ARSITEKTUR PARIWISATA LAPORAN SINGKAT KUNJUNGAN HOS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR IR. SRI SURYANINGSIH YW. MT OKY SAPUTRA / 135101000 1351010001 1
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pariwisata 2.1.1 Dampak positif pariwisata 2.1.2 Dampak negatif pariwisata 2.2 Pengertian Wisatawan 2.3 Wisata Heritage 2.3.1 Heritage Tourism 2.4 Sejarah Singkat Surabaya BAB III PEMBAHASAN 3.1 Laporan Perjalanan Singkat BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran 4.2.1 Saran untuk pemerintah 4.2.2 Saran untuk manajemen house of sampoerna 4.2.3 Saran untuk pemilik bangunan cagar budaya DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, hidayah dan berkahNya makalah ini terselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ”Arsitektur Pariwisata” pada semester ganjil tahun ajaran 2014 – 2015 Universitas Pembangunan Nasional. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ir, Sri Suryani YW. MT. dosen mata kuliah Arsitektur Pariwisata yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada mata kuliah tersebut. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih kurang sempurna, untuk itu saya mohon saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
PENYUSUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pariwisata adalah suatu kegiatan melakukan perjalanan dari rumah terutama untuk maksud usaha atau bersantai. Pariwisata adalah suatu bisnis dalam penyediaan barang dan jasa bagi wisatawan dan menyangkut setiap pengeluaran oleh atau untuk wisatawan dalam perjalanannya. Pariwisata sudah menjadi salah satu hal yang penting bagi kehidupan manusia,dimana kegiatan pariwisata dapat menjanjikan perubahan yang positif bagi jiwa seseorang. Kegiatan pariwisata yang dilakukan dengan cara berpindah tempat dari tempat asal (origin) menuju daerah tujuan (destination) dalam jangka waktu sementara, dirasa mampu mengurangi tingkat kejenuhan seseorang atas rutinitas kehidupan sehari-hari seseorang. Kegiatan ini juga bahkan mampu menciptakan suatu rasa yang baru sebagai modal semangat dalam melakukan aktifitas atau kegiatan berikutnya disetiap harinya. Industri pariwisata memiliki peran penting dalam upaya pengembangan kepariwisataan suatu daerah yang dapat berdampak pada pembangunan di daerah tersebut. Di beberapa daerah, industri pariwisata mampu mengentaskan daerah tersebut dari keterbelakangan sehingga mampu menjadikannya sumber pendapatan utama. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa : Pariwisata merupakan sektor jasa yang terkait dengan kehidupan masyarakat modern. Semakin tinggi pendidikan dan kehidupan masyarakat, maka kebutuhan terhadap pariwisata akan semakin besar juga. Pariwisata memiliki keterkaitan yang erat sekali dengan berbagai bidang dan sektor lainnya. Pariwisata akan berkembang seiring dengan perkembangan transportasi, telekomunikasi, Sumber Daya Manusia, lingkungan hidup, dan lain se bagainya. Tumpuan pariwisata sebagai kekuatan daya saing terletak pada sumber daya yang terolah dan terkelola dengan baik.
Aktivitas pariwisata dalam perkembangannya telah menjadi industri pariwisata dan merupakan salah satu sektor yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi, antara lain : Bertambahnya kesempatan kerja Meningkatkan income perkapita Meningkatkan tax revenue Menguatkan neraca perdagangan
2020, United Nation World Tourism Organization (UNWTO) meramalkan bahwa kedatangan wisatawan internasional diperkirakan mencapai 1,6 miliar orang pada ta hun 2020. Dari jumlah tersebut 1,2 miliar wisatawan berasal dari antar wilayah (intraregional) sedangkan 378 juta orang merupakan wisatawan yang melakukan perjalanan jauh. Total kedatangan berdasarkan wilayah menunjukkan bahwa pada 2020 tiga wilayah utama penerima wisatawan teratas adalah Eropa (717 juta), Asia Timur dan Pasifik (397 juta), dan Amerika (282 juta), selanjutnya diikuti Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan. Asia Timur dan pasifik, Asia, Timur Tengah, dan Afrik a diramalkan akan mengalami pertumbuhan lebih dari 5% per tahun, dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata dunia sebesar 4, 1 %. Beberapa wilayah yang sudah mapan di Eropa dan Amerika diperkirakan akan tumbuh lebih
rendah dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata dunia. Akan tetapi Eropa akan tetap menjadi pemegang pangsa pasar tertinggi dari seluruh kedatangan wisatawan dunia, meskipun akan ada penurunan dari 60 % pada tahun 1995 menjadi 46 % pada tahun 2020. Jika dipandang dari segi ekonomi, pariwisata menghasilkan devisa yang besar bagi Negara sehingga sektor kepariwisataan dapat meningkatkan perekonomian Negara. Oleh karena hal itu, tidak dapat dipungkiri kembali bahwa sektor pariwisata merupakan sektor penting bagi suatu Negara. Dimana Indonesia dikenal dengan keanekaragaman pulau dan keanekaragaman budaya menjadikan Indonesia sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) bagi wisatawan asing, Berbagai daerah di Indonesia sangat banyak memiliki cagar budaya berupa bangunan-bangunan serta berbagai situs bersejarah warisan dari puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Cagar budaya sendiri merupakan salah satu dari attractive spontance yang memiliki daya tarik tersendiri sehingga membuat banyak orang ingin datang 5. Wisatawan manca negara banyak berduyun-duyun mengunjungi Indonesia dengan alasan ingin bernostalgia dengan historic building yang dimiliki oleh Indonesia. Entah itu mereka rasakan langsung pada saat mereka kunjungi Indonesia sebelumnya, atau mendapatkan cerita dari para le luhurnya. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik yang mengatakan pesan dari Presiden Republik Indonesia kepadanya, ketika menunjuk beliau sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata di tahun 2004, dengan pesan utama : "…pariwisata penting karena menghasilkan devisa untuk kesejahteraan rakyat, akan tetapi kebudayaan jauh lebih penting lagi karena menyangkut jati diri dan karakter bangsa...” Kebudayaan merupakan harta yang tidak ternilai bagi suatu bangsa karena tanpa adanya suatu budaya suatu bangsa, negara tersebut akan dipandang sebelah mata oleh negara lai n yang notabene lebih maju dalam segi peradaban kebudayaannya. Kebudayaan itu sendiri menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam Simanjuntak adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Cagar budaya adalah salah satu hasil dari kebudayaan, oleh karena itu perintah Presiden tersebut segera ditindaklanjuti dengan pengesahan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang diharapkan dapat melindungi bangunan-bangunan atau spot yang diyakini memiliki nilai historis. Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Undang-undang nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dibuat setelah dirasakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum. Sayang sekali undang-undang tersebut ternyata belum cukup untuk melindungi beberapa heritage building yang kita miliki. Selain banyaknya bangunan bersejarah yang berubah fungsi menjadi factory outlet dan kafe, bangunan tersebut tidak luput dari upaya renovasi dengan dalih efektifitas pekerjaan bila bangunan tersebut difungsikan sebagai kantor baik kantor pemerintah ataupun swasta.
