P
ENGERTIAN BETON
BAHAN KONSTRUKSI YANG TERSUSUN ATAS AGREGAT KASAR DAN HALUS YANG DIIKAT OLEH MATRIX BAHAN PENGIKAT BERUPA SEMEN
Tegangan f’c (Mpa)
Gelembung Udara Agregat Kasar Pasir yang diikat matrix semen
f’ c
εu=0.003
Regangan εc (%)
ftr
Kuat Tekan, dengan Tegangan Karakteristik tekan
f 'c
sangat tinggi
Sifat Dasar Beton
Lemah Tarik dengan Tegangan Hancur
f tr rendah
1
eton tak Bertulang
B
L
h
Bidang Momen
b
Tertekan
Penampang Gelagar
Tertarik
Akibat merata W terjadi momen lengkung M = Tegangan yang terjadi : f c =
M S
1 W L2 8
1 2 Bila S = b h , maka penampang akan hancur bila 6 f c mencapai tegangan tarik f tr
Sehingga
M 6M fc = = 2 = f tr S bh
dan M max
f tr bh 2 = 6
2
eton Bertulang
B
Daerah tertekan Netral
0.85 f’c
C
c
Daerah tertarik
Netral
Tulangan Tarik
T b
Beban di Pikul: 9 Beton Tertekan 9 Tulangan Tertarik Terjadi proses transfer tegangan tarik dari Beton pada Tulangan Melalui Bond (lekatan) Tulangan dan Beton Kemampuan Penampang:
M max = C Z = { (0.85) f’ c x βc x b} Z Analisa penampang merupakan analisa penampang retak (Cracked Section)
3
Z
eton Prategang
B
ε cu =0,003 c
h
εs>εy b
Cracked Section Penampang b.c
Pada Beton Bertulang
Altenatif menghilangkan beban mati yang tak berfungsi?
Uncracked Section Penampang b.h
Hanya bagian beton tertekan yang bermanfaat
Beton Prategang
Penampang Utuh (Uncracked Section)
Penampang tidak boleh retak Tegangan tarik
f tr
tidak boleh terlampaui
4
Caranya: • Menggunakan beton mutu tinggi, f’ c meningkat, f tr juga meningkat • Menggunakan system Beton Prategang
Perilaku Gelagar Beton Bertulang akibat beban: a.
Kondisi tanpa beban, berat sendiri diabaikan
P=0
dx
b.
Tegangan
potongan dx
Akibat pembebanan
P = Pu fc
dx
ftr Tegangan
potongan dx
5
Perilaku Gelagar Beton Prategang akibat beban: a.
Sebelum beban bekerja, gelagar diberi gaya Prategang
dx
ftr
P = Gaya Prategang b.
fc Tegangan
potongan dx
Tahap pembebanan, ada kesetimbangan antara beban dan
gaya prategang
dx
P = P1
Tegangan
potongan dx
P = Gaya Prategang c.
Kondisi batas, gelagar dapat memikul beban jauh lebih
tinggi
dx
P = Pu fc ftr Tegangan
potongan dx
P = Gaya Prategang
6
Pada dasarnya Beton Prategang adalah suatu system dimana sebelum beban luar bekerja, diciptakan tegangan yang berlawanan tanda dengan tegangan yang nantinya akan terjadi akibat beban Berarti: • Harus ada kemampuan menggambarkan bidang momen lengkung dengan tepat dan benar • Harus ada pemahaman tentang momen lengkung serta hubungannya dengan bentukdeformasi
Deformasi akibat Prategang
Deformasi akibat beban Bidang Momen Akibat beban
Bidang Momen + Akibat Gaya Prategang
Bidang Momen Akibat Gaya Prategang & Beban
7
Contoh lain; Tekanan cairan pada dinding silo Gaya Prategang
Berbeda dengan system struktur yang lain, maka pada analisa Beton Prategang ada dua keadaan yang harus di tinjau: 1. Keadaan Awal, yaitu keadaan dimana beban luar belum bekerja dan tegangan yang terjadi berasal dari gaya prategang 2. Keadaan Akhir, yaitu keadaan dimana beban luar telah bekerja penuh, serta gaya prategang bekerja untuk mengimbagi tegangan akibat beban.
