Tambang Nikel PT ANTAM di Sulawesi Tenggara
Oleh 1. Muhammad Rashif Al-Maizi (03021181419 2. Bella Yulanda Putri Pura
)
(03021181419052)
3.Muhammad Hakim Al Hafiz (03021181419058)
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN 2014 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 1. PENDAHULUAN
Nikel merupakan suatu logam yang berwarna kelabu atau perak yang memiliki sifat kekuatan meyerupai besi dengan daya tahan terhadap karat dan korosi hampir sama dengan tembanga. Kegunaan Ni antara lain sebagai katoda dalam vacuum tube, bagian-bagian yang tahan korosi dari perlengkapan- perlengkapan
industri
kimia,
katalisator dan
platting/coating. Ferronikel dengan nikel oksida banyak digunakan dalam beberapa analisa instalasi dalam pembuatan besi baja tahan korosi dan besi baja tahan panas. Kebutuhan nikel sebagai alloying element dalam pembuatan baja tahan karat (stainless steel) bertambah besar karena produksi baja tahan karat saat ini semakin meningkat. Berdasarkan genesa produksi mineralnya, bijih nikel dibedakan menjadi dua jenis yaitu nikel sulfide dan nikel laterite. Nikel laterite menurapan mineral yang terbentuk dari hasil pelapukan (lateralisasi) batuan ultra basa peridotie (batuan induk) yang mengandung nikel, sedangkan nikel sulfide adalah mineral yang terbentuk dari proses magmatic dan replacement. Bijih nikel yang terdapat pada lokasi penambangan Pomalaa adalah bijih laterit yang merupakan endapan sekunder hasil pelapukan batuan peridotit. Bijih laterit yang terdapat pada lokasi penambangan Pomalaa adalah bijih saprolite 12 (kedalaman 12 – 19 meter) dan bijih limonite (kedalaman 6 – 12 meter) dengan kandungan: a. Bijih Saprolite Bijih nikel saprolit terbentuk dibawah zona limonit.. • High Grade Saprolite Ore (HG) Ni 2,0% ; Fe < 25% • Low Grade Saprolite Ore (LGSO) Ni: 1,8% - 2,0% ; Fe < 25% b. Bijih Limonite Bijih nikel limonit adalah bijih nikel laterit dengan kadar rendah dan mengandung 0.8% - 1.5% nikel, 25%-35% besi dan sedikit kobalt. Limonit terletak di atas lapisan saprolit dan lebih murah dan lebih mudah untuk ditambang.
2. KEGIATAN PENAMBANGAN Kegiatan penambangan merupakan salah satu kegiatan dalam suatu pertambangan pada tambang terbuka khususnya metode open cut.
Sebelum pekerjaan penambangan dilakukan, perlu diperhatikan lokasi yang akan ditambang dan data eksporasi yaitu : -
Nilai kadar titik bor Batas endapan berdasarkan blok blok bijih Sifat fisik dari endapan dan over burden Topografi lokasi penambangan Dalam tambang bijih nikel tahap-tahap penambangannya terdiri dari persiapan
penambangan dan tahap penambangan.
2.1.
Tahap Persiapan Penambangan Tahap persiapan penambangan adalah kegiatan yang dilakukan sebelum penambangan
dimulai yang mencakup kegiatan : a. Pionering Adalah kegiatan persiapan penambangan yang mencakup pembuatan sarana jalan angkut dan penanganan masalah air. Dalam pembuatan jalan, lebar dan kemiringan jalan harus sesuai yang direncanakan sehingga hambatan-hambatan dalam pengangkutan dapat diatasi dan tingkat keamanannya terjamin. Dimana pembuatan jalan dapat dilakukan dengan bulldozer. Untuk penanganan masalah air, meliputi pembuatan saluran, sump dan check damp. Dimensi saluran, sump dan check dam harus disesuaikan dengan debit air, sehingga air tambang tidak langsung mengalir ke air bebas yang dapat menimbulkan masalah lingkungan. Alat yang digunakan berupa backhoe. b. Clearing Clearing adalah pekerjaan pembersihan daerah yang akan ditambang dari semak belukar, pohon-pohon kecil maupun besar dan tanah serta bongkahan yang dapat menghalangi pekerjaan selanjutnya. Pembabatan bisa dilakukan dengan tenaga manusia, seperti dengan gergaji ataupun alat seperti bulldozer. c. Stripping Stripping merupakan proses pengupasan terhadap lapisan tanah penutup (overburden). Biasanya dilakukan bersama-sama dengan clearing. Pekerjaan ini dilakukan dari tempat yang tinggi dengan cara mendorong lapisan tanah penutup tersebut ke tempat yang lebih rendah, sehingga alat dapat bekerja dengan bantuan gaya gravitasi. Tahap selanjutnya adalah menyingkirkan waste (over burden yang telah dikupas) ke tempat waste pile. Kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat-alat berat, seperti bulldozer, super sovel, backhoe maupun dragline
d. Pembuatan Bench Pembuatan bench bertujuan untuk menciptakan keamanan dan keselamatan dalam kegiatan penambangan. Dimensi bench tergantung dari produksi yang diinginkan, kedalaman lubang galian, peralatan yang digunakan, cara kerja peralatan dan jenis material. Sedangkan lebar bench ini, didasarkan pada gerak antara alat muat dengan alat angkut.