Di era otonomi daerah, upaya perlindungan dan pelestarian benda-benda cagar budaya dalam banyak hal sudah diserahkan kepada masing-masing daerah. Namun demikian ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melindungi cagar budaya sebetulnya beragam. Dan untuk mendukung implementasi Undang – Undang nomor 11 tahun 2010 tersebut, pemerintah Kota Surabaya yang terkenal sebagai kota metropolitan basis sebagai kota industri, maka pemerintah kota melakukan suatu terobosan untuk melibatkan peran swasta dan masyarakat dengan saling bersinergi, berkolaborasi, hubungan kemitraan dalam mengelola suatu program yang dapat menghidupkan wisata heritage dan membangun kualitas kepariwisataan Kota Surabaya, yang dengan kata lain konsep seperti i ni dikenal dengan konsep DMO (Destination Management Organization). Dengan demikian untuk beberapa daerah yang dikenal sebagai kota metropolitan, disadari atau tidak bahwa keberadaan dan upaya pelestarian benda-benda cagar budaya seringkali menghadapi dilema. Sebagai kota besar yang berkembang menjadi mega-urban, sering terjadi perkembangan harus menghadapi tekanan dan keinginan kekuatan komersial yang terkadang menaifkan arti penting dari suatu warisan seja rah. Meskipun Surabaya dikenal sebagai kota metropolitan, Surabaya memiliki potensi wisata budaya tinggi. Kota Surabaya banyak memiliki peninggalanpeninggalan warisan budaya jaman penjajahan. Banyak bangunan-bangunan berarsitektur kolonial yang bertengger masih kokoh dan megah hingga saat ini. Kota ini memiliki 169 bangunan cagar budaya yang memiliki sejarah tersendiris. Bagunan cagar budaya merupakan warisan yang harus dili ndungi. Bangunan bersejarah di Surabaya juga merupakan bukti bahwa kota ini layak menyandang sebagai kota pahlawan. Pemerintah Kota Surabaya sudah menelurkan Perda 5/2005 tentang Pelestarian Bangunan dan Lingkungan Cagar Budaya. Dengan regulasi ini pula yang membuat ratusan benda atau situs budaya di Kota Surabaya ini tetap lestari. Dalam regulasi tersebut, benda atau cagar budaya tidak harus menjadi milik pemerintah. Ada yang sudah berpindah tangan menjadi milik swasta. Disampaikan Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Ir. Maulisa Nusiara, terkait benda atau situs cagar budaya tersebut. Menurut Beliau, tidak ada larangan benda atau situs cagar budaya itu ada di tangan swasta, namun pemiliknya harus patuh pada aturan yang ada Surabaya juga merupakan salah satu kota tertua di Indonesia. Karena itu, tidak heran apabila banyak bangunan bersejarah, baik peninggalan jaman Belanda, maupun bangunan di Pecinan Surabaya, atau “ China Town” Surabaya, yang memang jaman dahulu sampai sekarang banyak dihuni oleh orang keturunan Tionghoa. Kedua tipe bangunan tersebut, dapat kita temui di sekitar jalan Rajawali, Veteran, sampai dengan jalan Kembang Jepun. Sebelumnya telah ada 167 bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya. Sebanyak 61 bangunan yang telah ditetapkan pada tahun 1996 dan 102 bangunan yang ditetapkan pada tahun 1998. Adapun empat lainnya, ditetapkan pada tahun 2009. Data terbaru saat ini sudah ada 184 cagar budaya yang telah ditetapkan sesuai dengan SK Walikota, diantaranya 174 bangunan dan 10 situs. Menurut pengamatan peneliti, saat ini mulai sedang terjadi proses pengikisan sejarah kota Surabaya melalui sebuah mekanisme yang sangat alamiah. Mekanisme yang baik sengaja maupun tidak tersebut adalah proses. pengabaian terhadap masa lalu kota
Surabaya oleh warga vsecara bersama-sama. Kota Surabaya adalah kota bersejarah yang berdimensi luas. Dari dimensi ekonomi, kota ini pernah berjaya menjadi pusat perdagangan yang paling maju bahkan pernah mengungguli kota Batavia. Kota Surabaya juga pernah menjadi kota industri utama yang produknya diekspor ke berbagai negara di dunia. Dimensi sosial dan politik semakin mengukuhkan bahwa kota Surabaya merupakan kota yang memiliki andil besar terhadap perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Ironisnya kejayaan kota Surabaya sebagai kota bersejarah mengalami kemerosotan tajam. Generasi muda kota Surabaya, yang sebagain besar merupakan pelajar dan mahasiswa, kemungkinan besar tidak tahu siapa HOS Cokroaminoto, Dr. Soetomo, dan Bung Tomo pahlawan yang terkenal di Surabaya melalui semangatnya dalam perjuangan melawan penjajah di masa lalu. Barangkali mereka juga tidak akan pernah tahu kawasan N gagel yang sekarang menjadi kawasan gedung mangkrak dulu pernah berperan besar dalam menggerakan perekonomin kota Surabaya. Tokoh-tokoh sejarah yang merupakan simbol dinamika sosial dan politik kota ini, serta kawasan tertentu seperti Ngagel, pelabuhan Kalimas, atau kawasan Jembatan Merah yang merupakan simbol dinamika ekonomi secara perlahan-lahan mulai dilupakan oleh masyarakat kota Surabaya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, proses pelemahan memori sejarah dalam tubuh masyarakat kota Surabaya mengalami percepatan karena beberapa hal , yakni antara lain : Pertama, pengajaran sejarah yang diberikan di sekolah-sekolah masih menganut sistem yang sentralistik. Selama ini pengajaran sejarah lebih mengedepankan sejarah nasional. Peristiwa sejarah yang bersifat lokal amat minim, bahkan tidak pernah diajarkan di sekolahsekolah. Akibatnya banyak peristiwa penting yang terjadi di kota Surabaya yang berperan turut membentuk karakter masyarakat kota ini tidak pernah diketahui oleh masyarakat Kota Surabaya sendiri. Sebagai contoh misalnya, pada tahun 1900-1940-an masyarakat Bumiputra kota Surabaya merupakan masyarakat yang amat gigih dalam menentang kebijakan pemerintah kota yang dianggap merugikan warga Bumiputera. Beberapa tokoh penting yang muncul pada periode ini antara lain Pak Siti dan Pak Prawirodihardjo yang berperan menggerakan warga kota Surabaya untuk melawan kesewenang-wenangan pemilik tanah partikelir di sekitar Ondomohen (Ketabang). Beberapa tokoh penting dalam politik antara lain R. Soendjoto, Tuwanakota, Pamoedji yang secara aktif memperjuangkan hak-hak rakyat Bumiputra di parlemen kota Surabaya. Hampir seluruh warga kota Surabaya bisa dipastikan tidak tahu atau ingat lagi tokoh-tokoh penting tersebut. Kedua, penghancuran bangunan dan kawasan bersejarah. Kota Surabaya merupakan salah satu kota yang paling rendah dalam melindungi bangunan dan kawasan bersejarah. Banyak sekali bangunan bersejarah di kota ini dihancurkan untuk kepentingan yang bersifat komersial. Kawasan Ngagel yang merupakan situs sejarah perindustrian kota Surabaya juga sudah hancur total dan berubah fungsi. Satu-satunya bangunan Sinagoga yang ada di Kota Surabaya tepatnya yang berada di Jalan Kayon No. 4-5 Surabaya pun di hancurkan. Sinagog adalah bersejarah adalah monumen. Ia berfungsi untuk mempertautkan masa kini dengan masa lalu. Ia juga berfungsi untuk membangun kebanggaan ( pride) masyarakat, bahwa kota ini telah berperan penting pada masa lalu. Penghancuran bangunan dan kawasan bersejarah akan menghapus kebanggaan tersebut. Penghancuran itu juga telah menghapus memori kolektif masyarakat. Generasi mendatang tidak akan pernah tahu, apa peran penting kota Surabaya di masa lalu.