8
Gaya Prategang diciptakan dengan memanfaatkan efek Tekuk akibat Beban Axial Deformasi Tekuk Gaya Axial tekan
Gaya Axial Tekan pada Beton Prategang
Gaya
Prategang Istilah-istilah: Serat Atas, Top
cgc = Centre Gavity of Concrete cgs = Centre Gavity of Steel Tendon, kabel Serat Bawah, Bottom
cgs = centre gravity concrete, pusat massa Penampang Beton cgs = centre gravity steel, pusat massa Tendon
9
Tendon Baja tulangan yang digunakan untuk menciptakan gaya prategang Terbuat dari Baja mutu tinggi ( High Tension Steel) atau FRP (Fiber Reinforced Plastics) Berupa Wires, Strands atau Bars
10
Contoh Tendon untuk Beton Prategang
11
Falsafah Perencanaan Beton Prategang harus berupa penampang utuh (uncracked) Pada penampang di ijinkan adanya tegangan tarik asal tidak melampaui tegangan tarik ijin. • Kondisi Awal (Initial) f’ ci
= Tegangan Karakteristik Beton saat Awal (Mpa)
f ci
= Tegangan ijin tekan beton saat Awal = (+) 0.6 f’ ci
f ti
= Tegangan ijin tarik beton saat Awal = (-) 0.5 f ci' • Kondisi Akhir
f’ c
= Tegangan Karakteristik Beton saat Akhir (Mpa)
fc
= Tegangan ijin tekan beton saat Akhir = (+) 0.45 f’ c
ft
=
Contoh:
Tegangan ijin tarik beton saat Akhir = (-) 0.5 f c'
Kondisi awal (Initial)
Kondisi akhir
12
Pada penampang tidak di ijinkan adanya tegangan tarik • FULL PRESTRESSING Pada penampang di ijinkan adanya tegangan tarik • PARTIAL PRESTRESSING Keadaan Awal ftop = fti
ftop ≤ fti
ftop = 0 cgc cgs
fbott ≤ fci
fbot ≤ fci
Partial Prestressing
fbot ≤ fci
Full Prestressing
Keadaan Akhir ftop ≤ fc
ftop ≤ fc
ftop ≤ fc cgc cgs
fbott = ft Partial Prestressing
fbot ≤ ft
fbot = 0
Full Prestressing
13
System Beton Prategang 1. Post Tension Prestressed Concrete • Beton di cor sebelum tendon di tegangkan • Ada duct untuk penempatan tendon dalam beton • Transfer tegangan tekan dari tendon pada beton melalui penjangkaran (angker)
Lay-out dapat dibuat lurus atau lengkung (parabola)
14
2. Pre Tension Prestressed Concrete • Tendon di tegangkan, beton di cor mengelilingi tendon • Tendon terikat pada konstruksi angker tanah • Transfer tegangan tekan dari tendon pada beton melalui lekatan (bond) antara tendon dengan beton
Lay-out tendon dapat dibuat lurus atau patahan Selain itu dalam satu kali pengecoran dapat dikerjakan beberapa elemen konstruksi sekaligus
15
Balok ganda dengan tendon lurus
Balok ganda dengan tendon patahan
16
Bentuk Angker Pre Tensioning sederhana
Bentuk Angker-Ujung Post Tensioning
17
Perbedaan dasar antara PC (Prestressed Concrete) dan RC (Reinforced Concrete) RC (Beton Bertulang)
Analisa Cracked Section Penampang (Penampang Retak) f tarik > f tr
Beton Retak
Teori Dasar Ultimate (kekuatan batas)
f c (Mpa)
Titik Ultimate
PC (Beton Prategang) Uncracked Section (Penampang Utuh)
Beton tidak Retak
f tarik < f tr
Elastis fc (Mpa)
Struktur
f’c
f izin Regangan ε c
εcu =0.003 MR ≤ Mu R
Fungsi Tulangan
f R ≤ f izin , R
f c' f izin = FS
Memikul tegangan tarik yang
Menciptakan gaya
sudah tidak dapat dipikul
prategang
beton Transfer Tegangan
Tegangan tarik dipindah dari
Gaya Prategang dipindahkan
beton yang sudah retak
dari tendon pada beton
kepada tulangan melalui
melalui:
lekatan (bond)
Lekatan : Pre Tensioning Angkur : Post Tensioning
18
Pengaturan layout tendon serta hubungannya dengan pembebanan a.
