1
27
KAJIAN TEKNIS EKONOMIS
PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN JALAN SIMPANG TIDAK SEBIDANG DI KORIDOR JALAN SETIABUDI JATINGALEH SEMARANG
Oleh:
Rahadian Pradipta 21010114410001
Dwina Maharani 21010114410005
Rian Arief Wibisono 21010114410007
Adib Wahyu Hidayat 21010114410012
M. Addy Abdillah 21010114410015
Suprapto Hadi 21010114410017
Sutini 21010114410020
(Konsentrasi : Transportasi)
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai Kota Metropolitan, Kota Semarang juga tidak lepas dari masalah kemacetan yang merupakan masalah umum yang terjadi di kota-kota besar. Salah satu titik kemacetan di kota Semarang adalah daerah Jatingaleh. Kawasan Jatingaleh berada di wilayah sebelah selatan Kota Semarang, titik dimana pertemuan aktivitas antara Semarang Bagian Atas dan Semarang Bagian Bawah.
Kemacetan merupakan masalah yang umum dalam transportasi. Kemacetan lalu lintas kendaraan bermotor menimbulkan dampak negatif dalam berbagai aspek, yaitu mengurangi (mengganggu) kelancaran lalulintas, waktu perjalanan lebih lama, konsumsi bahan bakar meningkat dan menimbulkan polusi (pencemaran) udara. (Rahardjo Adisasmita, Sakti Adji Adisasmita, 2011)
Di wilayah Jatingaleh, kemacetan disebabkan karena merupakan titik pertemuan arus lalu lintas dari berbagai arah yang sangat padat terutama pada jam-jam puncak yaitu pada pagi dan sore hari.
Pada simpang Jatingaleh terdapat tiga persimpangan yaitu simpang Kesatrian, simpang PLN dan simpang Jatingaleh. Selain sebagai simpul aktifitas, kawasan Jatingaleh juga merupakan simpul transportasi karena adanya persimpangan antara Jalan Setia Budi dan Jalan Tol. Jalan Setia Budi merupakan jalan provinsi serta sebagai jalan arteri primer di Kota Semarang yang merupakan jalan penghubung utama antara Semarang Atas dan Semarang Bawah serta menghubungkan Kota Semarang dengan Kabupaten Semarang dan kota-kota luar Semarang.
Semenjak adanya pembukaan Jalan Tol Semarang-Solo, ruas Ungaran-Bawen untuk umum, volume kendaraan yang keluar di jalan tol Jatingaleh semakin banyak sehingga rekayasa perlu segera dilakukan untuk mengurangi kepadatan arus lalu lintas. Pembangunan Underpass maupun Fly over Jatingaleh, Semarang, dianggap sebagi solusi paling tepat untuk mengurai kemacetan lalu lintas di kawasan tersebut dalam upaya mewujudkan sistem transportasi perkotaan yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti terwujudnya karakteristik jasa transportasi yang selamat, aksesbilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancer dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, dan efisien dalam arti beban public rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi perkotaan (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 49 Tahun 2005)
Pembangunan Underpass maupun fly over diharapkan dapat mengatasi kemacetan dalam jangka waktu yang panjang. Disamping itu, pembangunan tersebut perlu dikaji agar penyelesaian permasalahan kemacetan ini, tidak mengakibatkan kemacetan selama pembangunannya. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui dan mempertimbangkan keefektifan dari perencanaan yang dilakukan, ditinjau dari dua aspek yaitu ekonomi dan teknis.
Oleh karena itu diperluhkan adanya analisa pada Jatingaleh serta perlu adanya solusi dalam mengatasi permasalahan – permasalahan yang timbul selama pembangunan.
Rumusan Masalah
Apakah Pembangunan Underpass Jatingaleh sudah sesuai apabila ditinjau dari segi Ekonomis dan Teknis guna mengatasi kemacetan di Jatingaleh?
Bagaimana jika dibandingkan antara pembangunan Underpass Jatingaleh dengan pembangunan Fly over Jatingaleh?
Tujuan dan Sasaran
1.3.1 Tujuan Kajian
Kajian Teknis Ekonomis Pembangunan dan Penggunaan Jalan Simpang Tidak Sebidang di Koridor Jalan Setiabudi Jatingaleh Semarang bertujuan menganalis atau mengkaji keefektifan perencanaan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan kemacetan Jatingaleh. Perencanaan tersebut ditinjau dari beberapa sudut pandang, antara lain dari segi ekonomi dan segi teknis pelaksanaan pembangunan.
1.3.2 Sasaran Kegiatan
Sasaran Kajian Teknis Ekonomis Pembangunan dan Penggunaan Jalan Simpang Tidak Sebidang di Koridor Jalan Setiabudi Jatingaleh Semarang adalah menyiasati permasalahan lalu lintas yang terjadi pada lokasi tersebut dengan pilihan alternatif yang disajikan, dalam hal ini pembangunan underpass dan fly over, dalam penyajian kedua alternatif itu pertimbangan dihadapkan pada aspek-aspek yang nantinya dapat dijadikan bahan pembanding dalam menetukan alternative dalam mengurangi atau menyelsaikan permasalahan pada lokasi yang dikaji, dalam kajian ini aspek yang akan difokuskan adalah aspek ekonomis dan konstruksi, diharapkan dengan mempertimbangkan kedua aspek tersebut alternative yang dipilih menjadikan solusi lebih efektif dan efisien.
1.4 Ruang Lingkup
Dalam hal ini, ruang lingkup studi meliputi identifikasi dan evaluasi kelayakan teknis lalu lintas pada Perencanaan Underpass maupun Fly over Jatingaleh, pada ruas jalan
Aspek yang ditinjau pada analisa kelayakan serta keterbatasan waktu, biaya dan pengetahuan yang dimiliki, maka ruang lingkup yang dibahas pada analisis kelayakan teknis pembangunan fly over Jatingaleh ini mencakup :
Analisa lalu lintas sepanjang ruas jalan Jatingaleh.