Ketiga, merosotnya peran museum sebagai penjaga sejarah kota Surabaya. Kota Surabaya termasuk kota besar yang minim dengan museum. Jakarta memiliki 47 museum, Yogyakarta memiliki 37 museum, sedangkan kota Surabaya hanya memiliki 7 museum (termasuk museum Mpu Tantular yang telah dipindah ke Sidoarjo). Museum adalah penjaga memori kolektif masyarakat. Koleksi-koleksi yang dipajang di museum akan mempertautkan ingatan masyarakat masa kini dengan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di masa lalu. Ketika pada tahun 1933 G.H. von Faber, seorang keturunan Jerman, mendirikan Stedelijk Historisch Museum (Museum Sejarah Kota, cikal bakal museum Mpu Tantular) yang bertujuan agar masyarakat kota Surabaya tidak kehilangan ingatan tentang masa lalu kota ini. Sayangnya generasi yang lahir belakangan di kota Surabaya tidak peka dengan keberadaan museum bersejarah tersebut. Alih-alih memelihara dan mempertahankan, justru ketika pemerintah pusat memindah museum tersebut ke Sidoarjo masyarakat kota Surabaya malah membiarkannya. Enam museum yang lain merupakan museum tematis (seperti museum kesehatan, museum Sampoerna, dan lain-lain) yang tidak memiliki hubungan emosional yang erat dengan perkembangan kota Surabaya. Secara umum kondisinya juga menyedihkan dan minim pengunjung. Keempat adalah, minimnya kajian tentang sejarah kota Surabaya. Selama ini perhatian sejarawan lokal terhadap sejarah kota Surabaya masih cukup rendah. Buku-buku tentang sejarah kota Surabaya masih sangat sedikit bahkan sebagian ditulis oleh sejarawan asing. Minimnya buku tentang sejarah kota Surabaya tentu saja turut andil dalam mengubur sejarah kota ini. Sejarawan lokal surabaya tentu saja turut bertanggungjawab atas minimnya buku sejarah kota Surabaya. Penulisan sejarah memang membutuhkan keseriusan, ketekunan, dan dana yang tidak sedikit karena harus didahului dengan riset yang mendalam. Namun jika para sejarawan lokal memiliki kemauan yang kuat kendala tersebut bisa diatasi. Kota Surabaya adalah kota besar yang meninggalkan jejak-jejak sejarah yang melimpah baik dalam bentuk arsip, koran-koran lama, maupun informan yang paham dengan masa lalu kota ini. Sumber sejarah tersebut berserakan di manamana, bahkan sampai di negeri Belanda. Sebagian besar sumber sejarah tersebut belum tersentuh dan belum diubah menjadi bahan bacaan. Menjaga masa lalu dibutuhkan sebuah komitmen yang kuat. Agar memori kolektif masyarakat kota Surabaya tidak memudar, maka diperlukan upaya serius untuk menanganinya. Kerjasama yang erat antar elemen masyarakat menjadi kunci utama agar sejarah kota ini tidak terhapus. Upaya untuk menjadikan kota Surabaya untuk tetap disebut sebagai kota bersejarah hanya bisa dilakukan dengan cara memelihara memori kolektif masyarakat kota ini. Berkembangnya kota Surabaya ini justru tidak diikuti oleh perkembangan rohani akibatnya terjadi suatu proses pengikisan dan pergeseran nilai-nilai hakiki perjuangan bangsa. Kenangan sejarah perjuangan bangsa di masa lampau dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa seperti saat ini mulai kehilangan roh-nya Hal tersebut akan nampak ketika saatnya memperingati hari sumpah pemuda, hari kemerdekaan Indonesia, hanya terlihat sebagai formalitas belaka di kantor – kantor pemerintahan, swasta, maupun di sekolah – sekolah. Kedadaan seperti itu mampu semakin mengikis makana historis dan akan semakin terlupakan oleh masyarakat dan generasi muda. Selain itu masyarakat kota Surabaya pun semakin meninggalkan arti pentingnya peran museum sebagai salah satu penjaga peninggalan budaya masa lalu di Surabaya. Di tambah lagi semakin banyak berdirinya pusat perbelanjaan yang lebih menarik hati masyarakat Kota Surabaya dan para generasi muda. Fenomena di atas mempengaruhi jumlah pengunjung tempat wisata di Kota Surabaya. Jumlah pengunjung tempat wisata dari tahun ke tahun mengalami penurunan, hal ini telah disampaikan oleh Kepala Seksi Pembangunan dan Pengembangan Objek Wisata Dinas Kebudayaan dan Periwisata (Disbudpar) Kota Surabaya.