2.2.
Tahap Kegiatan Penambangan Penambangan adalah pengambilan endapan bahan galian dari kulit bumi dan dibawa
ke permukaan untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Kegiatan penambangan yang dilakukan ini termasuk dalam klasifikasi tambang terbuka (Open cut mining). Kegiatan ini meliputi : a. Digging Digging merupakan pekerjaan yang diulakukan untuk membebaskan bahan galian dari batuan induknya. Untuk melakukan pembongkaran diperlukan alat yang tepat untuk daerah yang akan dikerjakan. Antara lain alat-alat mekanis yang digunakan dalam pembongkaran adalah back hoe, power shovel, bulldozer dan lain-lain. b. Loasening Loasening adalah kegiatan untuk memecahkan atau memperkecil ukuran biji yang berbentuk bongkah. Tujuannya adalah untuk memudahkan kegiatan pemuatan dan memisahkan bijih yang berbentuk bongkah. Selain itu, loasening juga merupakan kegiatan
untuk membersihkan
atau memisahkan
bongkah dan
menyediakan tempat untuk alat muat bekerja, serta membuang kotoran yang ada pada bijih. Alat yang digunakan berupa dosel shovel. c. Moving Merupakan pola gerak dari alat muat sebelum melakukan loading ke alat angkut. Moving alat muat terdiri dari maju mengisi, mundur berisi, maju menumpah, dan mundur untuk siap maju mengisi. d. Loading (Pemuatan) Adalah rangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil dan memuat material ke dalam alat angkut untuk dibawa ke suatu tembat penampungan material. Alat yang digunakan adalah dozer shovel dan back hoe, whell loader. e. Hauling (Pengangkutan)
Yaitu kegitan yang digunakan untuk mengangkut ore dari front penambangan ke stock yard atau tempat penyimpanan ore dengan menggunakan alat transportasi, yaitu Dump Truck yang berkapasitas 15 – 30 ton. f. Penimbunan Kegiatan penimbunan bertujuan untuk mengatur timbunan bijih sesuai dengan kadar masing-masing tumpukan. Bijih nikel tersebut baik yang digunakan untuk umpan pabrik maupun untuk diekspor ditumpuk di stockyard, setelah batuan besar/boulder (> 20cm), dipisahkan. Boulder dipecahkan dengan mesin pemecah batu (crushing plant) sampai ukuran <20 cm dan dikirim ke pabrik sebagai bijih umpan pabrik. Pencampuran (blending) pada stock yard antara bijih dari berbagai kadar, untuk memperoleh bijih berkualitas ekspor. Dari stock yard bijih nikel dibagi dalam dua bagian, bijih dengan kadar nikel rendah (< 1,8 %) diangkut ke kapal ekspor dengan menggunakan alat belt conveyor dan tongkang untuk diekspor ke berbagai negara, seperti ke Jepang, Australia, Ukraina, Korea Selatan, Taiwan dan Macedonia. Sedangkan bijih dengan kadar nikel tinggi (> 1,8%) dibawa ke pabrik untuk diproses lebih lanjut.
