POSISI FOWLER
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Cara
yang
dilakukan
untuk
membuat
posisi
pasien fowler (duduk). 1. Mencegah rasa tidak nyaman pada otot 2. Mempertahankan tonus otot
Tujuan
3. Mencegah terjadinya komplikasi immobilisasi seperti ulkus
decubitus,
kerusakan
saraf
superficial,
kerusakan pembuluh darah dan kontraktur 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. A. Persiapan alat
Prosedur
1. Bantal seperlunya 2. Hand roll 3. 1-2 trochanter roll 4. Papan kaki
B. Persiapan pasien
Menjelaskan langkah-langkah tindakan
C. Pelaksanaan
1.
Mencuci tangan
2.
Mempersiapkan alat
3.
Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja ( sesuai dengan tinggi perawat)
4.
Sesuaikan berat badan pasien dan perawat. Bila perlu carilah bantuan atau gunakan alat bantu pengangkat
5.
Naikkan
posisi
hemiplegia,
kepala
atur
Instruksikan
45-600 (bagi
pasien
pasien
setegak
untuk
pasien
mungkin).
menekuk
lutut
sebelum menaikkan bagian kepala tempat tidur. Yakinkan bahwa bokong pasien berada tepat pada satu lekukan tempat tidur. 6.
Letakkan bantal di bawah kepala, leher dan bahu (bagi klien
hemiplegi, atur dagu
agak
keatas) 7.
Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di daerah lekukan pinggang jika terdapat celah kecil di daerah tersebut
8.
Letakkan bantal untuk mendukung lengan dan tangan jika pasien tidak dapat menggerakkan lengan, seperti paralisis atau tidak sadar pada ekstremitas atas
9.
Berikan
hand
roll
jika
pasien
mempunyai
kecenderungan deformitas pada jari dan telapak tangan 10. Letakkan trochanter roll di sisi luar paha 11. Letakkan bantal kecil di bawah kaki mulai dari bawah lutut sampai ke tumit 12. Letakkan papan kaki pada telapak kaki pasien 13. Mencuci tangan
14. Evaluasi respon pasien 15. Lakukan dokumentasi tindakan dan hasil VK
Unit Terkait Rawat Inap
POSISI SIMS
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Cara yang dilakukan untuk membuat posisi pasien sims 1. Mencegah rasa tidak nyaman pada otot 2. Mempertahankan tonus otot
Tujuan
3. Mencegah terjadinya komplikasi immobilisasi, seperti ulkus
decubitus,
kerusakan
saraf
superficial,
kerusakan pembuluh darah dan kontraktur 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
1691/Menkes/PER/VIII/2011
tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. A. Persiapan alat 1. Bantal seperlunya
Prosedur
2. Handuk atau bantal pasir
B. Persiapan pasien 1. Menjelaskan langkah-langkah tindakan
C. Pelaksanaan
1.
Mencuci tangan
2.
Mempersiapkan alat
3.
Buatlah
posisi
tempat
tidur
yang
memudahkan untuk bekerja ( sesuai dengan tinggi perawat) 4.
Pindahkan pasien ke posisi tempat tidur dengan arah berlawanan dengan posisi yang diinginkan
5.
Rapatkan
kedua
kaki
pasien
dan
tekuk
posisi
agak
lututnya 6.
Miringkan
pasien
sampai
tengkurap 7. 8.
Letakkan bantal kecil di bawah kepala Tempatkan satu tangan di belakang tubuh
9.
Atur bahu atas sedikit abduksi atau siku fleksi
10. Letakkan
bantal
diruang
antara
dada,
abdomen serta lengan atas kasur 11. Letakkan bantal di ruang antara abdomen, pelvis, paha atas dan tempat tidur 12. Yakinkan bahwa bahu dan pinggul berada pada bidang yang sama 13. Letakkan gulungan handuk atau bantal pasir di bawah telapak kaki 14. Mencuci tangan
D. Evaluasi respon pasien E. Lakukan dokumentasi tindakan dan hasil VK
Unit Terkait Rawat Inap
HAND HYGIENE
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Kebersihan tangan adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan baik dengan menggunakan sabun antiseptik
dibawah
menggunakan
mengalir
atau
dengan
berbasis
alkohol
dengan
sistematik
sesuai
urutan,
handrub
langkah-langkah
Pengertian
air
yang
sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri yang berada pada tangan. Membersihkan tangan merupakan pilar dan indikator mutu dalam mencegah dan mengendalikan infeksi sehingga wajib dilakukan oleh setiap petugas rumah sakit. Membersihkan tangan dapat dilakukan dengan
mencuci
tangan
dengan
air
mengalir
atau
menggunakan antiseptik berbasis alkohol (Handrub) 1. Mencegah terjadinya infeksi silang antar pasien melalui tangan perawat.
Tujuan
2. Menjaga
keamanan
diri
perawat
untuk
meminimalisir terjadinya resiko infeksi 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Kebijakan
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. Cara Cuci Tangan 6 Langkah Pakai Sabun Yang Baik dan Benar 1. Ratakan sabun dengan menggosok kedua telapak tangan. 2. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari dengan kedua tangan , secara bergantian kiri dan kanan. 3. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari kedua tangan.
Prosedur
4. Gosok punggung jari kedua tangan dengan posisi tangan saling mengunci. 5. Gosok ibu jari tangan kiri dengan diputar dalam genggaman
tangan
kanan,
lakukan
secara
bergantian. 6. Usapkan ujung jari tangan kanan pada telapak tangan kiri, lakukan secara bergantian. VK
Unit Terkait
Perinatologi Rawat Inap
POSISI SEMI FOWLER
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Cara berbaring pasien dengan posisi setengah duduk 1. Mengurangi sesak napas 2. Memberikan rasa nyaman
Tujuan
3. Membantu memperlancar keluarnya cairan 4. Membantu mempermudah tindakan pemeriksaan 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
1) Pasien di dudukkan, sandaran punggung atau kursi di letakkan di bawah atau di atas kasur di bagian kepala, di atur sampai setengah duduk dan di rapikan. Bantal di susun menurut kebutuhan. Pasien di baringkan kembali dan pada ujung kakinya di pasang penahan. 2) Pada tempat tidur khusus (functional bed) pasien dan tempat tidurnya langsung di atur setengah duduk,
di
bawah
lutut
di
tinggikan
sesuai
kebutuhan. Kedua lengan di topang dengan bantal. 3) Pasien di rapikan.
Prosedur
Hal – hal yang harus di perhatikan : 1) Perhatikan keadaan umum 2) Bila posisi pasien berubah, harus segera di betulkan 3) Khusus untuk pasien pasca bedah di larang meletakkan bantak di bawah perut. 4) Ucapkan terima kasih atas kerjasama klien 5) Dokumentasikan hasil prosedur dan toleransi klien pada format yang tepat UGD
Unit Terkait
VK Rawat Inap
PENGGUNAAN APD RSIA Restu Bunda Prosedur Tetap
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan Direktur RSIA Restu Bunda
Alat
Pengertian
Pelindung
Diri
adalah
seperangkat
alat
yang
digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya dari bahaya kerja.
Tujuan
Untuk melindungi petugas kesehatan dan pengunjung 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. Persiapan Alat : 1. Masker 2. Topi
Prosedur
3. Sarung tangan 4. Apron 5. Sepatu pelindung 6. Kacamata pelindung
Cara Penggunaan :
Masker :
Eratkan tali pada bagian tengah kepala dan leher
Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
Paskan dengan erat pada wajah dan dibawah dagu sehingga melekat dengan baik
Periksa ulang pengepasan masker
Topi :
Pakailah topi yang sesuai ukuran kepala sehingga menutup semua rambut
Sarung tangan :
Pasang sarung tangan yang sesuai dengan ukuran Jika harus mempertahankan prinsip steril pastikan tangan tidak terkontaminasi.
Jari telunjuk dan ibu jari non dominan membuka lipatan sarung tangan bagian atas dan masukan tangan
non
dominan
dengan
posisi
terlentang.
Masukkan jari secara pelan- pelan
Untuk memakai sarung tangan sebelah kiri gunakan empat jari tangan dominan, masukkan dalam lipatan sarung tangan.
Apron :
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan
hingga
bagian
pergelangan
tangan
dan
selubungkan kebelakang bagian punggung.
Ikat dibelakang bagian punggung dan leher
Sepatu pelindung :
Gunakan sepatu plastic atau karet yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki.
Sepatu harus selalu bersih
Harus digunakan selalu didalam ruangan dan tidak boleh dipakai keluar ruangan.
Kacamata Pelindung :
Unit Terkait
VK
Pasang pada wajah dan mata, sesuaikan agar pas
PEMASANGAN KATETER
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pemasangan kateter urine ialah dengan melaksanakan
Pengertian
insersi kateter Folley / Nelaton melalui uretra ke muara kandung kemih untuk mengeluarkan urine. 1. Monitoring urine output dengan cara ketat. 2. Memulihkan / mengatasi retensi urine akut / kronis. 3. Mengambil spesimen urine steril untuk pemeriksaan
Tujuan
diagnostik. 4. Pengaliran urine untuk persiapan operasi atau pasca operasi. 5. Menentukan jumlah urine sisa setelah miksi. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
A. Persiapan Alat : 1. Alat Nonsteril. a. Plester. b. Nampan beserta alas. c. Spuit 10 cc. d. Bengkok atau nierbeken. e. Alat tulis. f. Pot. g. Gunting. h. Aquadest. i. Jelly. j. Betadine. k. Kain penutup klien. l. Bola kapas savlon. m. Urine bag. 2. Alat Steril.
Prosedur a. Handscoen steril. b. Set kateter urine steril :
Pinset anatomis 2 buah.
Copies 1 buah.
Lidi kapas 2 buah.
Duk bolong 1 buah.
B. Persiapan Klien :
Jelaskan
prosedur
&
tujuan
dilakukannya
pemasangan kateter urine. Implementasi a. Memberikan salam terapeutik. b. Menjelaskan tujuan tindakan. c. Menutup sampiran. d. Mencuci tangan. e. Mengatur
posisi
klien,
menganjurkan
klien
pada posisi supin dengan lutut ditekuk, paha fleksi, kaki diletakkan ditempat tidur & tutupi klien dengan selimut atau kain. f. Meletakkan
pot
di
bawah
bokong
klien.
Letakkan nierbeken diantara ke-2 kaki klien. g. Membuka set steril, atur alat steril dengan memanfaatkan pinset, Buka Penutup kateter letakkan kateter pada alat steril. h. Menggunakan handscoen steril sebelah kanan terlebih
dahulu,
tangan
sebelah
kanan
digunakan mengambil pinset steril tangan kiri untuk membuka tempat bola kapas yg telah diberi savlon. Letakkan bola kapas savlon pada copies. Pakai kembali sarung tangan sebelah kiri. i. Menutup perineal dengan menggunakan duk bolong. j. Memegang glans penis dengan memakai tangan non dominan. Bersihkan glans penis sekitar meatus urinaria dengan betadine jaga agar tangan dominan tetap steril, 1kali usapan. k. Mengolesi ujung kateter dengan jelly (minta tolong assistant). l. Memasukkan
kateter
yg
sudah
diberi
jelly
kateter kurang lebih 6 – 10 centi meter kedalam meatus uretra. m. Memastikan urine tetap ke luar, selanjutnya kateter urine disambungkan pada urine bag. n. Melakukan fiksasi dengan cara memberikan injeksi air aquadesh ke dalam folley kateter untuk mengembangkan balon kateter, supaya keteter
tak
mudah
terlepas
(pemberian
aquadesh sesuai aturan). o. Menarik dengan cara perlahan-perlahan folley keteter untuk memastikan apakah kateter telah terfiksasi dengan aman. p. Menulis
tanggal
pemasangan
kateter
pada
plester yg dapat direkatkan ke selang bag urine dengan paha klien. q. Memfiksasi selang kateter dengan plester & letakkan selang kateter pada paha klien. r. Merapihkan klien & alat-alat. s. Melepaskan
handscoen
dan
buang
pada
nierbeken. t. Mencuci tangan. Evaluasi a. Mengobservasi jumlah & karakteristik urine yg ke luar. b. Memonitor kesadaran & tanda-tanda vital klien sesudah pemasangan kateter. c. Melakukan palpasi kandung kemih & tanyakan adanya rasa ketidaknyamanan sesudah pemasangan kateter. d. Mengobservasi posisi kateter & drainage urine ke urine bag. Dokumentasi a. Mencatat pelaksanaan prosedur, kondisi perineum & meatus uretra. b. Mencatat waktu pemasangan, & karakteristik urine (konsistensi, jumlah, bau, & warna). c. Mencatat respon klien selama prosedur. d. Mencatat type, ukuran kateter, & jumlah cairan yg dipakai untuk mengembangkan balon. VK
Unit Terkait Rawat Inap
PERAWATAN SELANG KATETER
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Tujuan
Suatu tindakan perawatan kateter menetap/DC guna mencegah terjadinya infeksi Sebagai
acuan
penerapan
langkah-langkah
untuk
melakukan perawatan kateter internus 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan Standar
Kebijakan
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. PERSIAPAN ALAT
Kom berisi air hangat + sabun + waslap + handuk bawah
Prosedur
Kapas lidi steril
Cairan antiseptik (mis : betadin 2% )
Kom + kapas +pinset steril
Perlak
Bengkok dan kantong plastic
Korentang
Salep (bila ada instruksi)
PERSIAPAN PASIEN
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan perawat Atur ketinggian tempat tidur sejajar dengan area kerja perawat
PERSIAPAN PETUGAS
Sarung tangan steril 1 pasang dan sarung tangan bersih 1 pasang
PELAKSANAAN TINDAKAN
Perawat
memperkenalkan
diri
kepada
pasien
&
keluarga serta menjelaskan mengenai prosedur yang akan dilakukan
Perawat
meminta
persetujuan
tindakan
secara
tertulis/lisan kepada pasien/keluarganya
Perawat
menjaga
privacy
pasien
dengan
cara
memasang tirai
Perawat melakukan identifikasi pasien sesuai dengan prosedur
Perawat melakukan kebersihan tangan sesuai dengan prosedur
Perawat mengenakan APD sesuai dengan prosedur
Perawat membuang urin yang ada di urin bag serta mengukur urin yang ada
Perawat
membuka
pakaian
bawah
pasien
dan
menutup dengan selimut
Perawat memasang perlak di bawah bokong pasien
Perawat memberikan posisi pasien : Wanita :
Dorsal recumbent, alternatif : sims (pada pasien tua atau mengalami kontraktur berat dengan kaki bagian atas
flexi) Pria : Supinase
Perawat
membersihkan
menggunakan
air
daerah
hangat
perineum
dengan
+sabun+waslap
dan
keringkan dengn handuk bawah (bila pasien mampu dapat dilakukan sendiri)
Perawat mengkaji daerah meatus uretra dan jaringan sekitar perineum (perih, radang, pembengkakan)
Perawat membuka sarung tangan
Perawat
melakukan
kebersihan
tangan
sesuai
prosedur
Perawat menyiapkan kom+kapas+pinset steril dan masukkan cairan antiseptik.
Perawat memakai sarung tangan steril
Perawat membuka labia mayor dan minor atau menarik
preputium
dengan
tangan
yang
tidak
dominan sehingga spincter meatus uretra kelihatan dengan jelas.
Perawat membersihkan daerah meatus uretra dengan cairan antiseptik dengan pinset.
Perawat membersihkan ujung kateter dekat meatus uretra sepanjang +10 cm dengan cairan antiseptik dengan arah melingkar keluar.
Perawat memberikan antiseptik (betadin 2% atau salep antibiotik) pada daerah meatus uretra dan ujung kateter sepanjang 2,5cm
Perawat mengganti plester yang ada pada kateter dan bersihkan bekas plester pada kulit pasien.