Analisa kinerja lalu lintas pada persimpangan Jatingaleh.
Analisa pertumbuhan Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR).
Analisa BOK (Biaya Operasi Kendaraan)
Analisa kelayakan teknis dari pembangunan fly over Jatingaleh terkait dengan kondisi lalu lintas yang ada.
1.5 Kerangka Pemikiran
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Kajian
1.6 Metodologi Kajian
Metodologi Kajian adalah merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau merupakan suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam rangka menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Tujuannya adalah mengarahkan proses berpikir untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut.
1.6.1 Pendekatan Kajian
Penyusunan garis besar langkah kerja merupakan suatu tahapan kegiatan dengan menggunakan metodologi. Metodologi pendekatan analisis dilakukan dengan penyederhanaan dari masalah yang ada beserta parameter-parameter yang berpengaruh untuk tujuan-tujuan tertentu seperti memberikan gambaran tentang keadaan dari hal-hal yang ditinjau. Tingkat akurasi dari analisis tergantung dari model yang digunakan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan model transportasi antara lain :
Tujuan yang ingin dicapai. Tujuan dari analisis yang dilakukan. Apakah untuk operasional, evaluasi atau perencanaan. Hal tersebut sangat mempengaruhi tingkat kedalaman dari suatu analisa.
Kelengkapan data yang diperlukan.
Persyaratan ketepatan analisis yang dilakukan sangat di tentukan ketepatan data yang ada, sedangkan ketepatan data tergantung dari kualitas peralatan yang digunakan dan kemampuan surveyor dalam menggunakannya.
Ketepatan permodelan penyederhanaan masalah.
Ketersediaan sumber daya.
Persyaratan pemprosesan data.
Kemampuan dari pihak yang melakukan analisis tersebut.
1.6.2 Metode Kajian
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Metode Literatur
Yaitu suatu metode untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan, mengidentifikasi serta mengolah data tertulis dan metode kerja yang dapat dipergunakan sebagai input dalampembahasan materi.
2. Metode Survey atau Observasi
Yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara melakukan survey langsung ke lokasi. Hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya lokasi serta kondisi lingkungan sekitarnya.
3. Metode Wawancara
Adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mendapatkan data dengan cara menanyakan langsung kepada instansi terkait atau narasumber yang dianggap mengetahui permasalahan yang terjadi di lokasi sebagai input dan referensi.
Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didapatkan dari Kantor Dipenda Kabupaten Semarang.
Peta jaringan jalan Kota Semarang dari BAPPEDA Tingkat II Semarang.
Data statistik dari Kodya Semarang.
Peta Topografi Semarang dari BAPPEDA Tingkat II Semarang.
Data untuk analisis perhitungan BOK (Biaya Operasi Kendaraan)
Data perencanaan underpass dari Kementerian Pekerjaan Umum
1.6.3 Instruksi Kajian
Aspek yang dikaji dalam analisa yang akan dilakukan adalah kajian ekonomi dan teknis. Dimana aspek ekonomi mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan dan investasi, aspek teknis berkaitan dengan metode pelaksanaan dan kemudahan dalam pembangunan konstruksi, serta ditinjau untu pengembangan pembangunan selanjutnya.
1.6.3.1 Kebutuhan Data
Tahap ini diperlukan sebagai langkah awal dalam menganalisa kondisilokasi studi serta untuk mengidentifikasi data-data yang diperlukan dalammemecahkan permasalahan yang timbul. Tujuan utama dari tahap ini adalah untukmerumuskan dan mengidentifikasikan jenis serta tipe data yang dibutuhkan untukanalisis yang akan dilakukan. Berdasarkan fungsinya data yang diperoleh dibedakan menjadi dua yaitu :
Data Teknis
Merupakan data-data yang berhubungan langsung dengan perencanaantransportasi dan peningkatan fasilitas jalan. Data tersebut antara lain data lalulintas harian rata-rata (LHR), peta jaringan jalan, peta topografi, data geometrik jalan, data hambatan samping dan lain-lain.
Data Non Teknis
Merupakan data yang bersifat sebagai data penunjang untuk pertimbangan perkembangan lalu lintas di daerah tersebut seperti arah perkembangan daerah, kondisi sosial ekonomi, tingkat kepemilikan kendaraan, dan lain-lain. Berdasarkan sifatnya data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Data Primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dengan cara mengadakan survey dan pengamatan di lapangan. Pengamatan yang dilakukan adalah :
Volume dan komposisi lalu lintas yang ada.
Kecepatan lalu lintas
Hambatan samping
Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari berbagai instansi terkait yang berhubungan dengan materi desain, seperti :
Data lalu lintas harian rata-rata (LHR) dari Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah.
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kota Semarang dari Bappeda Kodya Semarang.
Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didapatkan dari Kantor Dipenda Kabupaten Semarang.
Peta jaringan jalan Kota Semarang dari BAPPEDA Tingkat II Semarang.
Data statistik dari Kodya Semarang.
Peta Topografi Semarang dari BAPPEDA Tingkat II Semarang.
Data untuk analisis perhitungan BOK (Biaya Operasi Kendaraan)
Data perencanaan underpass dari Kementerian Pekerjaan Umum
1.6.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan yang sangat penting dan sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan dari analisis yang dilakukan, hal ini dapat dipahami karena seluruh tahap-tahap dalam suatu analisis maupun perencanaan transportasi sangat tergantung pada keadaan data. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendapatkan seluruh data mentah yang akan dipergunakan dalam analisis terhadap kelayakan teknis pembangunan jalan layang (fly over maupun underpass) di Jatingaleh.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Metode Literatur
Yaitu suatu metode untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan, mengidentifikasi serta mengolah data tertulis dan metode kerja yang dapat dipergunakan sebagai input dalampembahasan materi.