Penggalian bijih nikel oleh back hoe
Penimbunan bijih nikel pada Transito
Pemuatan bijih nikel keatas Dump truck
Pengangkutan bijih nikel oleh Dump truck
Gambar 1. Foto rangkaian kegiatan penambangan
3. PROSES PENGOLAHAN
Gambar 1 Diagram Proses FerroNikel Ada tiga jenis pengolahan biji logam menjadi logam yaitu pirometalurgi, hidrometalurgi dan elektro metalurgi. Di pabrik PT Antam (Persero) Tbk UBPN Sultra, bijih nikel yang diperoleh dari area pertambangan diolah dengan metode pirometalurgi. Pirometalurgi adalah teknik metalurgi paling tua, dimana logam diolah dan diekstraksi menggunakan panas yang sangat tinggi. Panas didapatkan dari tanur berbahan bakar batubara (kokas) yang sekaligus bertindak sebagai reduktan. Suhu yang dicapai ada yang hanya 50250 oC (proses Mond untuk pemurnian nikel), tetapi ada yang mencapai 2.000 oC (proses pembuatan paduan baja). Yang umum dipakai hanya berkisar 500-1.600 oC ; pada suhu tersebut kebanyakan metal atau paduan metal sudah dalam fase cair bahkan kadangkadang dalam fase gas. Umpan yang baik adalah konsentrat dengan kadar metal yang tinggi agar dapat mengurangi pemakaian energi panas. Penghematan energi panas dapat juga dilakukan dengan memilih dan memanfaatkan reaksi kimia eksotermik. Proses pengolahan nikel di Pomalaa melalui proses Elkem. Secara garis besar proses pengolahan bijih nikel ini dibagi dalam 3 tahap yaitu:
3.1.
Tahap Praolahan (Ore Preparation) Tahap Praolahan yang dilakukan bertujuan untuk mempersiapkan bijih sebelum
memasuki proses peleburan. Hal ini dilakukan agar bijih yang masuk ke peleburan memenuhi
berbagai persyaratan yang telah ditentukan, antara lain menyangkut ukuran, kadar bijih, Moisture Content (MC) atau air lembab, LOI (Lost Of Ignation) atau air kristal, dan lain-lain. Bahan baku yang terdiri dari bijih nikel, anthrasit, dan batu kapur sebelum diumpankan ke rotary kiln terlebih dahulu mengalami proses ore blending, ore handling pada rotary dryer dan tahap kalsinasi pada rotary kiln. a. Ore Blending Pada proses ore blending ini, ukuran bijih basah masih beragam dengan MC, sekitar 28 – 30%. Setelah dianalisa, kemudian ditentukan presentase pencampuran bijih yang digunakan sebagai umpan. Pencampuran (blending) pada stock yard antara bijih dari berbagai kadar, untuk memperoleh bijih berkualitas ekspor. Dari stock yard bijih nikel dibagi dalam dua bagian, bijih dengan kadar nikel rendah (< 1,8 %) diangkut ke kapal ekspor dengan menggunakan suatu alat belt conveyor dan tongkang untuk diekspor ke berbagai negara, seperti ke Jepang, Australia, Ukraina, Korea Selatan, Taiwan dan Macedonia. Sedangkan bijih dengan kadar nikel tinggi (> 1,8%) dibawa ke pabrik untuk diproses lebih lanjut. b. Ore Handling, meliputi:
Ore Receiving Bijih nikel basah (wet ore) dimasukkan ke SOM (Shake Out Machine), akan
terpisah secara manual lewat saringan yang berukuran 20 x 25cm. Bijih yang berukuran 15 – 20 cm akan ditampung dalam loading hopper yang selanjutnya ditransportasikan oleh belt conveyor ke rotary dryer. Sedangkan bijih yang berukuran > 20 cm tidak dipergunakan.
Ore Drying Proses pengeringan bijih dilakukan di rotary dryer. Rotary dryer memiliki
dimensi panjang 30 m dan diameter 3,20 m dengan putaran 1,5 rpm. Rotary dryer ini digerakkan oleh motor penggerak. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air lembab (MC) dalam bijih sekitar 30 – 40 % menjadi ±21 %. Penentuan MC menjadi 21 – 23 % dikarenakan karena pada kondisi tersebut yang paling baik untuk mereduksi nickel losses, mengurangi polusi yang akan dihasilkan, dan untuk
keawetan mesin. Proses pengeringan dalam rotary dryer berlangsung sekitar 30 menit. Bahan bakar yang digunakan untuk rotary dryer adalah batu bara sebagai bahan bakar utama dan minyak sebagai bahan bakar penunjang. Pemilihan batu bara dikarenakan biayanya murah dan mudah didapatkan. Pengeringan bijih diakibatkan oleh terjadinya kontak langsung antara udara panas dari Burner dengan bijih dalam suatu tanur yang berputar. Pemanasan dalam rotary dryer berlangsung secara parallel flow artinya aliran udara panas dari burner searah dengan arah aliran masuk material. Temperatur udara panas yang masuk pada rotary dryer sekitar 400oC – 800oC dan disesuaikan dengan kadar air yang terkandung dalam ore. Pengeringan dalam rotary dryer akan menghasilkan gas, disamping material kering, gas buang yang mangandung debu dan abu akan masuk ke dalam multicyclone untuk dikumpulkan, sementara gas yang ringan akan tertarik oleh exhaust fan untuk kemudian dibuang ke atmosfir melalui stack.