Oleh karena itu, dalam salah satu usaha pelestarian pariwisata di Kota Surabaya yang sebagian besar kota ini memiliki warisan sejarah berupa bangunan-bangunan peninggalan di jaman kolonial, dan untuk mendukung program besar pemerintah Kota Surabaya yaitu Sparkling Surabaya yang memiliki tujuan pengembangan pariwisata Surabaya yakni berusaha menjadikan Kota Surababaya sebagai kota tujuan pariwisata, maka Pemerintah Kota Surabaya menjalin kerjasama dengan CSR salah satu anak perusahaan PT. HM Sampoerna yang bernama House of Sampoerna dalam Program Surabaya Heritage Track. Adapun latar belakang diselenggarakan program ini telah dipaparkan oleh Ina Silas, General Manager House of Sampoerna, sebagai berikut : “...Tur ini kami selenggarakan karena banyaknya pertanyaan dan keingintahuan masyarakat pada peninggalan sejarah di Surabaya. Ketertarikan ini kami tangkap dengan mengadakan tur keliling kota, sehingga peninggalan dan sejarah kota Surabaya tetap dikenal oleh generasi muda kita...” Surabaya adalah salah satu ibu kota provinsi di Indonesia, yaitu provinsi Jawa Timur. Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah J akarta. Surabaya menjadi pusat bisnis, industri, perdagangan, dan pendidikan bagi wilayah Indonesia Timur. Masyarakat Surabaya tidak banyak memiliki objek wisata sebagai tujuan wisata mereka , hal ini dikarenakan Surabaya dipenuhi oleh gedung-gedung tinggi yang menjadi pusat perkantoran serta pusat-pusat bisnis sehingga masyarakat baik dari yang muda hingga yang tua terbiasa keluar masuk mall ketika mereka ingin menghabiskan waktu senggang mereka atau liburan mereka. Padahal, Kota Surabaya sebenarnya menyimpan banyak potensi wisata sejarah. Hal ini diperkuat dengan disebutnya Surabaya sebagai Kota Pahlawan yang banyak menyimpan bukti sejarah dari perjuangan arek-arek Suroboyo ketika melawan penjajahan dimasa kolonial. Sehingga House Of Sampoerna di bawah payung PT. HM Sampoerna Indonesia peduli dengan keberadaan bangunan-bangunan bersejarah yang ada di Kota Surabaya karena akan memiliki nilai sejarah yang tinggi jika tetap dilestarikan. House of Sampoerna sendiri adalah bangunan kuno warisan zaman Belanda yang dibangun pada tahun 1862 yang didirikan oleh Liem Seeng Tee, pendiri Sampoerna yang membeli tempat tersebut pada 1932 yang kemudian dijadikan tempat produksi rokok Sampoerna yang pertama. Dengan memadukan empat hal yaitu museum, galeri seni, kios, dan kafe dalam satu kawasan, menempatkan House of Sampoerna sebagai salah satu tempat wisata yang mengandung hiburan, sejarah serta pengetahuan. Program Track a Free City Sightseeing Bus in Surabaya diresmikan pada tanggal 9 Juni 2009. Dalam program ini diluncurkan bus wisata Surabaya Heritage Track yang dapat digunakan warga Surabaya untuk berkeliling mengelilingi bangunan-bangunan sejarah di Surabaya secara gratis tanpa dipungut biaya dengan rute yang telah ditentukan oleh pihak House of Sampoerna. Bus tersebut berkapasitas 22 orang dan bus tersebut akan membawa wisatawan berkeliling dengan dipandu oleh seorang pemandu wisata yang akan menceritakan sejarah – sejarah disetiap obyek yang di kelilingi. Program ini merupakan program kerjasama dengan
Dinas Pariwisata Kota Surabaya. Selain itu untuk mengenalkan bangunan-banguan cagar budaya dan sejarah Kota Surabaya. Hal ini seperti yang diharapkan oleh Yos Ginting, Direktur Corporate Affairs PT HM Sampoerna: “...Kami berharap program SHT ini akan menumbuhkan kepedulian dan kecintaan masyarakat, terutama pemilik bangunan cagar budaya, untuk melestarikan serta merawat bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah ini..” Program ini sendiri merupakan bagian dari upaya penyelamatan cagar budaya di Surabaya atas 164 banguan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya yang harus dilestarikan karena memiliki nilai historis arsitektur yang tinggi serta latar belakang sejarah kota sehingga warisan ini berpotensi besar dapat menjadi salah satu tujuan wisata baru di Kota Surabaya bagi wisatawan lokal, nasional, serta mancanegara. Penyelenggaraan program tidak dapat terlaksana tanpa kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta. Oleh karena itu, House of Sampoerna harus bekerja sama dengan pemerintah Kota Surabaya yakni dalam hal ini yang berperan ialah Dinas Pariwisata Kota Surabaya dalam menjalankan serta mengelola program Surabaya Heritage Track tersebut dalam mewujudkan tujuan yang sama yakni menjadikan meningkatkan daya tarik wisata di Kota Surabaya. Adapun pembagian jadwal dan rute dalam program ini dibagi menjadi dua yaitu dengan sebuutan Tur Pendek dengan durasi perjalanan 1 jam hingga 1,5 jam yang menggunakan rute HoS – Tugu Pahlawan – PTPN XI – Hos. Kemudian ada tur panjang yang memiliki durasi 1,5 jam hingga 2 jam yang menggunakan rute HoS – Tunjungn – Balai Kota/ Taman Surya – Gedung Kesenian Jawa Timur – PTPN XI – HoS. Berdasarkan pengamatan peneliti, antusiasme masyarakat terhadap program ini sangat tinggi. Dalam tiga kali putaran, wisatawan per harinya bisa mencapai 90 sampai 100 orang. Hal tersebut terlihat dari banyaknya wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang ke House of Sampoerna untuk menggunakan jasa bus Surabaya Heritage Track . Mereka berminat untuk mengenal lebih dalam tentang berbagai cagar budaya peninggalan sejarah di Kota Surabaya. Akan tetapi, jumlah wisatawan terlihat sering melampaui kapasitas jumlah tempat duduk bus Surabaya Heritage Track yang hanya berjumlah 22 orang sehingga tak jarang mereka harus mengurungkan niat, atau menggunakan sistem inden, atau antri lebih lama menunggu giliran. Hal tersebut menampakkan bahwa minat wisatawan terhadap program wisata bus Surabaya Heritage Track tersebut belum terakomodasi dengan baik sehingga pihak penyelenggara program yakni House Of Sampoerna dan Dinas Pariwisata Kota Surabaya perlu memperhatikan lebih lanjut hal tersebut. Kenyataan ini, menunjukkan masih belum optimalnya pengelolaan program ter sebut. Sedangkan, Kota Surabaya yang dikenal sebagai Kota Pahlawan banyak memiliki peningalan – peninggalan cagar budaya yang berpotensi untuk dijadikan objek daya tarik wisatawan. Melalui program Surabaya Heritage Track, House Of Sampoerna sebagai penyelenggara program tersebut ingin mengembangkan kepariwisataan Kota Surabaya yang berbasis wisata heritage.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah disampaikan diketahui bahwa pengelolaan program wisata Surabaya Heritage Track belum mampu mengakomodir minat wisatawan seluruhnya terhadap program tersebut, maka pertanyaan umum yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: “Bagaimanakah dinamika peran para aktor dalam pengelolaan wisata heritage dalam pengembangan kepariwisataan Kota Surabaya dengan studi kasus Program Surabaya Heritage Track? ” 1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana diuraikan sebelumnya, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dinamika peran aktor dalam pengelolaan wisata heritage dalam pengembangan Kota Surabaya dengan studi kasus Program Surabaya Heritage Track. 1.4 Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diambil dengan adanya penelitian ini, antara lain: 1. Untuk penulis Merupakan kesempatan untuk berlatih bagi penerapan berbagai teori yang telah diperoleh dan menambah pengetahuan serta pengalaman. 2. Untuk Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat khususnya dalam bidang wisata heritage Kota Surabaya. 3. Untuk pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk aparat pemerintah dalam perencanaan program wisata heritage guna mengembangkan. kepariwisataan Kota Surabaya. 4. Untuk House Of ampoerna Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk para aktor dalam House Of Sampoerna sebagai penyelenggara program Surabaya Heritage Track agar dapat lebih meningkatkan perbaikan kualitas pelayanan program. 5. Untuk Pengelola Cagar Budaya Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk para pengelola cagar budaya untuk dapat bekerjasama lebih baik dalam memberikan ijin kunjungan kepada para wisatawan guna membantu pelestarian cagar budaya Kota Surabaya.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pariwisata
