KONSELING APOTEKER
Dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan farmasi dari orientasi terhadap produk menjadi orientasi terhadap kepentingan pasien yang dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta menguatnya tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. Orientasi terhadap kepentingan pasien tanpa mengesampingkan produk dikenal dengan konsep Pharmaceutical Care. Dengan banyak ditemukannya masalah yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya; semakin meningkatnya keadaan sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat; serta adanya tuntutan dari masyarakat akan pelayanan kefarmasian yang bermutu terutama di rumah sakit maupun di komunitas, Pharmaceutical Care merupakan hal yang mutlak harus diterapkan. Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri daribeberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan: Penyusunan informasi dasar atau database pasien. 2. Evaluasi atau Pengkajian (Assessment). 3. Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK). 4. Implementasi RPK. 5. Monitoring Implementasi. 6. Tindak Lanjut (Follow Up). Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu proses penyuluhan dan konseling kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya. 1.
Konseling kefarmasian yang merupakan usaha dari apoteker di dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan yang umumnya terkait dengan sediaan farmasi agar masyarakat mampu menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan kemampuan dan kondisi masyarakat itu sendiri. Konseling kefarmasian bukan sekedar PIO atau konsultasi tapi lebih jauh dari itu. Dan untuk mendapatkan konseling yang efektif, para apoteker praktisi harus selalu melatih menggunakan teknik-teknik koseling yang dibutuhkan pada praktek komunitas. Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya serta untuk memantau perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga pertanyaan utama (Three Prime Questions ) yang dapat digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi konseling untuk pertama kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut: Apa yang telah dokter katakan tentang tentang obat anda? 2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah setelah minum obat ini? 3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini? Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah pemberian informasi yang bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan oleh dokter (misalnya menyebutkan indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga pasien tidak akan meragukan kompetensi dokter atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-luasnya (dengan tipe open ended question ). ). 1.
Tiga pertanyaan utama tersebut dapat dikembangkan dengan pertanyaanpertanyaan berikut sesuai dengan situasi dan kondisi pasien: 1. Apa yang dikatakan dokter dokter tentang tentang peruntukan/kegunaan peruntukan/kegunaan pengobatan pengobatan anda? Persoalan apa yang harus dibantu? Apa yang harus dilakukan? Persoalan apa yang menyebabkan anda ke dokter? 2. Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda? Berapa kali menurut dokter anda harus menggunakan obat tersebut?
Berapa banyak anda harus menggunakannya? Berapa lama anda terus menggunakannya? Apa yang dikatakan dokter bila anda kelewatan satu dosis? Bagaimana anda harus menyimpan obatnya? Apa artinya ‘tiga kali sehari’ bagi anda?
3. Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan anda? Pengaruh apa yang anda harapkan tampak? Bagaimana anda tahu bahwa obatnya bekerja? Pengaruh buruk apa yang dikatakan dokter kepada anda untuk diwaspadai? Perhatian apa yang harus anda berikan selama dalam pengobatan ini? Apa yang dikatakan dokter apabila anda merasa makin parah/buruk? Bagaimana anda bisa tahu bila obatnya tidak bekerja? Pada akhir konseling perlu dilakukan verifikasi akhir (tunjukkan dan katakan) untuk lebih memastikan bahwa hal-hal yang dikonselingkan dipahami oleh pasien terutama dalam hal penggunaan obatnya dapat dilakukan dengan menyampaikan pernyataan sebagai berikut: ‘sekedar untuk meyakinkan saya supaya tidak ada yang kelupaan, silakan diulangi bagaimana anda menggunakan obat anda’.
Dalam proses konseling harus melibatkan evidence based practice . Pada evidence based medicine, pengobatan didasarkan pada bukti ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan sedangkan evidence based practice bukti tidak dapat hanya dikaitkan dengan bukti-bukti ilmiah tetapi juga harus dikaitkan dengan bukti/data yang ada pada saat praktek profesi dilakukan. Dengan demikian, perbedaan waktu, situasi, kondisi, tempat dll mungkin akan mempengaruhi tindakan profesi, keputusan profesi dan hasil. Agar tetap menghasilkan praktek profesi yang optimal, setiap apoteker atau calon apoteker harus terlatih dalam penguasaan dan penerapan skill dan knowledge dalam praktek profesi sesuai kebutuhan.
Setiap apoteker bisa jadi memiliki kebutuhan yang berbeda dalam skill danknowledge , hal ini tergantung dari banyak hal termasuk model, manajemen, orientasi, tempat dll. Tetapi semua mempunyai kesamaan dalam standar profesi. Salah satu standar yang digunakan untuk mendapatkan kualitas layanan yangajeg adalah Standar Prosedur Operasional (SPO). Yang mana standar ini harus disusun sesuai praktek profesi yang telah dilakukan, bukan hanya sekedar teori belaka yang belum diuji coba, yang ujung-ujungnya membuat susah dalam penerapannya. Selanjutnya SPO ini harus diuji cobakan secara luas dan propesional sebelum dijadikan standar secara nasional.
Salah satu ciri khas konseling adalah lebih dari satu kali pertemuan. Pertemuanpertemuan selanjutnya dalam konseling dapat dimanfaatkan apoteker dalam memonitoring kondisi pasien. Pemantauan terhadap kondisi pasien dapat dilakukan Apoteker pada saat pertemuan konsultasi rutin atau pada saat pasienmenebus obat, atau dengan melakukan komunikasi melalui telepon atau internet.Pemantauan kondisi pasien sangat diperlukan untuk menyesuaikan jenis dan dosis terapi obat yang digunakan. Apoteker harus mendorong pasien untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan yang dirasakannya sesegera mungkin.
CONTOH KONSELING Konseling biasanya berlangsung sangat kondisional dan melibatkan beberapa tehnik konseling sekaligus seperti Pasien datang Apoteker : " Ada yang bisa kita bantu?" (attending) Pasien : " mau beli obat flu merk A" (Obat tersebut mengandung PPA) Apoteker : "Untuk siapa bu?" (pertanyaan terbuka) Pasien : " Untuk saya sendiri, berapa harganya ya?" Apoteker : " Punya penyakit hipertensi?" (pertanyaan tertutup) Pasien : " Ada, kadang-kadang tensi saya agak tinggi" Apoteker : " Sampai berapa bu?" (eksplorasi) Pasien : " Kadang sampai 170" Apoteker : " Bu, obat tersebut mengandung PPA yang seharusnya tidak diminum oleh penderita hipertensi" (p Pasien : " Ah tidak, pokoknya saya cocoknya obat A tersebut, kalau tidak itu saya tidak mau" Apoteker : " Ha3, saya sudah menduga dan saya memahami anda, ibu saya sendiri baru 6 bulan percaya kalau sambil tersenyum " Mau beli berapa bu? tidak apa-apa tidak percaya, saya menghargai pilihan anda, yang Pasien : " Beli 3 strip saja" (pasien agak terdiam sambil berpikir) Apoteker : " Rp3600;- " ada lagi yang bisa dibantu?" (sambil tetap tersenyum) Pasien : " Pak tidak jadi saja, tolong diberi yang aman buat penderita hipertensi saja" (sambil malu-malu) Apoteker : " ha3, pilihan ibu tepat, membeli obat harus mempertimbangkan efek samping, sebaiknya ibu minu konseling) Dari contoh konseling diatas dapat kita ambil banyak pelajaran. Dan contoh tersebut termasuk contoh konseling kali juga tidak bisa kita nilai hanya dengan benar salah. Satu hal yang paling penting dalam konseling kefarmasi farmasi lain, juga mengamankan dari bahaya penyakit yang diderita pasien atau klien. Oleh karena itu sebagian praktek dokter atau rumah sakit. Konseling tersebut juga kategori konseling efektif, karena berjalan sang at singkat, mungkin cuma 2 atau 3 menit sendiri, karena manusia adalah makhluk sosial, yang mana umumnya pasien akan mengabarkan hasil ini kepada
Pada konseling seperti ini seringkali dibutuhkan waktu lebih dari sekedar 2 atau 3 menit, dan kadang kala juga pasien tidak memahami efek samping obat dan kebutuhan pasien adalah obat yang manjur dan aman sesuai kon
NIFEDIPIN NAMA GENERIK
Nifedipin NAMA KIMIA
Dimethyl 1.4-dihydro-2.6 dimethyl-4-(2-nitrophenyl)pyridine-3.5-dicarboxilate STRUKTUR KIMIA
C17H18N2O6 SIFAT FISIKOKIMIA
Serbuk kristal berwarna kuning. Praktis tidak larut dalam air, larut sebagian dalam alkohol dehidrasi, larut baik dalam aseton. ;Jika terekspos cahaya atau gelombang cahaya buatan, nifedipin berubah menjadi nitrosophenylpyridine, jika terekspos dalam cahaya ultraviolet, berubah bentuk menjadi derivat nitrophenylpyridine;Simpan terlindung dari cahaya. SUB KELAS TERAPI
Obat Kardiovaskuler FARMAKOLOGI
Waktu onset sekitar 20 menit. Ikatan dengan protein 92-98%. Metabolisme: metabolisme berlangsung di hati yang menghasilkan metabolit inaktif. Bioavailibilitas: kapsul 40-77%; lepas lambat 65-98%. ;Waktu paruh eliminasi (T�): dewasa normal 2-5 jam; cirosis 7 jam; lansia 6,7 jam. Ekskresi: urine dalam bentuk metabolit. STABILITAS PENYIMPANAN
Simpan di tempat kering pada suhu di bawah 30 �C, terlindung dari cahaya. KONTRA INDIKASI
Syok kardiogenik; stenosis aorta lanjut; kehamilan (toksisitas pada studi hewan); porfiria. EFEK SAMPING
Pusing, sakit kepala, muka merah, letargi; takikardi, palpitasi; juga edema kaki, ruam kulit (eritema multiforme), mual, sering urinasi; nyeri mata, hiperplasia gusi; depresi; telangiektasia. INTERAKSI MAKANAN
Kadar nifedipin dalam darah dapat menurun jika digunakan bersamaan makanan.