Perawat mengganti urin bag + selang bila diperlukan dengan menggunakan prinsip antiseptic
Perawat memeriksa kembali aliran urin dalamselang untuk meyakinkan :
Selang tidak boleh tertekuk atau menggulung
Selang tidak boleh macet, kaku dan aman tergantung di tempat tidur
Perawat merapikan alat yang telah diberikan dan membuang sampah sesuai dengan prosedur
Perawat menjelaskan kepada pasien/keluarga bahwa tindakan selesai dilakukan dan mohon undur diri
Perawat melepas APD sesuai dengan prosedur
Perawat
melakukan
kebersihan
tangan
sesuai
prosedur
Perawat melakukan evaluasi setelah tindakan
Perawat
melakukan
dokumentasi
pelaksanaan
tindakan di dalam catatan perkembangan terintegrasi Ruang Bersalin
Unit Terkait
UGD Rawat Inap
PENGISIAN PARTOGRAF
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda
Partograf adalah alat untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam menentukan
Pengertian
keputusan
dalam
penatalaksanaan.(
saifudin, abdul bari. 2002).
Partograf adalah alat bantu yang di gunakan selama fase aktif persalinan ( depkes RI, 2004).
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan
menilai
pembukaan
serviks
melalui
pemeriksaan dalam;
Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal, sehingga dapat melakukan deteksi secara dini terhadap setiap kemungkinan terjadinya partus
Tujuan
lama. Dengan metode yang baik dapat diketahui lebih awal adanya persalinan yang abnormal dan dapat dicegah persalinan lama, sehingga dapat menurunkan resiko perdarahan pospartum dan sepsis, mencegah persalinan macet, pecah rahim, dan infeksi bayi baru lahir. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Kebijakan
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan Standar
Pelayanan
Pelayanan Medik.
Rumah
Sakit
dan
Standar
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. A. Lembar depan partograf. 1. Informasi ibu ditulis sesuai identitas ibu. Waktu kedatangan pecahnya
ditulis selaput
sebagai
jam.
Catat
waktu
ketuban,
dan
catat
waktu
merasakan mules. 2. Kondisi janin. a. Denyut Jantung Janin. Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika terdapat tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Kisaran normal DJJ tertera diantara garis tebal angka 180 dan 100. Bidan harus
Prosedur
waspada jika DJJ mengarah di bawah 120 per menit (bradicardi) atau diatas 160 permenit (tachikardi). Beri
tanda ‘•’ (tanda titik) pada
kisaran angka 180 dan 100. Hubungkan satu titik dengan titik yang lainnya. b. Warna dan adanya air ketuban. Catat
warna
pemeriksaan
air
ketuban
vagina,
setiap
menggunakan
melakukan lambang-
lambang berikut: U J
: Selaput ketuban Utuh. : Selaput ketuban pecah, dan air ketuban
Jernih.
M
: Air ketubanbercampur Mekonium.
D
: Air ketuban bernoda Darah.
K
: Tidak ada cairan ketuban/Kering.
c. Penyusupan/molase tulang kepala janin. Setiap
kali
melakukan
periksa
dalam,
nilai
penyusupan antar tulang (molase) kepala janin. Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambanglambang berikut: 0 1
: Sutura terpisah. : Tulang-tulang kepala janin hanya saling
bersentuhan. 2
: Sutura tumpang tindih tetapi masih
dapat diperbaiki. 3
: Sutura tumpang tindih dan tidak dapat
diperbaiki. Sutura/tulang menandakan
kepala
saling
kemungkinan
tumpang adanya
tindih CPD
(
cephalo pelvic disproportion). 3. Kemajuan persalinan. Angka 0-10 di kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks. a. Pembukaan serviks. Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan.
Nilai
dan
catat
pembukaan
serviks setiap 4 jam. Cantumkan tanda ‘X’ di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya
pembukaan serviks. b. Penurunan bagian terbawah janin. Untuk menentukan penurunan kepala janin tercantum
angka
1-5
yang
sesuai
dengan
metode perlimaan. Tuliskan turunnya kepala janin dengan garis tidak terputus dari 0-5.
Berikan tanda ‘0’ pada
garis waktu yang sesuai. c. Garis waspada dan garis bertindak.
Garis waspada, dimulai pada pembukaan serviks 4 cm (jam ke 0), dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap (6 jam). Pencatatan dimulai pada garis waspada. Jika
pembukaan
serviks
mengarah
ke
sebelah kanan garis waspada, maka harus dipertimbangkan adanya penyulit.
Garis
bertindak,
tertera
sejajar
dan
disebelah kanan (berjarak 4 jam) pada garis waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelasaikan persalinan. Sebaiknya ibu harus berada di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui. 4. Jam dan waktu. a. Waktu mulainya fase aktif persalinan. Setiap
kotak
menyatakan
satu
jam
sejak
pemeriksaan
atau
dimulainya fase aktif persalinan. b. Waktu
aktual
persalinan.
saat
Cantumkan tanda ‘x’ di garis waspada, saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan. 5. Kontraksi uterus. Terdapat lima kotak kontraksi per 10 menit. Nyatakan lama kontraksi dengan: a.
: Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk ░ : menyatakan kontraksi yang lamanya < 20 detik.
b. /// : Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20-40 detik. c.
█
: Isi penuh kotak yang sesuai untuk
menyatakan kontraksi yang lamanya > 40 detik. 6. Obat-obatan dan cairan yang diberikan. a. Oksitosin. Jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan dan dalam satuan tetes per menit. b. Obat lain dan caira IV. Catat semua dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya. 7. Kondisi ibu. a. Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh.
Nadi, dicatat setiap 30 menit. Beri tanda
titik (•) pada kolom yang sesuai.
Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam atau lebih sering jika diduga ada penyulit. Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai.
Suhu tubuh, diukur dan dicatat setiap 2 jam
atau
lebih
sering
jika
terjadi
peningkatan mendadak atau diduga ada infeksi. Catat suhu tubuh pada kotak yang sesuai.
b. Volume urine, protein dan aseton. Ukur dan catat jumlah produksi urine setiap 2 jam (setiap ibu berkemih). Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urine. B. Lembar belakang partograf. Lembar
belakang
partograf
merupakan
catatan
persalinan yang berguna untuk mencatat proses persalinan yaitu data dasar, kala I, kala II, kala III, kala IV, bayi baru lahir (terlampir). 1. Data dasar. Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat persalinan, catatan, alasan merujuk,
tempat
merujuk,
pendamping
saat
merujukdan masalah dalam kehamilan/persalinan ini. 2. Kala I. Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada, masalah lain yang timbul,
penatalaksanaan,
dan
hasil
penatalaksanaannya. 3. Kala II. Kala
II
terdiri
dari
episiotomy,
pendamping
persalinan, gawat janin, distosia bahu dan masalah dan penatalaksanaannya. 4. Kala III. Kala III berisi informasi tentang inisiasi menyusu dini, lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri, kelengkapan plasenta, retensio plasenta > 30 menit, laserasi,
atonia
uteri,
jumlah
perdarahan,
masalah
lain,
penatalaksanaan dan hasilnya. 5. Kala IV. Kala IV berisi tentang data tekanan darah, nadi, suhu tubuh, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan. 6. Bayi baru lahir. Bayi baru lahir berisi tentang berat badan, panjang badan, jenis kelamin, penilaian bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya.
Unit Terkait
VK
PERTOLONGAN PERSALINAN
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Asuhan yang bersih dan aman selama pengeluaran hasil
Pengertian
konsepsisetelah pembuahan berumur 37 minggu dan bayi lahir serta upaya pencegahan komplikasi.
Tujuan
Untuk membantu persalinan yang bersih dan aman serta membantu pencegahan komplikasi. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
1691/Menkes/PER/VIII/2011
tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
A. PERSIAPAN ALAT 1. Cuci Tangan
Tempat air mengalir untuk menampung air yang digunakan untuk cuci tangan
Prosedur
Sabun
cair/sabun
batangan
yang
sudah
dipotong kecil-kecil yang diletakkan dalam kotak bersih
Handuk
kecil
yang
ditempatkan
di
kotak
bersih, digunakan untuk mengelap tangan setelah selesai cuci tangan 1 handuk untuk 1 kali cuci.
1 kom untuk tempat air kotor bekas cucian tangan
1 kom untuk tempat handuk kotor
1 tempat khusus untuk meletakkan jam, perhiasan dan asesoris lainnya
2. Alat Perlindungan Diri Penolong
Penutup Kepala (Bisa dikenakan sebelum cuci tangan supaya tidak lupa
Kaca mata geogle (Bisa dikenakan sebelum cuci tangan supaya tidak lupa)
Masker (Bisa dikenakan sebelum cuci tangan supaya tidak lupa)
Celemek/skort (Bisa dikenakan sebelum cuci tangan supaya tidak lupa)
Sepatu boot karet
3. Peralatan Lain
Tempat Sampah medis yang dilapisi plastik merah
Tempat
Sampah
non
medis
yang
dilapisi
plastik hitam
Baskom yang berisi larutan klorin 0.5% (untuk membersihkan alat dan membersihkan ibu setelah setelah proses persalinan)
Tempat linen kotor (tempat pakaian/kain ibu dan bayi yang baru dipakai untuk proses persalinan)
Tempat placenta 1 gelas ukur (digunakan untuk mengukur jumlah darah yang keluar saat persalinan
4. Alat untuk pemeriksaan dalam
1
kom
tertutup
berisi
air
DTT
(
untuk
membasahi Kapas DTT)
1 kom berisi kapas DTT (untuk vulva hygiene pada ibu sebelum VT)
2 buah bengkok (digunakan saat VT, satu diletakkan
di
dekat
vulva
satunya
lagi
diletakkan agak jauh)
1 korentang (untuk mengambil sarung tangan pada bak instrumen yang steril dalam partus set)
5. Partus set dalam bak instrumen yang berisi :
2 klem (untuk mengeklem tali pusat ketika akan dipotong)
1 gunting tali pusat (untuk memotong tali pusat bayi sesaat setelah lahir)
½ koher (untuk melakukan amniotomi ketika ketuban
belum
pecah
setelah
pembukaan
lengkap)
1 gunting episiotomi (tidak harus digunakan, hanya digunakan bila keadaan terdesak)
Benang tali pusat (untuk menali tali pusat setelah dipotong)
2 pasang sarung tangan DTT steril ( sarung tangan pertama digunakan untuk VT, sarung tangan
kedua
digunakan
untuk
menolong
persalinan
Deperst (seperlunya saja)
6. Peralatan TTV Peralatan TTV, meliputi :
1 tensi meter dan 1 stetoskop (digunakan untuk mengontrol tensi darah pasien)
2 termometer axila (satu digunakan untuk mengukur
suhu
ibu
dan
yang
satunya
digunakan untuk mengukur suhu tubuh bayi)
3 gelas (digunakan sebagai wadah air klorin, air sabun sama air DTT untuk desinfektan thermometer)
1 Funandoskop (digunakan untuk mengukur DJJ janin ketika belum lahir)
7. Alat dan Obat-obatan
Oksitosin 10 UI (minimal 4, digunakan ketika placenta akan lahir
untuk merangsang agar
cepat keluar), lidokain (minimal 4, diguunakan sebagai
anatesi
ketika
akan
dilakukan
episiotomi daa penjahitan), vit K (1 ampul, untuk mencegah terjadinya perdarahan pada bayi), vaksin Hb 0
1 spuit 1 cc (digunakan untuk injeksi Vit K), 1 spuit 3 cc (digunakan untuk injeksi oksitosin), 1
spuit
10
cc
(digunakan
untuk
injeksi
lidokain)
3 cairan infus RL dan 1 cairan infus D 5 %
1 vena kateter nomor 18/20 (digunakan untuk memasang infus)
Blood set
8. Peralatan Resusitasi
1 balon sungkup Delee (digunakan untuk menghisap lendir) Lampu
sorot
penerangan
60 dan
watt
(digunakan
untuk
untuk
menghangatkan
tempat resusitasi oleh karena itu lampunya dinyalakan ketika persalinan akan dimulai)
1 Meja resusitasi
Kain pengganjal kepala
9. Haechting Set
1 set bak instrumen yang berisi :
1 nail fuder
1 pinset sirulgis
1 pinset anatomis
Nail heachting otot dan kulit
Catgut cromik ukuran 0,02/0,03
1 gunting benang
10. Kain tenun untuk Ibu dan bayi
Handuk bersih ( untuk diletakkan diatas perut ibu)
1
under
pad
(untuk
diletakkan
dibawah
bokong)
Kain penyangga perineum (untuk penyangga perineum saat pertolongan kelahiran bayi)
Selimut bayi ( untuk mengganti handuk diatas perut ibu yang basah)
1 lembar kain bersih (diletakkan diatas perut ibu untuk mengetahui adanya bayi kedua dan cek kontraksi )
Selimut
ibu
dan
bayi
(
digunakan
untuk
menutupi tubuh ibu dan bayi saat IMD)
Pembalut nifas
Celana dalam
Kain panjang digulung
2 waslap ( untuk membersihkan tubuh ibu )
Pakaian Ibu
B. PERSIAPAN LINGKUNGAN 1. Tutup sketsel, jendala dan pintu 2. Untuk menjaga privasi pasien. 3. Beri penerangan yang cukup 4. Untuk memudahkan bidan dalam melakukan tindakan yang akan dilakukan. 5. Siapkan tempat tidur pasif 6. Tempat tidur yang memudahkan bidan memberikan pertolongan pada persalinan normal.
C. PERSIAPAN PASIEN 1. Berikan penjelasan tentang prosedur, tujuan dan manfaat 2. Memberitahukan
ibu
bahwa
bidan
akan
melakukan pertolongan persalinan, agar bayi lahir dan
ibu
melewati
proses
persalinan
dengan
normal agar terhindar dari komplikasi. 3. Informed concent 4. Memberitahukan
ibu
untuk
menandatangani
surat pernyataan bahwa ibu bersedia dilakukan pertolongan yang akan di lakukan. 5. Bantu klien dalam posisi yang nyaman 6. Dianjurkan ibu pada posisi setengah duduk, tidak dianjurkan ibu untuk tidurterlentang.
D. PERSIAPAN PETUGAS 1. Mencuci tangan dengan enam langkah 2. Lepaskan semua perhiasan, basuh tangan dengan air mengalir,
TINDAKAN : I.
MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA 1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala II
Ibu
merasa
ada
dorongan
kuat
untuk
meneran
Ibu
merasakan
tekanan
yang
semakin
meningkat pada rectum dan vagina
Perineum tampak menonjol
Vulva dan spinter ani membuka
II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN 2. Pastikan
kelengkapan
peralatan,
bahan
dan
obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
Tempat datar dan keras, lampu sorot 60 watt
dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.
Membuka Spuit 3 cc dan mamasukkan ke dalam set partus buang kemasan spuit pada tempat sampah medis
Membuka ampul oksitoksin 10 unit dengan cara menggergaji terlebih dahulu leher apul dan mematahkannya dengan hati-hati
3. Pakai alat pelindung penolong ,celemek plastik, penutup kepala, masker dan kacamata 4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih dengan
mengalir
kemudian
menggunakan
keringkan
tissue
atau
tangan handuk
pribadi yang bersih dan kering. 5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan dominan 6. Masukkan oksitoksin 10 U kedalam tabung suntik/spuit (gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril dengan teknik satu tangan). Pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik), kemudian Letakkan ½ koker pada pojok bak instrumen, ambil sarung tangan lagi 1 untuk
tangan
non
dominan
dengan
tangan
dominan lalu tutup bak instrumen dengan tetap membuka sedikit untuk ½ koker
III. MEMASTIKAN
PEMBUKAAN
LENGKAP
DAN
KEADAAN JALAN LAHIR 7. Membersihkan
vulva
menyekanya dengan hati
dan
perineum,
– hati dari anterior
(depan) ke posterior (belakang) menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi air DTT
Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi
tinja,
bersihkan
dengan
seksama dari arah depan kebelakang.
Buang
kapas
atau
kassa
pembersih
(terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi,
lepaskan dan rendam sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5%.
8.
Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.
9.
