PENGERTIAN TANIN Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Tanin yang berikatan kuat dengan protein dapat mengendapkan protein dari larutan. Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat dihasilkan oleh tanaman. Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari metabolit primer. Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi yang bukan merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung, tetapi sebagai hasil mekanisme pertahanan diri organisme. Kandungan senyawa metabolit sekunder telah terbukti bekerja sebagai derivat antikanker, antibakteri dan antioksidan, antara lain adalah golongan alkaloid, tanin, golongan polifenol dan turunanya. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu.
Gambar 1.1: Struktur kimia tanin Tanin diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi yang masing-masing jenis memiliki struktur dan sifat yang berbeda: a. Tanin terhidrolisis Tanin jenis ini biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman bila dibandingkan dengan tanin terkondensasi. Tannin ini juga memiliki ikatan glikosida yang dapat dihidrolisis oleh asam.Salah satu contoh :gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang biasa disebut Ellagitanins. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxy diphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan dalam air.
Gambar 3.1: Tanin Terhidrolisis, Gallotanin prototipe merupakan glukosa pentagalloyl (β1, 2, 3, 4, 6-Pentagalloyl-OD-Glukopyranose). b. Tanin terkondensasi Tanin terkondensasi biasanya berbentuk polimer, jenis ini didominasi dengan flavonoid sebagai monomernya. Banyak ditemukan dalam berbagai jenis tanaman seperti Acacia spp, sericea Lespedeza serta spesies padang rumput seperti Lotus spp. Tanin terkondensasi (condensed tannins) biasanya tidak dapat dihidrolisis. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol.
Gambar 2.1: Tanin Terkondensasi, Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4.
KEGUNAAN TANIN Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan antitumor. Tanin tertentu dapat menghambat selektivitas replikasi HIV dan juga digunakan sebagai diuretik (Heslem, 1989). Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. . Karena sifatnya yang dapat mengikat protein, Tannin digunakan untuk menyamak kulit agar awet dan mudah digunakan. Pada bahan kunyahan seperti gambir (salah satu campuran makan sirih) memanfaatkan tanin yang terkandung di dalamnya untuk memberikan rasa kelat ketika makan sirih. Karena sifat pengelat atau pengerut (astringensia) itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang mengandung tanin dijadikan sebagai bahan obat-obatan. Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi mukosa usus, khususnya usus besar dan menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak. Sebagai penyerap racun (antidotum) dan dapat menggumpalkan protein. Oleh karena itu, senyawa tanin dapat digunakan sebagai obat diare. Dalam tumbuhan berfungsi sebagai sistem pertahanan dari predator, contohnya pada buah yang belum matang, buah akan terasa asam dan sepat, hal ini sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat. membuat pohon-pohon dan semak-semak sulit untuk dihinggapi/dimakan oleh banyak ulat Tanin dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan glatin. Tanin juga dapat membentuk khelat dengan logam secara stabil, sehingga jika manusia kebanyakan mengkonsumsi makan yang memiliki tanin maka Fe pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia. Ref : http://www.ayujournal.org/article.asp