Pada hakekatnya berpariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain diluar tempat tinggalnya. Istilah parawisata sangat berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata, yaitu suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang diluar tempat tinggalnya, karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah. Dengan demikian, perjalanan wisata adalah merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan hasrta ingin mengetahui sesuatu. Wisatawan (tourist) adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan suatu perjalanan wisata. Jika lama tinggalnya sekurang-kurangnya 24 jam di daerah atau negara yang dikunjungi maka disebut wisatawan (tourist), dengan maksud tujuan perjalanan yang dapat digolongkan: A. Pesiar (leasure) untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, studi, keagamaan, olahraga B. Hubungan dagang, sanak keluarga, handai taulan, konferensikonferensi, misi. Apabila mereka tinggal didaerah atau negara yang dikunjungi dengan waktu kurang dari 24 jam maka mereka disebut sebagai pelancong (excursionist) . Istilah obyek wisata mempunyai pengertian sebagai sesuatu yang dapat menjadi daya tarik bagi ses eorang, atau calon wisatawan untuk mau berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Daya tarik tersebut dapat berupa: A. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat alamiah seperti iklim, pemandangan alam, lingkungan hidup, flora, fauna, kawah, danau, sungai, tebing, lembah, gunung. B. Sumber-sumber daya tarik buatan manusia seperti sisa-sisa peradaban masa lampau, monumen bersejarah, rumah peribadatan (semacam pura, candi, mesjid dan gereja), museum, peralatan musik, tempat pemakaman, dsb. C. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat manusiawi. Sumber manusiawi melekat pada penduduk dalam bentuk warisan budaya misalnya : tarian, sandiwara, drama, upacara penguburan mayat, upacara perkawinan, upacara keagamaan, unpacara untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting, dsb. 2.1.1
Dampak positif pariwisata
• menciptakan lapangan kerja • mengurangi tingkat pengangguran • meningkatkan pendapatan masyarakat. 2.1.2
Dampak negatif pariwisata:
• perubahan lingkungan fisik alami melebihi carrying capacity lingkungan • perubahan lingkungan fisik binaan; meningkatnya kepadatan penduduk di kawasan wisata, bangunan hotel yang menjulang tinggi, poster iklan yang merusak pemandangan dan lingkungan.
2.2 Pengertian Wisatawan
Wisatawan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia pariwisata. Wisatawan sangat beragam , tua-muda, miskin-kaya, asing-nusantara, semuanya mempunyai keinginan dan juga harapan yang berbeda. Jika ditinjau dari arti kata “wisatawan” yang berasal dari kata “wisata” maka sebenarnya tidaklah tepat sebagai pengganti kata “tourist” dalam bahasa Inggris. Kata itu berasal dari bahasa Sansekerta “wisata” yang berarti “perjalanan” yang sama atau dapat disamakan dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris. Jadi orang melakukan perjalanan dalam pengertian ini, maka wisatawan sama artinya dengan kata “traveler” karena dalam bahasa Indonesia sudah merupakan kelaziman memakai akhiran “wan” untuk menyatakan orang dengan profesinya, keahliannya, keadaannya jabatannya dan kedudukan seseorang (Irawan, 2010:12). Adapun pengertian wisatawan antara lain : 1) Menurut Smith (dalam Kusumaningrum, 2009:16), menjelaskan bahwa wisatawan adalah orang yang sedang tidak bekerja, atau sedang berlibur dan secara sukarela me ngunjungi daerah lain untuk mendapatkan sesuatu yang lain. 2) Menurut WTO (dalam Kusumaningrum, 2009:17) membagi wisatawan kedalam tiga bagian yaitu: a) Pengunjung adalah setiap orang yang berhubungan ke suatu Negara lain dimana ia mempunyai tempat kediaman, dengan alasan melakukan pekerjaan yang diberikan oleh Negara yang dikunjunginya. b) Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu Negara tanpa tanpa memandang kewarganegaraannya, berkunjung kesuatu tempat pada Negara yang sama untuk waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Memanfaatkan waktu luang untuk rekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan olahraga. 2. Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga. c) Darmawisata atau excursionist adalah pengunjung sementara yang menetap kurang dari 24 jam di Negara yang dikunjungi, termasuk orang yang berkeliling dengan kapal pesiar. d) Menurut Komisi Liga Bangsa – bangsa 1937 (dalam Irawan, 2010:12), “…wisatawan adalah orang yang selama 24 jam atau lebih mengadakan perjalanan di negara yang bukan tempat kediamannya yang biasa.” e) U.N Confrence on Interest Travel and Tourism di Roma 1963 (dalam Irawan, 2010:12), menggunakan istilah pengunjung ( visitor ) untuk setiap orang yang datang ke suatu negara yang bukan tempat tinggalnya yang biasa untuk keperluan apa saja, selain melakukan perjalanan yang digaji. Pengunjung yang dimaksudkan meliputi 2 kategori :
1. Wisatawan yaitu : pengunjung yang datang ke suatu negara yang dikunjunginya tinggal selama 24 jam dan dengan tujuan untuk bersenang – senang, berlibur, kesehatan, belajar, keperluan agama dan olahraga, bisnis, keluarga, utusan dan pertemuan. 2. Excurtionist, yaitu : pengunjung yang hanya tinggal sehari di negara yang dikunjunginya tanpa bermalam. f) Defenisi UN. Convention Concerning Costums Fasilities for Touring (dalam Irawan, 2010:12), “…setiap orang yang datang ke suatu negara karena ala san yang sah, selain untuk berimigrasi dan yang tinggal setidaknya selama 24 jam dan selama – lamanya 6 bulan dalam tahun yang sama”. g) Di dalam Instruksi Presiden RI No. 9, 1969, bab 1 pasal 1 (dalam Irawan, 2010:13) dijelaskan bahwa “…wisatawan ialah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggal untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu”. Wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah biasa nya benar-benar ingin menghabiskan waktunya untuk bersantai, menyegarkan fikiran dan benar-benar ingin melepaskan diri dari rutinitas kehidupan sehari-hari. Jadi bisa juga dikatakan wisatawan adalah seseorang yang melakukan perjalanan dari suatu tempat lain yang yang jauh dari rumahnya bukan dengan alasan rumah atau kantor (Kusumaningrum, 2009: 17). Wisatawan menurut sifatnya (Kusumaningrum, 2009:18): 1. Wisatawan modern Idealis, wisatawan yang sangat menaruh minat pada budaya multinasional serta eksplorasi alam secara individual. 2. Wisatawan modern Materialis, wisatawan dengan golongan Hedonisme (mencari keuntungan) secara berkelompok. 3. Wisatawan tradisional Idealis, wisatawan yang menaruh minat pada kehidupan sosial budaya yang bersifat tradisional dan sangat menghargai sentuhan alam yang tidak terlalu tercampur oleh arus modernisasi. 4. Wisatawan tradisional Materialis, wistawan yang berpandangan konvensional, mempertimbangkan keterjangkauan, murah dan keamanan.