Dekontaminasi sarung tangan dengan cara celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan
ke
dalam
larutan
klorin
0.5%
kemudian lepaskan dalam keadaan terbalik dalam larutan 0.5% selama 10 menit. Cuci kedua
tangan
dilepaskan mengalir.
setelah
sarung
menggunakan Gunakan
sabun
handuk
tangan dan
pribadi
air yang
kering dan bersih 10. Periksa denyut jantung janin(DJJ) dengan melihat
jam
setelah
kontraksi
atau
saat
relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal 120-160x/menit
Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
Mendokumentasikan
hasil-hasil
periksa
dalam, DJJ, semua temuan pemeriksaan dan
asuhan
yang
diberikan
ke
dalam
partograf.
IV. MENYIAPKAN
IBU
DAN
KELUARGA
UNTUK
MEMBANTU PROSES BIMBINGAN MENERAN 11. Memberitahukan bahwa pembukaan sudah lengkap
dan
membantu
ibu
keadaan
janin
menemukan
baik posisi
dan yang
nyaman sesuai dengan keinginannya.
Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan
kondisi
dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatalaksanaan
fase
aktif)
dan
dokumentasikan semua temuan yang ada
Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana
peran
mereka
untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar. 12. Meminta
keluarga
membantu
meyiapkan
posisi meneran (bila ada rasa ingin meneran) dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk dengan kedua kaki ibu ditekuk dan dirangkul ibu / posisi lain yang di inginkan dan pastikan ibu merasa nyaman sambil bapak yang ada di belakang ibu bisa membantu
dengan
melakukan
rangsangan
puting susu. 13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin meneran atau kontraksi yang kuat :
Bimbing ibu agar dapat meneran dengan benar dan efektif.
Dukung dan beri semangat pada saat meneran
dan
perbaiki
cara
meneran
apabila caranya tidak sesuai.
Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi supine dalam waktu yang lama).
Anjurkan
ibu
untuk
istirahat
diantara
untuk
memberi
kontraksi.
Anjurkan
keluarga
dukungan dan semangat untuk ibu.
Berikan
cukup
asupan
per-oral(minum)
disela kontraksi
Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
14. Anjurkan ibu untuk mengambil posisi yang nyaman jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
V.
PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI 15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di atas perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6cm 16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu. 17. Buka tutup partus set dan perhatikan lagi kelengkapannya alat dan bahan. 18. Pakai sarum tangan DTT pada kedua tangan.
VI. PERSIAPAN
KELAHIRAN
PERTOLONGAN
LAHIRNYA KEPALA 19. Setelah nampak kepala bayi dengan diameter 5-6cm
membuka
vulva
maka
lindungi
perinium dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleks, dan membantu kelahirannya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal. 20. Periksa adanya lilitan tali pusat dengan 2 jari tangan kanan
atau tidak
dan lakukan
tindakan yang sesuai bila hal itu terjadi, dan lanjutkan proses kelahiran bayi.
Jika
tali
pusat
yang
melilit
longgar
lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
Jika tali pusat melilit leher secara kuat , klem tali pusat diantara dua tempat lalu potong tali pusat diantara kedua klem.
21. Tunggu kepala bayi melakukan putar paksi luar secara spontan.
LAHIRNYA BAHU 22. Setelah kepala melakuakan putar paksi luar, pegang secara bipariental ( tangan kanan diatas tangan kiri dibawah). Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut
gerakan kepala bayi kebawah ( ayun sampai bahu depan lahir sebagai hipomoclion)
dan
distal hingga lahir bahu depan dibawah askus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
LAHIRNYA BADAN DAN TUNGKAI 23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menopang kepala dan bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas 24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut kepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari lainya).
VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR 25. Lakukan penilaian selintas : a. Apakah bayi cukup bulan? b. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan? c. Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Bila salah satu jawaban “TIDAK” lanjut ke langkah resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
Bila
semua jawaban adalah “YA” lanjut ke
langkah 26.
26. Keringkan tubuh bayi Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan vernik. Ganti handuk basah dengan handuk/ kain kering. Biarkan bayi di atas perut ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi yang lahir (hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemeli).\ 28. Beritahu
ibu
bahwa
ia
akan
disuntik
oksitosin agar uterus berkontraksi baik. 29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan
oksitosin
10
unit
IM
(intramuskular) di 1/3 distal lateral paha (Lakukan
aspirasi
sebelum
menyuntikkan
oksitosin). 30. Setelah 2 menit pasca persalinan, pegang tali pusat dengan satu tangan pada sekitar 5
cm
dari
telunjuk
pusar
dan
jari
bayi,
kemudian
tengah
tangan
jari lain
menjepit tali pusar dan geser hingga 3 cm proximal dari pusat bayi. Klem tali pusat pada titik tersebut kemudian tahan klem ini pada posisinya, gunakan jari telunjuk dan tengah tangan lainnya untuk mendorong isi tali pusat ke arah ibu (sekitar 5cm) dan jepit kembali tali pusat pada 2cm distal dari klem pertama. 31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
Dengan 1 tangan pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi) dan lakukan
pengguntingan
tali
pusat
diantara 2 klem tersebut.
Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada 1 sisi kemudian melingkarkan kembali
benang
tersebut
dan
mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lain.
Lepaskan klem dan masukkan ke dalam wadah yang telah di sediakan ( bengkok )
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu.
Luruskan
bahu
bayi
sehingga
bayi
menempel
di
dada/perut
ibu.
Usahakan
kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan
posisi
lebih
rendah
dari
puting
payudara ibu.
Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi
Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
VIII. MANAJEMEN AKTIF KALA III PERSALINAN 33. Pindahkan
klem
pada
tali
pusat
sehingga
berjarak 5-10cm dari vulva. 34. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu
(diatas
simfisis),
untuk
mendeteksi
kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk menegangkan tali pusat. 35. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang atas(dorso kranial) secara hati-hati ( untuk mencegah involusi uteri). Jika plasenta tidak lahir dalam 30 -40 detik , hentikan penegangn tali pusat dan tunggu hingga timbul kontrak berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
Jika uterus tidak segera berkontraksi ,minta ibu ,suami, atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
MENGELUARKAN PLASENTA 36. Bila ada penekanan bagian bawah dinding depan uterus kearah dorsal ternyata di ikuti dengan pergeseran tali pusat kea rah distal maka
lanjutkan
dorongan
kea
rah
kranial
hingga plasenta dapat dilahirkan.
Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan ditarik secara kuat terutama jika uterus tidak berkontraksi)
sesuai dengan sumbu jalan lahir (kearah bawah-sejajar lantai-atas)
Jika
tali
pusat
bertambah
panjang,
pindahkan klem hingga berjarak sekitar 510 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat : 1. Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM 2. Lakukan
katerisasi
(aseptik)
jika
kandung kemih penuh 3. Minta
keluarga
untuk
melakukan
tindakan
dorso-kranial
rujukan 4. Ulangi
penegangan
tali
pusat
15
dan menit
berikutnya 5. Jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi pendarahan
segera
lakukan
plasenta
manual. 37. Saat
plasenta
muncul
di
introitus
vagina,
lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta sehingga selaput ketuban terpilin
kemudian
lahirkan
dan
tempatkan
plasenta diwadah yang telah disediakan.
Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tanggan
DTT
/seteril
untuk
melakukan
eksplorasi sisa selaput dengan cara tangan dijadikan satu atau rapat kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau seteril untuk
mengeluarakan
selaput
yang
tertinggal.
RANGSANGAN TAKTIL (MASASE) UTERUS 38. Segera setelah selaput ketuban dan plasenta lahir.
Lakukan
masase
uterus,letakkan
telapak tangan difundus dan lakukan massase dengan
gerakan
melingkar
dan
lembut
sehingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
Lakukan tindakan yang diperlukan (Kmpresi Bimanual
Internal),
Kompresi
Aorta
Abdominalis, Tampon Kondom-Kateter) jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik masase
IX. MENILAI PERDARAHAN 39. Periksa pastikan
kedua
sisi
plasenta
plasenta telah
(maternal-fetal)
dilahirkan
lengkap.
Masukkan plasenta ke dalam kantung plastic atau tempat khusus. 40. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum, Lakukan penjahitan apabila laserasi menyebabkan pendarahan, bila ada robekan yang
menimbulkan
perdarahan
aktif
segera
lakukan penjahitan.
X.
PASCA PERSALINAN 41. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi pendarahan pervaginam. 42. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, lepaskan secara terbalik
dan
rendam
sarung
tangan
dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
Evaluasi 43. Pastikan kandung kemih kosong 44. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi. 45. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah. 46. Memeriksa
nadi
ibu
dan
pastikan
keadaan
umum ibu baik. 47. Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit).
Jika
bayi
sulit
retraksi,
bernafas,
diresusitasi
merintih,
atau
segera
beri
dan
tindakan lanjutan.
Jika bayi teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan kembali kontak kulit ibubayi dan hangatkan ibu-bayi dalam satu selimut.
48. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin
(10menit).
Cuci
0,5% dan
untuk
bilas
dekomentasi
peralatan
setelah
dekontaminasi. 49. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai. 50. Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan menggunakan air DTT. Bersihkan cairan ketuban, lender dan darah di ranjang atau sekitar
ibu
berbaring.
Bantu
ibu
memakai
pakaian bersih dan kering. 51. Pastikan
ibu
memberikan
merasa ASI.
nyaman.
Anjurkan
Bantu
keluarga
ibu
untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang di inginkan. 52. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5% selama 10 menit. 53. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. 54. Cuci
kedua
tangan
dengan
sabun
dan
air
mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering. 55. Pakai
sarung
tangan
bersih/DTT
untuk
melakukan pemeriksaan fisik bayi. 56. Dalam satu jam pertama, beri salep/tetes mata profilasis infeksi, vitamin K1 1mg IM di paha kiri
bawah lateral, pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pernafasan bayi (normal 40-60x/menit) 57. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu – waktu dapat disusukan. 58. Lepastan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. 59. Cuci
kedua
tangan
dengan
sabun
dan
air
mengalir kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
Dokumentasi 60. Lengkapi
partograf
(halaman
depan
dan
belakang), periksa tanda vital dan asuhan Kala IV Persalinan.
Unit Terkait
VK
BREASTCARE POST NATAL
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Memberikan tindakan pada organ payudara dengan cara di
massage
6. Mencegah pembendungan ASI 7. Meningkatkan hygiene payudara
Tujuan
8. Meningkatkan produksi ASI 9. Melenturkan dan menguatkan putting payudara 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
C. Tahap Pra Interaksi 1. Mengecek program terapi 2. Mencuci tangan 3. Menyiapkan alat 4. Tahap Orientasi 5. Memberikan salam kepada pasien dan sapa nama pasien 6. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga 7. Menanyakan
persetujuan
dan
kesiapan
klien
sebelum kegiatan dilakukan D. Tahap Kerja 1. Memasang sampiran/menjaga privacy 2. Memasang handuk di bagian perut bawah dan bahu
sambil
melepas
pakaian
atas
(handuk
dipasang dengan peniti)
Prosedur
3. Mengompres kedua putting dengan kapas yang dibasahi oleum coccus hangat selam 2 – 3 menit 4. Mengangkat kapas sambil membersihkan putting dengan gerakan memutar dari dalam ke luar 5. Kemudian
dengan
kapas
oleum
yang
baru,
membersihkan daerah tengah putting dari sentral ke luar (bila putting invertet, dilakukan penarikan) 6. Membasahi kedua telapak tangan dengan oleum coccus dan melakukan pengurutan dengan telapak tangan berada diantara kedua payudara dengan gerakan keatas, kesamping, kebawah, kedepan sambil
menghentakkan
payudara,
pengurutan
dilakukan sebanyak 20 – 30 kali 7. Pengurutan payudara
kedua.
kiri
dan
Tangan tangan
kiri
menopang
kanan
melakukan
pengurutan dengan menggunakan sisi kelingking. Dilakukan sebanyak 20 – 30 kali. Lakukan pada kedua payudara kanan-kiri 8. Pengurutan ketiga dengan menggunakan sendi-
sendi jari. Posisi tangan mengepal. Tangan kiri menopang payudara dan tangan kanan melakukan pengurutan
dari
pangkal
Dilakukan sebanyak 20
kea
rah
putting.
– 30 kali pada tiap
payudara. 9. Meletakkan
baskom
dibawah
payudara
dan
menggunakan waslap yang di basahi air hangat. Mengguyur payudara sebanyak ± 5 kali. Kemudian di lap dengan waslap tersebut, dan bergantian dengan air dingin. Masing-masing 5 kali guyuran (diakhiri dengan air hangat) 10. Mengeringkan payudara dengan handuk yang dipasang di bahu 11. Memakai
BH
dan
pakaian
atas
pasien
dan
menganjurkan pada pasien memakai BH yang menopang E. Tahap Terminasi 1. Mengevaluasi hasil tindakan yang baru dilakukan 2. Berpamitan dengan pasien 3. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula 4. Mencuci tangan 5. Mencatat
kegiatan
keperawatan Ruang Bersalin
Unit Terkait Rawat Inap
dalam
lembar
catatan
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Merupakan prosedur pemenuhan kebutuhan eliminasi
Pengertian
yang dilakukan bagi klien yang tidak mampu memenugi kebutuhan eliminasi alvi secara mandiri di kamar kecil, dilakukan dengan menggunakan pispot (penampung).
Tujuan
Memenuhi kebutuhan eliminasi urine 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
Alat dan bahan: 1. Alas/perlak. 2. Pispot.
Prosedur
3. Air bersih. 4. Tissue 5. Skerm / sampiran bila pasien dirawat di bangsal umum.
6. Sarung tangan.
Prosedur
:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan pada pasien, lalu pasang sampiran bila pasien dirawat di bangsal umum. 2. Cuci tangan 3. Gunakan sarung tangan. 4. Pasang pengalas dibawah gluteal. 5. Tempatkan pispot diatas pengalas tepat dibawah glutea dengan posisi bagian lubang pispot tepat dibawah anus. Pada saat meletakkan pispot anjurkan pasien untuk mengangkat daerah glutea (bila pasien mampu untuk memudahkan meletakkan pispot. 6. Setelah posisi pispot tepat dibawah glutea, tanyakan pada pasien tentang kenyamanan posisi tersebut. Jaga privasi pasien selama prosedur tersebut. 7. Anjurkan pasien untuk defekasi pada tempatnya pispot yang telah terpasang. 8. Setelah selesai siram daerah anus dan sekitarnya sampai
bersih
bersarung
dengan
tangan,
bantuan
kemudian
tangan
keringkan
yang dengan
tissue. Catat tanggal defekasi; karakteristik feses seperti
9.
jumlah, konsistensi, warna, bau, dan respons pasien selama prosedur. VK
Unit Terkait Rawat Inap
PENANGANAN PERDARAHAN POSTPARTUM
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Memberikan pertolongan pada perdarahan per vaginam
Pengertian
setelah melahirkan lebih dari 500 cc atau perdarahan disertai dengan gejala dan tanda-tanda syok
Tujuan
Stabilisasi kondisi korban segera dirujuk ke rumah sakit 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. Indikasi
Prosedur
Atonia uteri
Robekan jalan lahir
Retensi plasenta
Persiapan
Alat o
Alat pelindung diri (masker, kacamata safety,
handscoen, scort) o
Obat emergency
o
Obat-obatan anti perdarahan
o
Cairan infuse
o
Tampon
o
VC set
o
Hecting set
Pasien
lingkungan
Pelaksanaan
Segera
setelah
dilahirkan,
plasenta
lakukan
dan
selaput
ketuban
uterus
supaya
massage
berkontraksi (selama maksimal 15 detik) untuk mengeluarkan gumpalan darah. Sambil melakukan massase
fundus
uteri,
periksa
plasenta
dan
selaput ketuban untuk memastikan plasenta utuh dan lengkap.
Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba berkontraksi baik, berikan 10 unit oksitosin IM
Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kantung kemih
Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama menggunakan lampu yang terang. Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi, klem dengan forcep arteri dan jahit laserasi dengan menggunakan anastesi local (lidokain I %)
Jika uterus mengalami atoni atau perdarahan terus
terjadi.