Ore Sizing Debu yang terkumpul dari multicyclone akan ditarik ke double flap dumpper,
jatuh ke dust belt conveyor dan kemudian menuju ke belt conveyor yang berisi bijih hasil pengeringan yang akan menuju ke vibrating screen, untuk selanjutnya mengalami proses penyaringan dengan ukuran harus < 30 mm sementara ukuran > 30 mm akan masuk kedalam Impeller Breaker untuk proses crushing. Penentuan ukuran tersebut dikarenakan pada ukuran tersebut maka kadar LOI yang terdapat pada material lebih mudah tereduksi.
Ore Mixing Dari belt conveyor material akan masuk ke shuttle conveyor dan selanjutnya
akan masuk ke dalam 7 buah bin yang masing-masing berkapasitas 120 ton. 2 bin akan digunakan sebagai tempat penampungan ore dan selanjutnya akan diumpankan ke rotary kiln setelah mengalami proses pencampuran dengan sub material lainnya yaitu batu bara, anthrasit dan limestone. Penggunaan batu bara dan anthrasit sebagai bahan pereduksi sedangkan batu kapur berfungsi untuk melindungi dinding ladle yang terdiri dari batu tahan api (brick) agar tidak cepat aus. 1 bin yang lain digunakan untuk pencampuran dalam pembuatan pellet. 3 bin lainnya dengan kapasitas 70 ton untuk menampung limestone, anthrasit, coal dan 1 bin sebagai cadangan. Semua material
dari setiap Bin akan dialirkan masing-masing melalui sebuah belt conveyor yang dilengkapi timbangan (poidmeter). Dengan menggunakan poidmeter (constant feed weigher), material yang sudah ditampung dalam bin yaitu : conditioned ore, anthrasit, limestone dan coal, ditimbang secara otomatis dan dengan setting yang telah ditentukan. Campuran bijih kering, batu kapur, anthrasit dan batu bara akan diumpankan ke dalam rotary kiln dengan menggunakan belt conveyor. c.
Tahap Kalsinasi Material yang sudah tercampur seperti ore dryer, antrasit, limestone dan coal yang telah ditimbang di poidmeter, diangkut oleh belt conveyor ke rotary kiln untuk mengalami proses kalsinasi. Rotary kiln dilengkapi dengan barner yang terpasang pada ujungnya, udara panas yang dihembuskan berlawanan arah dengan laju material yang masuk. Proses kalsinasi ini bertujuan untuk mengurangi kadar LOI (Lost of Ignation) ≤ 0,01. Kadar LOI yang tinggi akan mengganggu kestabilan dalam tanur yang dapat mengakibatkan goncangan yang kuat di dalam tanur. Rotary Kiln memiliki dimensi panjang 90 m utuk FeNi I dan II, sedangkan FeNi III 110 m, diameter 3 m dan kemiringan 20.
3.2.