Makanan dapat menurunkan kecepatan tapi tidak terhadap derajat absorpsi nifedipin.;Peningkatan efek vasodilator dan efek samping termasuk hipotensi parah dan iskemia miokardial dapat terjadi jika nifedipin digunakan bersama grapefruit. INTERAKSI OBAT
Beta-1 bloker, antifungi golongan azol,cisapride, klaritromisin,Siklosporinn, diklofenak, doksisiklin, eritromisin,imanitib, isoiazid, nefazodon,nikardipin, propofol, inhibitor protease, kuinidin, kuinipristin/dalfopristin, telithromisin,;verapamil dan inhibitor CYP3A4 lain. Simetidin dapat meningkatkan kadar nifedipin dalam darah bila dikonsumsi bersamasama. Kadar aminoflin, digoksin, fluoksamin, meksiletin, mirtazipin, ropinirol, trifluoroperazin, vinkristin,;fenitoin dan substrat CYP1A2 lain dalam darah dapat ditingkatkan oleh nifedipin.Nifedipin dapat menurunkan kadar kuinidin dalam darah. Ca dapat menurunkan efek hipotensi nifedipin. Kadar nifedipin dapat diturunkan oleh ;aminoglutetimida,barbiturat, karbamazepin,nafsilin, n efirapin,fenobarbital,fenitoin, rifampisin dan induser CYP3A4 lainnya. Alkohol dapat meningkatkan depresi pada CNS dan efek hipotensi. PENGARUH KEHAMILAN
Faktor risiko : C PENGARUH MENYUSUI
Nifedipin dapat diekskresi lewat ASI, sehingga tidak direkomendasikan untuk ibu menyusui. PARAMETER MONITORING
Monitoring denyut jantung, tekanan darah, gejala-gejala gagal jantung kongestif, edema periferal BENTUK SEDIAAN
Kapsul 10 mg, 20 mg. Tablet 30 mg, 60 mg, 90 mg PERINGATAN
Hentikan jika terjadi nyeri iskemik atau nyeri yang ada memburuk dalam waktu singkat setelah awal pengobatan; ; gagal jantung atau gangguan fungsi ventrikel kiri yang bermakna (memburuknya gagal jantung teramati); hipotensi berat;;kurangi dosis pada gangg uan hati, diabetes melitus, dapat menghambat persalinan. INFORMASI PASIEN
Sebelum menggunakan obat; Kondisi yang mempengaruhi penggunaan, khususnya sensitifitas terhadap calcium channel blockers,Kehamilan (dosis tinggi pada hewan menyebabkan cacat lahir, kehamilan diperpanjang, perkembangan tulang terganggu dan kematian janin.;Penggunaan pada pasien lanjut usia (pasien lebih sensitif terhadap efek). Obat lain, khususnya beta-blockers, carbamazepine, inhibitor karbonik anhidrase, cyclosporine, glikosida digitalis, disopyramide, procainamide maupun quinidine. ;Masalah
kesehatan lain; khususnya gangguan kardiovaskular. Kesesuaian penggunaan obat; Kepatuhan terhadap terapi (penting untuk tidak menggunakan obat melebihi jumlah yang diresepkan). ;Kesesuaian dosis, bila lupa minum obat maka diminum sesegera mungkin, jangan diminum bila telah mendekati pemberian dosis selanjutnya, jangan menggandakan dosis. Kesesuaian penyimpanan obat. ;Untuk kapsul diltiazem extended -release ditelan secara utuh tanpa merusak maupun mengunyahnya. Hati-hati bila berganti merek, satu jenis untuk dosis sekali sehari, 1 jenis untuk 2 kali sehari. ;Untuk kapsul nifedipine atau verapamil extended-release,kapsul ditelan secara utuh tanpa merusak maupun mengunyahnya.Untuk nifedipine regular,tablet nifedipine atau felodipine extendedrelease,ditelan secara utuh tanpa merusak,memecah maupun mengunyahnya;Untuk Procardia XL, pasien mungkin menemukan kulit kosong di kakus setelah obat diabsorbsi. Untuk tablet verapamil extended-release, ditelan secara utuh tanpa merusak maupun mengunyahnya, dapat dibagi menjadi 2 bila diinstruksikan oleh dokter, ;gunakan bersama makanan atau susu. Untuk penggunaan sebagai antihipertensi, penting untuk diet, kemungkinan perlu untuk membatasi natrium dan atau pengurangan berat badan. ;Pasien mungkin tidak mengetahui/mengalami gejala dari hipertensi, penting untuk tetap menggunakan obat walaupun sudah merasa sehat. Tidak menyembuhkan, tetapi membantu mengontrol hipertensi. Mungkin memerlukan terapi seumur hidup. ;Konsekuensi serius dari hipertensi yang tidak dirawat. Perhatian selama menggunakan obat ini; Kunjungan berkala ke dokter untuk mengetahui perkembangan selama terapi. Pemeriksaan pada dokter sebelum menghentikan pengobatan. ;Pengurangan dosis secara bertahap mungkin diperlukan.Mendiskusikan batasan olahraga atau latihan fisik pada dokter. Pengurangan kambuhnya nyeri dada dapat membuat pasien lupa dan menjadi aktif berlebihan/overactive. ;Kemungkinan sakit kepala, periksa ke dokter bila terus berlangsung dan terasa mengganggu. >>Menjaga higiene gigi dengan baik, dan mengunjungi dokter gigi secara teratur,membersihkan gigi untuk mencegah pelunakan, perdarahan dan pelebaran gusi. ;Untuk penggunaan sebagai antihipertensi: tidak menggunakan obat lain khususnya simpatomimetik tanpa resep kecuali atas ijin dokter. Untuk pasien yang menggunakan bepridil, diltiazem atau verapamil, Pemeriksaan denyut nadi seperti yang diarahkan,;periksa ke dokter bila kurang dari 50 denyut per menit. Diinformasikan kepada pasien bahwa nifedipin diminum sesudah makan dan kepada pasien hipertensi untuk mengontrol secara rutin tekanan darahnya. MEKANISME AKSI
Menghambat ion kalsium ketika memasuki slow channel,atau area sensitif tegangan pada otot polos vaskular dan myokardium selama depolarisasi,;relaksasi otot polos vaskular
koroner dan vasodilatasi koroner, meningkatkan penghantaran oksigen pd pasien angina vasospastik MONITORING
Determinasi tekanan darah, pembacaan EKG dan determinasi kecepatan denyut jantung (terutama disarankan selama titrasi dosis atau saat dosis ditingkatkan dari tingkat dosis pemeliharaan yang stabil, juga dianjurkan saat obat lain ditambahkan;dimana obat tersebut mempengaruhi konduksi jantung atau tekanan darah, juga dianjurkan selama pemberian verapamil intravena. Dianjurkan untuk melakukan determinasi tekanan darah secara berkala pada pasien yang sedang dirawat karena hipertensi.;Pasien tertentu mungkin dapat dilatih untuk mengukur tekanan darah sendiri di rumah dan melaporkan hasilnya secara teratur pada dokter).Determinasi fungsi hepatik,determinasi fungsi ginjal ( mungkin diperlukan secara berkala selama terapi jangka panjang)
Hipertensi
Tekanan darah tinggi berkaitan dengan penurunan usia harapan hidup dan peningkatan resiko stroke, penyakit jantung koroner dan penyakit organ target lainnya (misalnya retinopati, gagal ginjal). Masalahnya, resiko tersebut berjenjang sehingga tidak ada garis batas yang jelas antara pasien yang harus diterapi dan yang tidak perlu diterapi. Penurunan tekanan darah pasien yang tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg menurunkan mortilitas dan morbiditas, tetapi ini bisa mencakup 25% dari populasi. Di Inggris, secara umum diterima bahwa pada pasien tanpa faktor resiko tambahan, indikasi terapi adalah tekanan diastolik di atas 100mmHg dan atau tekanan sistolik di atas 160 mmHg. Faktor resiko lain untuk penyakit vaskular yang bisa bekerja sinergis yaitu merokok, obesitas, hiperlipidimia, diabetes dan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa pasien mengalami hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau endokrin. (MJ Neal, At