Berikan
masases
uterus
untuk
mengeluarkan gumpalan darah.
Periksa lagi apakah plasenta utuh, usap vagina dan ostium serviks untuk menghilangkan jaringan plasenta atau selaput ketuban yang tertinggal.
Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kandung kemih.
Lakukan kompresi bimanual internal maksimal lima
menit
atau
hingga
perdarahan
bisa
dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik
Anjurkan keluarga untuk memulai mempersiapkan kemungkinan rujukan
Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik : o
Teruskan kompresi bimanual selama 1-2 menit atau lebih
o
Keluarkan tangan dari vagina dengan hatihati
o
Pantau
kala
seksama,
empat
termasuk
persalinan sering
dengan
melakukan
massase uterus untuk memeriksa atoni, mengamati perdarahan dari vagina, tenakan darah dan nadi.
Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu lima menit setelah dimulainya kompresi bimanual pada uterus maka keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati.
Jika
tidak
ada
hipertensi
pada
ibu,
berikan
metergin 0,2 mg IM
Mulai IV ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang besar (16 atau 18 G) dengan teknik aseptik. Berikan 500 cc pertama secepat mungkin, dan teruskan dengan IV ringer laktat + 20 unit oksitosin yang kedua.
Jika uterus tetap atoni dan atau perdarahan terus berlangsung
Ulangi kompresi bimanual internal Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan-lahan dan pantau kala empat persalinan dengan cermat.
Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ke tempat dimana operasi bisa dilakukan
Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada, maka kemungkinan terjadi rupture uteri, (syok cepat terjadi tidak sebanding dengan darah yang nampak keluar, abdomen
teraba keras dan fundus mulai baik), lakukan kolaborasi dengan OBSGYN)
Bila kompresi bimanual tidak berhasil, cobalah kompresi aurta. Cara ini dilakukan pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari.
Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan
teratur
denyut
nadi,
pernafasan
dan
tekanan darah
Buat
catatan
penilaian
yang
tindakan
saksama
tentang
yang
dilakukan
pengobatan yang dilakukan
Unit Terkait
VK
semua dan
PENANGANAN PERDARAHAN ANTEPARTUM
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Perdarahan
Pengertian
ante
Kebijakan
Prosedur
Unit Terkait
adalah
ancaman
atau
pengeluaran konsepsi, sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (usia kehamilan > 22 minggu atau berat anak > 500 gram).
Tujuan
partum
ANC
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian Sebagai acuan dalam melakukan pemeriksaan Ante Natal Care ( ANC ), sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik,
Tujuan
melahirkan bayi yang sehat dan memperoleh kesehatan yang optimal pada masa nifas serta dapat menyusui dengan baik dan benar. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993
Kebijakan
tentang
Penerapan
Standar
Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun
2014 tentang Keperawatan.
A. Alat dan Bahan 1. Alat -
Leanec
-
Doppler / spekulum corong
-
Meteran kain pengukur tinggi fundus uteri
-
Meteran pengukur LILA
-
Selimut
-
Reflex Hammer
- Jarum suntik disposibel 2,5 ml -
Air hangat
- Timbangan Berat Badan dewasa - Tensimeter Air Raksa
Prosedur
-
Stetoscope
-
Bed Obstetric
-
Spekulum gynec
-
Lampu halogen / senter
-
Kalender kehamilan
2. Bahan -
Sarung tangan
-
Kapas steril
-
Kassa steril
-
Alkohol 70 %
- Jelly -
Sabun antiseptik
-
Wastafel dengan air mengalir
-
Vaksin TT
B. Instruksi Kerja o
PERSIAPAN. 1. Mempersiapkan
alat
dan
bahan
medis
yang
diperlukan. 2. Mempersiapkan
Bumil
mengosongkan
kandung
kemih. 3. Petugas mencuci tangan dengan sabun antiseptik dan bilas dengan air mengalir dan keringkan.
o
PELAKSANAAN: 1. Anamnesa: a. Riwayat perkawinan. b. Riwayat penyakit ibu dan keluarga. c. Status wayat Haid, HPHT. -
Riwayat imunisasi Ibu saat ini
-
Kebiasaan ibu.
d. Riwayat persalinan terdahulu Dari anamnesa haid tersebut, tentukan Usia kehamilan dan buat taksiran persalinan. 2. Pemeriksaan Pemeriksaan Umum. a. Keadaan umum Bumil b. Ukur TB, BB, Lila. c. Tanda vital : tensi, Nadi, RR, HR d. Pemeriksaan fisik menyeluruh ( dari kepala sampai ekstremitas). Pemeriksaan khusus. a. Umur kehamilan <20 mgg : 1) Inspeksi. - Tinggi fundus - Hyperpigmentasi (pada areola mammae, Linea nigra). - Striae. 2) Palpasi. - Tinggi fundus uteri -
Keadaan perut
3) Auskultasi. b. Umur kehamilan > 20 mgg: 1) Inspeksi. - Tinggi fundus uteri -
Hypergigmentasi dan striae
-
Keadaan dinding perut
2) Palpasi. Lakukan
pemeriksaan
Leopold
dan
intruksi
Pemeriksa berada disisi kanan menghadap bagian lateral kanan.
bumil,
kerjanya sbb :
a. Leopold 1. -
Letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk menentukan tinggi
fundus.
Perhatikan
agar
jari
tersebut tidak mendorong uterus kebawah (jika
diperlukan,
fiksasi
uterus
basah
dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk tangan
kanan
dibagian
lateral
depan
kanan dan kiri, setinggi tepi atas simfisis)
-
Angkat jari telunjuk kiri (dan jari-jari yang memfiksasi uterus bawah) kemudian atur posisi
pemeriksa
sehingga
menghadap
kebagian kepala ibu. -
Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada fundus uteri dan rasakan bagian bayi yang ada pada bagian tersebut dengan jalan menekan secara lembut dan menggeser telapak tangan kiri dan kanan secara bergantian
b. Leopold 2. -
Letakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak tangan kanan pada dinding perut lateral kiri ibu sejajar dan pada ketinggian yang sama.
-
Mulai
dari
bergantian
bagian atau
atas,
tekan
bersamaan
secara telapak
tangan kiri dan kanan kemudian geser
kearah bawah dan rasakan adanya bagian yang rata dan memenjang (punggung) atau bagaian yang kecil (ekstremitas).
c. Leopold 3. -
Atur posisi pemeriksa pada sisi kanan dan menghadap kebagian kaki ibu.
-
Letakkan ujung telapak tangan kiri pada dinding lateral kiri bawah, telapak tangan kanan pada dinding lateral kanan bawah perut ibu, tekan secara lembut bersamaan atau
bergantian
untuk
menentukan
bagian bawah bayi (bagian keras, bulat dan
hampir
sedangkan
homogen
tonjolan
adalah
yang
kepala,
lunak
dan
kurang simetris adalah bokong).
d. Leopold 4. -
Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada dinding lateral kiri dan kanan uterus bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas simfisis.
- Temukan
kedua
jari
kiri
dan
kanan,
kemudian rapatkan semua jari-jari tangan kanan yang meraba dinding bawah uterus. -
Perhatikan sudut yang dibentuk oleh jari jari kiri dan kanan (konvergen/divergen)
-
Pindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri
pada
bagian
terbawah
bayi
(bila
presentasi kepala, upayakan memegang bagian
kepala
didekat
leher
dan
bila
presentasi
bokong,
upayakan
untuk
memegang pinggang bayi) -
Fiksasi bagian tersebut kearah pintu atas panggul,
kemudian
letakkan
jari0jari
tangan kanan diantara tangan kiri dan simfisis
untuk
menilai
seberapa
jauh
bagian terbawah telah memasuki pintu atas panggul.
3. Auskultasi. -
Pemeriksaan bunyi dan frekuensi jantung janin.
4. Pemeriksaan Tambahan. -
Laboratorium rutin : Hb, Albumin
-
USG
5. Akhir pemeriksaan : -
Buat kesimpulan hasil pemeriksaan
-
Buat prognosa dan rencana penatalaksanaan.
-
Catat hasil pemeriksaan pada buku KIA dan status pasien.
- Jelaskan hasil pemeriksaan kepada bumil yang meliputi : usia kehamilan, letak janin, posisi janin, Tafsiran persalinan, Resiko yang ditemukan atau adanya penyakit lain. - Jelaskan untuk melakukan kunjungan ulang. - Jelaskan rencanan asuhan ANC berkaitan dengan hasil pemeriksaan - Jelaskan pentingnya imunisasi - Jelaskan menjadi akseptor KB setelah melahirkan -
Beri alasan bila pasien dirujuk ke Rumash Sakit
C. Indikator Kinerja -
Kehamilan terutam kesehatan ibu dan janin dapat dipantau
D. Catatan Mutu
Unit Terkait
VK
-
Kartu status ibu hamil
-
Buku register kohort ibu hamil
-
Buku register ibu hamil
-
Buku KIA
INC RSIA Restu Bunda Prosedur Tetap
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Direktur RSIA Restu Bunda Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap
normal
jika
prosesnya
terjadi
pada
usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyakit dan komplikasi. (Wiknjosastro,
Pengertian
2007) Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada servik (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu bila kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan servik.
Tujuan
Membantu menolong persalinan yang bersih dan aman 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
Tahapan Persalinan Persalinan dibagi menjadi 4 yaitu :
KALA I PERSALINAN 3 Tanda dan gejala inpartu termasuk : b. Penipisan dan pembukaan servik. c. Kontraksi
uterus
yang
mengakibatkan
perubahan pada servik (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit). d. Cairan lendir bercampur darah. Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan meningkatkan (frekuensi dan kekuatannya) sehingga servik membuka lengkap (10 cm). Kala I persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. 1. Fase laten pada kala I persalinan
Prosedur
a. Dimulai
sejak
awal
berkontraksi
menyebabkan penipisan dan
yang
pembukaan servik
secara bertahap. b. Berlangsung hingga servik membuka kurang 4 cm. c. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam. d. Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30 detik. 2. Fase aktif pada kala I persalinan : a. Frekuensi
dan
lama
kontraksi
uterus
akan
meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat atau memadai jika terjadi 3x atau lebih dalam sepuluh menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). b. Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai bukaan lengkap
atau
10
cm,
akan
terjadi
dengan
kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm
(multipara) c. Terjadi penurunan bagian terbawah janin. 6. Pencatatan selama kala I persalinan a. Pencatatan selama fase laten kala I persalinan menggunakan lembar observasi CHPB. b. Pencatatan selama fase aktif kala I persalinan menggunakan lembar partograf. 7. Pada fase aktif ini hal-hal yang dipantau yaitu : a. Denyut jantung janin : setiap ½ jam b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam c. Nadi : setiap ½ jam. d. Pembukaan serviks : setiap 4 jam. e. Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam. f. Tekanan darah : setiap 4 jam. g. Temperatur : setiap 2 jam. h. Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.
KALA II PERSALINAN
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut kala pengeluaran bayi. 1. Gejala dan Tanda Kala II Persalinan : 1. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum. 2. Perineum menonjol. 3. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka. 4. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. o
Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang hasilnya adalah : 1. Pembukaan serviks telah lengkap atau 2. Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus
vagina. Pada ibu bersalin dengan LMR (Locus Minorus Resisten) (bekas SC) dapat terjadi komplikasi RUI, dimana RUI dapat terjadi pada kala I maupun kala II. Oleh karena itu perlu diwaspadai adanya tanda dan gejala RUI. Adapun tanda gejalanya adalah : ibu gelisah, pernapasan dan nadi menjadi cepat, nyeri perut yang terus menerus di perut bagian bawah, SBR tegang, nyeri pada perabaan, lingkaran retraksi (Bandl) tinggi sampai setinggi pusat dan ligament rotunda tegang. Apabila rupture sudah terjadi, ibu akan merasa sangat kesakitan dan merasa seperti ada yang robek dalam perutnya. Tidak lama kemudian bu akan menunjukkan gejala kolaps dan syok. Perdarahan akibat rupture akan mengalir
sebagian
ke
rongga
perut
dan
keluar
pervaginam. Bagian janin dapat teraba dengan mudah dan jelas pada pemeriksaan luar karena janin masuk ke rongga perut dan di samping janin ditemukan uterus sebesar kepala bayi. (Hanifa, 2007) Pada ibu dengan LMR, dapat dilakukan persalinan pervaginam apabila sudah memenuhi syarat yang ada dan persalinan harus dialkukan di RS agar dapat diawasi lebih baik. Kala II tidak boleh berlangsung terlalu lama dan
pemberian
oksitosin
tidak
diperkenankan.
Ibu
diperbolehkan mengedan selama 15 menit , jika dalam waktu 15 menit ini bagian terendah anak turun dengan pesat, maka diperbolehkan lagi mengedan selama 15 menit. Jika setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat dapat dilakukan vacum ektraksi bila syarat-syarat terpenuhi.
KALA III PERSALINAN
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti
penyusutan
volume
rongga
uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Tanda-tanda
o
lepasnya
plasenta
mencangkup
beberapa atau semua hal-hal di bawah ini: 1. Perubahan bentuk dan tinggi uterus. 2. Tali pusat memanjang. 3. Semburan darah mendadak dan singkat. Manajemen Aktif Kala III
o
Tujuan
manajemen
menghasilkan sehingga
aktif
kontraksi
dapat
kala
uterus
mempersingkat
III
adalah
yang
lebih
waktu,
untuk efektif
mencegah
perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Sebagian
besar
kasus
kesakitan
dan
kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III. o
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif Kala III 1. Persalinan kala III yang lebih singkat. 2. Mengurangi jumlah kehilangan darah. 3. Mengurangi kejadian retensio plasenta.
o
Manajemen Aktif Kala III terdiri dari tiga langkah utama : 1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir. 2. Melakukan peregangan tali pusat terkendali. 3. Massase fundus uteri.
ASUHAN DAN PEMANTAUAN PADA KALA IV
o
Setelah plasenta lahir : 1. Lakukan rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat. 2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat. 3. Memperkirakan
kehilangan
darah
secara
keseluruhan. 4. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan perineum. 5. Evaluasi keadaan umum ibu. 6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di bagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan. o
Perdarahan dari perineum.
Perdarahan
akibat
laserasi
perineum
diklasifikasikan berdasarkan luas robekannya yaitu : 1. Derajat I mencakup mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum. 2. Derajat II mencakup derajat I ditambah dengan otot perineum. 3. Derajat III mencakup derajat II ditambah dengan otot sfinger ani. 4. Derajat IV mencakup derajat III ditambah dengan dinding depan rectum. o
Pemantauan keadaan umum ibu.
Sebagian
besar
kejadian
kesakitan
ibu
yang
disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan terjadi selama empat jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini sangatlah penting untuk memantau ibu secara ketat segera setelah persalinan. Jika tanda-
tanda vital dan kontraksi uterus masih dalam batas normal selama dua jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan pasca persalinan. Penting untuk berada disamping ibu dan bayinya selama dua jam pertama pasca persalinan. o
Selama dua jam pertama pasca persalinan : 1. Pantau tekanan darah, nadi, TFU, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua. 2. Massase
uterus
untuk
membuat
kontraksi
menjadi baik setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala empat. 3. Pantau temperatur tubuh setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan. 4. Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala empat. 5. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar serta bagaimana melakukan massase jika uterus menjadi lembek. 6. Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman,
duduk
bersandarkan
berbaring
miring.
Jaga
dengan
baik,
bagian
agar kepala
bantal
bayi
atau
diselimuti
tertutup
baik,
kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI. 7. Lengkapi asuhan essensial bagi bayi baru lahir. 8. Jangan gunakan kain pembebat perut selama dua
jam
pertama
pasca
menolong
untuk
persalinan atau hingga kondisi ibu sudah stabil. Kain
pembebat
perut
menyulitkan
penolong
untuk menilai kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan setiap kali diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin
berbeda
setelah
dia
melahirkan
bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan menyiramkan air bersih dan hangat ke perineumnya. Berikan privasi atau masukkan jari-jari
ibu
ke
dalam
air
hangat
untuk
merangsang keinginan berkemih secara spontan. Pastikan bahwa dia dapat berkemih sendiri dan keluarganya kontraksi
mengetahui
dan
jumlah
bagaimana darah
yang
menilai keluar.