cgc berimpit dengan cgs Elemen akan mengalami tekuk kearah I kecil
b.
cgs dibawah cgc M =Ti x e e
cgc
cgc
e cgs dan tendon
c
Ti
Ti
Ti
cgs diatas cgc Ti
cgs dan tendon
e e
cgc
Ti cgc
M =Ti x e
19
Toronto City Hall
Store Baelt di Denmark
20
Kehilangan Tegangan Kehilangan Tegangan adalah proses menurunnya tegangan prategang Kehilangan Tegangan dapat dibedakan menjadi dua:
1. Kehilangan Tegangan yang bersumber pada Beton Perpendekan Balok
Δ
L steel = L o , ε so = 0 f so = 0 L steel =L o +Δ ε s1 =
Δ Lo
Ti
T f s1 = i = ε s1 . E s As
Tendon ditarik dengan T i Transfer Gaya Prategang
Terjadi Perpendekan balok
L steel = L o +Δ−Δ el ε s 2 =
Δ − Δ el Lo
f s2 = ε s2 .E s
21
Perpendekkan Beton dapat dibedakan menjadi: a. Perpendekkan Elastis. Perpendekkan akibat gaya axial (Gaya Pretegang Ti) Tendon ditarik dengan gaya prategang T i , tendon dalam keadaan tertarik
Hukum Hooke : E =
f
ε
Setelah transfer Gaya Prategang beton dalam keadaan tertekan
f ci =
Ti Ac
Pada kondisi ini terjadi kompatibilitas dan
ε s = εc Pada beton terjadi Perpendekkan Elastis Δ el sehingga;
ε c .el =
Δ el f ci = = ε s .el Ec Lo + Δ
Kehilangan tegangan tendon menjadi
Δf s .el = ε s .el . E s = ε c .el . E s =
f ci . E s = n f ci Ec =
Δf s .el = n f ci
22
b.
Susut ( Shrinkage) Disebabkan karena proses penguapan air
Δ f sh = E s . ε sh
⎛ ⎝
t
⎞ ⎠
−3 ε sh = k s kh ⎜ ⎟ 0.51 x 10 35 + t t : usia beton dalam hari pada saat susut dihitung
Koefisien k s
Koefisien k h
23
c. Rangkak (Creep) Akibat beban tetap dan merupakan fungsi waktu
Δ f s .cr = E s .ε cr
⎛ f ci ⎞ ⎟⎟ E ⎝ c⎠
ε cr = C c . ε s .cr = C c . ε ci = C c ⎜⎜ C c = Creep coefficient =
H ⎞ − 0.118 (t − t i ) ⎛ 3.5k ⎜ 1.58 − ⎟ti 0.6 120 ⎠ ⎝ 10 + (t − t i ) 0.6
H = kelembaman relatif dalam % k = koefisien t i = usia beton dalam hari pada saat transfer tegangan t = usia beton dalam hari saat rangkak dihitung
24
2. Kehilangan Tegangan yang bersumber pada Baja a. Relaksasi Baja Proses kehilangan tegangan tendon pada regangan tetap
Δ f rel = f si
⎞ log (t ) ⎛⎜ f si ⎟ − 0 . 55 ⎟ ⎜ 10 ⎝ f y ⎠
f si = tegangan tendon akibat T i (Mpa) f y = tegangan leleh baja t = usia beton dalam hari saat relaksasi dihitung
b. Gelombang dan Geseran (Hanya pada Post Tension) Kehilangan tegangan karena posisi tendon dalam duct yang tidak lurus, serta geseran antara tendon dengan duct
Posisi Tendon dalam duct yang tidak lurus
25
Posisi Tendon pada Lay-out parabola
Geseran antara Tendon dengan Sisi dalam Duct pada Lay out lengkung
26
Kehilangan tegangan dihitung dengan rumus
dP = μPdα + KPdx dengan menghitung integral untuk seluruh panjang tendon maka:
PB = P A e − ( μα + Kx ) )
Dimana: P A gaya prategang pada ujung jack (kN) P B gaya prategang setelah kehilangan tegangan (kN) X panjang duct yang ditinjau (m)
μ koefisien geseran tendon dan duct, tergantung jenis tendon dan duct K koefisien gelombang (per meter)
α sudut kelengkungan tendon
27
c. Angker Slip (Hanya pada Post Tension)
Δf AS =
ΔA Es L
Dimana:
Δ A besarnya angker slip dalam mm, biasanya diambil 6 mm E B modulus elastisitas baja prategang dalam Mpa L panjang tendon yang (mm) Catatan: Besarnya kehilangan tegangan beton sangat tergantung pada modulus elastisitas beton
Ec = 5500 f c'
(Mpa)
Semakin tua usia beton, semakin tinggi f’ c dan semakin tinggi E c Dengan demikian beton yang diberi gaya prategang pada usia dini, menderita kehilangan tegangan yang relative lebih besar Kehilangan tegangan beton tidak tergantung system prategangnya Pre Tensionong biasanya ditransfer pada usia 1 – 2 hari Post Tensioning ditransfer pada usia lebih tua, sekitar 14 hari Kehilangan tegangan beton pada transfer 2 hari akan lebih tinggi dari pada transfer usia 14 hari Geseran, gelombang dan angker set hanya terjadi pada Post tensioning Relaksasi merupakan sifat baja, dan tidak tepengaruh oleh system prategangnya
28
Contoh hitungan kehilangan tegangan pada balok beton prategang Kehilangan Tegangan
Post Tension (14 hari)
Pre Tension (2)
Pada Beton Perpendekan Elastis
2%
3%
Susut
4%
6%
Rangkak
4%
8%
Total (A)
10%
17%
Relaksasi
3%
3%
Gelombang dan Geseran
2%
-
Angker Set
2%
-
Total (B)
7%
3%
A+B
17%
20%
Pada Tendon
Dalam perhitungan dianggap
• Seluruh kehilangan tegangan terjadi pada saat akhir, setelah beban luar bekerja penuh
• Gaya prategang yang telah mengalami kehilangan tegangan disebut T effektif T eff = R T i
• R = rendemen = [100% - kehilangan tegangan] • 0 < R < 1.0
29
ANALISA PENAMPANG KRITIS Penampang kritis adalah penampang yang paling berbahaya. Apabila analisa didasarkan pada momen, maka penampang kritis adalah penampang dengan momen lengkung terbesar. Ini dapat dipelajari dari Diagram Bidang Momen Lengkung Pada Beton Pretegang ada dua tinjauan kondisi pembebanan
Karakteristik
Kondisi Awal
Kondisi Akhir
Sesaat setelah terjadi
Setelah seluruh beban
transfer gaya prategang
rencana bekerja pada
Pre tension: pemotongan konstruksi tendon Post tension: pemasangan angker Usia Beton
Muda, dibawah 28 hari
Usia beton 28 hari
dengan tegangan
dengan tegangan
karakteristik Gaya Prategang
f ci' < f c'
Gaya Prategang awal, dengan
Ti = As . f si
karakteristik
f c'
Gaya Prategang Effektif
Teff = R.Ti
Kehilangan Tegangan
Belum terjadi
Sudah terjadi semua
Beban yang bekerja
Berat Sendiri Konstruksi
Berat konstruksi, beban
Gaya Prategang
Ti
hidup dan beban luar Gaya Prategang
Teff
30
Contoh: Galagar panjang L memikul muatan akibat sendiri W D , beban hidup W L dengan tendon lurus (Post atau Pre) dengan Gaya Prategang T i Pada kondisi Awal gaya prategang bekerja penuh, tetapi beban yang bekerja hanya berasal dari berat sendiri konstruksi. W D (kN/m) cgc
Ti
Ti
cgs
e
Kondisi Awal
MTi = Ti x e (-)
+ MD (+)
=
Penampang Kritis
MTi + MD (-)
Ternyata penampang kritis pada kondisi ini terjadi pada tumpuan, penampang ini yang nantinya akan dianalisa
31
Pada kondisi Akhir gaya prategang telah mengalami kehilangan tegangan, beban yang bekerja berasal dari berat sendiri konstruksi, beban luar yang berupa beban hidup dan beban berguna WD, WL (kN/m) cgc