a Glance )
Derajat Hipertensi (WHO)
Mild HT
140 – 159 mmHg / 90 – 104 mmHg
Moderate HT
160 – 179 mmHg / 105 – 119 mmHg
Severe HT
>180 mmHg / 120 mmHg
Malignan HT
> 180 mmHg / 120 mmHg + Retinopati, Haemorrage, Papil edema
Isolated Syst. HT (<70 th)
S > 160 mmHg; D < 95 mmHg
Sekali ditetapkan hipertensi, pertanyaan yang muncul, apakah diperlukan pengobatan atau tidak dan obat mana yang digunakan haruslah dipertimbangkan. Tingkat tekanan darah, umur dan jenis kelamin
pasien, tingkat keparahan kerusakan organ (jika ada) karena t ekanan darah tinggi serta kemungkinan adanya faktor-faktor resiko kardiovaskular, semua harus dipertimbangkan. Kesuksesan pengobatan hipertensi menuntut kepatuhan terhadap instruksi diet dan penggunaan obat yang dianjurkan. Pendidikan mengenai sifat alami hipertensi dan pentingnya perawatan serta pengetahuan tentang efek-efek samping potensial obat sangat perlu diberikan. Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien adalah penyederhanaan aturan pemberian dosis dan juga meminta pasien untuk memantau tekanan darahnya selama di rumah.
Preeklampsia
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bi sa dialami oleh setiap wanita hamil. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan kadar protein di dalam urine. Hipertensi preeklampsia terjadi karena tekanan sistolik mencapai 140 mmHg dan tekanan diastolik mencapai 90 mmHg. Wanita hamil de ngan preeklampsia juga akan mengalami pembengkakan (edema) pada kaki dan tangan. Preeklampsia cenderung terjadi pada trimester ketiga kehamilan atau bisa juga muncul pada trimester kedua. Preeklampsia yang tidak teratasi dapat menimbulkan eklampsia. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami kejang-kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan. Penyebab pasti dari kelainan ini masih belum diketahui, namun beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor-faktor tersebut antara lain gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim. Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita berusia diatas 35 tahun. Faktor resiko yang lain adalah : v Riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan v Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya v Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan v Kegemukan v Mengandung lebih dari satu orang bayi v Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis Gejala preeklampsia yang patut diwaspadai adalah: v Bengkak pada kaki dan tangan, kandungan protein pada urine dan tekanan darah tinggi v Berat badan yang meningkat secara drastis akibat dari penimbunan cairan dalam tubuh v Nyeri perut v Pusing dan sakit kepala yang berat. v Perubahan pada refleks. v Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali
v Ada darah pada air kencing v Mual dan muntah yang berlebihan Preeklampsia dapat menyebabkan gangguan peredaran darah pada plasenta. Hal ini akan menyebabkan berat badan bayi yang dilahirkan relatif kecil. Selain itu, preeklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy serta masalah pada pendengaran dan penglihatan.
Patofisiologi Hipertensi
Terapi Obat Anti Hipertensi
1. Obat-obat SSP 2. α-reseptor bloker 3. β-reseptor bloker 4. antagonis kalsium 5. ACE inhibitor dan AT II reseptor inhibitor 6. Vasodilator 7. Diuretika
1. A.
Obat-obat SSP
Contoh dari obat jenis ini adalah metildopa dan clonidin. Obat-obat ini mempunyai mekanisme menurunkan aliran keluar simpatis dari pusat vasopressor. Dari batang otak, tapi memungkinkan pusat tersebut mempertahankan atau bahkan meningkatkan sensitivitasnya terhadap baroreseptor. Metildopa analog dari L-dopa dan di ubah menjadi α-metildopamine dan α-metilnorepineprin. Jalur tersebut secara langsung sejajar dengan sintesis norepineprin d ari dopa. α-metilnorepineprin disimpan pada vesikel saraf adrenergik dan secara stoikiometris menggantikan norepineprin yang kemudian dirilis pada stimulasi saraf-saraf yang berinteraksi dengan adrenoreseptor pascasinaps. Tetapi efek anti hipertensi metildopa diduga merupakan akibat stimulasi adrenoseptor α sentral oleh α norepineprin dan α metildopamine. Contoh obat dari golongan ini adalah:metildopa
1. B.
α-reseptor bloker
Obat-obat golongan ini memblok reseptor α adrenergik yang terdapat di otot polos pembuluh darah. Obat-obat α bloker terbagi dalam 3 kelompok,yaitu: 1.α bloker non selektif. Di gunakan secara intravena pada krisis hipertensi tertentu,pada dekompensasi
tertentu setelah IMA dan pada tumor yang terjadi pada sumsum dan anak ginjal. Contoh: fentolamin 2. α 1 bloker selektif. Memblok hanya pada reseptor α 1 adrenergik secara selektif. Contoh: prazosin ,
dexazosin,terazosin,bunazosin dan tamtulsin. Efek samping yang mungkin terjadi akibat terapi obat ini adalah hipotensi orthostatis yang terjadi khusus pada awal terapi dan setelah peningkatan dosis. 3. α 2 bloker selektif Efek samping yang terjadi akibat penggunaan α reseptor bloker secara umum adalah pusing,nyeri
kepala,hidung mampat,pilek,gangguan tidur,edem dan jantung berdebar. Contoh obat dari golongan ini adalah:prazosin,terazosin,bunazosin dan doksazosin 1. C.
β-reseptor bloker
Obat-obat golongan ini memiliki sifat kimia yang sangat mirip β -adrenergik isoprenalin. Cara kerja utamanya adalah anti adrenergik dengan jalan menenpati reseptor β adrenergik secara kompetitif. Blokade reseptor ini menyebabakan penurunan kekuatan aktivitas adrenalain dan nor adrenalin sehingga tekanan darah akan menurun. Sifat-sifat khusus obat beta bloker: 1. Kardioselektif yakni menghambat terutama reseptor β1 denga n penurunan tekanan darah tanpa menimbulkan konstriksi bronchia dan pembuluh perifer. 2. Efek adrenergis intrinsik(ISA=Intrinsik sympatomimetik Activity), sifat ini berhubungan dengan kesamaan struktur kimianya dengan β adrenergic. Dapat digunakan untuk mengu rangi khasiat
utama dari obat-obat β1 blocker selektif. 3. Efek stabilitas membran di sebut juga efek lokal anestetik. Contoh obat dari golongan ini adalah: propanolol,metoprolol,labetalol 1. D.