Anjurkan kepada mereka bagaimana mencari pertolongan jika ada tanda-tanda bahaya seperti: a. Demam. b. Perdarahan aktif. c. Keluar banyak bekuan darah. d. Bau busuk dari vagina. e. Pusing. f. Lemas luar biasa. g. Penyulit dalam menyusukan bayinya. h. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa.
Unit Terkait
VK
PNC
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Pemeriksaan fisik pada ibu pasca persalinan. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Memastikan involusi uteri berjalan normal: uterus berkontraksi,
Tujuan
fundus
di
bawah
pusat,
tak
ada
perdarahan abnormal, tak ada bau. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
Indikasi : Ibu pasca persalinan, mulai dari 24 jam pertama hingga 6 minggu. A. Persiapan alat : 1. Tensi 2. Stetoskop 3. Sarung tangan (handscoon) 4. Kom berisi kapas sublimat dan air DTT 5. Bengkok 6. Larutan chlorine 0,5% B. Persiapan pasien : 1. Menyapa klien dengan ramah 2. Memposisikan pasien dengan baik 3. Menutup ruangan/menjaga privasi klien.
Prosedur
C. Prosedur : 1. Mencuci
tangan
secara
efektif
dan
memakai
handscoon. 2. Melakukan infrome consent 3. Memeriksa tanda vital sign (tensi, suhu, nadi dan pernafasan) 4. Melakukan pemeriksaan pada muka ibu (mata conjungtiva
pucat/tidak,
sclera
ikterus/tidak,
muka udema/tidak. 5. Melakukan pemeriksaan payudara: i. Meminta pasien berbaring dengan lengan kiri di atas kepala, kemudian palpasi payudara kiri secara adanya
sistematis masa,
sampai benjolan
ke yang
ketiak,
raba
membesar,
pembengkakkan ata abses. j. Ulangi prosedur pada lengan kanan dan palpasi payudara kanan hingga ketiak.
6. Melakukan pemeriksaan abdomen: a. Periksa bekas luka jika operasi baru. b. Palpasi untuk mendeteksi ada atau tidaknya uterus diatas pubis (involusi uteri). c. Palpasi untuk mendeteksi adanya masa atau kelembekan (konsistensi uterus) 7. Memeriksa kaki untuk: a. Varises vena. b. Kemerahan pada betis. c. Tulang kering, pergelangan kaki, jika adanya edema maka perhatikan tingkat edema, pitting jika ada. 8. Menekuk
betis
untuk
(tanda-tanda
memeriksa
human
nyeri
betis
positif/tanda-tanda
tromboflebitis). 9. Mengenakan handscoon 10. Membantu pasien pada posisi untuk pemeriksaan genetalia dan perineum (dengan menggunakan handscoon dan memasang perlak): a. Memposisikan pasien litotomi. b. Melakukan vulva hygine. c. Perhatikan
lochea
(bau,
warna
dan
konsistensi). d. Perhatikan perineum (bekas jahitan). 11. Memberitahu klien tentang hasil pemeriksaan. 12. Melepaskan
handscoon
dan
menaruh
dalam
larutan klorin 0,5%. 13. Pasien dirapikan dan membereskan alat. 14. Mencuci
tangan
dengan
sabun
mengeringkan dengan handuk yang bersih. 15. Mendokumentasikan hasil tindakan.
Unit Terkait
VK
dang
SUNTIK KB
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Penggunaan
Pengertian
alat
kontrasepsi
suntik
merupakan
tindakan invasiv karena menembus pelindung kulit, penyuntikan harus dilakukan hati-hati dengan teknik antiseptik mencegah infeksi
Tujuan
Sebagai acuan dalam melakukan suntik KB 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan
Menteri
Nomor
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. Alat 1. Obat yang akan disuntikkan (depo provera, cyclofem) 2. Semprit suntik dan jarumnya (sekali pakai)
Prosedur
3. Alkohol 60 – 90 % Instruksi kerja 1. Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air
mengalir, keringkan dengan handuk 2. Buka
dan
buang
tutup
kaleng
pada
vial
yang
menutupi karet, hapus karet yang ada dibagian atas vial dengan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol 60 – 90 %, biarkan kering 3. Bila menggunakan jarum atau semprit sekali pakai, segera buka plastiknya Bila menggunakan jarum atau semprit yang telah disterilkan dengan DTT, pakai korentang yang telah di DTT untuk mengambilnya 4. Pasang
jarum
pada
semprit
suntik
dengan
memasukkan jarum pada mulut semprit penghubung 5. Balikkan vial dengan mulut vial ke bawah. Masukkan cairan suntik dalam semprit, gunakan jarum yang sama untuk menghisap kontrasepsi suntik yang menyuntikkn klien Teknik suntikan 1.
Kocok
botol
dengan
baik,
hindarkan
terjadinya
gelembung-gelembung udara (pada depo provera / cyclofem), keluarkan isinya 2.
Suntikkan secara intra muskular dalam di daerah pantat (daerah gluteal). Apabila suntikan diberikan terlalu dangkal, penyerapan kontrasepsi suntikan akan lambat dan tidak bekerja segera dan efektif
3.
Depo provera (3 ml / 150 mg atau 1 ml / 150 mg) diberikan setiap 3 bulan (12 minggu)
4.
Noristerat diberikan setiap 2 bulan (8 minggu)
5.
Cyclofem 25 mg medroksi progesteron asetat dan 5 mg estrogen sipionat diberikan setiap bulan
Unit Terkait
VK
TOTAL CARE PEB DAN EKLAMPSI
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Preeklampsia ditandai
adalah
dengan
patologi
TRIAS
kehamilan
hipertensi,
edema
yang dan
proteinuria yang terjadi setelah umur kehamilan 20
Pengertian
minggu sampai segera setelah persalinan. Eklampsia adalah kejang atau koma yang menyertai keadaan preeklampsia.
Tujuan 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. A. Diagnosis
Prosedur
1. Preeklampsia ringan
Tekanan darah : > 140/90 MmHg- < 170/110 mmHg
Protein uria : < 5 gr/liter dalam 24 jam (+2)
Edema : lokal atau general
2. Preeklampsia berat Disebut preeklampsia berat jika terdapat satu atau lebih keadaan berikut ini: i. Tekanan darah sistolik > 170 mmHg ii. Tekanan darah diastolik > 110 mmHG atau iii. kenaikan tekanan sistolik > 60 mmHg iv. Kenaikan tekanan diastolik > 30 mmHg v. Protein uria > 5 gr/l/24 jam atau + 4 dalam pemeriksaan kualitatif vi. Oligouria < 500 ml/ 24 jam vii. Nyeri kepala yang berat viii. Edema yang massif ix. Edema paru x. Gangguan visus dan cerebral xi. Nyeri
epigastrium/
nyeri
juadran
atas
abdomen, muntah-muntah xii. Terdapat Elevated
syndrome Liver
Enzymes
HELLP(Haemolysis, and
Low
platelet
count) B. Penunjang diagnose 1. Pemeriksaan Lab protein urine 2. PDL 3. LFT
C. Penanganan Pre Eklampsi ringan 1. Kehamilan kurang dari 37 minggu a. Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan b. Pantau tekanan darah, priotein urine, refleks
dan kondisi janin c. Konseling pasien dengan tanda-tanda bahaya dan gejala preeklampsi dan eklampsi d. Lebih banyak istirahat e. Diet biasa f. Jika tekanan darah naik maka pasien perlu dirawat g. Jika
terdapat
terhambat,
tanda2
pertumbuhan
pertimbangkan
janin
terminasi
kehamilan, jika tidak rawat sampai aterm h. Jika protein urine meningkat tangani sebagai preeklampsi berat. 2. Kehamilan lebih dari 37 minggu d. Jika serviks matang pecahkan ketuban dan induksi
persalinan
dengan
oksitosin
atau
prostaglandin e. Jika
serviks
belum
matang,
lakukam
pematangan dengan prostaglandin atau sectio sesaria. D. Penanganan Pre eklampsia berat dan eklampsia 1. Penanganan pre eklampsia berat dan eklampsia sama,
kecuali
berlangsung kejang
dalam
pada
bahwa
persalinan
12
setelah
jam
eklampsia.
harus timbunya
Semua
kasus
preeklampsia berat harus ditangani secara aktif. Penanganan konservatif tidak dianjurkan E. Penanganan kejang 1. Beri obat anti konvulsan 2. Perlengkapan untuk penanganan kejang 3. Oksigen 4-5 l/mnt 4. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma 5. Baringkan pasien pada sisi kiri untuk menghindari resiko aspirasi
6. Setelah kejang aspirasi mulut dan tenggorokan jika diperlukan F. Penanganan umum 1. Jika tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg, berikan
obat
antihipertensi,
sampai
tekakan
diastolik diantara 90-100 mmHg 2. Pasang infus dengan jarum ukuran besar 3. Ukur
keseimbangan
cairan,
jangan
sampai
overload 4. Pasang kateter urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinurine 5. Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/ jam a. Hentikan pemberian MgSO4 dan berikan cairan IV (Na Cl 0.9 % atau RL) dengan kecepatan tetasan 1 liter/8jam b. Pantau kemungkinan edema paru 6. Observasi tand-tanda vital dan denyut jantung janian tiap jam 7. Jika terjadi edema paru berikan injrksi Furosemid 40 mg IV sekali saja G. ANTI KONVULSAN 1. MgSO4 Cara pemberian MgSO4: 9. Dosis awal :
MgSO4 4 gr I.V sebagai larutan 20% atau 40 % selama 5 menit
Segera diberikan larutan MgSO4 6 gr di larutkan dalam cairan infus RL 500 ml diberikan sekama 6 jam (untuk MgSO4 40%, maka 10 cc IV dan 15 cc drip)
Jika
kejang
berulang
setelah
15
menit
berikan Mg SO4 2 gr IV selam 2 menit 10.
Dosis pemeliharaan
MgSO4 1-2 gr per jam perinfus
Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang berakhir
Berikan MgSO4 bila : a. Frekuensi pernapasan >16 X/mnt b. Reflek patela (+) c. Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Berhentikan pemberian MgSO4 jika : d. RR < 16 X/mnt e. Refleks patela (-) f. Urin < 30ml/jam dalam 4 jam terakhir
Antidotum g. Jika terjadi henti napas lakukan ventilas h. Beri kalsium glukonat 1 g (20 ml dalam larutan 10%) pelan-pelan sampai napas mulai lagi
2. DIAZEPAM a. Diasepam digunakan hanya jika MgSO4 tidak ada b. Pemberian intravena c. Dosis awal i. Diasepam 20 mg IV pelan-pelan selama 20 menit j. Jika kejang berulang dosisi awal d. Dosis pemeliharaan: k. Diasepam 40 mg dalam larutan RL 500 cc
perinfus l. Jangan berikan dosis > 100mg / 24 jam. e. Pemberian melalui rektum : m. Jika
pemberian
IV
tidak
dimungkinkan
diasepam dapat diberikan per rektal dengan dosis awal 20 mg dengan semprit 10 ml tanpa jarum. n. Jika konvulsi dalam 10 menit beri tambahan 10 mg/ jam tergantung pada berat pasien dan respon klinik. H. PERSALINAN Persalinan harus diusahakan segera setelah pasien stabil 1. Periksa ketuban
serviks, dan
jika
matang
induksi
dengan
lakukan
pecah
oksitosin
atau
prostaglandin 2. Jika persalinan tidak bisa diharapkan dalam 12 jam lakukan seksio sesarea 3. Jika DJJ < 100 atau > 180 X/ menit lakukan sectio sesarea 4. Jika servik belum matang dan janin hidup lakukan secsio sesaria 5. Jika janian mati atau terlalu kecil usahakan lahir pervaginam dengan matangkan serviks dengan misoprostol, prostaglandin atau folly kateter I. PERAWATAN PASCA PERSILANAN 1. Anti konvulsi diteruskan sampai 24 jam setelah persalinan atau setelah kejang 2. Teruskan antihipertensi jik tensi > 110 mmHg 3. Pantau urin 4. Pantau Vital sign per jam
VK
Unit Terkait Rawat Inap
PEMERIKSAAN DJJ
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian Tujuan
Tata cara melakukan pemeriksaan denyut jantung janin Sebagai acuan untuk melakukan pemeriksaan denyut jantung janin 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan Standar
Kebijakan
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. A. Pemeriksaan alat
Prosedur
Alat : Doppler
Bahan : Jelly
Instruksi kerja
Baringkan ibu hamil dengan posisi terlentang
Beri
jelly
pada
Doppler
/
lineac
yang
akan
digunakan
Tempelkan Doppler pada perut ibu hamil di daerah punggung janin
Hitung detak jantung janin :
Dengar detak jantung janin selama 1 menit, normal detak jantung janin 120-140 / menit
Beri penjelasan pada pasien hasil pemeriksaan detak jantung janin
Jika pada pemeriksaan detak jantung janin tidak terdengar ataupun tidak ada pergerakan bayi, maka pasien diberi penjelasan dan pasien dirujuk ke rumah sakit
Pasien dipersilahkan bangun
Catat hasil pemeriksaan jantung janin pada buku kartu ibu dan buku KIA pipa gelas naik
Unit Terkait
VK
ASISTEN KURET
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Adalah kegiatan mempersiapkan alat dan pasien untuk
Pengertian
melakukan tindakan kuratage pada kasus kegawatan obstetrik dan ginekologi serta diagnostik 1. Menegakkan diagnosa dan terapi
Tujuan
2. Mencegah infeksi 3. Menghentikan perdarahan 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. Persiapan
Prosedur
1.
Alat
2.
Alat steril
3.
Satu set alat kuret yang berisi : o
o
o
Speculum sim / I Tenaculum Pinset anatomis panjang
o
Tampon tang
o
Sonde uterus
o
Abortus tang
o
Sendok kuret tajam dan tumpul
4.
Duk lubang
5.
Kain kasa
6.
Sarung tangan
7.
Semprit 2,5 cc, 5 cc, 10 cc
8.
Kateter
9.
Tampon
10. Kapas 11.
antiseptik
Alat tidak steril o
Bengkok
o
Perlak
o
Ember/tempat sampah
o
Pembalut wanita
o
Tempat untuk jaringan PA + cairan pengawet
12. Obat-obatan o
Uterotonica
o
Analgetik
o
Sedativa
o
Obat anastesi
o
Obat dan alat kesehatan untuk mengatasi syok
13. Cairan
desinfektan
14. Formulir o
Formulir PA
o
Formulir tindakan
15. Pasien o
Cukur rambut pubis/bila perlu
o
Vaginal toilet
o
Posisi pasien lithotomic
o
Pasien/keluarga tindakan
yang
diberi akan
penjelasan dilakukan
menandatangani izin tindakan medik 16. Lingkungan o
o
Tenang Cukup tenang
tentang dan
o
Jaga “privacy” pasien
17. Petugas
Pelaksanaan 1.
Mengukur : o
2.
Tekanan darahNadi
o
Suhu
o
pernafasan
Memindahkan pasien ke meja ginekologi kemudian mengatur posisi litotomi
3.
Membantu dokter untuk tindakan kuret
4.
Memberikan obat-obatan sesuai program
5.
Membersihkan dan merapikan pasien sesudah dilakukan tindakan kuret.
6.
Memasang pembalut wanita
7.
Memindahkan pasien ke kereta dorong
8.
Menyiapkan bahan untuk pemeriksaan PA
9.
Mengobservasi perkembangan pasien antara lain : o
o
Tingkat kesadaran perdarahan
10. Memeriksa
kelengkapan
pengisian
formulir
tindakan 11. Mencatat
semua tindakan
Hal-hal yang perlu diperhatikan 1.
Observasi adanya perdarahan pasca tindakan.