Teff
Teff
cgs
e
Kondisi Akhir
MT eff = RT i x e (-)
+ MD+L (+)
= MTeff + MD+L (+) Penampang Kritis
Ternyata penampang kritis pada kondisi ini terjadi di tengah-tengah gelagar, penampang ini yang nantinya akan dianalisa
32
Contoh: Galagar panjang L memikul muatan akibat sendiri W D , beban hidup W L dan tendon Parabola (Post) dengan Gaya Prategang T i Pada kondisi Awal gaya prategang bekerja penuh, tetapi beban yang bekerja hanya berasal dari berat sendiri konstruksi. W D (kN/m) Ti cgs
e
cgc
Ti
Kondisi Awal
MTi = Ti x e (-)
+ MD (+)
=
Penampang Kritis
MTi + MD (-)
Ternyata penampang kritis pada kondisi ini terjadi di tengah-tengah gelagar, penampang ini yang nantinya akan dianalisa
33
Pada kondisi Akhir gaya prategang telah mengalami kehilangan tegangan, beban yang bekerja berasal dari berat sendiri konstruksi, beban luar yang berupa beban hidup dan beban berguna W D +L (kN/m) Teff cgs
e
cgc
Teff
Kondisi Akhir MTeff = RTi x e (-)
+ MD+L (+)
= MTi + MD (-) Penampang Kritis
Ternyata penampang kritis pada kondisi ini terjadi di tengah-tengah gelagar, penampang ini yang nantinya akan dianalisa
34
Perencana mempunyai kebebasan merencanakan: Bentuk Lay-out Tendon Variasi T i dan e
Bentuk Lay-out Tendon • Bentuk lay-out yang paling ideal adalah identik dengan bentuk diagram momen lengkung akibat beban
• Penentuan lay-out sangat tergantung system Post atau Pretensioning
WD +L (kN/m) cgc P (kN) M D+L (+) cgc
M D+L (+)
Teff
Teff e cgs MT eff = RT i x e = (-) M D+L
M D+ L e = RTi
Teff
Teff e cgs
35
Variasi T i dan e • Besarnya momen ditentukan oleh T i dan e • Ti = As . f si sehingga semakin besar T i semakin besar luas penampang tendon dan semakin besar gaya tarik yang harus diberikan
• Dari segi ekonomi lebih menguntungkan menggunakan T i yang kecil dengan e yang besar
• Nilai e dibatasi oleh ukuran penampang, selimut beton dan batasan External Prestressing (Tendon diluar balok)
Belgrado Airport
36
Analisa Data: Bentuk dan demensi Penampang • Karakteristik konstruksi, perletakan, panjang gelagar • Beban – beban yang bekerja • Data-data bahan, Beton dan Baja • System prestressing, karakteristik tendon • Gaya Prategang awal, lay-out tendon
Analisa Konstruksi Re-Design
Analisa Beton Prategang
Evaluasi: • Kekuatan • Segi Ekonomi • Serviceability
YES
NO
37
f ti = −0.5 f ci' f ci = 0.6 f ci'
A. Kekuatan
f yang terjadi ≤ f izin
Perilaku Lentur
Geser lentur dan puntir
V yang terjadi ≤ Vc
Deflection (lendutan)
Δ yang terjadi ≤ Δ izin
f t = −0.5 f c' f c = 0.45 f c'
Tekuk Kesamping, Bearing, Perhitungan End Block
Asumsi Azas Bernoullie →Penampang yang semula rata tetap rata setelah deformasi
Penampang tetap rata dx
h
Penampang mulamula rata b dx b dx
38
Perilaku bahan tetap elastis Modulus elastis E =
f
ε
selalu tetap
Luas penampang beton yang di digantikan tendon diabaikan
h
Ac = b . h – n As Dalam perhitungan: Ac = b . h
As
b
Gaya prategang tetap sepanjang seluruh lay-out tendon
Duct Ti - ∆T
Ti