Antagonis kalsium
obat-obat ini memiliki mekanisme dengan jalan menghambat influks kalsium ke dalam otot polos arteri dan dengan memperlebar arteriol perifer sehingga dapat mengurangi tekanan darah. Efek samping samping penggunaan obat ini adalah sakit kepala,muka merah terjadi karena vasodilatasi arteri meningeal dan di daerah muka.
Edem perifer terutama terjadi oleh dihidropiridin,dan yang paling sering adalah nifedipin. Edem terjadi akibat dilatasi arteriol yang melebihi dilatasi vena,sehingga meningkatkan tekanan hidrostatik yang mendorong cairan keluar keruang interstisial tanpa adanya retensi cairan dan garam. Contoh obat dari golongan ini adalah: nifedipin,verapamil,dan diltiazem
1. E.
ACE inhibitor dan AT II reseptor inhibitor
Mekanisme kerja ACE inhibitor ada 2 macam yaitu yang pertama dengan menghambat terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I. Reaksi diatas dapat mengakibatkan tidak terjadinya vasokontriksi dan peningkatan resistensi perifer vaskular ataupun tidak tersekresinya aldosteron yang meningkatkan reabsorbsi natrium. Sehingga akibatnya tidak terjadi peningkatan tekanan darah. Sedangkan mekanisme yang kedua adalah secara langsung menghambat sekresi aldosteron yang dipromotori angiotensin yang mungkin telah terbentuk. Efek samping yang pada penggunaan obat golongan ini adalah hipotensi,batuk kering,hiperkalemia,edem angioneurotik,gagal ginjal akut,proteinuria,dan efek teratogenik. Contoh obat dari golongan ini adalah:kaptopril,enalapril,fosinopril 1. F.
Vasodilator
Mekanisme vasodilator dalam menurunkan tekanan darah adalah dengan merelaksasi otot polos arteriol sehingga terjadi penurunan tahanan vaskular sistemik. Contoh obat dari golongan ini adalah:hidralazin,minoksidil,dan diazoksid 1. G.
Diuretika
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium,air,dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut,beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium diruang interstial dan didalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Contoh obat dari golongan ini adalah: HCT,furosemid,spironolakton Nifedipin
Farmakologi Nifedipin merupakan antagonis kalsium (calcium channel blocker) yan g mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar. Pemberian obat-obat antagonis kalsium merupakan pengobatan lini keempat pada pengobatan
pasien hipertensi secara bertingkat. Dengan mengkonsumsi nifedipin, dapat menurunkan resistensi perifer serta tekanan darah sistolik dan diastolik, meningkatkan volume per menit dan kecepatan jantung, menurunkan resistensi koroner dan meningkatkan aliran koroner serta menurunkan konsumsi oksigen jantung. Nifedipin merupakan anti hipertensi poten, dimana responnya lebih bermakna pada tekanan darah inisial yang lebih tinggi. Pada individu dengan normotensif, tekanan darahnya hampir tidak turun sama sekali. Efek antihipertensi dari nifedipin dalam dosis tunggal oral memberi onset sangat cepat dalam waktu 15 – 30 menit dan berlangsung selama 6 – 12 jam. Pada hipertensi ringan, pengobatan dengan antagonis kalsium bisa berhasil baik dan tidak dijumpai efek samping berarti. Mekanisme Kerja Nifedipin bekerja sebagai antagonis kalsium dengan menghambat arus ion kalsium masuk ke dalam otot jantung dari luar sel, menghambat pengeluaran kalsium dari pemecahan retikulum sarkoplasma dan pengikatan kalsium pada otot polos pembuluh darah. Karena kontraksi otot polos tergantung pada ion kalsium ekstra seluler, maka dengan adanya antagonis kalsium dapat menimbulkan efek inotropik negatif. Demikian juga dengan Nodus Sino Atrial (SA) dan Atrio Ventrikuler (AV) akan menimbulkan kronotropik negatif dan perlambatan konduksi AV. Obat ini bekerja menghambat perpindahan kalsium melalui saluran kalsium,
Indikasi
· Hipertensi kronik dan hipertensi urgensis.
· Pengobatan dan pencegahan insufisiensi koroner (terutama angina pektoris setelah infark jantung).
Kontraindikasi
· Hipersensitivitas terhadap nifedipin.
Jangan diberikan pada wanita hamil.
Jangan diberikan pada ibu menyusui karena nifedipin diekskresi ke dalam ASI. Bila nifedipin sangat diperlukan, dianjurkan untuk berhenti menyusui karena pengaruhnya terhadap bayi belum diketahui.
Jangan digunakan pada syok kardiovaskuler.
Efek Samping
Sakit kepala atau perasaan tertekan di kepala, pusing, gangguan lambung, mual, lemas, palpitasi, hipotensi, hipertensi ortostatik, edema tungkai, tremor, kram pada tungkai, kongesti nasal, takikardia, tinitus, reaksi dermatologi, umumnya mereka timbul pada awal pengobatan bersifat sedang dan sementara.
Sangat jarang terjadi, dilaporkan pada pemakaian nifedipin jangka panjang terjadi hiperplasia gusi dan segera kembali ketika pemakaian nifedipine dihentikan.
Gangguan fungsi hati (intrahepalik cholestalis, kenaikan transaminase) jarang terjadi dan reversibel pada penghentian obat.
Pada pria lanjut usia, pemberian jangka panjang dapat menyebabkan pembesaran kelenjar mammae (ginekomastia) yang hilang bila pengobatan dihentikan.
Perhatian Hati-hati bila diberikan bersama obat-obat golongan beta blocker dapat menimbulkan hipotensi berat, payah jantung dan infark miokard. Agar selalu dilakukan pengecekan/kontrol terhadap tekanan darah. Penderita yang mendapat pengobatan dengan nifedipin harus dilakukan pemeriksaan secara teratur. Dapat mengganggu kemampuan mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin terutama pada awal pengobatan, pada kombinasi dengan alkohol atau bila diganti dengan obat lain. Hati -hati pada penderita dialisa dengan Malignant hypertension dan gagal ginjal irreversibel dengan hipovolemia, karena dapat terjadi penurunan tekanan darah akibat vasodilatasi. Dapat menimbulkan rasa sakit pada dada (gejala seperti angina pectoris) yang biasanya timbul pada 30 menit setelah pemberian nifedipin. Bila diberikan bersama dengan obat penghambat reseptor adrenergik penderita harus dimonitor secara hatihati karena kemungkinan timbulnya hipotensi berat dan gagal jantung. Hati -hati bila diberikan pada penderita diabetes mellitus karena walaupun nifedipin bukan diaketogenik, tetapi pada kasus-kasus tertentu pernah dilaporkan kenaikan temporer glukosa darah (hiperglikemia). Pembahasan
Wanita hamil yang mengalami preeklamsia, akan mengakibatkan edema pada kaki dan tungkai. Sedangkan efek samping dari penggunaan nifedipin adalah adanya edema, sehingga hal ini akan memperburuk kondisi wanita hamil. Selain itu, nifedipin merupakan golongan obat kehamilan kategori C. Dimana, obat golongan ini masih belum ada penelitiannnya terhadap wanita hamil. Sedangkan untuk studi pada binatang, mengakibatkan efek samping pada fetus teratogenik. Dengan pertimbangan adanya edema akibat preeklamsiaa, maka alternatif terapi obat antara lain: 1. Hidralazin (diberikan IV) merupakan obat yang paling sering digunakan untuk hipertensi parah pada wanita preeklampsia. Karena obat ini merupakan suatu vasodilator poten, hidralazin bisa
meningkatkan risiko pasien mengalami penurunan aliran darah intervillous dan oleh karena itu bisa menganggu perfusi uteroplacental. Jadi, beberapa klinisi memberikan praterapi dengan meningkatkan volume plasma dalam upaya menghindari bahaya janin. 2. Metildopa : obat golongan A yang aman untuk ibu hamil, bayi dan janin. Sering digunakan untuk ibu hamil. HT untuk ibu hamil à preeklampsia, kalau mengalami kejang à eklampsia (keracunan kehamilan). Untuk mencegah agar tidak terjadinya eklampsia maka preeclampsia harus diterapi dengan baik. Oleh karena itu, harus diberi methyldopa untuk memperlancar perfusi darah dari ibu ke janin. Efek sampingnya adalah postural hipotensi yaitu turunnya tekanan darah secara mendadak karena perubahan posisi tubuh. Wanita dengan hipertensi ringan seringkali tidak memerlukan terapi antihipertensi selama masa kehamilan. Pengobatan farmakologi yang dilakukan tidak mengurangi kemungkinan perkembangan preeklamsia. Bahkan, dapat meningkatkan kemungkinan keterbatasan pertumbuhan janin. Jika tekanan darah ibu hamil mencapai lebih dari 160/100 mmHg, maka terapi obat perlu dipertimbangkan. Kesimpulan
Pada kasus ini, pemberian nifedipin bukan merupakan terapi obat yang tepat bagi pasien karena efek dari penggunaan nifedipin tersebut memperparah edeme yang dialami ibu hamil dengan preeklampsia.