2.
Pengiriman PA harus dilengkapi :
o
Pasang label pada tempat pemeriksaan PA
Nama pasien
4.
Nomor rekam medik
5.
Diagnosa pasien
7.
VK
Formulir yang sudah diisi lengkap oleh dokter
3.
6.
Unit Terkait
o
Tanggal pengembalian/pengiriman Nama ruangan
MONITORING PERDARAHAN NIFAS
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Monitoring perdarahan nifas adalah suatu tindakan yang
Pengertian
dilakukanuntuk
mengawasi
kemungkinan
terjadinya
pendarahan pada masanifas Prosedur ini dibuat dengan tujuan sebagai menerangkan
Tujuan
langkah-langkah tindakan memonitor pendarahan masa nifas 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
1. Peralatan a. Tensimeter b. Stetoskop c. Jam d. Alat pencatat e. Pispot f. Bengkok 2. Pelaksanaan
Prosedur a. Cek dan catat perdarahan pervaginam b. Ukur tekanan darah c. Menghitung denyut nadi d. Mengukur tinggi fundus uteri dan kontraksi rahim e. Memonitor tanda-tanda anemia f. Periksa HB g. Periksa konjungtiva h. Laporkan ke dokter untuk hasil monitoring VK
Unit Terkait Rawat Inap
IDENTIFIKASI KOMPLIKASI PERSALINAN DAN PENANGANAN RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Mengidentifikasi adanya komplikasi didalam persalinan
Tujuan
Memberikan penangan yang sesuai dan tepat 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. Kala I dan Kala II A. Persalinan lama 1. Fase laten lebih dari 8 jam
Prosedur
Persalinan telah berlangsung selama 12 jam/lebih tanpa kelahiran bayi. Dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf. Disebabkan beberapa faktor:
a. Kecemasan dan ketakutan b. Pemberian
analgetik
analgetikyangterlalalu
yang
kuat
cepat
atau
pada
pemberian
persalinan
dan
pemberian anastesi sebelum fase aktif. c. abnormalitas pada tenaga ekspulsi d. abnormalitas pada panggul e. kelainan pada letak dan bentuk janin
Penanganan Umum : a. Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin
(termasuk
tanda
vital
dan
tingkat
hidrasinya). Dan perbaiki keadaan umum b. Dukungan,
perubahan
posisi,
(sesuai
dengan
penanganan persalinan normal). c. Periksa keton dalam urine dan berikan cairan, baik oral maupun parenteral dan upayakan buang air kecil (kateter bila perlu). tramadol atau®Berikan analgesic
petidin 25 mg IM (maximum 1 mg/kg
BB atau morfin 10 mg IM, jika pasien merasakan nyeri. d. Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan. e. Nilai frekuensi dan lamanya His .
Penanganan Khusus a. Persalinan palsu/belum in partu (False Labor) Periksa apakah ada ISK atau ketuban pecah, jika didapatkan adanya infeksi, obati secara adekuat, jika tidak ada pasien boleh rawat jalan. b. Fase laten memanjang (Prolonged Latent Phase)
Diagnosa
fase
laten
memanjang
dibuat
secara
retrospektif, jika his berhenti. Pasien disebut belum inpartu/persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm, pasien
masuk dalam fase laten
Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tandatanda kemajuan lekukan penilaian ulang terhadap serviks
Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan
serviks
dan
tidak
ada
gawat
janin,
pendataran
atau
mungkin pasien belum inpartu.
Jika
ada
kemajuan
dalam
pembukaan serviks lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam. Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan SC.\
Jika didapatkan tanda-tanda infeki (demam, cairan, berbau): oksitosin.
Lakukan
akselerasi
persalinan
dengan
Berikan
antibiotika
kombinasi
sampai
persalinan. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam. Ditambah Gentaisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pasca persalinan
Jika dilakukan SC, lanjutkan pemberian antibiotika ditambah Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam. c. Fase Aktif Memanjang
Jika tidak ada tanda-tanda CPD atau obstruksi, dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban.
Nilai His Jika his tidak adekuat (<3>Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya > 40 detik)
pertimbangkan
disproporsi,
obstruksi,
malposisi/mal presentasi
Lakukan penanganan umum untuk memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan
B. Partus Presipitatus Partus presipitatus adalah kejadian dimana ekspulsi
janin berlangsung kurang dari 3 jam setelah awal persalinan. dengan
Partus
presipitatus
sering
berkaitan
Solusio plasenta (20%) Aspirasi mekonium,
Perdarahan post partu,Pengguna cocain, Apgar score rendah. Komplikasi maternal
Jarang terjadi bila
dilatasi servik dapat berlangsung secara normal. Bila servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas, Emboli air ketuban (jarang), Atonia uteri dengan akibat HPP. terjadi karena
Kontraksi uterus yang terlalu kuat
akan menyebabkan asfiksia intrauterine, Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir.
Penatalaksanaan
Kejadian
ini
biasanya
informasi
dan
kehamilan
yang
berulang,
pengawasan sedang
sehingga
yang
baik
berlangsung.
perlu pada
Hentikan
pemberian oksitosin drip bila sedang diberikan. C. Distosia Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir 1. Distosia karena kelainan tenaga/his
His Hipotonic/ Inersia Uteri
His Hipertonic
His yang tidak terkordinasi·
2. Distosia karena kelainanletak dan bentuk janin 3. Distosia karena jalan lahir Kala III dan Kala IV A. Perdarahan pada kala III Perdarahan pada kala III umum terjadi dikarenakan
terpotongnya pembuluh-pembuluh darah dari dinding rahim bekas implantasi plasenta/karena sinus-sinus maternalis ditempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi
dan
retraksi
pembuluh-pembuluh lumennya
otot-otot
darah
tertutup,
yang
kemudian
uterus
menekan
terbuka,
sehingga
pembuluh
darah
tersumbat oleh bekuan darah. Jumlah darah yang umum keluar tidak lebih dari 500cc atau setara dengan 2,5 gelas belimbing. Apabila setelah lahirnya bayi darah yang keluar melebihi 500cc maka dapat dikategorikan mengalami perdarahan pascapersalinan primer. Pada pasien yang mengalami perdarahan pada kala III atau mengalami pengeluaran darah sebanyak >500cc, tandatanda yang dapat dijumpai secara langsung diantaranya perubahan
pada
tanda-tanda
vital
seperti
pasien
mengeluh lemah, linlung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/mnt, kadar Hb <8 g%. Perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder
sesudah
itu.
Hal-hal
yang
menyebabkan
perdarahan post partum adalah; 1. Atonia uteri. 2. Perlukaan jalan lahir 3. Terlepasnya sebaggian plasenta dari uterus 4. Tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya klotiledon atau plasenta suksenturiata. Kadang-kadang perdarahan disebabkan kelainan proses pembekuan
darah
akibat
dari
hipofibrinogenemia
(solution plasenta, retensi janin mati dalam uterus, emboli air ketuban). Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas
antara
dua
bagian
itu.
Selanjutnya
apabila
sebagian plasenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil
masih
melekat
pada
dinding
uterus,
dapat
timbul
perdarahan dalam masa nifas. Sebab terpenting pada perdarahan post partum adalah atonia uteri. 1. Atonia uteri a. Pengertian Atonia
uteri
adalah
tidak
adanya
tegangan/
kekuatan otot pada daerah uterus/rahim. b. Etiologi Atonia uteri dapat terjadi karena: Partus
lama,
karena
tak
ada
pemicu
kontraksi/hormon oksitosin lemah. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu
hamil seperti pada hamil kembar, hidramnion, janin besar.
Kegagalan kontraksi uterus/ otot rahim.
Multiparitas.
Anastesi yang dalam.
Anestesi lummbal.
Terjadinya retroplasenta→perdarahan plasenta dalam uterus.
Atonia juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah
dalam
usahamelahirkan
plasenta,
sedang
sebenarnya belum terlepas dari uteus. c. Diagnosis Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalm waktu lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat.
d. Gejala:
Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat.
Tekanan darah menurun.
Syok karena perdarahan.
Kala III : perdarahan
dari liang senggama
500cc/lebih. e. Penanganan Atonia uteri. Terapi terbaik adalah pencegahan;
Anemia
dalam
kehamilan
harus
diobati,
karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia.
Apabila
sebelumnya
mengalami
penderita
perdarahan
post
sudah partum,
persalinan harus berlangsung dirumah sakit.
Kadar
fibrinogen
harus
diperiksa
pada
perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus dan solution plasenta.
Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya.
Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan post partum. Sepuluh satuan
oksitosin
setelah
anak
pelepasan hendaknya
diberikan
lahir
intramuscular
untuk
mempercepat
plasenta. Sesudah plasenta lahir diberikan
0,2
mg
ergometrin,
intramuskulus. 2. Restensio plasenta a. Pengertian Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam sesudah anak lahir.(
b. Patofisiologi. Retensio plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka, dan menimbulkan HPP. Begitu bagian
plasenta
terlepas
dari
dinding
uterus,
perdarahan terjadi di daerah itu. Bagian plasenta yang masih melekat merintangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan. c. Diagnosa.
Pada pemeriksaan luar: fundus/korpus ikut tertarik apabila tali pusat ditarik.
Pada pemeriksaan dalam: sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
d. Diagnosa banding. Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang
melekat
pada
miometrium
tanpa
garis
pembelahan fisiologis melalui laporan spons desidua. e. Penanganan. Apabila plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Tindakan
yang
biasa
dilakukan
adalah
manual
plasenta. Dapat dicoba dulu prast menurut Crede. Tindakan
ini
sekarang
tidak
banyak
dianjurkan
karena memungkinkan terjaadinya inversio uteri; tekanan
yang
keras
pada
uterus
dapat
pula
menyebabkan perlukaam pada otot uterus dan rasa nyeri keras dan kemungkinan syok. Akan tetapi dengan
teknik
yang
sempurna
hal
itu
dapat
dihindarkan. Cara lain untuk pengeluaran plasenta adalah cara Brandt. Dengan salah satu tangan penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan
yang
lain
diletakkan
pada
dinding perut diatas
simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan tekanan kearah atas belakang, maka badan rahim akan terangkat. Apabila plasenta telah lepas
maka,
tali
pusat
tidak
tertarik
keatas.
Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang, kearah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu mengeluarkan plasenta. Yang selalu tidak dapat dicegah adalah bahwa plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya, melainkan sebagian masih ketinggalan yang harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Dengan tangan kiri menahan fundus uteri supaya uterus jangan naik keatas, tangan kanan
dimasukkan
mengikuti
taki
dalam
pusat,
kavum
tangan
itu
uteri.
Dengan
sampai
pada
plasenta dan mencari pinggir plasenta. Kemudian jari-jari tangan itu dimasukkan pinggir plasenta dan dinding uterus. Biasanya tanpa kesulitan plasenta sedikit demi sedikit dapat dilepaskan dari dinding uterus untuk kemudian dilahirkan. 3. Inversio uteri. Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III/ segera setelah
plasenta
keluar.
Menurut
perkembangannya
inversion uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu;
Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut.
Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam
vagina.
Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.
a. Gejala-gejala klinik. Inversio uteri bisa terjadi spontan/ sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan intra abdominal dengan mendadak karena batuk/ meneran, dapat menyebabkan masukmya fundus kedalam
kavum
uteri
yang
merupakan
permulaan
inversion uteri. Tindakan
yang
dapat
menyebabkan
inversion
uteri
adalah prasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik, dan tarikan pada talil pusat plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Gejala-gejala inversion uteri pada permukaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri yang keras disebabkan kareana fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum
infundibulopelvikum
dan
ligamentum
rotundum kanan dan kirinkedalam terowongan inversion dan dengan demikian mengadakan tarikan yang kuat pada peritoneum parietal. Kecuali jika plasenta yang seringkali
belum
seluruhnya
pada
lepas
dari
dinding
uterus uterus,
masih
melekat
terjadi
juga
perdarahan. b. Diagnosis. Diagnosis tidak sukar dibuat jika dingat kemungkinan inversion
uteri.
Pada
perdarahan
dengan
syok,
perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III/ setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servik uteri/ didalam vagina, sehingga
diagnosis inversion uteri dapat dibuat. Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada persalinan cukup bulan/ hampir cukup bulan. c. Prognosis. Walaupun kadang-kadang inversio uteri bisa terjadi tanpa banyak gejala dengan penderita tetap dalam keadaan
baik,
namun
umumnya
kelainan
tersebut
menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi(15-70%). Reposisi secepat mungkin memberikan harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita. d. Penanganan. Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversion uteri. Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas, jangan dilakukan apabila
dicoba
melakukan
prasat
Crede
harus
diindahkan sebelumnya syarat-syaratnya. Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala syok, gejala-gejala itu perlu diatasi terlebih dahulu dengan infuse intravena cairan elektrolit dan transfuse darah, akan tetapi segera setelah itu reposisi harus dilakukan. Makin kecil jarak waktu antara terjadinya inversion uteri dan reposisinya, makin mudah tindakan ini dapat dilakukan.
Untuk
diselenggarakan
melakukan
dengan
reposisi
anesthesia
yang
umum,
perlu tangan
seluruhnya dimasukkan kedalam vagina sedang jari-jari tangan dimasukkan kedalam kavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan tetapi terus
menerus kearah atas agak kedepan sampai korpus uteri melewati
serviks
dan
inversio
ditiadakan.
Suntikan
intravena 0,2 mg ergometrin kemudian diberikan dan jika
dianggap
masih
perlu,
dilakukan
tamponade
uterovaginal. Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya dilakukan pembedahan menurut Haultein. Dikerjakan laparotomi, dinding belakang lingkaran konstriksi dibuka, sehingga memungkinkan penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi sedkit, kemudian luka dibelakang uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup. Pada inversion uteri menahun, yang ditemukan beberapa lama setelah persalinan, sebaiknya ditunggu berakhirnya involusi
untuk
kemudian
dilakukan
pembedahan
pervaginam(pembedahan menurut Spinelli). 4. Emboli air ketuban a. Pengertian. Emboli air ketuban adalah syok yang berat sewaktu persalinan
selain
oleh
plasenta
previa
dapat
disebabkan pula oleh emboli air ketuban b. Etiologi. Masuknya air ketuban ke vena endosentrik/sinus yang terbuka didaerah tempat perlekatan plasenta. c. Faktor prediposisi.
Ketuban sudah pecah
His kuat.
Pembuluh darah yang terbuka(SC rupture).
Multiparasit.
Kematian janin intrauterine(IUFD).
Mekonium dalam cairan amnion.
Usia diatas 30 tahun.
Persallinan pesipitasus (kurang dari 3 jam).
d. Gejala
Gelisah.
Mual muntah disertai takikardu dan dispnea.
Sianosis.
TD menurun.
Nadi cepat dan lemah.
Kesadaran menurun.
Nistasmus dan kadang timbul kejang tonik klonik.
Syok.
e. Komplikasi.
Gangguan pembekuan darah
Edema paru.
Kegagalan dan payah jantung kanan.
f. Upaya preventif.
Perhatikan indikasi induksi persalinan.
Memecahkan ketuban saat akhir his, sehingga tekanannya tidak terlalu besar dan mengurangi masuk kedalam pembuluh darah.
Saat seksio sesarea, lakukan penghisapan air ketuban perlahan sehingga dapat mengurangi: Asfiksia
intrauterine.
Emboli
air
ketuban
melalui perlukaan lebar insisi operasi. g. Penanganan.
Tindakan umum.
Segera memasang infuse dua tempat sehingga cairan segera dapat diberikan untuk mengatasi syok. Berikan O2 dengan tekanan tinggi ssehingga dapat menambah O2 dalam darah.
Untuk
jantung
dapat
diberikan:
jantung h. Pengobatan.
Unit Terkait
Pemberian transfuse darah segar.
Fibrinogen.
Oxygen.
Heparin/trasylor.
VK
Resusitasi
MANUAL PLASENTA
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Placenta manual adalah pengeluaran placenta yang
Pengertian
belum
lahir
setelah
30
menit
janin
lahir
dengan
menggunakan tangan.