Tahap Peleburan (Smelting) Proses peleburan adalah proses dimana calcine hasil dari proses kalsinasi pada rotary
kiln diolah dalam tanur listrik untuk memisahkan crude FeNi dengan slag melalui proses reduksi. Proses peleburan dilakukan dalam tanur listrik yang berkapasitas 25 MVA unit 1, 40 MVA unit 2, dan 60 MVA unit 3 yang bagian dalamnya dilapisi brick. Pada tanur listrik dilengkapi dengan 3 buah elektroda yang berfungsi sebagai pelebur dari calsain tersebut. Calcine yang dihasilkan oleh rotary kiln dengan temperatur ≥ 450C sebelum diumpankan dalam tanur listrik diangkut dengan menggunakan sistem container car, kemudian diangkat ke atas dengan menggunakan over head crane dan ditampung dalam 10 buah top bin yang berkapasitas masing-masing 50 ton, yang terpasang di lantai bangunan tanur listrik. Dari top bin calcine diumpankan ke dalam tanur melaui chute yang kakinya terpasang mengelilingi tanur listrik. Dalam tanur listrik terjadi peleburan calcine dan menyelesaikan reduksi senyawa yang terdapat di dalam bijih oleh fixed carbon. Dari leburan itu terbentuk dua fase yaitu, fase cair yaitu fase slag dan fase metal / nikel. Slag berperan penting dalam mengatur komposisi logam cair karena merupakan bahan
perantara terjadinya reaksi kimia. Unsur yang terbentuk dari hasil reduksi di dalam bijih adalah logam ferronikel. Pemisahan antara logam ferronikel dan slag di dalam tanur adalah lapisan atas adalah Slag dengan tebal lapisan mencapai 1-1,5 m, sedangkan lapisan logam ferronikel berkisar anatara 40–80 cm. Slag dikeluarkan dari tanur listrik setiap
90.000 KWh sebanyak 90 ton dengan
temperatur dengan kira-kira 1550 C dan dialirkan ke dalam kolam air sehingga tergranilasi menjadi butiran-butiran yang berukuran 5–10 cm. Logam (metal) ferronikel dikeluarkan dalam tanur listrik. Logam ini disebut
crude ferronikel yang masih perlu dimurnikan di
departemen pemurnian untuk mendapatkan ferronikel dengan komposisi sesuai permintaan.
3.3
Tahap Pemurnian (Refining) Tahap pemurnian bertujuan untuk memurnikan crude FeNi menjadi metal FeNi
(produk) sesuai standar produk. Proses pemurnian terdiri dari dua proses yaitu : a. Proses De-Sulphurisasi (De-S) Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar sulfur yang terdapat pada crude Fe-Ni hasil peleburan menjadi < 0,03. Bahan yang digunakan yaitu : ·
calsium carbide
± 200 kg/heat
·
soda ash
± 10 kg/heat
·
fluor spar
± 10 kg/heat
Bahan-bahan tersebut digunakan untuk mengikat sulphur pada proses de-S. Prosesnya yaitu crude FeNi dicampur dan diaduk dengan calsium carbide, soda ash, fluor spar dalam satu ladle yang disebut shaking converter dengan kapasitas 16 ton FeNi. Proses De-S ini berlangsung sekitar ± 35 menit. Temperatur metal selama proses harus berkisar ± 13500 C. Hasil dari proses ini akan menghasilkan metal FeNi high carbon dan low carbon. b. Proses Oksidasi Proses Oksidasi dilakukan pada produk low carbon untuk menurunkan kadar silika, fosfor melalui proses peniupan oksigen ke dalam crude FeNi
dengan
menggunakan bahan oksigen dan Kapur bakar dan batu kapur berfungsi untuk
mengontrol basicity dan temperatur. Proses Oksidasi berlangsung ± 1,5 jam dengan temperatur crude FeNi ± 14500 C. Proses ini menghasilkan metal FeNi dan slag dimana slag tersebut akan dibuang
Proses De-Silikonisasi yaitu proses menghilangkan kandungan silica dalam crude FeNi < 0,05. Jika kadar silica dalam crude FeNi tinggi maka proses de-silikonisasi
berlansung dua kali. Proses De-Carbonisasi yaitu proses penghilangan kandungan unsur pengotor seperti 1,5% C, 0,3% Si dan 0,8% Cr di dalam crude FeNi yang akan dimurnikan untuk
mendapatkan kadar yang diinginkan melalui peniupan oksigen. P (De-Phosporisasi), yaitu proses penghilangan kadar Fosfor dalam crude FeNi. Fosfor ini akan mengalami oksidasi yang akan diikat oleh CaO untuk membentuk slag.
3.4 .