Pengobatan Angina Pectoris Menggunakan Calcium Channel Blocker; Roulina Sihombing, S.Farm (008115026) Posted on January 1, 2008 | Leave a comment
1. Pendahuluan.
Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Angina (rasa nyeri) disebabkan oleh akumulasi metabolit di dalam otot bergaris. Angina pectoris merupakan rasa nyeri pada dada parah yang terjadi ketika aliran darah koroner tidak memadai untuk memasok oksigen yang dibutuhkan oleh jantung. Penyebab utama angina pectoris adalah suatu ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen jantung dengan jumlah oksigen yang dipasok ke jantung
melalui pembuluh darah koroner. Gangguan keseimbangan ini dapat terjadi apabila suplai menurun (misalnya aterosklerosis atau spasme koroner) atau kebutuhan meningkat (misalnya kerja fisik). Penanganan angina pectoris harus dilakukan dengan segera dan meliputi pemberian obat-obatan, menghilangkan factor predisposisi dan pencetus dan sebagainya.Tujuan pegobatan angina adalah mengembalikan aliran darah koroner fisiologis pada jaringan jantung iskemik dan/atau mengurangi kebutuhan oksigen otot jantung. Pemberian obat antiangina bertujuan untuk (1) mengatasi atau mencegah serangan akut angina pectoris dan (2) pencegahan jangka panjang serangan angina. Tujuan inidapat dicapai dengan mengembalikan imbangan dan mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard, dengan cara meningkatkan suplai oksigen (meningkatkan aliran darah koroner) ke bagian miokard yang iskemik dan/atau mengurangi kebutuhan oksigen jantung (mengurangi kerja jantung). 2. Calcium
chann el blocker
(CCB)
Calcium channel blocker atau sering disebut penyakat-kanal-kalsium adalah sekelompok obat yang bekerja dengan menghambat masuknya ion Ca² + melewati slow channel yang terdapat pada membran sel (sarkolema). Berdasarkan struktur kimianya, CCB dapat dibedakan atas 5 golongan obat: (1) Dyhidropyridine (DHP) : Amilodipine, Felodipine, Isradipine, Nicardipine, Nifedipine, Nimodipine, Nisoldipine, Nitrendipine. (2) Dyphenilalkilamine : Verapamil dll (3) Benzotiazepin : Diltiazem dll, (4) Piperazine : Sinarizine dll, (5) lain-lain : Bepridil dll. Beberapa tipe penyakat-kanal-kalsium adalah tipe L (tempat ditemukan: Otot,saraf), tipe T (tempat ditemukan : jantung, saraf), tipe N (tempat ditemukan : saraf), tipe P (tempat ditemukan saraf purkinje serebral). Cara kerja kanal kalsium tipe L merupakan tipe yang dominan pada otot jantung dan otot polos dan diketahui terdiri dari beberapa reseptor obat. Telah dibuktikan bahwa ikatan nifedipine dan dyhidropyridine lainnya terdapat pada satu situs, sedangkan verapamil dan diltiazem diduga mengadakan ikatan pada reseptor yang berkaitan erat, tetapi tidak identik pada regio lainnya. Ikatan obat pada reseptor verapamil atau diltiazem juga mempengaruhi pengikatan dyhidropyridine. Region reseptor tersebut bersifat stereoselektif, karena terdapat perbedaan yang mencolok baik dalam afinitas pengikatan stereoisomer maupun potensi farmakologis pada enansiomer verapamil, diltiazem dan kongener nifedipin yang secara optis aktif. Penyakatan oleh obat tersebut menyerupai penyakatan pada kanal natrium oleh anastetika local : obat tersebut bereaksi dari sisi dalam membrane dan mengikat lebih efektif pada kanal di dalam membrane yang terdepolarisasi. Pengikatan obat tersebut diduga mengubah cara kerja kanal, dari
terjadinya pembukaan secara konsisten setelah depolarisasi, ke cara lain yang jarang terjadi pembukaan tersebut. Hasilnya adalah penurunan mencolok pada arus kalsium transmembran yang dihubungkan dengan relaksasi otot polos yang berlangsung lama dan di dalam otot jantung dengan penurunan kontraktilitas di seluruh jantung dan penurunan kecepatan pacemaker pada nodus sinus dan penurunan kecepatan konduksi pada nodus atrioventrikuler. Respons otot polos terhadap aliran masuk kalsium melalui kanal kalsium yang dioperasikan reseptor juga menurun pada penggunaan obat tersebut, tetapi tidak begitu mencolok. Penyekatan tersebut berubah secara parsial dengan peningkatan konsentrasi kalsium,meskipun kadar kalsium yang diperlukan tidak dapat diperoleh dengan mudah. Penyakatan juga dapat berubah secara parsial dengan penggunaan obat yang dapat meningkatkan aliran kalsium transmembran, seperti simpatomimetika. Tipe kanal kalsium lainnya kurang sensitive terhadap penyakatan oleh penyakatan kanal kalsium. Oleh karena itu, jaringan dengan tipe kanal tersebut memainkan peran utama- neuron dan sebagian besar kelenjar sekresi-kurang dipengaruhi oleh obat tersebut dibandingkan dengan otot jantung dan otot polos. 3. Preparat yang tersedia a) Amilodipine
Nama Generik: Amlodipine tablet 5mg, 10mg. Nama Dagang: Tensivask ® (Dexa Medica) tablet 5mg; 10mg, Norvask ® (Pfizer) tablet 5mg, 10mg. Indikasi: Hipertensi, Angina. Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap dyhidropiridine. Efek samping: sakit kepala, udema, letih, somnolensi, mual, nyeri perut, kulit memerah, palpitasi, pening. Peringatan: ganguan fungsi ginjal dan hati, kehamilan dan menyusui, anak-anak dan orang tua. Dosis dan aturan pakai: 1x sehari 1 tablet 5mg atau 10mg; Angina dosis awal 1x sehari 2,5mg, dosis maksimum 1x sehari 10mg. Bentuk sediaan obat : Tablet. b) Diltiazem
Nama Generik: Diltiazem tablet 30mg, 60mg.