2. Metode Survey atau Observasi
Yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara melakukan survey langsung ke lokasi. Hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya lokasi serta kondisi lingkungan sekitarnya.
3. Metode Wawancara
Adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mendapatkan data dengan cara menanyakan langsung kepada instansi terkait atau narasumber yang dianggap mengetahui permasalahan yang terjadi di lokasi sebagai input dan referensi.
Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didapatkan dari Kantor Dipenda Kabupaten Semarang.
Peta jaringan jalan Kota Semarang dari BAPPEDA Tingkat II Semarang.
Data statistik dari Kodya Semarang.
Peta Topografi Semarang dari BAPPEDA Tingkat II Semarang.
Data untuk analisis perhitungan BOK (Biaya Operasi Kendaraan)
1.6.3.3 Teknik Pengumpulan dan Penyajian Data
Pada tahap ini dilakukan proses pengolahan data dari data yang diperoleh baik dari data sekunder maupun data primer yang diperoleh dari survey langsung ke lapangan maupun yang didapat dari instansi terkait. Hasil pengumpulan data dianalisa sebagai pertimbangan atas kelayakan pembangunan jalan layang (fly over) Jatingaleh. Analisis data tersebut meliputi :
a. Analisis sistem transportasi dan jaringan jalan
Analisis sistem transportasi dan jaringan jalan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pola sebaran penduduk dan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). Namun demikian untuk membatasi permasalahan di sini hanya ditekankan pada analisis sistem transportasi dan jaringan jalan yang ada di sekitar ruas jalan di Simpang Jatingaleh.
b. Analisis data lalu lintas dan kinerja lalu lintas Jatingaleh
Analisis data lalu lintas meliputi volume lalu lintas harian rata-rata untuk beberapa golongan kendaraan yang ada di Indonesia. Volume yang tercatat erat kaitannya dengan kapasitas jalan, di mana untuk masing-masing jenis/golongan kendaraan berpengaruh terhadap lalu lintas dan dibandingkan dengan pengaruh suatu mobil penumpang (satuan mobil penumpang/smp).
c. Analisis simpang tak bersinyal dan simpang bersinyal
Bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kinerja simpang tak bersinyal dan bersinyal di antaranya meliputi kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian yang terjadi di Simpang Jatingaleh.
d. Analisa BOK (Biaya Operasi Kendaraan)
Bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian suatu kendaraan. Pada analisa BOK ini menggunakan Model PCI (Non-Toll Road) yang didasarkan pada kecepatan tempuh. Kecepatan tempuh di sini didefinisikan sebagai kecepatan tempuh rata-rata.
1.6.3.4 Teknik Analisis
Setelah didapatkan analisa data maka langkah selanjutnya adalah menganalisis kelayakan dari pembangunan jalan layang (fly over) Jatingaleh terhadap permasalahan yang ditinjau berdasarkan aspek teknis yaitu kapasitas lalu lintas baik yang melewati fly over atau jalan bawah serta efektifitasnya dengan memperhatikan kondisi geometrik jalan eksisting, keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, masalah lingkungan dan disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, sehingga perencanaan yang dibuat dapat sejalan dengan program pengembangan kota dan dapat memecahkan permasalahan yang ada.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan "Kajian Teknis Ekonomis Pembangunan dan Penggunaan Jalan Simpang Tidak Sebidang di Koridor Jalan Setiabudi Jatingaleh Semarang" ini dibagi menjadi beberapa bab dengan materi sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang permasalahan yang diambil sebagai tema penelitian, pokok permasalahan yang ada di lapangan, maksud dan tujuan, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II STUDI PUSTAKA, dalam bab ini tercakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode analisis yang diambil dari beberapa pustaka yang ada dan memiliki tema sesuai dengan tema penelitian ini. Dalam bab ini diuraikan mengenai dasar-dasar teori yang dapat digunakan untuk mengkaji pembangunan Underpass dan Fly over Jatingaleh.
BAB III GAMBARAN UMUM, Dalam bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum wilayah studi dari data-data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder. dalam bab ini disajikan mengenai kondisi dan gambaran wilayah studi, data yang diperoleh mengenai wilayah studi. Penyajian data umumnya berupa tabulasi hingga bersifat mudah dibaca. Dari hasil penyajian ini dapat diketahui kondisi wilayah studi sehingga dapat diketahui kondisi dan gambaran umum mengenai wilayah studi.
BAB IV ANALISIS, Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis pembangunan Underpass maupun Fly over dari segi ekonomi dan dari segi teknis pelaksanaan, berdasarkan studi pustaka.
BAB V PENUTUP, Dalam bab ini akan diberikan kesimpulan dari hasil analisis dari mengkaji diantara dua alternatif pembangunan Underpass maupun Fly over untuk mengatasi kemacetan di Jatingaleh.
BAB II
STUDI PUSTAKA
Simpang Tak Sebidang
Ada dua jenis persimpangan di dalam perencanaan pertemuan dua ruas jalan atau lebih yaitu persimpangan sebidang dan persimpangan tidak sebidang. Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana ruas jalan saling bertemu dalam satu bidang sedangkan persimpangan tidak sebidang dimana ruas jalan bertemu tidak dalam satu bidang tetapi salah satu ruas berada di atas atau dibawah ruas yang lain. (Harianto, 2004). Perencanaan persimpangan jalan tidak sebidang dilakukan bila kapasitas persimpangan tersebut sudah mendekati atau lebih besar dari kapasitas masing-masing ruas jalan, sehingga arus lalu lintas untuk masing-masing lengan persimpangan sama sekali tidak boleh terganggu. Bila hal ini terjadi maka praktis persimpangan tersebut akan terjadi kemacetan yang tidak mungkin dihindari.