Tahap Pencetakan dan Pengepakan Metal FeNi yang telah mengalami pemurnian selanjutnya dibawa ke Departemen
Casting untuk dicetak menjadi bentuk yang diinginkan oleh pihak pembeli. Hasil cetakan pada PT. ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultra yaitu berbentuk Shot. Shot merupakan metal FeNi dalam bentuk butiran, Proses pencetakannya dimu-lai dari metal FeNi hasil peleburan dan dituangkan kedalam sebuah ladle yang mempunyai lubang kemudian melalui lubang tersebut metal akan mengalir ke cetakan/mold
yang
bergerak pada link berbentuk rantai dimana kecepatan pergerakan mold dikendalikan oleh operator pada control room. Metal dari hasil pemurnian dimasukkan ke dalam ladle shot yang kemudian dituang ke dalam kolam granulasi dengan kecepatan penuangan 800 – 1200 kg / menit. Bersamaan dengan itu disemprotkan dengan air bertekanan tinggi dari jet pump sehingga akan terbentuk granul atau bulatan. Metal yang sudah berbentuk shot yang ada dalam kolam granulasi ditransfer oleh belt conveyor ke alat pengering lalu dimasukkan ke dalam pengayak putar yang selanjutnya ditampung dalam shot car lalu ditimbang dan dibungkus dalam bag (pembungkus khusus) yang berkapasitas ± 1000 kg. Jenis produksi yang dihasilkan PT.ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara yaitu: a.
Produksi High Carbon (HC)
High Carbon Shot b. Produksi low Carbon (LC) Low Carbon Shot
4. EKOSISTEM DAERAH TAMBANG Total luas kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan SK Menhutbun No. 454/Kpts-II/1999 adalah 2.493.218,98 atau 65,37% dari luas wilayah administrasi (3.814.011 Ha). Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia terkait dengan fungsi dan manfaat hutan. Hutan memiliki tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi (Pasal 6 UU 41/1999 Tentang Kehutanan). Fungsi hutan tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Menurut Arief (2001) bahwa hutan yang berfungsi sebagai pelindung (hutan) merupakan kawasan yang keadaan alamnya diperuntukan untuk tata air, pencegahan erosi dan pemeliharaan kesuburan tanah. Sedangkan hutan yang berfungsi konservasi (hutan konservasi) merupakan kawasan dengan ciri hutan khas tertentu mempunyai fungsi sistem perlindungan penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Salim (1997), mengklasifikasikan manfaat hutan menjadi dua yaitu: (1) manfaat langsung adalah manfaat yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat berupa kayu dan hutan ikutan (rotan, buah-buahan, madu dll); dan (2) manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat berupa mengatur tata guna air, mencegah terjadinya erosi, member kesehatan, member rasa keindahan, sektor pariwisata, pertahanan keamanan (hankam), menampung tenaga kerja dan menambah devisa negara. Selanjutnya, jasa lingkungan (hutan) adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) yang meliputi antara lain jasa wisata alam, rekreasi, jasa perlindungan tata air atau hidrologi, kesubuhan tanah, pengedalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, penyerapan dan penyimpanan karbon (karbon offset) (Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007). Hutan di Sulawesi Tenggara telah menjadi habitat dari berbagai macam fauna, mulai dari fauna yang tidak dilindungi seperti burung kakaktua, burung nuri, burung betet, burung tekukur, serta babi hutan. Hingga fauna langka yang dilindungi seperti anoa, rusa, kera tanpa ekor, kus-kus, musang, burung belibis, burung maleo, burung enggang papan, burung hoa,
5. DAMPAK NEGATIF KEGIATAN PERTAMBANGAN Pengelolaan sumberdaya mineral oleh industri pertambangan dilakukan karena dipandang dapat memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan Negara, serta terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal maupun masyarakat di luar lokasi pertambangan. Selain itu, karena pihak industri sebagai pihak yang memiliki modal berupa teknologi yang tinggi diharapkan mampu mengelola sumberdaya mineral secara baik dan efisien. Namun pada pelaksanaannya, pengelolaan sumberdaya mineral oleh industri tidak selamanya berjalan seperti apa yang diharapkan. Hal ini dikarenakan aktivitas pertambangan tersebut merupakan aktivitas pengerukan terhadap sumberdaya alam yang terkandung di tempat terbuka maupun bawah tanah, sedangkan pemanfaatan