Terjadi geseran, gelombang sepanjang tendon
Analisa Terhadap Lentur 1. Analisa gelagar dengan muatan merata W D dan W L , panjang L dan tendon lurus yang memberikan gaya prategang (T i . R, f’ ci ), f’ c Bentuk penampang diketahui (A c , St, Sb ) W D , W L (kN/m) cgc
Ti
Ti
cgs
e L
39
Penampang Kritis pada Kondisi Awal terjadi di tumpuan Akibat Ti axial tekan WD
+
Ti Ac
Akibat M = Ti.e
Akibat MD = 0
Teganga kondisi awal
Ti e St
+
MD St
f top < − f ti
-
M =Ti x e
+
Ti
+
=
+
Ti Ac
+
Ti e Sb
-
MD Sb
f bot < f ci
Penampang Kritis pada Kondisi Akhir terjadi di tengah Akibat Te axial tekan
CL WD , WL
+
Akibat MD+L ditengah
Akibat M=Te.e
Te Ac
-
Te e St
+
Tegangan kondisi akhir
M D+ L St
f top < f c
M =T e x e e
+
Te
+
Te Ac
=
+
+
Te e Sb
-
M D+ L Sb
f bot < − f t
40
2. Analisa gelagar dengan muatan merata W D dan W L , panjang L dan tendon parabola yang memberikan gaya prategang (T i . R, f’ ci ), f’ c Bentuk penampang diketahui (A c , St, Sb ) W D , W L (kN/m) Ti
Ti
cgc
e cgs L
Penampang Kritis pada Kondisi Awal al terjadi di tengah
Akibat Ti axial tekan WD
+
Akibat M = Ti.e
Ti Ac
-
Ti e St
Akibat MD di tengah
Teganga kondisi awal
MD St
f top < − f ti
+
M =Ti x e
+
Ti
+
Ti Ac
=
+
+
Ti e Sb
-
MD Sb
f bot < f ci
M D dan e diambil pada penampang kritis. Dalam hal ini ditengah bentang
41
Penampang Kritis pada Kondisi Akhir terjadi di tengah Akibat Te axial tekan
CL
WD+L
+
Te Ac
Akibat MD+L di tengah
Akibat M = Te.e
-
Te e St
+
Teganga kondisi akhir
M D+ L St
f top < f ci
M =Te x e
+
Te
+
Te Ac
=
+
+
Te e Sb
-
M D+ L Sb
f bot < − f ti
Secara umum: Kondisi Awal: T T .e M f top = i − i + D ≤ − f ti Ac St St
Dengan e dan M D pada Penampang Kritis Awal
T T .e M f bot = i + i − D ≤ f ci Ac Sb Sb
Kondisi Awal:
RTi RTi .e M D + L f top = − + ≤ fc Ac St St f bot =
Dengan e dan M D+L pada Penampang Kritis Akhir
RTi RTi .e M D + L + − ≤ − ft Ac Sb Sb
Hasil evaluasi dapat berupa: 42
f yang terjadi ≤ f izin
maka design aman dan
ekonomis f yang terjadi <<< f izin
maka design aman tetapi tidak ekonomis
f yang terjadi > f izin
maka design tidak aman
Analisa Terhadap Geser
Pola Retak Beton Prategang dapat dibedakan menjadi: A. Flexural Failure: Pola retak karena lentur murni, diawali pada daerah tertarik pada penampang kritis
Flexural Cracks
43
B. Shear Compression Failure (Web Shear): Pola retak karena gaya lintang, diawali pada daerah dengan gaya lintang terbesar
Web-Shear Cracks
C. Diagonal Tension Failure (Flexure Shear): Pola retak karena kombinasi momen lengkung dan gaya lintang. Flexure-Shear Cracks
Tegangan geser hancur beton: f cr = 0.33 f c' untuk Web Shear Cracks f cr = 0.05 f c' untuk Flexure Shear Cracks
44
Tendon parabola
Netral
fPC
V-VTe Te
Penampang Melintang
Tegangan Geser
Tegangan lentur akhir
Retak Diagonal
Tegangan Geser dan tegangan prategang
Tegangan Normal Lingkaran Mohr
Pada garis netral bekerja tegangan lentur f pc dan tegangan geser υ, dari lingkaran Mohr didapat 2
f ⎛ f pc ⎞ ⎟⎟ − pc f1 = υ 2 + ⎜⎜ 2 ⎝ 2 ⎠
sehingga
retak terjadi bila