Nama Dagang: Carditen® (Dankos) tablet 30mg; 60mg, Delbres®(Harsen) tablet 30mg, 60mg, Dilmen® (Sanbe Farma, A. Menarini) tablet 60mg, Diltan ® (Harsen) tablet 60mg, 90mg/kapsul SR, Farmabes ® (Fahrenheit) tablet 30mg, Herbesser ®/ Herbesser 60®/ Herbesser 90 SR ®/ Herbesser 180 SR ®/ Herbesser CD 100® / Herbesser CD200® (Tanabe Indonesia) tablet 30mg, 60mg, Herbesser injection®(Tanabe Indonesia), Racordil ® (Rama Farma) 30mg; 60mg/tablet. Indikasi: Hipertensi, Angina pectoris. Kontraindikasi: gagal ginjal parah, wanita hamil,hipersensitivitas, hipotensi, bradikardia, Sick Siannus Syndrome, A-V Blok Efek samping: Peringatan: Dosis dan aturan pakai: Angina Pectoris 3x sehari 1 tablet 30mg, Herbesser 3x sehari 1 tablet dapat ditingkatkan menjadi 60mg (3x sehari 1 tablet) Herbesser 90 SR : 2x sehari 1 kapsul; Herbesser 180 SR : 1x sehari 1 kapsul; Herbesser CD: Hipertensi esensial ringan sampai sedang : 100-200 sekali sehari; angina pectoris,angina pectoris tipe varian : 100mg sekali sehari, Herbesser injection dewasa bolus injeksi iv 10mg selama 1-3menit, kemudian dilanjutkan dengan drop infuse iv; takiaritmia dan angina tidak stabil: 1-5mcg/kgBB permenit; 5-15 mcg/kgBB permenit. Bentuk sediaan obat : Tablet dan Injeksi. c) Felodipine
Nama Generik: Felodipine tablet 2,5mg, 5mg, 10mg. Nama Dagang: Nirmadil® (Fahrenheit) tablet 5mg, Plendil ®(AstraZeneca) tablet 2,5mg, 5mg, 10mg. Indikasi: Hipertensi, Angina pectoris. Kontraindikasi: Wanita menyusui, kehamilan termasuk tahap dini. Efek samping: Peringatan: Dosis dan aturan pakai: 1x sehari 1 tablet, dosis awal mulai 2,5mg selanjutnya 5-10mg. Bentuk sediaan obat : Tablet. d) Nifedipine
Nama Generik: Nifedipine tablet 5mg, 10mg. Nama Dagang: Adalat ® (Bayer) tablet 5mg; 10mg, Adalat Oros ®(Bayer) tablet 20mg, 30mg, 60mg, Adalat Retard® (Bayer) tablet 20mg, Calcianta ® (Armoxindo) tablet 5mg, 10mg, Carvas ®(Meprofarm) tablet 10mg, Cordalat ® (kimia farma) tablet 10mg, Coronipin ® (Dexa Medica, Leiras) tablet 10mg, Farmalat ® (Fahrenheit) tablet 5mg, 10mg, Fedipin ® (Medikon) tablet 10mg, Infacard ®(Indofarma) tablet 10mg, Kemolat ® (Phyto Kemo Agung) tablet 10mg, Nifecard ® (Armoxindo) tablet 10mg, 20mg/tablet retard, Nifedin ®(Sanbe Farma) tablet 10mg, Niprocor ® (Yekatria farma) tablet 10mg, Vasdalat ® (Kalbe Farma) tablet 5mg; 10mg, Vasoner ® (Harsen) tablet 10mg, Xepalat ® (Metiska Farma) tablet 5mg; 10mg, Zendalat ®(Zenith) tablet 5mg; 10mg. Indikasi: terapi dan propilaksi gangguan koroner, terutama angina pectoris, hipertensi, insufisiensi koroner kronik Kontraindikasi: wanita hamil dan menyusui, syok kardiogenik, hipersensitivitas, Efek samping: ringan dan hanya sementara, rasa panas, rasa berat kepala, mual dan pusing, udem subcutan, hipotensi dan palpitasi. Peringatan: dapat meningkatkan aktivitas sediaan yang menurunkan tekanan darah dan penghambat beta reseptor. Dosis dan aturan pakai: diberi dosis tunggal atau 3x sehari 5mg-10mg sebelum makan; Angina dosis awal 1x sehari 2,5mg, dosis maksimum 1x sehari 10mg. Bentuk sediaan obat : Tablet. e) Nimodipine
Nama Generik: Nimodipine tablet 30mg. Nama Dagang: Nimotop® (Bayer) tablet 30mg; 10mg/50ml botol infuse. Indikasi: Antagonis kalsium diindikasikan untuk terapi defisit neurologik iskemik pada pendarahan subaraknoid traumatik dan spontan. Kontraindikasi: Efek samping: Peringatan: -
Dosis dan aturan pakai: 6x sehari1-2 tablet selama 21 hari atau infuse 2,5 ml perjam selama 5-7 hari lalu dilanjutkan tablet 6x sehari sampai hari ke-21infus: 0,5mg (2,5ml larutan infuse) per jam selama 2 jam bila toleransi baik, dosis ditingkatkan menjadi 1mg (5ml larutan infuse) per jam Bentuk sediaan obat : Tablet dan Infus. f) Verapamil
Nama Generik: Verapamil tablet 80mg. Nama Dagang: Cardiover ® (Landson) tablet 80mg, Isoptin/ Isoptin SR ® (Tunggal IA, Knoll) tablet 80mg, 240mg/kaplet. Indikasi: Angina pectoris Kontraindikasi: hipotensi atau syok kardiogenik, gangguan konduksi(AV blok tingkat 2 dan 3, SA blok), sick sinus syndrome, penderita dengan atrialflutter atau fibrasi atrial dan accessory by pass tract, misalnya wolf Parkinson. Efek samping: ortostastik hipotensi, musl, konstipasi, sakit kepala, gelisah. Peringatan: Dosis dan aturan pakai: dewasa 3x sehari 1 tablet ½ jam sebelum makan Bentuk sediaan obat : Tablet. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia) Volume 41, Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, PT Anem Kosong Anem (AKA): Jakarta. Katzung, Bertram G, 2001, Basic & Clinical Pharmacology Eighth edition, Edisi Bahasa Indonesia, Buku I, penerjemah Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta. Setiawati, Arini., dkk, 1995, Farmakologi dan terapi, edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Trisnohadi, Hanafi B., dkk, 1996, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, edisi III, balai penerbit FKUI, Jakarta
Nifedipine
Indikasi: Pengobatan dan pencegahan insufisiensi koroner (terutama angina pektoris setelah infark
jantung) dan sebagai terapi tambahan pada hipertensi. Kontra Indikasi: - Hipersensitivitas terhadap nifedipine. - Karena pengalaman yang terbatas, pemberian nifedipine pada wanita hamil hanya dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati. Komposisi: Tiap tablet selaput mengandung: Nifedipine 10 mg Farmakologi: Nifedipine merupakan antagonis kalsium ( calcium channel blocker ) yang berefek mengurangi konsumsi oksigen jantung, memperbaiki toleransi latihan pada pasien angina pektoris, mengurangi kebutuhan nitrogliserin dan mengurangi perubahan iskemik jantung saat beristirahat dan beraktivitas. Pada percobaan terhadap hewan, menunjukkan perbaikan perfusi pada miokardium yang iskemik. Pada angina Printzmetal dimana nyeri dada disebabkan oleh spasme koroner, nifedipine terbukti merupakan terapi yang efektif. Nifedipine merupakan anti hipertensi poten, dimana responnya lebih bermakna pada tekanan darah inisial yang lebih tinggi. Pada individu dengan normotensif, tekanan darahnya hampir tidak turun sama sekali. Pada pasien hipertensi, nifedipine menurunkan resistensi perifer serta tekanan darah sistolik dan diastolik, meningkatkan volume per menit dan kecepatan jantung, dan juga mengurangi resistensi koroner, meningkatkan aliran koroner dan menurunkan konsumsi oksigen jantung. Efek antihipertensi dari nifedipine dalam dosis tunggal oral memberi onset sangat cepat dalam waktu 15 - 30 menit dan berlangsung selama 6 - 12 jam. Nifedipine cocok untuk terapi hipertensi ringan, sedang dan berat. Terapi dapat dikombinasi dengan betha-bloker, diuretik, metildopa atau klonidin. Pada kasus resistensi pada betha-bloker atau terapi kombinasi bethabloker dan diuretik, respon positif dapat diperoleh dengan penambahan nifedipine dalam terapi. Penambahan nifedipine secara oral pada krisis hipertensi akan menurunkan tekanan darah dengan cepat dan efektif. Nifedipine juga digunakan untuk terapi hipertensi nefrogenik, hiperaldosteronisme dan feokromositoma. Berbeda dengan betha-bloker, nifedipine dapat digunakan untuk pasien penderita asma karena tidak meningkatkan disposisi obstruksi bronkial, juga tidak mengganggu sirkulasi prifer tetapi sebaliknya memiliki aksi vasodilatasi. Nifedipine juga cocok digunakan untuk pasien dengan klaudikasi atau sindrom Renaud yang diperburuk oleh betha-bloker.