dengan penggunaan teknologinya seringkali berlebihan dalam mengeruk sumberdaya mineral yang ada sehingga pengelolaan sumberdaya alam tambang oleh industri pertambangan memberikan dampak terhadap perubahan ekosistem lokal. Dari sisi lingkungan hidup (ecology impact), pertambangan dianggap paling merusak dibanding kegiatan-kegiatan eksploitasi sumberdaya alam lainnya yakni dapat mengubah bentuk bentang alam, sehingga membuat lingkungan alam dan wilayah tambang menjadi wilayah rawan bencana, merusak dan atau bahkan menghilangkan flora dan fauna yang terdapat di hutan, menghasilkan limbah tailing, maupun batuan limbah, serta menguras air tanah dan air permukaan. Dampak lainnya adalah memicu tingginya derajat land exposure terhadap presipitasi (hujan) yang menyebabkan erosi, longsor dan banjir, serta punahnya vegitasi dan plasma nutfah, kekeringan, pelumpuran sungai, pencemaran air sungai serta dapat menyebabkan fungsi hutan sebagai penyerap dan sumber persediaan air tanah menjadi hilang. Dampak ekologi pertambangan berupa menurunnya dan tercemarnya SDA dapat dibuktikan dari penelitian yang yang menemukan bahwa kegiatan pertambangan dapat memperkeruh air sungai akibat sedimentasi limbah tailing tambang. Kegiatan aktivitas pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara smenunjukan adanya dampak negatif berupa rusaknya ekosistem kawasan akibat tambang terbuka, rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) dan daerah resapan air akibat terbukanya struktur permukaan tanah, terancamnya ekosistem mangrove akibat sendimentasi dan polutan, Ancaman
pencemaran ekosistem pesisir, sumber air untuk pertanian, tambak dan sumur-sumur masyarakat sekitar kawasan pertambangan berkurang dan tercemar. Hasil penelitian Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan Haluoleo tahun 2009 menunjukkan kandungan Merkuri di bendungan Langkowala Kec. Lantari Jaya dan Rarowatu Utara Kab. Bombana mencapai 0,98 mg/liter atau 490 kali lipat dari ambang batas yang di tolerir : 0,002 mg/liter. Dari sisi ekonomi (economy impact), kegiatan pertambangan memang dapat memberikan kontribusi keuntungan yang sangat fantatis dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 328,65 ribu triliyum dari total barang tambang emas, nikel dan aspal (Bahan prensentase Pemprov Sultra, 2011). Akan tetapi, jika dihitung nilai ekonomi (economy valuation) dalam rupiah untuk mengembalikan fungsi dan fisik kawasan hutan yang hilang akibat pertambangan mungkin saja bisa lebih besar dari nilai rupiah kontribusi ketiga tambang tersebut. Belum lagi, jika ditambahkan dengan hitungan nilai ekonomi yang hilang dari pertanian, pertambakan, dan perkebunan rakyat akibat erosi, banjir, kekeringan sungai, dan pencemaran sungai akibat alih fungsi kawasan untuk kegiatan pertambangan. Misalnya, munculnya krisis beras di Kab. Bombana, Sulawesi Tenggara yang sebelumnya dikenal sebagai lumbung padi, dimana tahun 2009 diperkiran anjlok hingga 50 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini didasari oleh menurunnya luas tanam padi sawah dan ladang yang hanya mencapai luasan 5.779 Ha pada periode Januari hingga November 2009. Padahal pada periode Januari hingga Desember 2008 mencapai 10.782 Ha. Menurut Marwan Akbar, menurunnya luas tanam dan produksi padi di Bombana pada tahun 2009 dipengaruhi oleh faktor kerusukan tata air permukaan, misalnya aliran-aliran air melalui sungai yang selama ini mengairi sawah dan faktor terlantarnya dan ditelantarkannya lahan sawah, hal ini terkait dengan status petani yang alih profesi menjadi penambang. Dari sisi sosial (social impact), kegiatan pertambangan akan memicu terjadinya perubahan nilai sosial budaya masyrakat di sekitar kawasan tambang. Adanya konversi mata pencaharian masyarakat dari petani menjadi pedagang, pelaku industry rumah tangga dan jasa, buruh tambang. Disamping itu, pengusahaan tambang juga potensial menciptakan kesenjangan ekonomi dan sosial antara sumberdaya manusia yang bekerja di pertambangan yang memiliki penghasilan dan pendidikan tinggi dengan masyarakat yang hidup disekitar wilayah tambang yang memiliki penghasilan dan pendidikan rendah yang bisa mengarah kepada terjadinya kecemburuan sosial yang dapat memicu kerusuhan atau tidakan kriminal.
Peta Wilayah Pertambangan