Persimpangan tidak sebidang adalah satu – satunya pilihan bila pengaturan maupun pengendalian arus lalu lintas pada persimpangan sebidang tidak lagi dapat dilakukan untuk memperbesar kapasitas.
Perencanaan persimpangan tidak sebidang memiliki cakupan yang sangat luas antara lain perencanaan geometrik persimpangan, perencanaan struktur perkerasan, pemilihan super elevasi, system drainase, pemilihan tipe persimpangan, sistem perencanaan jalur, perencanaan marka dan rambu – rambu lalu lintas serta hal – hal lainnya.
Tipe – tipe persimpangan tak sebidang
Menurut Harianto (2004), dilihat dari bentuknya ada beberapa jenis persimpangan tidak sebidang antara lain :
1. Pertemuan tidak sebidang bercabang tiga
Simpangan ini disebut "Y-interchange", interchange terompet atau kepala burung. Pada umumnya sistem ini hanya memiliki suatu bangunan persilangan, pengecualian adalah apabila semua hubungan adalah langsung.
Gambar 2.1 Persimpangan tidak sebidang bercabang tiga
2. Pertemuan tidak sebidang bercabang empat
Simpangan ini dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
Diamond
Clover leaf
Rotary
Directional
Kombinasi beberapa golongan
Gambar 2.2 Persimpangan tidak sebidang bercabang empat
Diamond
Tipe ini dipakai apabila suatu jalan utama memotong suatu jalan local. Tipe ini juga merupakan tipe yang paling sederhana, akan tetapi harus diusahakan supaya jalan keluar dan masuk ke simpang tak sebidang ditandai dengan jelas untuk menghindari kekeliruan.
Clover leaf
Sistem ini biasanya dipakai pada perpotongan dua jalan utama. Untuk perpotongan jalan utama dan jalan local dapat digunakan clover leaf tak lengkap ( partial clover leaf).
Rotary
Sistem ini merupakan peningkatan dari bundaran sebidang biasa yang hanya memiliki kemampuan terbatas. Fungsi bundaran adalah untuk menampung lalu lintas yang akan membelok sehingga arus – arus yang menerus tidak terganggu.
Directional
Apabila arus lalu lintas pada simpang susun yang gendak membelok ke kanan cukup besar,maka hubungan – hubungan tidak langsung tak bisa lagi dipakai karena terhambat oleh gerakan weaving. Pada directional interchange, daerah weaving ditiadakan dengan membuat belokan ke kanan secara semi langsung, namun akibatnya diperlukan banyak bangunan jembatan sehingga biayanya relatif lebih mahal.
Keuntungan penggunaan simpang susun ini adalah kapasitas persimpangan dapat ditingkatkan lebih besar sehingga sesuai untuk digunakan pada persimpangan – persimpangan dimana arus lalu lintasnya sangat tinggi dan sudah tidak dapat lagi dilakukan pengaturan dan pengendalian sehingga cenderung terjadi kemacetan dan juga dapat diginakan pada pertemuan jalan bebas hambatan dan jalan umum. Kerugian penggunaan jenis persimpangan ini adalah dari segi ekonomi dimana biaya pembangunannya relatif sangat mahal dan membutuhkan lokasi tanah yang lebih luas.
Underpass
Aspek Konstruksi
Ada beberapa macam konstruksi yang dipakai untuk perencanaan sebuah underpass, yaitu :
Konstruksi Box Culvert
Keuntungan dalam metode konstruksi ini adalah pelaksanaannya lebih mudah, disa dibuat dengan cara konvensional maupun dengan fabrikasi serta hasil akhirnya lebih rapi. Namun box culvert memiliki kerugian yaitu tidak kuat untuk pemakaia bentang besar, lalu bila pemesanan pada pabrik, maka ukurannya harus standar, serta memerlukan lebih banyak pondasi dalam.
Konstruksi Abutment
Keuntungan menggunakan abutment yaitu bagus untuk pemakaian bentang besar, serta lebih kokoh dan stabil terhadap pembebanan yang ada. Namun konstruksi ini memiliki kerugian yaitu lebih mahal, kemudian untuk bentang besar harus memakai gelagar prategang, serta waktu pelaksanaan lebih lama dan membutuhkan lahan kerja yang besar.
Menurut Fakhrurrazi (2008), dalam perencanaan banyak aspek yang harus dilihat dan dicermati sebagai dasar pemilihan suatu jenis struktur. Pada umumnya pedoman umum perencanaan bangunan atas, bangunan bawah, dan pondasi harus mememenuhi kriteria sebagai berikut :
Kekuatan unsur struktural dan stabilitas keseluruhan
Kelayakan struktur
Keawetan
Kemudahan pelaksanaan konstruksi
Ekonomis
Dan bentuk estetika.
Perkembangan paling menonjol dalam bidang konstruksi adalah gejala semakin membengkaknya ukuran dari kebanyakan proyek serta organisasinya, semakin rumitnya proyek semacam itu, semakin kompleksnya ketergantungan antara satu dengan yang lainnya, semakin bervariasinya hubungan antara lembagam dan semakin bertambahnya peraturan pemerintah.
Aspek Ekonomis
Value Engineering didefinisikan sebagai suatu usaha yang dilakukan secara sistematik dan terorganisir untuk melakukan analisis terhadap fungsi sistem, produk, jasa dengan maksud untuk mencapai atau mengadakan fungsi yang esensial dengan life cycle cost yang terendah dan konsisten dengan kinerja, keandalan, kualitas dan keamanan yang disyaratkan. Seperti yang telah disampaikan di atas beberapa istilah lainnya sering digunakan untuk menyatakan Value Engineering. SAVE International (The Society of American Value Engineers International) juga menggunakan istilah yang lebih luas yaitu metodologi nilai atau value methodology yang juga bermakna sama.
Sampai saat ini ada beberapa definisi Value Engineering.
Miles (1954) mendefinisikan Value Engineering adalah usaha yang sistematis untuk mengurangi biaya produksi, tanpa mengurangi mutu, performance, durability, reliability yang ditetapkan.