Tujuan
Membantu melahirkan plasenta setelah 30 menit tidak lahir. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
1691/Menkes/PER/VIII/2011
tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan Standar
Kebijakan
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
Persiapan Pasien :
Prosedur
Infus dan cairan
Oksitosin
Verbal – anastesia atau analgesic per rektal
Kateter nelaton steril dan penampungan urin
Klem penjepit atau kocher
Kain alas bokong
Tensimeter dan stetoskop
Persiapan Penolong :
Sarung tangan panjang DTT (untuk tangan dalam)
Sarung tangan DTT (untuk tangan luar)
Topi, masker, kacamata pelindung, celemek
Kenakan pelindung diri (barrier protektif)
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Keringkan tangan dan pakai sarung tangan DTT
Tindakan : 1. Lakukan anastesi verbal atau analgesia per rektal sehingga perhatian ibu teralihkan dari rasa nyeri atau sakit. 2. Lakukan kateterisasi kandung kemih
Pastikan kateter masuk dengan benar
Cabut
kateter
setelah
kandung
kemih
dikosongkan 3. Jepit
tali
pusat
dengan
klem/kocher,
kemudian
tegangkan tali pusat sejajar lantai. 4. Secara Obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan kebawah) kedalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat. 5. Setelah tangan mencapai permukaan serviks, minta asisten
atau
keluarga
untuk
memegang
kocher,
kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri. 6. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan kedalam kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta. 7. Buka tangan Obstetri menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk) 8. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
Implantasi
di
korpus
belakang
:
lepaskan
plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari diantara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan pada dinding dalam uterus bagian belakang (menghadap sisi bawah tali pusat) Implantasi
di
korpus
depan
:
lakukan
penyisipan ujung jari diantara plasenta dan dinding uterus dengan punggung tangan pada dinding
dalam
uterus
bagian
depan
(menghadap sisi atas tali pusat) 9. Kemudian
gerakkan
tangan
dalam
ke
kiri
dan
kekanan sambil bergeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan. Catatan : sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan penanganan yang sesuai bila terjadi penyulit 10. Sementara satu tangan masih di dalam caavum uteri,
lakukan
eksplorasi
ulangan
untuk
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus 11. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan 12. Instruksikan asisten atau keluarga yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta keluar (hindari percikan darah) 13. Letakkan plasenta di tempat yang telah disediakan. 14. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah plasenta lahir.
Perhatikan kontraksi uterus dalam jumlah perdarahan yang keluar
PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN :
Sementara
masih
menggunakan
sarung
tangan, kumpulkan semua barang, bahan, atau instrument bekas pakai dan bersihkan tubuh ibu dan ranjang tindakan
Lakukan dekontaminasi sarung tangan dan semua peralatan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya.
Lepaskan sarung tangan dan segera cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
Keringkan
tangan
dengan
handuk
pribadi
yang bersih dan kering PERAWATAN PASCA TINDAKAN : 15. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan 16. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang tersedia 17. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal – hal penting untuk dipantau 18. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan
telah
selesai
tetapi
pasien
masih
memerlukan perawatan 19. Ajarkan ibu dan keluarga tentang asuhan mandiri dan
tanda-tanda
bahaya
yang
mungkin
terjadi
gangguan kesehatan ibu atau timbul tanda-tanda bahaya tersebut
Unit Terkait
Ruang bersalin
HEATING PERINEUM
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Ruptur perineum spontan yaitu luka pada perineum
Pengertian
yang
terjadi
karena
sebab-sebab
tertentu
tanpa
dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Untuk
Tujuan
menyatukan
kembali
jaringan
tubuh
(mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostasis) 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
1. Bantu
ibu
mengambil
posisi
litotomi
sehingga
bokongnya berada di tepi tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam posisi litotomi. 2. Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu. 3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bisa dilihat dengan jelas. 4. Gunakan
teknik
aseptik
pada
saat
memeriksa
robekan atau episiotomi, memberikan anestesi lokal dan menjahit luka (Lihat Bab 1). 5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. 6. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau yang steril. 7. Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan disinfeksi tingkat tinggi
Prosedur
untuk penjahitan 8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan. 9. Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva, vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka. 10. Periksa
vagina,
serviks
dan
perineum
secara
lengkap. Pastikan bahwa laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan
sfingter.
Jika
sfingter
terluka,
ibu
mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus
dirujuk
segera.
Ibu
juga
dirujuk
jika
mengalami laserasi serviks. 11. Ganti
sarung
tangan
dengan
sarung
tangan
disinfeksi tingkat tinggi atau steril yang baru setelah melakukan pemeriksaan rektum. 12. Berikan anestesia lokal 13. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan benang kromik 20 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan. 14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit jarum tersebut.
Unit Terkait
VK
EPISIOTOMI
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Merupakan istilah untuk suatu insisi perineum (Obstetri Williams, 2005). 1) Meluaskan
jalan
lahir
sehingga
mempercepat
persalinan 2) Menghindari kemungkinan sistokele/rektokele dan inkontinensia 3) Memudahkan untuk menjahit kembali 4) Bila
Tujuan
robekan
perineal
iminen,
sehingga
dapat
mencegah kerusakan yang tidak terkendali. 5) Untuk
mengurangi
tekanan
pada
kepala
janin
prematur yang masih lunak.\ 6) Untuk melancarkan pelahiran jika kelahiran tertunda oleh perineum yang kaku. 7) Untuk memberikan ruangan yang adekuat untuk pelahiran dengan bantuan. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Kebijakan
Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008
Republik
Indonesia
6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. 1. Prosedur utama (persalinan) -
Aseptik/antiseptic
-
Episiotomi
-
Anastesi lokal
a. Jelaskan pada ibu tentang apa yang dilakukan dan agar ibu merasa tenang. b. Pasanglah jarum no. 22 pada spuit 10 ml, kemudian isi spuit dengan bahan anastesi (lidokain HCl 1 % atau Xilokain 10mg/ml). c. Letakkan 2 jari telunjuk dan jari tengah diantara kepala dan perineum. Masuknya bahan anastesi (secara tidak sengaja) dalam sirkulasi bayi, dapat menimbulkan
akibat
yang
fatal,
oleh
sebab
itu
gunakan jari – jari penolong sebagai pelindung kepala bayi.
Prosedur
d. Tusukkan jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior (fourchette) yaitu bagian sudut bawah vulva. e. Arahkan jarum dengan membuat sudut 45 derajat kesebelah kiri (atau kanan) garis tengah perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak memasuki pembuluh darah (terlihat cairan dalam spuit). f. Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5-10 ml lidokain 1 %. g. Tunggu
1-2
menit
agar
efek
anastesi
bekerja
maksimal, sebelum episiotomi dilakukan.
Jika kepala janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi
diantara
his
sebagai
upaya
untuk
mengurangi perdarahan.
Jika selama melakukan penjahitan robekan vagina dan
perineum,
ibu
masih
merasakan
nyeri,
tambahkan 10 ml Lidokain 1 % pada daerah nyeri.
Penyuntikan sampai menarik mundur, bertujuan untuk mencegah akumulasi bahan anastesi hanya pada satu tempat dan mengurangi kemungkinan penyuntikan kedalam pembuluh darah.
2. Tindakan Episiotomi a. Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan. b. Letakkan jari telunjuk dan tengah diantara kepala bayi
dan
perineum,
searah
dengan
rencana
sayatan. c. Tunggu fase acme (puncak his) kemudian selipkan gunting
dalam
keadaan
terbuka
antara
jari
telunjuk dan tengah. d. Gunting
perineum,
dimulai
dari
fourchat
(komissura posterior) 45 derajat ke lateral (kiri atau kanan).
Unit Terkait
VK
INDUKSI PERSALINAN
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu
Pengertian
hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan
Tujuan 1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
Prosedur
Unit Terkait
PEMBERIAN TERAPI OBAT INSULIN
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Tujuan
Insulin adalah hormon yang digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Mengontrol kadar gula darah dalam pengobatan diabetes mellitus. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan
Menteri
Nomor
Kesehatan
Republik
Indonesia
1691/Menkes/PER/VIII/2011
tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. Persiapan Alat : 1. Spuit insulin / insulin pen (Actrapid Novolet) 2. Vial insulin
Prosedur
3. Kapas + alkohol / alcohol swab 4. Handscoen bersih. 5. Daftar / formulir obat klien
Pelaksanaan : 1. Mengkaji program/instruksi medik tentang rencana pemberian terapi injeksi insulin (Prinsip 6 benar : Nama klien, obat/jenis insulin, dosis, waktu, cara pemberian, dan pendokumentasian). Mengkaji cara kerja insulin yang akan diberikan, tujuan, waktu kerja, dan masa efek puncak insulin, serta efek samping yang mungkin timbul. 2. Mengkaji tanggal kadaluarsa insulin. 3. Mengkaji adanya tanda dan gejala hipoglikemia atau alergi terhadap human insulin. 4. Mengkaji riwayat medik dan riwayat alergi. 5. Mengkaji
keadekuatan
jaringan
adipose,
amati
apakah ada pengerasan atau penurunan jumlah jaringan. 6. Mengkaji tingkat pengetahuan klien prosedur dan tujuan pemberian terapi insulin. 7. Mengkaji obat-obat yang digunakan waktu makan dan makanan yang telah dimakan klien. 8. Menjelaskan kepada klien tentang persiapan dan tujuan prosedur pemberian injeksi insulin 9. Megambil vial insulin dan aspirasi sebanyak dosis yang diperlukan untuk klien (berdasarkan daftar obat klien/instruksi medik). 10. Memilih
lokasi
suntikan.
Periksa
apakah
dipermukaan kulitnya terdapat kebiruan, inflamasi, atau edema. 11. Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat sebelumnya. 12. Mendesinfeksi
area
penyuntikan
dengan
kapas
alcohol/alcohol swab, dimulai dari bagian tengah secara sirkuler ± 5 cm. 13. Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus dan regangkan kulit pada klien yang gemuk dengan tangan yang tidak dominan. 14. Menyuntikkan
insulin
secara
subcutan
dengan
tangan yang dominan secara lembut dan perlahan. 15. Mencabut
jarum
dengan
cepat,
tidak
boleh
di
massage, hanya dilalukan penekanan pada area penyuntikan dengan menggunakan kapas alkohol. 16. Membuang spuit ke tempat yang telah ditentukan dalam keadaan jarum yang sudah tertutup dengan tutupnya. Khusus Insulin Pen (Actrapid Novolet) : a. Memeriksa apakah Novolet berisi tipe insulin yang sesuai dengan kebutuhan. b. Mengganti jarum pada insulin pen dengan jarum yang baru. c. Memasang cap Novolet sehingga angka nol (0) terletak sejajar dengan indikator dosis. d. Memegang
novolet
secara
horizontal
dan
menggerakkan insulin pen (bagian cap) sesuai dosis yang telah ditentukan sehingga indicator dosis sejajar dengan jumlah dosis insulin yang akan diberikan kepada klien. e. Skala pada cap : 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 unit
(setiap rasa ”klik” yang dirasak an perawat saatb memutar cap Novolet menandakan 2 unit insulin telah tersedia). 17. Merapikan klien dan peralatan. 18. Melepaskan handscoen dan mencuci tangan.
Unit Terkait
Rawat Inap
PENGUKURAN SUHU
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Merupakan tatacara pemeriksaan suhu tubuh. Suhu tubuh
Pengertian
merupakan
indikator
untuk
menilai
keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas.
Rentang
suhu
tubuh
dapat
diukur
dengan
menggunakan termometer air raksa melalui oral, rektal, maupun axila dan menggunakan termometer digital.
Tujuan
Pengukuran suhu tubuh dilakukan untuk mengetahui rentang suhu tubuh. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
Alat dan bahan: 1. Termometer 2. Tiga buah botol
•
Botol pertama berisi larutan sabun
•
Botol kedua berisi larutan desinfektan
•
Botol ketiga berisi larutan air bersih
3. Bengkok 4. Kertas/tissue 5. Vaselin/jelly 6. Buku catatan suhu 7. Sarung tangan Prosedur
:
1. Pemeriksaan Suhu Oral a. Jelaskan prosedur pada klien. b. Cuci tangan
Prosedur
c. Gunakan sarung tangan d. Atur posisi pasien. e. Tentukan letak bawah lidah. f. Turunkan suhu termometer dibawah 340C – 35 35oC. g. Letakkan termometer di bawah lidah sejajar dengan gusi. h. Anjurkan mulut dikatupkan selama 3 menit. i. Angkat termaometer dan baca hasilnya. j. Catat hasil. k. Bersihkan termometer dengan kertas tisu. l. Cuci dengan air sabun, desinfektan dan bilas dengan air bersih, dan keringkan. m. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan. 2. Pemeriksaan Suhu rektal a. Jelaskan prosedur pada klien. b. Cuci tangan c. Gunakan sarung tangan d. Atur posisi pasien.
e. Tentukan termometer dan atur pada nilai nol lalu oleskan vaselin jelly f. Letakkan telapak tangan pada pada sisi glutea pasien dan masukkan termometer ke dalam rektal jangan sampai berubah tempatnya dan ukur suhu. g. Setelah 3-5 menit angkat termaometer dan baca hasilnya. h. Catat hasil. i. Bersihkan termometer dengan kertas tisu. j. Cuci dengan air sabun, desinfektan dan bilas dengan air bersih, dan keringkan. k. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan. 3. Pemeriksaan suhu aksila a. Jelaskan prosedur pada klien. b. Cuci tangan c. Gunakan sarung tangan d. Atur posisi pasien. e. Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan menggunakan tisu. f. Letkkan termometer pada daerah aksila dan lengan pasien fleksi diatas dada. g. Setelah 3-10 menit angkat termaometer dan baca hasilnya. h. Catat hasil. i. Bersihkan termometer dengan kertas tisu. j. Cuci dengan air sabun, desinfektan dan bilas dengan air bersih, dan keringkan. k. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan. Rawat Inap
Unit Terkait
VK UGD
PENGUKURAN TEKANAN DARAH
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Tatacara
Pengertian
mengukur
tekanan
darah
dengan
menggunakan Tensimeter untuk mengetahui ukuran tekanan darah pasien
Tujuan
Sebagai acuan untuk melakukan tindakan pengukuran tekanan darah. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan
Menteri
Nomor
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan. Persiapan Alat : 1. Stetoskop 2. Tensimeter lengkap
Prosedur
3. Buku catatan 4. Alat tulis
Penatalaksanaan : 1. Memberi tahu pasien 2. Lengan baju dibuka atau digulung. 3. Manset
tensimeter
dipasang
pada
lengan
atas
dengan pipa karetnya berada disisi luar tangan 4. Pompa tensimeter dipasang. 5. Denyut
arteri
brachialis
diraba
lalu
stetoskope
ditempatkan pada daerah tersebut. 6. Sekrup balon karet ditutup, pengunci air raksa dibuka, selanjutnya balon dipompa sampai denyut arteri tidak terdengar lagi dan air raksa didalam pipa gelas naik. 7. Sekrup
balon
memperhatikan
dibuka turunnya
perlahan-lahan air
raksa,
bunyi denyutan pertama dan terakhir. 8. Hasil dicatat. Rawat Inap
Unit Terkait
VK UGD
sambil
dengarkan
PEMERIKSAAN DENYUT NADI
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Merupakan tatacara pemeriksaan denyut nadi. Denyut
Pengertian
nadi
merupakan
indikator
untuk
menilai
sistem
(irama,
frekuensi,
kardiovaskuler. 1. Mengetahui
Tujuan
denyut
nadi
dan
kekuatan). 2. Menilai kemampuan fungsi kardiovaskuler. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
Alat dan bahan: 1. Arloji (jam) atau stop-watch. 2. Buku catatan nadi. 3. Pena
Prosedur
:
1. Jelaskan prosedur pada klien. 2. Cuci tangan 3. Atur posisi pasien. 4. Letakkan kedua tangan penderita telentang disisi tubuh.