υ = υ cr = f cr 1 +
f pc
f1 = f cr Prestress menambah kemampuan geser
f cr
45
Shear Compression Failure (Web Shear)
bw
d
Vcr=Vcw-VTe
HTe VTe
Te
cgs
Vcw = Vcr + VTe Dimana:
V cw = Gaya geser yang mengakibatkan Web Shear Cracks (kN) V cr = Gaya geser hancur beton pada beton prategang (kN) V Te = Komponen vertikal dari gaya prategang T e (kN) Vcw = υ cr .bw .d + VTe Vcw = 0.33
⎛
⎞ ⎟ b d +V 1+ Te ' ⎟ w 0.33 f c ⎠ ⎝
f c' ⎜ ⎜
f pc
f pc adalah tegangan akibat gaya prategang pada garis netral dalam Mpa (lihat diagram tegangan akhir)
46
Diagonal Tension Failure (Flexure Shear) bw
d
Rumus empiris berdasarkan ACI:
Vci = f cr .bw .d +
V M cr M
Vci = 0.05 f c' .bw .d +
V M cr M Komponen variabel
Dimana:
V ci = Gaya geser yang mengakibatkan Flexure Shear Cracks (kN)
V/M = Rasio gaya lintang-momen lengkung pada potongan yang ditinjau
M cr = Momen retak akibat lentur murni (kNmm) f bott . max = f tr + fTe − bott ⎡T T .e ⎤ f bott . max = 0.5 f c' + ⎢ e + e ⎥ Sb ⎦ ⎣ Ac ⎛ ⎡T T .e ⎤ ⎞ M cr = f bott . max . S b = ⎜⎜ 0.5 f c' + ⎢ e + e ⎥ ⎟⎟. S b Sb ⎦ ⎠ ⎣ Ac ⎝
47
Hasil evaluasi dapat berupa:
Vci > Vcw Vci < Vcw
maka web shear crack menjadi dasar evaluasi dan Vc = Vcw maka flexure shear crack menjadi dasar evaluasi Vc = Vci
Dari diagram gaya lintang dapat ditentukan V u (kN) pada tiap penampang.
V (kN) V cw tetap
V max Vci = ∫
V min
V u dari bidang D
V M
Perletakan
L/2 Vmax = Vc + 0.8 f c' .bw .d
Vmin = 0.5Vc
48
Penampang di perbesar
Vc + 0.8 f c' .bw .
Tulangan geser sangat rapat
Vc + 0.4 f c' .bw .d
Vc + 0.35 bw .d
Diperlukan tulangan geser minimum
≤ Vc
Tidak diperlukan tulangan geser
V c adalah nilai terendah antara V ci dan V cw Penentuan Tulangan Geser berdasarkan CSA Code
49
Analisa Lendutan Lendutan gelagar beton prategang disebabkan oleh: Beban External / luar Perubahan Temperatur Penurunan Perletakan Gaya prategang Dalam analisa digunakan I gross (penampang utuh) e1
e2
Ti
Ti
Δp Ti x e1
Ti x e2
Diagram bidang Momen Ti
Δ total = Δ p + Δ Dead + Δ live +Δ….. Δ merupakan fungsi waktu
50
Untuk perhitungan dapat digunakan teori beban ekuivalen Contoh: Ti
Ti
e L
e
θ/2
2e
θ W
Tθ W= i L
θ=
tan
θ 2
=
Beban Ekuivalen
2e 1 L 2
8e 8 ⇒ W = Ti .e L L2
atau 1 8 Ti .e = WL2 ⇒ W = Ti .e 8 L2
51
Ti
Ti
e L
P
Beban Ekuivalen
1 Ti .e = PL 4 4 T .e P= i L
Ti
e2 Ti
e1
e L
P Beban ekuivalen Ti x e2
Ti
Ti x e1
Ti e1
e L W
Ti x e1
Beban ekuivalen
52
WL
Ti
Ti
e L WTi
Apabila W L = W Ti » maka tidak terjadi momen lengkung Tidak ada lendutan Tegangan yang terjadi:
Te Ac
Panjang Penyaluran (Pretension Prestressed)
Bagian ujung seolah merupakan angker pada Post Tensioning
lt
53
Panjang penyaluran Transfer Length l t tergantung: Jenis dan dimensi tendon (wire atau strand) Kondisi permukaan tendon (polos, ulir, berkarat) Tegangan efektif tendon Kekuatan beton, kepadatan beton Kondisi regangan di daerah ujung
Panjang penyaluran Flexural Bond Length l ps adalah panjang penyaluran yang dibutuhkan untuk mencapai tegangan prategang f ps
l t + l ps = l d dengan
ld =