Coggan (1996) mendefinisikan Value Engineering penerapan yang sistematis, untuk: - Identifikasi fungsi suatu hasil atau pelayanan. - Identifikasi dan evaluasi fungsi, biaya dan harga. - Hasilkan alternatif-alternatif melalui kreatifitas, dan ciptakan fungsi - fungsi yang diperlukan untuk memenuhi tujuan yang lebih baik dari proyek sebelumnya dengan biaya yang lebih rendah tanpa mengorbankan keselamatan, kualitas, dan dampak lingkungan dari proyek.
Isola (1982) mendefinisikan Value Engineering adalah tidak hanya menurunkan biaya, biaya mungkin saja tidak berkurang tetapi performance meningkat.
Chandra (1987) mendefinisikan Value Engineering sebagai berikut :
Multidisciplined Team Approach
Terdiri dari pemilik proyek, experiended designer dan konsultan value Engineering.
Oriented System
Untuk menentukan dan menghilangkan elemen biaya yang tidak perlu (unnecessary cost).
Oriented Function
Untuk mencapai fungsi yang diperlukan sesuai dengan nilai yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan.
Life Cycle Cost Oriented
Meneliti jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan mengoperasikan fasilitas yang diperlukan selama masa mamfaatnya. Value Engineering bukan :
Cost cutting process
Menurunkan biaya proyek dengan jalan menekan harga satuan, atau mengorbankan kualitas penampilannya.
Design Review
Mengoreksi hasil desain yang ada.
A Requirement Done on All Design
Bukan menjadi keharusan dari setiap perancang untuk melaksanakan program-program Value Engineering.
Dari beberapa definisi diatas, maka dalam penelitian ini dititik beratkan pada pendekatan aspek teknis-ekonomis dari pembangunan Underpass di ruas jalan Setiabudi Jatingaleh.
BAB III
GAMBARAN UMUM
Umum
Kawasan Jatingaleh berada di Selatan Kota Semarang, dimana Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah sekaligus kota metropolitan di Indonesia yang terletak antara garis 6050' - 7010' Lintang Selatan dan garis 109035' - 110050' Bujur Timur. Dibatasi sebelah barat dengan Kabupaten Kendal, sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah selatan dengan Kabupaten Semarang (Ungaran) dan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 KM.
Gambar 3.1 Lokasi Kota Semarang
Lokasi Kajian
Gambar 3.2 Lokasi Ruas Jatingaleh, Kota Semarang
Lokasi Kajian Perencanaan Underpass maupun Fly over Jatingaleh berada di Kota Semarang, Jawa Tengah tepatnya berada pada ruas Jalan Teuku Umar, Jalan Kesatrian, Jalan Keluar Tol seksi A dan JalanKarangrejo.
BAB IV
ANALISIS
4.1 Kemacetan Jatingaleh
Kemacetan di Jatingaleh disebabkan karena arus lalu lintas yang tinggi, manajemen lalu lintas yang kurang tepat, dan Jatingaleh merupakan jalur padat dimana merupakan titik pertemuan dari ruas-ruas jalan penting yang menghubungkan wilayang selatan dan utara di Kota Semarang. Kepadatan lalu lintas dapat dilihat dari nilai DS >0,75 dan kemacetan yang sering terjadi pada jam- jam puncak. Oleh karena itu perencanaan underpass maupun fly over diharapkan mampu mengatasi permasalahan kemaceytan di Jatingaleh. Berikut ini merupakan gambar kondisi kemacetanyang terjadi di daerah Jatingaleh.
Gambar 4.1 Kemacetan di Jatingaleh
4.2 Fly over
Sesuai dengan anggaran yang ada, perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi kemacetan Jatingaleh adalah pembangunan Underpass, yang terdiri dari Underpass Kesatrian dan Underpass Gombel. Namun, seandainya yang dibangun sebagai solusi mengatasi kemacetan adalah fly over apakah pembangunan tersebut lebih efektif dan efisien?
Pembangunan fly over dibangun dan dirancang berdasarkan lintasan (trase) tertentu dengan mempertimbangan aspek geometric seperti alinyemen memanjang dan melintang, kemudahan pelaksanaan, dan ekonomi. Di dalam perencanaan fly over perlu dilakukan penetapan panjang, bentang efektif, posisi pangkal dan pilar fly over, arah lintasan, kebebasan ruang, dan penurunan pondasi. Faktorfaktor ini dipengaruhi oleh kondisi topografi, kekuatan dasar tanah, karakteristik perlintasan, dan kondisi lingkungan pada lokasi perencanaan. Sehingga diperlukan survey yang memadai sesuai dengan faktor-faktor yang dipertimbangkan tersebut.
Apabila direncanaakan pembangunan fly over Jatingaleh maka perlu ditentukan panjang trase tertentu untuk memecahkan konflik yang terjadi pada lalu lintas Jatingaleh. Pada umumnya perencanaan fly over memerluhkan panjang trase yang cukup panjang untuk mengurai kemacetan di Jatingaleh. Oleh karena itu perencanaan pembangunan fly over perlu memperhatikan dari aspek ekonomi untuk menyesuaikan ketersediaan dana yang tersedia.
4.2.1 Kajian Fly over Aspek Ekonomi
Walaupun dari biaya konstruksi fly over dapat menyerap anggaran lebih besar dari underpass, fly over sebagai solusi dalam menangani kemacetan, memiliki dampak positif dari pembangunannya, ini semua dapat dilihat dari banyak kasus pada kondisi wilayah yang memiliki permasalahan yang sama layaknya Persimpangan Jatingaleh, pada beberapa kasus, fly over dapat menyingkatkan nilai waktu, yang nantinya terkait akan penghematan BOK (Biaya Operasional Kendaraan), dan meminimalisir emisi gas buang kendaraan akibat waktu tunda dalam kemacetan.