2.3
Wisata Heritage
2.3.1
Heritage Tourism
Menurut Rusli Cahyadi (2009:2),Pariwisata Pusaka atau heritage tourism biasanya disebut juga dengan pariwisata pusaka budaya (cultural and heritage tourism atau cultural heritage tourism) atau lebih spesifik disebut dengan pariwisata pusaka budaya dan alam. Pusaka adalah segala sesuatu (baik yang bersifat materi maupun non materi) yang diwariskan dari satu generasi ke generasi. Beberapa lembaga telah mendefinisikan heritage Tourism dengan titik berat yang berbeda-beda : Organisasi Wisata Dunia (World Tourism Organization) mendefinisikan pariwisata pusaka sebagai kegiatan untuk menikmati sejarah, alam, peninggalan budaya manusia, kesenian, filosofi dan pranata dari wilayah lain.
Badan Preservasi Sejarah Nasional Amerika (The National Trust for Historic Preservation) mengartikannya sebagai perjalanan untuk menikmati tempattempat, artefak-artefak dan aktifitasaktifitas yang secara otentik mewakili cerita/sejarah orang-orang terdahulu maupun saat ini.
Pada pasal 1 UU RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya mendefinisikan Benda Cagar Budaya sebagai berikut: 1. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. 2. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pusaka bisa berupa hasil kebudayaan manusia maupun alam beserta isinya. Pariwisata pusaka adalah sebuah kegiatan wisata untuk menikmati berbagai adat istiadat lokal, benda-benda cagar budaya, dan alam beserta isinya di tempat asalnya yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman akan keanekaragaman budaya dan alam bagi pengunjungnya.
2.4
Sejarah Singkat Kota SURABAYA
Surabaya secara resmi berdiri pada tahun 1293. Tanggal peristiwa yang diambil adalah kemenangan Raden Wijaya, Raja pertama Mojopahit melawan pasukan Cina. Peranan Surabaya sebagai kota pelabuhan sangat penting sejak lama. Saat itu sungai Kalimas merupakan sungai yang dipenuhi perahu-perahu yang berlayar menuju pelosok Surabaya. Kota Surabaya juga sangat berkaitan dengan revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak penjajahan Belanda maupun Jepang, rakyat Surabaya (Arek Suroboyo) bertempur habis-habisan untuk merebut kemerdekaan. Puncaknya pada tanggal 10 Nopember 1945, Arek Suroboyo berhasil menduduki Hotel Oranye (sekarang Hotel Mojopahit) yang saat itu menjadi simbol kolonialisme. Karena kegigihannya itu, maka setiap tanggal 10 Nopember, Indonesia memperingatinya sebagai hari Pahlawan. Bukti sejarah menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, seperti yang tercantum dalam prasasti Trowulan I berangka 1358 M. Dalam prasasti tersebut
terungkap bahwa Surabaya (Churabhaya) masih berupa desa ditepian sungai Berantas sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang sungai tersebut. Surabaya (Churabhaya) juga tercantum dalam pujasastra Negara Kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca tentang perjalanan pesiar baginda Hayam Wuruk pada tahun 1385 M dalam pupuh XVII (bait ke 5, baris terakhir) Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama Surabaya berangka tahun 1358 M Pprasasti Trowulan) dan 1365 M (Negara Kertagama), para ahli menduga bahwa Surabaya sudah ada sebelum tahun-tahun tersebut. Menurut hipotesis Von Faber, Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat pemukiman baru bagi prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1270 M. Hipotesis yang lain mengatakan bahwa Surabaya dulu bernama Ujung Galuh. Versi lain mengatakan bahwa nama Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup dan mati Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Konon setelah mengalahkan tentara Tartar, Raden Wijaya mendirikan sebuah Keraton di Ujung Galuh dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk memimpin daerah itu. Lama-lama karena menguasai ilmu Buaya, Jayengrono makin kuat dan mandiri sehingga mengancam kedaulatan Majapahit. Untuk menaklukkan Jayengrono diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu Sura. Adu kekuatan dilakukan dipinggir sungai Kalimas dekat Peneleh. Perkelahian adu kesaktian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan berakhir dengan tragis, karena keduanya meninggal kehabisan tenaga. Kata “ SURABAYA “ juga sering diartikan secara filosofis sebagai lambang perjuangan antara darat dan air, antara tanah dan air. Selain itu dari kata Surabaya juga muncul mitos pertempuran antara ikan Suro (Sura) dan Boyo (Baya atau Buaya), yang menimbulkan dugaan bahwa nama Surabaya muncul setelah terjadinya peperangan antara ikan Sura dan Buaya (Baya) Supaya tidak menimbulkan kesimpang-siuran dalam masyarakat maka Walikotamdya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya, dijabat oleh Bapak Soeparno, mengeluarkan Surat Keputusan No. 64/WK/75 tentang penetapan hari jadi kota Suraba ya. Surat Keputusan tersebut menetapkan tanggal 31 Mei 1293 sebagai tanggal hari jadi kota Surabaya. Tanggal tersebut ditetapkan atas kesepakatan sekelompok sejarahwan yang dibentuk oleh Pemerintah Kota bahwa nama Surabaya berasal dari kata “Sura ing Bhaya” yang berarti “ Keberanian menghadapi bahaya “ diambil dari babak dikalahkannya pasukan Mongol oleh pasukan Jawa pimpinan Raden Wijaya pada tanggal 31 Mei 1293. Tentang simbol kota Surabaya yang berupa ikan Sura dan Buaya terdapat banyak sekali cerita. Salah satu yang terkenal tentang pertarungan ikan Sura dan Buaya diceritakan oleh LCR. Breeman seorang pimpinan Nutspaarbank di Surabaya pada tahun 1918. Masih banyak cerita lain tentang makna dan semangat Surabaya. Semuanya mengilhami pembuatan lambang-lambang Kota Surabaya. Lambang kota Surabaya yang berlaku sampai saat ini ditetapkan oleh DPDRS kota besar Surabaya yang keputusan No. 34/DPRS tanggal 19 Juni 1955 diperkuat dengan Keputusan Presiden R.I No. 193 ta hun 1955 tanggal 14 Desember 1956
BAB III PEMBAHASAN 3.1
Laporan Perjalanan Singkat