Prosedur
5. Tentukan letak arteri (denyut nadi yang akan dihitung) 6. Periksa denyut nadi (arteri) dengan menggunakan ujung jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Tentukan frekuensi permenit, keteraturan irama dan kekuatan denyutan. 7. Catat hasil. 8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Rawat Inap
Unit Terkait
VK UGD
PEMERIKSAAN PERNAFASAN
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Merupakan
Pengertian
tatacara
pemeriksaan
pernapasan.
Pernapasan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui sistem pernapasan. 1. Mengetahui
Tujuan
irama,
frekuensi,
dan
kedalaman
pernapasan. 2. Menilai kemampuan fungsi pernapasan 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
Alat dan bahan: 1. Arloji (jam) atau stop-watch. 2. Buku catatan. 3. Pena
Prosedur
:
1. Jelaskan prosedur pada klien.
Prosedur
2. Cuci tangan 3. Atur posisi pasien. 4. Hitung frekuensi dan irama pernapasan. 5. Catat hasil. 6. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Rawat Inap
Unit Terkait
VK UGD
GP (Ganti Perban)
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Mengganti balutan atau perban adlah suatu tindakan
Pengertian
keperawatan untuk mengganti perban perawatan luka untuk mencegah infeksi dengan cara mengganti balutan yang kotor dengan balutan yang bersih. 1. Meningkatkan
penyembuhan
luka
dengan
mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga kebersihan luka 2. Melindungi luka dari kontaminasi
Tujuan
3. Dapat
menolong
hemostatis
(bila
menggunakan
elastis verband) 4. Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna 5. Menurunkan pergerakan dan trauma 6. Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
Persiapan Alat 1. Alat-alat steril a.
Pinset anatomis 1 buah
b.
Pinset sirugis 1 buah
c.
Gunting bedah/jaringan 1 buah
d.
Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
e.
Kassa desinfektan dalam kom tertutup
f.
sarung tangan 1 pasang
g.
korentang/forcep
2. Alat-alat tidak steril a. Gunting verban 1 buah b. Plester c. Pengalas d. Kom kecil 2 buah (bila dibutuhkan)
Prosedur
e. Nierbeken 2 buah f. Kapas alcohol g. Aceton/bensin h. Sabun cair anti septic i. NaCl 9 % j. Cairan antiseptic (bila dibutuhkan) k. Sarung tangan 1 pasang l. Masker m.Air hangat (bila dibutuhkan) n. Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah
Pelaksanaan 1. Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan 2. Dekatkan alat-alat ke pasien 3. Pasang sampiran 4. Perawat cuci tangan 5. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril 6. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
7. Letakkan pengalas dibawah area luka 8. Letakkan nierbeken didekat pasien 9. Buka
balutan
menyentuh
lama
luka)
(hati-hati
dengan
jangan
sampai
menggunakan
pinset
anatomi, buang balutan bekas kedalam nierbeken. Jika menggunakan plester lepaskan plester dengan cara
melepaskan
ujungnya
dan
menahan
kulit
dibawahnya, setelah itu tarik secara perlahan sejajar dengan kulit dan kearah balutan. ( Bila masih terdapat sisa perekat dikulit, dapat dihilangkan dengan aceton/ bensin ) 10. Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi angkat balutan dengan berlahan 11. Letakkan balutan kotor ke neirbeken lalu buang kekantong
plastic,
hindari
kontaminasi
dengan
permukaan luar wadah 12. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka 13. Membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan pencuci luka dan obat luka dengan memperhatikan tehnik aseptic 14. Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril 15. Membersihkan luka dengan sabun anti septic atau NaCl 9 % 16. Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka (disesuaikan dengan terapi) 17. Menutup luka dengan cara:
• Balutan kering a. lapisan pertama kassa kering steril untuk menutupi daerah insisi dan bagian sekeliling kulit b. lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyera c. lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
• Balutan basah – kering a. lapisan pertama kassa steril yang telah diberi cairan steril atau anti mikkrobial untuk menutupi area luka b. lapisan kedua kasa steril yang lebab yang sifatnya menyerap c. lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
Balutan basah – basah a. lapisan
pertama
kassa
steril
yang
telah
dilembabkan dengan cairan fisiologik untuk menutupi area luka b. lapisa kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap c. lapisan ketiga (lapisan paling luar) kassa steril yang sudah dilembabkan dengan cairan fisiologik 18. Plester dengan rapi 19. Buka
sarung
tangan
dan
masukan
kedalam
nierbeken 20. Lepaskan masker 21. Atur dan rapikan posisi pasien 22. Buka sampiran 23. Evaluasi keadaan umum pasien 24. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering dan rapi 25. Perawat cuci tangan 26. Dokumentasikan keperawatan Rawat Inap
Unit Terkait UGD
tindakan
dalam
catatan
PEMBERIAN PENYULUHAN SECARA INDIVIDU / KELUARGA RSIA Restu Bunda Prosedur Tetap
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Tanggal terbit
Ditetapkan Direktur RSIA Restu Bunda
- Tatacara penyuluhan secara individu / keluarga tentang
hal-hal
yang
berhubungan
dengan
penyakitnya
Pengertian -
Pasien
dapat
mengerti
tentang
hal-hal
yang
berhubungan dengan penyakitnya
Tujuan
Sebagai acuan dalam pemberian penyuluhan secara individu/keluarga 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
1. Membuat SAP sesuai materi penyuluhan 2. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya 3. Menggunakan cara diskusi dan atau demonstrasi
Prosedur
4. Menggunakan alat bantu bila diperlukan 5. Mengadakan evaluasi 6. Memberikan umpan balik 7. Menyusun perencanaan lanjutan
Unit Terkait
Rawat Inap
MEMINDAHKAN KLIEN DARI TEMPAT TIDUR KE BRANKART RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Memindahkan klien dari atas tempat tidur ke brankart dengan maksud tertentu 1. Melaksanakan
Tujuan
tindakan
perawatan
tertentu
yang
tidak dapat dikerjakan diatas tempat tidur 2. Memindahkan klien pada tempat yang baru 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
PERSIAPAN ALAT a)
Brankart atau kereta dorong
b)
Sarung tangan (jika perlu)
LANGKAH PROSEDUR 1. Atur tempat tidur untuk persiapan pemindahan klien a) Atur posisi tempat tidur hingga pada posisi yang datar dari bagian kepala sampai dengan bagian kaki b) Naikkan ketinggian tempat tidur sehingga posisinya menjadi lebih tinggi dibandingkan permukaan brankart c) Pastikan bahwa semua roda tempat tidur sudah terkunci dengan aman 2. Atur posisi klien di tepi tempat tidur dan atur
Prosedur
posisi brankart a) Posisikan klien di tepi tempat tidur, tutupi dengan
selimut
untuk
memberikan
kenyamanan dan menjaga privasi b) Tempatkan
brankart
secara
parallel
disamping tempat tidur dan kunci semua rodanya 3. Pindahkan klien dengan aman ke brankart a) Minta klien untuk memfleksikan leher jika memungkinkan, tangan
dan
menyilang
meletakkan dia
tas
kedua
dada,
ini
dimaksudkan untuk mencegah cedera pada bagian-bagian tubuh ini. b) Dengan
bantuan
perawat
lain,
lakukan
persiapan untuk mengangkat klien. Perawat pertama meletakkan kedua tangan di bagian bawah
dada
dan
leher,
perawat
kedua
meletakkan kedua tangan dibawah pinggul, dan
perawat
ketiga
meletakkan
kedua
tangan di abwah kaki klien c) Condongkan
tubuh
ke
depan,
fleksikan
pinggul, lutut dan pergelangan kaki. Perawat pertama memberikan instruksi, kemudian angkat
klien
bersama-sama
dari
tempat
tidur dan pindahkan ke brankart 4. Pastikan keamanan dan kenyamanan klien a) Buat klien merasa nyaman, segera naikkan pagar brankart b) Buka kunci roda klien dan dorong brankart Rawat Inap
Unit Terkait
VK UGD
MEMINDAHKAN PASIEN DARI BRANKART KE TEMPAT TIDUR RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian
Memindahkan klien dari atas brankart ke tempat tidur dengan maksud tertentu 1. Melaksanakan
tindakan
perawatan
tertentu
yang
tidak dapat dikerjakan diatas brankart
Tujuan
2. Memindahkan
klien
pada
tempat
perawatan
selanjutnya 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan 3. Atur brankart dalam posisi terkunci dan dekatkan dengan tempat tidur 4. Satu perawat berada disisi tempat tidur, sedangkan posisi dua perawat yang lain di samping brankart 5. Silangkan tangan klien didepan dada 6. Gunakan pengalas dibawah tubuh klien untuk media mengangkat
Prosedur
7. perawat yang berada di sisi tempat tidur, memegang dan siap menarik pengalas 8. Dua perawat lain yang berada di samping brankart, mengangkat
pengalas
dzn
tubuh
klien
hingga
mencapai tempat tidur 9. Jauhkan brankart 10. Atur posisi klien hingga merasa nyaman di tempat tidur Ruang Rawat Inap
Unit Terkait
VK UGD
DOKUMENTASI KEPERAWATAN
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Metode sistem matis untuk mengindetifikasi masalah
Pengertian
klien,merencanakan,
mengimplementasi
pemecahan
mengevaluasi
masalah
strategi
efeksifitas
dan
tindakan keperawatan yang telah diberikan Mengidentifikasi setatus kesehan kelien dalm rangka
Tujuan
mencatat kebutuhan klien,merencanakan,melaksanakan tindakan keperawatan dan mengevaluasi tindakan 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
1. Pengkajian a. Mengumpulkan data b. Validasi data c. Organisasi data d. Mencatat data 2. Diagnosa Keperawatan a. Analisa data b. Indentifikasi masalah c. Formulasi diaknosa 3. Perencanaan/intervensi a. Prioritas masalah b. Mentukan tujuan
Prosedur
c. Memilih strategi keperawatan d. Mengembangkan rencana keperawatan 4. Pelaksanaan/implementasi a. Melaksanakan intervensi keperawatan b. Mendokumentasikan asuhan keperawatan c. Memberikan laporan secara verbal d. Mempertahankan rencana asuhan 5. Evaluasi a. Mengindetifikasikan kriteria hasil b. Mengevalusai pencapaian tujuan c.
UGD
Unit Terkait
VK Rawat Inap
Memodifikasi rencana keperawatan
MENCIPTAKAN KENYAMANAN PASIEN
RSIA Restu Bunda Prosedur Tetap
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
Ditetapkan Tanggal terbit
Direktur RSIA RestuBunda
Suatu keadaan dimana terpenuhinya kebutuhan dasar
Pengertian
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman, kelegaan dan transeden. Memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan,
Tujuan
dorongan, dan bantuan. 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/PER/VIII/2011
tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Kebijakan
:
436/MenKes/SK/VI/1993
tentang
Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
1. Perawat memperkenalkan diri 2. Menciptakan komunikasi yang baik terhadap pasien 3. Memberi informasi yang tepat mengenai penyakitnya
Prosedur
guna mengurangi ketakutan pasien 4. Memelihara kenyamanan dan kebersihan ruangan 5. Memberikan dukungan
Unit Terkait
Rawat inap
PENKES DIIT
No Dokumen
No Revisi
Halaman
RSIA Restu Bunda Prosedur Tetap
Pengertian
Tanggal Terbit
Menyiapkan
pasien
Ditetapkan Direktur RSIA Restu Bunda
untuk
mengikuti
diet
yang
dianjurkan dengan benar
Tujuan
Menyiapkan pasien agar mau bekerja sama dalam program diet yang ditetapkan
Kebijakan
Dilakukan pada pasien yang diprogram diet
Prosedur
1. Kaji pengetahuan pasien saat ini tentang diet yang dianjurkan 2. Tentukan persepsi pasien tentang diet dan harapan tentang tingkat pemenuhan diet 3. Berikan penjelasan tentang diet yang ditentukan 4. Jelaskan tujuan diet 5. Berikan penjelasn tentang berapa lama diet harus dilakukan 6. Berikan
penjelasan
kepada
pasien
tentang
bagaimana membuat agenda makan secara tepat 7. Instruksikan pasien untuk mengikuti diet yang dianjurkan
dan
menghindari
makanan
yang
merupakan pantangan 8. Berikan
penjelasan
tentang
interaksi
obat
dan
makanan yang mungkin terjadi 9. Bantu
pasien
untuk
mengakomodasi
pilihan
makanan dalam diet yang ditentukan 10. Bantu pasien dalam melakukan penggantian bahan makanan untuk mendapatkan resep favorit sesuai dengan diet yang dianjurkan 11. Berikan penjelasan kepada pasien cara membaca label makanan dan memilih makanan dengan tepat 12. Observasi kemampuan pasien memilih makanan sesuai dengan diet yang telah ditentukan
13. Berikan
penjelasan
tentang
bagaimana
cara
mendapatkan waktu makan yang sesuai 14. Berikan secara tertulis waktu makan pasien 15. Rekomendasikan buku masak yang mencantumkan resep sesuai dengan diet 16. Berikan
penguatan
terhadap
diberikan oleh tim kesehatan lain 17. Rujuk pasien ke ahli gizi 18. Libatkan keluarga klien
Unit Terkait
Instalasi Rawat Inap
informasi
yang
PENKES PENGOBATAN
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Menyiapkan pasien untuk mendapatkan pengobatan
Pengertian
yang aman dan memonitor efek dari pengobatan 1. Mencegah terjadinya kesalahan obat
Tujuan
2. Menjaga keamanan pemakaian obat 1. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan Standar
Kebijakan
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 6. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan.
1.
Berikan penjelasan kepada pasien untuk mengenali perbedaan karakteristik dari pengobatan dengan
Prosedur
tepat 2.
Berikan informasi tentang nama generik dan merk dagang setiap obat
3.
Berikan penjelasan tentang tujuan dan aksi setiap obat
4.
Berikan penjelasan kepada pasien tentang dosis, lokasi dan lama pemberian setiap obat
5.
Berikan
penjelasan
kepada
pasien
tentang
penggunaan obat yang tepat 6.
Evaluasi
kemampuan
pasien
dalam
melakukan
pengobatan 7.
Instruksikan
pasien untuk mengikuti prosedur
sebelum pengobatan dengan tepat 8.
Berikan
penjelasan
tentang
apa
yang
harus
dilakukan jika dosis obat hilang 9.
Berikan penjelasan kepada pasien tenang kriteria memilih obat pengganti, dosis dan waktu dengan benar
10. Berikan penjelasan kepada pasien akibat yang akan terjadi jika mengehentikan pengobatan 11. Berikan penjelasan kepada pasien tentang efek samping yang mungkin ada dari masing-masing obat 12. Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala jika dosis berlebih ataupun kurang 13. Berikan
penjelasan
tentang
interaksi
obat
dan
makanan yang mungkin terjadi 14. Berikan
penjelasan
tentang
bagaimana
cara
menyimpan obat dengan tepat 15. Berikan penjelasan tentang perawatan alat bantu yang digunakan dalam pemberian obat 16. Berikan penjelasan tentang cara membuang jarum dan syringe dengan benar di rumah 17. Peringatkan pasien tentang bahaya menggunkan obat kadaluarsa 19. Peringatkan pasien untuk tidak memberikan obat yang diresepkan kepada orang lain 20. Berikan informasi tentang penggantian obat 21. Berikan
penguatan
terhadap
informasi
diberikan anggota tim kesehatan lain
yang
22. Libatkan keluarga / orang terdekat Rawat Inap
Unit Terkait
UGD VK
RSIA Restu
No.Dokumen
No.Revisi
Tanggal terbit
Ditetapkan
Halaman
Bunda Prosedur Tetap
Direktur RSIA Restu Bunda Pengertian Tujuan 1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Peraturan Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
1691/Menkes/PER/VIII/2011
Indonesia tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Penerapan
Kebijakan
Standar
Pelayanan
Rumah
Sakit
dan
Standar
Pelayanan Medik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 5. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 290/Menkes/PR/III/2008 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.