Biaya yang dikeluarkan kontruksi fly over lebih besar dibandingkan pembangunan Underpass karena trase fly over jauh lebih panjang dibandingkan Underpass. Dimana menyebabkan volume jembatan pada fly over mempengaruhi RAB (Rancangan Anggaran Biaya) yang dikeluarkan.
Disisi lain metode yang dilakukan dalam pembangunan fly over agar tidak mengganggu ruas Jatingaleh, memerluhkan dana yang sangat besar. Berkaitan dengan biaya metode yang dilakukan hal ini bertujuan untuk menghindari kemacetan sepanjang pembangunan fly over dan tidak mengganggu lalu lintas di dalam ruas Jalan Jatingaleh tersebut. Pembangunan fly over yang memerluhkan waktu cukup lama, akan menyebabkan kerugian secara ekonomi, waktu, apabila terjadi kemacetan apabila tidak ditangani dengan metode yang tepat.
4.2.2 Kajian Fly over Aspek Teknis
Jika dilihat secara teknis, pembangunan fly over dalam pengerjaanya memiliki proses yang lebih kompleks daripada pembangunan underpass, belum lagi ketika memperhatikan dampak sosial yang terjadi dalam pengerjaanya, terlepas dari kerumitan teknis pembangunan yang dalam sisi tertentu dapat dilihat sebagai kekurangan dalam pembangunan fly over, berikut ini merupakan pertimbangan ketika fly over dijadikan pilihan dalam suatu permasalahan transportasi:
Fly over biasanya dibangun dalam jangka waktu yang lama, karena menggunakan bahan-bahan yang lebih berat dan proses pembangunan yang lebih sulit.
Pembangunan fly over tidak banyak memakan badan jalan, hanya separuhnya saja yang akan ditutup sehingga tidak menimbulkan kemacetan parah atau pengalihan jalan saat pembangunan berlangsung.
Fly over akan terlihat lebih menonjol dibandingkan underpass, sehingga sangat cocok jika dipercantik dan digunakan sebagai ikon suatu daerah yang dapat dilihat dari kejauhan.
Bangunan fly over sangat ideal untuk kawasan yang mudah terkena banjir, atau daerah yang tanahnya tak cukup mampu menyerap air dengan baik.
Ruang bebas dibawah fly over dapat difungsikan sebagai lahan parkir maupun sebagai taman yang dapat mempercantik tampilan jalan.
Ditinjau dari metode pelaksanaan, pembangunan fly over memerluhkan metode khusus agar tidak mengganggu lalu lintas Jantingaleh, yaitu salah satunya dengan metode sostrobahu.
Teknik Sosrobahu merupakan teknik konstruksi yang digunakan terutama untuk memutar bahu lengan beton jalan layang dan ditemukan oleh Tjokorda Raka Sukawati. Dengan teknik ini, lengan jalan layang diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya, dan kemudian diputar 90° sehingga pembangunannya tidak mengganggu arus lalu lintas di jalanan di bawahnya.
Teknik ini dianggap sangat membantu dalam membuat jalan layang di kota-kota besar yang jelas memiliki kendala yakni terbatasnya ruang kota yang diberikan, terutama saat pengerjaan konstruksi serta kegiatan pembangunan infrastrukturnya tidak boleh mengganggu kegiatan masyarakat kota khususnya arus lalu-lintas dan kendaraan yang tidak mungkin dihentikan hanya karena alasan pembangunan jalan
Biaya yang dikeluarkan untuk membangun fly over dengan metode tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar, namun dapat meminimalisir terjadinya kemacetan akibat terganggunnya lalu lintas.
Apabila pembangunan fly over dilakukan pada Jalan Jatingaleh (Ruas Jalan Teuku Umar, Jatingaleh, Gombel) seperti yang direncanakan pada pembangunan underpass, metode yang dilakukan akan lebih sulit karena sepanjang ruas jalan tersebut akan terganggu dengan adanya pembangunan fly over apabila dilakukan secara konvensional, dan peralihan kendaraan akan lebih sulit karena pembangunan fly over tidak dirancang pelebaran jalan kesamping seperti underpass.
Untuk perencanaan jangka panjang fly over akan sulit dilakukan karena tidak dimungkinkannya adanya pelebaran jalan kesisi samping atau menambah ruang kapasitas jalan. Sehingga apanila dilakukan perencanaan fly over perlu memperhitungkan lalu lintas untuk jangka waktu lebih panjang.
4.3 Underpass
Sesuai dengan anggaran yang ada, perencanaan yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, untuk mengatasi kemacetan Jatingaleh adalah pembangunan Underpass, yang terdiri dari Underpass Kesatrian dan Underpass Gombel.
Pembangunan underpass direncanakan 1,35 km. Pelaksanaan pembangunan di mulai dengan pelebaran jalan dimulai dari pertigaaan Kaliwiru sampai tanjakan gombel, direncanakan ada 3 pembangunan jembatan, yang pertama di pertigaaan Kesatrian, yang kedua di samping kanan kiri jembatan lama Tol Jatingaleh, dan yang terakhir di depan kantor Pajak.
Underpass merupakan lawan dari overpass atau fly over, dimana overpass atau fly over adalah jalan yang dibangun tidak sebidang melayang menghindari daerah/kawasan yang selalu menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas, untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas dan efisiensi, sedangkan underpass adalah jalan melintang di bawah jalan lain atau persilangan tidak sebidang dengan membuat terowongan di bawah muka tanah atau dibawah suatu ruas jalan..
