkan pada orang punya kerja, misalnya mantu, khitanan, kelahiran Apitan Desa Acara ritual sedekah sedekah bumi di Desa Juwangi, Juwangi dilakukan dengan tujuan untuk Kecamatan memohon petunjuk agar Desa Juwangi Juwangi terbebas dari kekacauan. Masyarakat Desa Juwangi sampai sekarang selalu menyelenggarakan upacara ritual apitan sebagai bentuk ucapan syukur atas panen dan terbebasnya dari gangguan keamanan. Biasanya dalam melakukan upacara 31 ritual apitan selalu disertakan pertunjukkan Tayub. Kegiatan ritual Apitan selalu melibatkan kesenian Tayub sehingga antara upacara Apitan dan kesenian Tayub tidak dapat dipisahkan.
II
Tabel II. 48
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B