House of Sampoerna, museum yang menyimpan berbagai cerita dari awal berdiri hingga perkembangan terkini PT. Sampoerna Tbk. Museum ini buka setiap hari dari pukul 09.00 sampai 22.00. Dengan beberapa fasilitas seperti museum, cafe, serta bis pariwisata. Bis ini disediakan secara gratis oleh museum untuk para wisatawan berkeliling ‘kota tua’ Surabaya yang menyimpan gedung-gedung serta peninggalan jaman kolonial. “KERETA API DARI MASA KE MASA”
Kereta api mulanya dikenal sebagai kereta kuda yangdigunakan untuk menarik rangkaian kereta serta berjalan di jalur yang terbuat dari besi. Sampai seorang ilmuwan berkebangsaan Inggris George Stephenson menemukan sebuah mesin untuk menggerakkan rangkaian kereta tersebut. Lewat pameran dengan tema “Kereta Api dari Masake Masa” yang digelar oleh House of Sampoerna bekerja sama dengan Heritage Rail ways Jakarta dan Komuter Surabaya mulai tanggal 04 September – 04 Oktober 2015 di Museum HoS,masyarakat diajak untuk lebih mengenal sejarah perkeretapian dan peninggalannya.
Perkembangan kereta api di Indonesia diawali adanya desakan kebutuhan akan transportasi untuk pengangkutan hasil bumi sebagai barang dagangan untuk dijual ke pasar Internasional, maka pada tahun 1864 di Semarang dibangunlah kereta api pertama oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV.NISM). Kesuksesan NISM ini mendorong perusahaan kereta api milih pemerintah Belanda, Staatspoorwegen (SS) untuk membangun jalur kereta api pertama di Surabaya pada tahun 1875. Seiring dengan perkembangan jaman, kereta api terus melakukan perbaikan dan inovasi untuk memenuhi kenyamanan dan tuntutan masyakarat akan kebutuhan tra nsportasi.
Sebanyak 25 koleksi perlengkapan dan miniatur kereta api milik Heritage Railways Jakarta ditampilkan mewakili setiap masanya. Beberapa koleksi tersebut adalah miniatur loko uap yang masuk ke Indonesia pada tahun 1929, serta mesin cetak tiket edmonson yang dipergunakan sejak 1875 – 1990. Selain itu, ada 14 koleksi milik kolektor dari Komunitas Peduli dan Pecinta Kereta Api (Komuter) Surabaya seperti tiket kereta api Jogja – Magelang (1970) yang hanya tersisa satu di Indonesia, baut SS (1878), dan lampu hansin yang digunakan untuk memberangkatkan kereta api di malam hari. Pameran ini merupakan bentuk kepedulian akan sejarah panjang kereta api sebagai salah satu moda transportasi massal di Indonesia, serta berkaitan dengan hari ulang tahun PT KAI ke-70 yang diperingati pada tanggal 28 September 2015. HoS menggelar berbagai kegiatan berkaitan dengan kereta api, selain pameran di museum, bis keliling Surabaya Heritage Track (SHT) dan program jalan kaki Klinong Klinong nang Suroboyo (KKS) menggelar tur khusus dengan mengunjungi beberapa stasiun kereta api di Surabaya. House of Sampoerna (HoS) menggelar kegiatan Surabaya Herita ge Track dengan tema menelusuri jejak kereta api ‘klinong klinong nang Suroboyo’. Kegiatan digelar sebulan 11 September – 11 Oktober 2015. Jaringan kereta api dibangun pertama kali di Surabaya pada tahun 1875 sebagai sarana pengangkutan hasil perkebunan yang kala itu mengalami peningkatan sebagai akibat dari Culturstelsel atau sistem tanam paksa yang diterapkan oleh pemerintah Belanda. Jaringan transportasi kereta api ini mulai dioperasionalkan oleh Staatsspoorwegen (SS), sebuah perusahaan kereta api Hindia Belanda. Jalur kereta api pertama kali dibangun adalah untuk menghubungkan Surabaya – Pasuruan –
Malang dan diawali dengan pembangunan Stasiun Surabaya Kota Lama. Peningkatan jumlah penumpang kereta api yang melebihi kapasitas stasiun yang ada mendorong SS membangun stasiun baru seperti Stasiun Gubeng di tahun 1897. Dalam sejarah transportasi rel di Indonesia, Kota Surabaya merupakan titik awal pembangunan lintas pertama SS dan Surabaya merupakan basis perkembangan SS sebelum kepindahan kantor pusat kereta api ke Bandung. “Melalui program tematik tur Surabaya Heritage Track (SHT) ‘a Train for Surabaya Track’ yang diadakan selama tanggal 11 September – 11 Oktober 2015, trackers diajak untuk menelusuri jejak perjalanan kereta api dalam peranannya menjadikan Surabaya sebagai kota modern dengan melihat Stasiun Kalimas Lama yang dulunya berfungsi sebagai stasiun pengangkut barang hasil perkebunan, dan stasiun Surabaya Kota Lama yang merupakan stasiun barang pertama yang didirikan di Surabaya,” kata Diyah Dwi Kurniasari, Marketing Executive House of Sampoerna. Tur tematik SHT diselenggarakan pada periode-periode tertentu guna memperkenalkan sejarah Surabaya serta berbagai bangunan kuno namun memiliki nilai sejarah tinggi. Tur SHT dapat dinikmati oleh wisatawan secara cuma-cuma. Melal ui berbagai tur SHT tracker tak hanya dapat menikmati berbagai bangunan cagar budaya, namun juga mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru. Tur tematik akan mengunjungi Stasiun Kalimas Lama dan Stasiun Surabaya Kota Lama (Semut). Stasiun Kalimas sebelumnya difungsikan sebagai stasiun bongkar muat peti kemas. Sebagai akibatnya, Stasiun Kalimas tidak melayani angkutan penumpang dan hanya melayani angkutan barang saja. Mayoritas kereta barang yang diberangkatkan dari Stasiun Kalimas adalah Kereta Barang yang menuju Batavia, Tanjung Priok dan Banyuwangi. Sedangkan Stasiun Surabaya Kota Lama merupakan stasiun pertama yang dibuka untuk umum di Surabaya. Stasiun yang berada di tepi sungai Kali Mas ini biasa disebut sebagai Stasiun Semut. Stasiun yang letaknya sangat dekat dengan pusat perniagaan kota itu diresmikan tepat pada pembukaan jalur baru SS lintas Surabaya-Pasuruan pada 16 Mei 1879. Walau menjadi stasiun akhir dari lintas Surabaya-Pasuruan dan Malang, bangunan Stasiun Surabaya Kota bukan merupakan tipe stasiun terminus. Desainnya sendiri masih ada pengaruh dari aliran yunani kuno. Gaya seni desain seperti itu jamak diterapkan pada bangunan-bangunan stasiun abad ke-19 seperti Stasiun Bogor, Stasiun Tanjung Priuk Dermaga (stasiun lama), Stasiun Sukabumi, dan stasiun besar lainnya. Pada awal dibangun, Stasiun Surabaya Kota memiliki lima jalur, dilengkapi dengan bengkel lokomotif.