Gambar 4.2 Gambar 3D Underpass Kesatrian
Gambar 4.3 Layout Underpass Kesatrian
Gambar 4.4 Gambar 3D Underpass Gombel
Gambar 4.5 Layout Underpass Gombel
4.3.1 Kajian Underpass Aspek Ekonomi
Aspek Ekonomi ditinjau dari 2 aspek yaitu investasi dan konstruksi. Aspek Investasi adalah biaya yang dikeluarkan secara menyeluruh, dimulai dari pembebasan lahan hingga pelaksanaan selesai dikerjakan, sedangkan biaya konstruksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan konstruksi Underpass Jatingaleh tersebut sesuai dengan metode pelaksanaan pembangunan.
Pembangunan Underpass membutuhkan lahan cukup luas, karena perlu adanya pelebaran jalan pada sisi samping. Meskipun panjang konstruksi Underpass umumnya lebih pendek (Underpass Jatingaleh direncanakan 1,35 km) dibandingkan pembangunan Fly over, diawal pelaksanaan pembangunan perlu adanya pembebasan lahan untuk melebarkan jalan pada sisi samping. Dimana luas Total Tanah yang harus dibebaskan adalah: 11664.680 m2 dan Total Bangunan : 1020.131 m2. Dana yang di keluarkan untuk pembangunan sangat besar yaitu pembebasan lahan sekitar Rp 60 miliar
Ditinjau dari biaya yang dikeluarkan untuk konstruksi bangunan biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan Underpass lebih kecil dibandingkan pembangunan Fly over, karena panjang konstruksi Underpass lebih pendek dibandingkan konstruksi Fly over yang lebih panjang. Berdasarkan perhitungan RAB, pengembangan infrastruktur tersebut senilai Rp. 84 miliar.
Disamping itu, biaya yang dilakukan untuk pembangunan konstruksi Underpass juga lebih ringan karena metode yang dilakukan lebih mudah dibandingkan pembangunan fly over yang lebih kompleks. Sehingga dapat menekan biaya pembangunan konstruksi jalan.
4.3.2 Kajian Underpass Aspek Teknis
Dari aspek pelaksanaan, Pembangunan Underpass dinilai lebih mudah metode pelaksanaannya dan tidak menggangu jalannya arus lalu lintas di dalam Jalan Jatingaleh. Dimana tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Pembebasan Lahan dan Bangunan
Pembebasan Lahan dan Bangunan
Pelebaran Jalan
Pelebaran Jalan
Pembuatan jalan dan Terowongan sisi samping
Pembuatan jalan dan Terowongan sisi samping
Pembangunan Underpass sisi Tengah
Pembangunan Underpass sisi Tengah
Gambar 4.6 Diagram Tahapan Pelaksanaan Underpass
Aspek teknis pelaksanaan pembangunan Underpass lebih mudah karena untuk mengalihkan arus lalu lintas perlu dilakukan pelebaran jalan terlebih dahulu, selanjutnya dibuat lajur jalan pada sisi samping, dimana termasuk pembangunan terowongan tersebut selesai sehingga kendaraan dapat melalui jalur tesebut. Setelah itu dilakukan pembangunan pada jalur tengah termasuk jembatan pada sisi atas.
Untuk perencanaan berkelanjutan dari Underpass Jatingalah dapat dilakukan pelebaran kesamping pada jalur yang ada di bawah untuk meningkatkan ruang kapasitas Jalan, tidak seperti pada fly over yang tidak mungkin dilakukan menambahan ruang kapasitas jalan.
Hasil analisis yang dilakukan Budi Agus Cahyono, Yunus Arwani. (2014) Evaluasi Kelayakan Teknis Lalu Lintas Pada Perancangan Underpass Jatingaleh Semarang adalah sebagai berikut :
Hasil evaluasi kinerja ruas jalan yang memiliki DS > 0,75, pada bagian jalur dalam (inner road) yaitu :
Jl. Teuku Umar segmen 1 arah ke kota jam puncak pagi DS = 0,94.
Jl. Teuku Umar segmen 2 arah ke kota jam puncak pagi DS = 1,18 dan jam puncak sore 0,79.
Jl. Setia Budi segmen 3 arah dari kota jam puncak pagi DS = 0,85, jam puncak siang DS = 0,96 dan jam puncak sore 0,98.
Jl. Setia Budi segmen 3 arah ke kota jam puncak pagi DS = 1,16 dan jam puncak sore DS = 0,85
Dengan demikian kinerja ruas jalan pada bagian jalur dalam (inner road) tidak mampu melayani secara optimal kendaraan yang melewatinya, kemudian untuk ruas-ruas jalan pada bagian jalur luar (outer road) sudah mampu melayani secara optimal kendaraan yang melewatinya, hal ini ditunjukkan dengan nilai DS < 0,75.
Hasil evaluasi kinerja simpang
Hasil evaluasi simpang Kesatrian menggunakan metode simpang tak bersinyal didapatkan nilai derajat kejenuhan (DS) terbesar adalah 0,52 dengan nilai tundaan simpang (D) terbesar adalah 8,84 detik/smp sedangkan metode simpang bersinyal nilai derajat kejenuhan (DS) terbesar adalah 0,55 dengan nilai tundaan simpang (D) terbesar adalah 9,27 detik/smp. Sehingga kinerja simpang Kesatrian relatif lancar dengan metode simpang tak bersinyal ataupun metode simpang bersinyal ditunjukkan dengan nilai DS < 0,75.
Pada simpang pintu keluar Tol seksi C dapat beroprasi secara optimal di tunjukkan dengan nilai DS 0,75.
Kemudian pada Simpang Kaliwiru tidak dapat beroperasi secara optimal hal itu bisa dilihat dari nilai derajat kejenuhan (DS) 0,75 pada kaki simpang Jl. Teuku Umar sebesar 0,91 dan di Jl. Sultan Agung sebesar 0,87 dengan tundaan simpang (D) sebesar 16,58 detik/smp kemudian panjang antrian terbesar mencapai 228,6 meter pada Jl. Teuku Umar.