Nifedipine tidak memberi efek ntiaritmia. Pemberian nifedipine secara oral akan diabsorbsi dengan baik, 92 - 98% terikat oleh protein plasma dan diekskresi dalam bentuk metabolit tidak aktif melalui urin. Nifedipine dalam dosis tunggal diekskresi sebesar 80% dalam waktu 24 jam. Insufisiensi ginjal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap farmakokinetik nifedipine. Dosis: - Dosis tunggal: 5 - 10 mg. - Dosis rata-rata: 5 - 10 mg, 3 kali sehari. Interval di antara 2 dosis pemberian tidak kurang dari 2 jam. Peringan dan Perhatian: Pemberian nifedipine pada pasien dengan stenosis aorta atau pasien yang sedang diberikan betha-bloker atau obat depresan miokardium lainnya dapat menyebabkan resiko gagal jantung. Efek Samping: - Dose dependent disebabkan oleh dilatasi vaskular seperti: sakit kepala atau perasaan tertekan di kepala, flushing , pusing, gangguan lambung, mual, lemas, palpitasi, hipotensi, hipertensi ortostatik, edema tungkai, tremor, kram pada tungkai, kongesti nasal, takikardia, tinitus, reaksi dermatologi. - Sangat jarang terjadi, dilaporkan pada pemakaian nifedipine jangka panjang terjadi hiperplasia gusi dan segera kembali ketika pemakaian nifedipine dihentikan. - Efek samping berat yang memerlukan penghentian pengobatan relatif jarang terjadi. Interaksi Obat: - Penggunaan nifedipine bersamaan dengan betha-bloker mempotensi efek antihipertensi nifedipine. - Penggunaan nifedipine bersamaan dengan betha-bloker pada pasien dengan insufisiensi jantung, terapi harus dimulai dengan dosis kecil dan pasien harus dimonitor dengan sangat hatihati. - Penggunaan nifedipine bersamaan dengansimetidin (tidak pada ranitidin) meningkatkan konsentrasi plasma dan efek antihipertensi nifedipine. Overdosis: Intoksikasi nifedipine jarang dijumpai. Dosis 210 mg menyebabkan hipotensi berat dan blok atrioventrikular total. Terapi hipertensi dan blok atrioventrikular dianjurkan dengan infus simpatomimetik (isoprenalin, dopamin) yang memberikan aksi yang berlawanan dengan nifedipine dengan meningkatkan perfusi kalsium ke
dlam sel miokardium. Larutan kalsium glikonat 10% dapat diberikan dengan dosis inisial 10 - 20 mlditingkatkan sesuai respon. History Seorang wanita Ny.Z, usia 31 tahun, G3P2A0 datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan utama keluar darah bercampur lendir 3 jam SMRS,sedikit, dan tidak nyeri. Pasien merasa kenceng-kenceng tetapi jarang. Riwayat coitus (-), riwayat trauma (-), namun pasien meraa kecapekan beberapa hari SMRS. Pasien memiliki riwayat penyakit liver 10 tahun SMRS, riwayat hipertensi, DM, ASMA, dan alergi disangkal. Riwayat ANC rutin di puskesmas tiap bulan. Umur kehamilan 31+1 minggu.. Pemeriksaan fisik didapatkan status eneralis dalam batas normal. Status obstetric: pemeriksaan luar inspeksi sriae gravidarum (+), linea gravidarum (+), palpasi HIS (+) 2/30/lemah. Leopold tfu 2 jari di atas pusat, punggung kiri, janin tunggal intra uteri, bagian terbawah janin bokong belum masuk panggul. Auskultasi DJJ 152x/menit. Pemeriksaan dalam Vulva/ uretra tenang, dinding vagina licin, portio utuh, mecucu, servix lunak, di belakang, pembukaan 1 jari sempit, presentasi bokong, STLD (+), air ketuban (-). Pmeriksaan darah rutin dalam batas normal. DIAGNOSIS Partus prematurus imminens G3P2A0, 31 tahun, hamil 31 +1 hari minggu PENATALAKSANAAN Terapi yang telah dilakukan antara lain: Pertahankan kehamilanà Bedrest total, Eritromycin 4x500mg, Nifedipin 3x10 mg, Sulfas Ferrosus 1x1, Rencana USG, Inj. Dexametazone 2x1 A (2hari). DISKUSI Pada kasus ini, termasuk dalam perdarahan antepartum, yaitu perdarahan pervaginam antara usia kehamilan 20 minggu hingga melahirkan. Pada trimester ke-3, perdarahan antepartum terjadi 2-6% dari seluruh kehamilan. Jumlah perdarahan bisa sedikit (spotting) sampai masif. Karena perdarahan antepartum dapat menyebabkan stress fisik dan emosional, sebagaimana mortalitas dan morbiditas ibu dan janin, itulah sebabnya penegakan diagnosis penting dilakukan. Differential diagnosis penyebab yang umum dari perdarahan antepartum ini antara lain adalah solusio plasenta, plasenta previa, vasa previa, dalam persalinan (lendir darah), cervicitis, trauma (termasuk hubungan seksual), rupture uteri, dan karsinoma. Prosedur diagnostik: ·
Anamnesis dan pemeriksaan fisikà jangan lakukan pemeriksaan dalam
·
Pemeriksaan USG
·
Monitor elektronik janin untuk menilai kesejahteraan janin dan kontraksi uterus
·
pemeriksaan dengan speculumàLakukan pemeriksaan USG terlebih dahulu jika
memungkinkan dan jangan lakukan periksa dalam Pada prinsipnya: Wanita dengan perdarahan antepartum harus dievaluasi di RS yang mampu menangani perdarahannya dan memiliki unit perinatologi yang baik Pemeriksaan dalam secara vaginal dan rektal tidak boleh dilakukan sampai plasenta previa dapat disingkirkan dan sampai persiapan untuk penatalaksanaan yang lengkap untuk perdarahan dan komplikasi yang mungkin muncul telah disiapkan. Pemeriksaan vaginal dan rektal benar- benar harus dihindari karena sangat mungkin dapat mencetuskan perdarahan yang tidak terkontrol. Jika pemeriksaan dalam harus dilakukan, maka disiapkan dengan metode double set (dilakukan di ruang operasi). Pada kasus ini, pasien datang kemudian dilakukan pemeriksaan dalam,dan diketahui bahwa vulva/ uretra tenang, dinding vagina licin, portio licin, mecucu, pembukaan 1 jari sempit, servix lunak di belakang, presbo, STLD (+), air ketuban (-). Sehubungan dengan prinsip penatalaksanaan tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu prinsip penegakan dan penyingkiran diagnosis plasenta previa. Cara yang paling akurat untuk menegakkan diagnosis plasenta previa adalah dengan USG. Oleh karena itu, pada pasien dengan perdarahan antepartum, pemeriksaan yang disarankan adalah USG. USG translabial lebih baik dalam menentukan lokasi plasenta untuk plasenta posterior daripada transabdominal.