Development Length
1 ⎛ 2 ⎞ f f pc ⎟ db − ⎜ ps 6.895 ⎝ 3 ⎠
54
Daerah Angker (Post tension Prestressed) Perilaku tegangan pada daerah angker: h Tarik
Tekan
Tegangan pada potongan x-x
Tegangan merata pada jarak h
Tegangan Tekan
Tegangan Tarik
Perilaku kehancuran
Alur tegangan tarik
Alur tegangan tekan
55
Tegangan Bearing Zone: Keadaan awal
Ac − 0.2 ≤ 1.25 f ci' Ab
σ bi = 0.8 f ci' Keadaan akhir
Ac
Ab
σ b = 0.6 f c'
Ab Ac
σbi , σb
Ac ≤ f c' Ab
: Luas bidang Plat Angker (mm2) : Luas bidang penyebaran (mm2) : Tegangan izin beton awal dan akhir (Mpa)
a R
a
T
hb
b
T σb = e
ab
T σ bi = i hbb
R tarik
tekan
56
Perhitungan Bursting Force R hb ⎛ h ⎞ ≤ 0.2 ⇒ R = 0.3Ti ⎜1 − b ⎟ a a⎠ ⎝
hb ⎛ h ⎞ > 0.2 ⇒ R = 0.2 Ti ⎜1 − b ⎟ a a⎠ ⎝ Bila digunakan spiral maka:
n As f y = R dengan n =
s
= jarak spiral (mm)
As
= luas penampang spiral (mm2)
fy
= tegangan leleh baja (Mpa)
Ti
= gaya prategang awal (N)
R
= bursting force (N)
a s
57
cbZ Perletaka Tekanan Bidang Kondisi Serat Tendon, Reganga Deforma Gaya Titik Beton V Retak Tendon FlexureWebFlexural Akibat Penampa MT W Gelembu Teganga Lingkara Penampa Teganga Deforma Terjadi =V ,e=0,00 dan W +f’c + = TtiM T dPrestress V-V L P ecgc M T Tertarik Netral 0.85 dx ftr fc izin ,e≤ W (+) Netral NO YES (Mpa) εRegangan =0.003 T T cgc cgs Diperlu Tidak M ReKondisi Tulanga Daerah Penamp Tendon Terjadi enamp A =T = = CL Duct bh fcgs f’ C T bTertekan Denga = ∆T ≤ = 0fie0 fx-txcitic.iciei0 cr D i+L cw w ePartial ieff cie D+L L ctr cu Δ >ε L = eL/2 A (kN) V 0Transfe .c(kN) 5-Full + V 35 cy bot top bott PC cu sw ieff e(+) iTe + = steel ccsci cLf− f = V + 0 . 84. εM + + =0.003 ti u RT Diago kondi kon f’ si disi Prate cairan Mom awal Bawa Axial tidak mena Shear n Prestr geser n si len Ge ak ng n mb h, gan ibat ser tur an, essi di x di = axial nal x (kN/m) e (-) = (-) .e .e .e (+) e 0 (-) V parabola = M=T T Kritis akhir Atas, kabel Ultimate Retak tendon Top si Crack ng Tekuk Geser Mohr Udara s ε (%) en i c εe Te D+L D i e e Ce chd 3 c – n ang kan diper b Perp r dita . ges Ga an rik g luk er ya en i e an Design Awal Akhi n tertekan tertarik Tarik r A A L =L ,dan +ntr Δ oakhir cng oc ε so pada ah potongan Melintan Prategan gelomba (-) M awal akhir (Initial) Bottom Retak ditengah tengah (Mpa) tekan gan tekan Cracks beban + D+L Akibat fNormal = .6 perbesa sangat tulanga A Pratega dengan dekan mulatetap M M D+L D0 sci e Δlg TΔ− + = 0 Δ f dx gangan ya g din Ga kem te ding ng amp so e e i e an beb Ak ibat ε =
rDalam rapat n tulanga balok mula geser rata T pada 1ng T
ELASTOMERIC BEARING PADS (Freyssi systems-Freyssinet International)
Bearing pads digunakan pada perletakan jembatan. Freyssi pads terdiri dari lembaran karet dengan lapisan baja.
a
: lebar pad searah gelagar (in)
b
: panjang pad ┴ gelagar (in)
A
: luas pad , axb (in2)
t
: tebal pad (in)
te
: tebal satu lapis pad (in)
Δt : perpendekan pad s
: faktor bentuk
s=
a xb 2(a + b )xte
P
: beban vertikal (lb)
f
: tegangan pad (psi)
d
: deformasi (in)
H : gaya horisontal (lb)
58