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Berdasarkan program Surabaya Heritage Track merupakan pelopor bentuk wisata dari wisata heritage di Indonesia. Program yang telah diselenggarakan sejak tahun 2009 ini mengundang banyak minat wisatawan baik wisawatan dalam maupun luar negeri. Akan tetapi dilapangan telah ditemukan fenomena dimana pengelola program Surabaya Heritage Track tidak dapat mengkoordinir dengan baik minat wisatawan tersebut. .Saat ini program Surabaya Heritage banyak mengalami permasalahan dan kendala dalam penyelenggaraannya, baik dari segi materi, kebijakan, maupun infrastruktur. Banyak aktor yang terlibat dalam pengelolaan program ini, baik pemerinta h, House Of Sampoerna dan para pemilik cagar budaya memiliki peran dan fungsi mas ing-masing. Mereka bekerja sama dengan mengusung konsep DMO akan tetapi banyak dinamika dalam pengelolaan yang terjadi sehingga membuat pengelolaan terhadap program ini tidak berjalan secara optimal. 4.2 Saran 4.2.1 Saran Untuk Pemerintah
a. Pemerintah hendaknya juga bisa bekerja sama dengan stasiun televisi lokal untuk mempromosikan program Surabaya Heritage Track dan memperkenalkan seluruh bangunan bangunan cagar budaya yang ada di Kota Surabaya agar dapat menambah informasi bagi masyarakat mengenai potensi wisata heritage yang dimiliki Kota Surabaya. b. Pemerintah sebaiknya lebih peduli dan peka terhadap segala isu yang berkaitan dengan pengalihfungsian bangunan cagar budaya dan penghancuran bagunan cagar budaya karena dapat melemahkan nilai sejarah Kota Surabaya. c. Pemerintah sebaiknya dapat memfungsikan armada bus Surabaya Shopping and Culinary Track sebagai armada tambahan bus Surabaya Heritage Track. d. Pemerintah hendaknya dapat menyelenggarakan program serupa Surabaya Heritage Track agar dapat memajukan wisata heritage Kota Surabaya. e. Sebagai regulator dalam membuat, melaksanakan, mengawasi dan memperbaharui segala peraturan daerah yang terkait dalam menyukseskan program pengembangan wisata sejarah dan budaya di Surabaya, pemerintah hendaknya dapat menjadi mitra yang penting bagi manajemen House Of Sampoerna.
4.2.2 Saran Untuk Manajemen House Of Sampoerna
a. Untuk ke depannya alangkah lebih baik jika Manajemen SHT yakni House Of Sampoerna dan pemerintah perlu meningkatkan koordinasi dalam hal peningkatan daya guna fungsi jalan, yaitu dengan mengurangi hambatanhambatan di badan jalan, terlebih pada jalur yang dilalui bus SHT.
b. Manajemen SHT sebaiknya lebih meningkatkan koordinasi dengan pemerintah untuk menjembatani pihak manajemen SHT dengan pihak – pihak pemilik bangunan cagar budaya mengenai ijin agar lebih banyak lagi variatif tujuan yang dapat diperkenalkan kepada wisatawan. c. Manajemen SHT sebaiknya bisa lebih melebarkan sayap dalam bekerja sama dalam mempromosikan program ini dengan hotel-hotel yang ada di Surabaya. d. Sebaiknya ada penambahan armada bus Surabaya Heritage Track agar minat wisatawan dapat terakomodir dengan baik. 4.2.3 Saran Untuk Pemilik Bagunan Cagar Budaya
a. Para pemilik bangunan hendaknya lebih welcome dalam mensukseskan segalaa program terkain pengembangan pariwisata kota Surabaya khususnya wisata Heritage. b. Penulis berharap agar para pemilik bagunan cagar budaya dapat mempermudah dalam pemberian ijin kunjungan para wisatawan dalam program Surabaya Heritage Track. Dan untuk seluruh stakeholders, sebaiknya antar stakeholders dapat lebih bagus lagi dalam bersinergi, berkolaborasi, dan menjalankan peran masing-masing ses uai dengan konsep pengelolaan pariwisata DMO dalam mengoptimalkan pengelolaan program wisata Surabaya Heritage Track guna mengembangkan kepariwisataan Kota Surabaya.
DAFTAR ISI
https://www.scribd.com/doc/142562522/makalah-teori-arsitektur https://tourismeconomic.wordpress.com/2012/10/29/wisata-pariwisata-wisatawankepariwisataan-unsur-unsur-pariwisata/ Sunaryo, Bambang dalam mata kuliah Pembangunan Pariwisata. 2008. Power Point:Tourism Development . Anonim. 2003. Proposal Workshop Wisata Petualaangaan dan Ekoturisme. Halaman 2. Yoeti, Oka A. 1999. Pemasaran Pariwisata. Bandung. Penerbit Angkasa. Edisi Revisi. Halaman22. Anshori, Yusak. 2010. Tourism Board Strategi Promosi Pariwisata Daerah. Jakarta. Putra Media Nusantara Oka A. Yoeti. Drs., MBA. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata Penerbit PT. Pradnya Paramita (cetakan pertama), Jakarta. Halaman 172. Perlindungan Cagar Budaya Perlu Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah, dalam http://www.kabar-priangan.com/news/detail/3098. diakses 20 OKTOBER 2015, pukul 18.20 WIB John P Simanjuntak, et al. 2003. Public Relation. Grha Ilmu. Jakarta. Halaman 136. Arsip Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surabaya Tahun 2012
Arsip Tracker Information Center Surabaya