Dari hasil evaluasi bagian jalinan tunggal dapat diketahui bahwa bagian jalinan tunggal di Jembatan Tol dari Jl. Setia Budi Menuju Jl. Teuku umar pada pagi hari belum mampu melayani secara optimal kendaraan yang melewatinya, hal ini ditunjukkan dengan nilai DS > 0,75 yaitu sebesar 0,88, kemudian tiga bagian jalinan tunggal yang lain yaitu bagian jalinan tunggal di jembatan Tol dari Jl. Teuku Umar ke Jl. Setia Budi, bagian jalinan tunggal segmen 5 jalur luar kanan, bagian jalinan tunggal segmen 5 jalur luar kiri dan bagian jalinan tunggal segmen 6 jalur luar kiri sudah berfungsi dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan nilai DS < 0,75.
Dari uraian diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa perencanaan underpass Jatingaleh Semarang ditinjau dari segi teknisnya, masih belum bisa menyelesaikan permasalahan yang ada secara optimal.
Berdasarkan analisa yang dilakukan Budi Agus Cahyono, Yunus Arwani. (2014) Underpass Jatingaleh belum bisa menyelesaikan permasalahan yang ada secara optimal. Sehingga untuk jangka waktu kedepan perlu adanya pengkajian lebih lanjut atau perencanaan lebih lanjut mengikuti kebijakan yang perlu dilakukan untuk perkembangan lalu lintas Jalan Jatingaleh di masa mendatang. Sehingga permasalahan baru yang muncul setelah pembangunan fly over atau pun underpass seperti kemacetan dititik lain pada ruas jalan tertentu pada fly over kali banteng, maupun permasalahan seperti kemacetan yang tetap terjadi di ruas jalan tersebut dapat diminimalisir.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan aspek ekonomi, biaya pembangunan Underpass lebih kecil karena konstruksi yang lebih sedikit dan biaya untuk metode pelaksanaan lebih ringan dibandingkan dengan Fly over yang jauh lebih besar dan kompleksnya metode pembangunan fly over.
Dari aspek teknis pelaksanaan pembangunan Underpass juga lebih mudah karena untuk mengalihkan arus lalu lintas perlu dilakukan pelebaran jalan terlebih dahulu, selanjutnya dibuat lajur jalan pada sisi samping, dimana termasuk pembangunan terowongan tersebut selesai sehingga kendaraan dapat melalui jalur tesebut. Setelah itu dilakukan pembangunan pada jalur tengah termasuk jembatan pada sisi atas.
Dibandingkan aspek teknis pembangunan fly over apabila dilakukan pada Jalan Jatingaleh (Ruas Jalan Teuku Umar, Jatingaleh, Gombel) seperti yang direncanakan pada pembangunan Underpass, metode yang dilakukan akan lebih sulit karena sepanjang ruas jalan tersebut akan terganggu dengan adanya pembangunan fly over, dan peralihan kendaraan akan lebih sulit karena pembangunan fly over tidak dirancang pelebaran jalan kesamping seperti Underpass.
5.2 Saran
Meskipun perencanaan Underpass Jatingaleh dianggap dapat menyelesaian permasalahan kemacetan, perlu adanya kebijakan penataan transportasi publik dan manajemen lalu lintas yang baik agar dapat menangani kinerja lalu lintas Jatingaleh dimasa mendatang.
Selain itu permasalahan yang terjadi di Jatingaleh seharusnya juga memperhatikan peningkatan lalu lintas akibat pembangunan Jalan Tol Semarang – Solo, dan tidak adanya rute jalan lain sehingga menyebabkan Jatingaleh menjadi sangat padat.
Pada masa pembangunan Underpass Jatingaleh perlu dilakukan pemetaan jalur- jalur alternatif guna menghindari apabila terjadi kemacetan akibat terganggunya lalu lintas dan peningkatan jumlah kendaraan pada ruas jalan tersebut. Beberapa jalur yang mungkin bisa sebagai alternatif, yaitu, Sekaran, Gunungpati, yang bisa dilewati pengendara dari arah Barat (Kendal) ke Selatan (Ungaran), dan sebaliknya. Jalur lainnya, yakni Sigar Bencah, Tembalang, yang bisa dilewati pengendara yang masuk ke Semarang dari arah Timur (Demak) menuju ke arah Selatan (Ungaran).
Selain di masa pembangunan, jalan alternatif lain sebaiknya mulai dipikirkan sedari awal, agar arus lalu lintas pada Jatingaleh dapat teralihkan pada jalur lain yang mempermudah perpindahan atau pergerakan masyarakat dari wilayah utara semarang menuju wilayah selatan,maupun sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo, Sakti Adji Adisasmita, 2011, Manajemen Transportasi Darat ;
Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas di Kota Besar (Jakarta). Graha Ilmu. Yogyakarta.
Agus Cahyono, Budi, Yunus Arwani. (2014) Evaluasi Kelayakan Teknis Lalu Lintas Pada Perancangan Underpass Jatingaleh Semarang Undergraduate thesis, F. Teknik Undip
Fakhrurrazi and Subagiyo, Imam, 2008, Kajian Teknik Nilai (Value Engineering) Perencanaan Fly over Palur Karanganyar. Universitas Diponegoro Semarang.
Harianto, Joni. 2004, Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara
Keputusan Menteri Perhubungan R.I Nomor 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS)
Miro, Fidel, 2005, Perencanaan Transportasi. Erlangga. Jakarta.
Rekayasa Lalu Lintas. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 1999
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2000-2010. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang.2000.
Tamon, O.Z. , 1997, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung.
Tamin, Ofyar Z., 2008, Perencanaan, Pemodelan & Rekayasa Transportasi : Teori, Contoh Soal dan Aplikasi. Penerbit ITB. Bandung.
Wicaksono, Nino and Taofan (2007) Perencanaan Fly over Jatingaleh Ruas Jalan Setia Budi – Teuku Umar Semarang. Undergraduate thesis, F. Teknik Undip