USG transvaginal merupakan jalan yang paling akurat dalam menilai
adanya plasenta previa. Sensitivitasnya meningkat jika menggunakan color flow doppler. USG ini dapat digunakan untuk menilai jendalan darah di retroplasenta. DJJ harus dipantau secara terus-menerus dan rutin dalam interval tertentu. Saat di-USG juga harus diperhatikan apakah volume air ketuban mencukupi dan perlu dilakukan konfirmasi umur kehamilan. Selain itu, amniosintesis untuk mengetahui maturitas paru sebaiknya juga dilakukan jika ada indikasi. Untuk menegakkan diagnosis dan rencana terapi, keadaan ibu, janin, plasenta dan evaluasi persalinan harus diperhatikan. Secara umum, rencana penatalaksanaannya ada 3, yaitu segera dilahirkan, rencana persalinan, dan dipertahankan, pilihan didasarkan atas diagnosis. Jika janin masih immatur, janin harus dipertahankan jika memang tidak ada komplikasi (misalnya perdarahan berlanjut, fetal distress, dalam persalinan, atau spontaneous rupture of the membranes). Dahulu, pemeriksaan double setup sering digunakan untuk menegakkan diagnosis perdarahan antepartum. Caranya, pemeriksaan vagina secara hati-hati dengan spekulum dilakukan di ruang operasi dengan perlengkapan SC yang sudah siap. Jika plasenta tidak dapat divisualisasikan, berarti dugaan plasenta previa dapat disingkirkan. Cara ini dinilai kurang akurat, metode yang berbahaya jika dibandingkan dengan USG. Oleh karena itu, pemeriksaan double setup ini sudah mulai ditinggalkan. Pada kasus ini, pemeriksaan double setup tidak dikerjakan. Sedangkan perdarahan antepartum nonobstetrik, biasanya berupa flek yang tidak
meningkat dengan adanya aktivitas, tidak ada kontraksi uterus dan diagnosis definitifnya biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan spekulum. Secara klinis, diagnosis utama plasenta previa ditandai dengan flek pada trimester pertama atau ke-2, perdarahan mendadak, tanpa rasa nyeri dan perdarahan yang banyak pada trimester ke-3. Perdarahan tanpa rasa nyeri merupakan tanda kardinal plasenta previa. Flek-flek dapat terjadi pada trimester pertama dan ke-2. Perdarahan biasanya berwarna merah segar karena sumber perdarahan langsung dari arteri spiralis yang terlepas. Perdarahan episode pertama biasanya dimulai setelah kehamilan 28 minggu dan secara khas terjadi tanpa rasa nyeri, mendadak dan profuse. Dengan episode perdarahan awal, pembekuan atau perdarahan ditandai dengan sejumlah darah merah segar, jendalan darah, tetapi darah yang hilang biasanya tidak banyak, jarang yang sampai menyebabkan syok dan hampir tidak berakibat fatal. Sekitar 10% kasus disertai dengan sedikit nyeri karena koeksis dengan solusio plasenta, dan persalinan spontan dapat terjadi setelah beberapa hari pada 25% pasien. Pada sedikit kasus, perdarahan tidak begitu banyak bahkan tidak akan terjadi sampai terjadi ruptur membran secara spontan atau saat dalam persalinan. Pada sebagian nullipara kadang bisa mencapai aterm tanpa perdarahan, mungkin disebabkan karena plasenta telah dilindungi oleh cervix uneffaced. Adanya perdarahan pada usia kehamilan 31 minggu juga bisa dicurigai partus prematurus imminen, apalagi jumlah perdarah sedikit, warna kecoklatan dan disertai lendir. Perdarahan yang seperti ini berasal dari pematangan servix. Pada kasus ini, diagnosisnya adalah partus prematurus imminen. Partus prematurus didefinisikan sebagai kontraksi uterus yang reguler diikuti dengan dilatasi servik yang progresif dan atau penipisan servik kurang dari 37 minggu usia gestasi. Pada kasus ini, didapatkan his, servix lunak dan berdilatasi, serta ada perdarahan bercampur lendir sebanyak 2cc, sehingga dikatakan partus prematurus yang masih imminen. Setiap evaluasi pada kasus yang dicurigai partus prematurus, harus meliputi riwayat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, USG dan evaluasi DJJ. Riwayat infeksi selama hamil atau gejala infeksi yang terkini, meliputi ISPA atau ISK, coitus terakhir, kekerasan fisik, riwayat trauma abdomen dan obat yang terakhir digunakan. Pemeriksaan fisik termasuk vital sign, nyeri tekan uterus dan kontraksi. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, spesimen cervical untuk kultur, spesimen urin untuk toksikologi, urinalisis, evaluasi mikroskopik dan kultur serta spesimen untuk sensitivitas. Kadang-kadang diperlukan amniosintesis, terutama jika pasien tidak berespon bagus terhadap agen tokolitik atau demam tanpa ada sumber infeksi yang jelas. Pemeriksaan maturitas paru dilakukan jika usia kehamilan 30-35 minggu. Adanya fibronektin dari secret cervikovaginal dapat dijadikan penanda adanya disrupsi desidual yang merupakan indikator diagnostik. Pada kasus ini, pemeriksaan maturitas paru tidak dilakukan. USG untuk mengetahui posisi janin, jumlah cairan ketuban, TBJ, menentukan letak plasenta, mendeteksi solusio plasenta dan menentukan profil biofisik. Pada pasien ini, telah dilakukan USG: janin di dalam uterus, presbo, DJJ (+),
BPD 7,8, FL 5,75, AC 27,95,UK 31,32 minggu, perkiraan lahir 2/6/08, perkiraan BB 1,85 ±0,2 kg, plasenta terletak di posterior, letak plasenta menutup SBR (dangerous plasenta), jenis kelamin: skrotum (+)à laki- laki, kesan: plasenta letak rendah. Pengawasan DJJ harus dilakukan sampai pasien stabil dan tingkat kontraksi kurang dari 6x/jam. Prosedur terapi: ·
Cairan rumatan dengan RL atau 0,9 NACl dengan atau tanpa D5% untuk meminimalkan
resiko udem pulmo ·
Bedrest total, paling tidak selama pengawasan janin berlangsung
·
Terapi antibiotik. Direkomendasikan menggunakan Penicillin atau Ampicillin, jika pasien
alergi, sebaiknya diberikan Clindamycin. Akhir-akhir ini, terapi antibiotik tidak diindikasikan pada partus prematurus dan membran yang utuh karena dapat meningkatkan kematian neonatal. Pada kasus ini, antibiotik yang diberikan Erytromicyn. ·
Kortikosteroid meningkatkan jumlah surfaktan paru dari pneumosit tipe II dan
menurunkan kematian neonatal, perdarahan otak, enterokolitis nekrotikan. Dianjurkan menggunakan betametazone 12mg IM, dengan dosis ulangan setiap 24 jam. Pada kehamilan 24-34 minggu dianjurkan untuk pematangan paru. Efek yang maksimal didapatkan 24 jam setelah pemberian ke-2. Efek kortikosteroid yang menguntungkan untuk partus prematurus dan rupture membrane signifikan. Penggunaan kortikosteroid pada usia kehamilan <23 minggu masih kontroversial. Pada kasus ini, diberikan injeksi Dexametazone 2x1A (2 hari). ·
Pasien boleh dirawat di rumah apabila cervix telah stabil tanpa mengkonsumsi tokolitik
oral. Saat di rumah, pasien tetap harus bedrest total. Pada kasus ini, pasien boleh pulang setelah perdarahan berhenti, DJJ bagus dan pasien tidak ada keluhan lagi. ·
Terapi tokolitik harus mempertimbangkan usia kehamilan dan kelainan pada janin harus
dipastikan tidak ada Tokolitik diindikasikan jika terjadi kontraksi uterus yang teratur sehingga dapat menjadikan perubahan pada servix. Kontraindikasi pemberian tokolitik antara lain fetal distress akut, korioamnionitis akut, eklamsia, PEB, janin matur,dan ketidakstabilan hemodinamik ibu. Pada kasus ini, agen tokolitik yang digunakan adalah Nifedipin. Kerja nifedipin dengan cara menghambat masuknya kalsium ke intraseluler, nifedipin memblok kontraksi otot polos dan menghambat kontraksi uterus. Dosis yang dianjurkan adalah 10-20mg setiap 6jam secara oral. Nifedipin juga diberikan sebagai loading dose 10mg sublingual setiap 20 menit sampai 3x. Pada kasus ini, nifedipin diberikan 3x10mg. Kontraindikasi Nifedipin: diberikan bersama MgSO4 karena dapat menyebabkan hipotensi berat. Kontraindikasi lain: CHF dan stenosis aorta. Efek samping: hipotensi, flushing, kongesti nasal, takikardi, ngantuk berat, mual, perubahan pada usus, blokade otot skeletal Tujuan utama pemberian tokolitik adalah untuk munurunkan kontraksi uterus dan menghentikan dilatasi servix. Obat harus segera diturunkan dosisnya atau dihentikan apabila timbul efek
samping. Jika pemberian IV atau subkutan telah menghasilkan efek terapi yang diharapkan dalam 12-24 jam, agen tokolitik ini sebaiknya tidak diberikan lagi. Tetapi ada juga yang menganjurkan pemberian tokolitik oral segera setelah tokolitik parenteral. KESIMPULAN Penegakan diagnosis partus prematurus imminen harus dilakukan secara dini dengan keadaan klinis dan pemeriksaan penunjang yang akurat sehingga terapi yang diberikan juga lebih tepat Apabila terjadi perdarahan pervaginam pada kehamilan preterm, identifikasi penyebab kemudian berikan pengobatan yang tepat sesuai dengan penyebabnya Karena resiko morbiditas dan mortalitas persalinan preterm, maka apabila memungkinkan, cobalah untuk mempertahankan kehamilan dan lakukan tindakan untuk meminimalkan resiko tersebut apabila terjadi partus prematurus imminens