KUSTA
PENGERTIAN
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.(Depkes lainnya.(Depkes RI, 1998).
Kusta
merupakan
penyakit
kronik
yang
disebabkan
oleh
infeksi
mikobakterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000).
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata,otot, tulang, dan testis ( djuanda, 4.1997 ).
ETIOLOGI Penyebab kusta adalah kuman Mycobacterium leprae. Dimana mikrobacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang,dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium,berukuran panjang 1 – 8 micro, lebar 0,2 – 0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol
KLASIFIKASI 1. Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953) a.Indeterminate a.Indeterminate (I) b.Tuberkuloid (T). 2. Klasifikasi untuk kepentingan kepentingan riset: Klasifikasi Ridley-Jopling (1962) a.Tuberkoloid (TT) b.Borderline tuberculoid (BT) c.Mid-Borderline (BB) d.Borderline Lepromatous Lepromatous (BL) e.Lepromatosa (LL) 3. Klasifikasi menurut WHO (1995) terbagi menjadi dua kelompok, yaitu: a.Pause Basiler (PB) : I, TT, BT b.Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL .
MANIFESTASI KLINIS •
Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal kardinal berikut ( wimde ,sjamsuhidajat. R dan Jong, Jong , 1997) :
•
–
Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.
–
BTA positif.
Menurut (Dep Kes RI. Dirjen PP & PL, 2007). Tanda-tanda utama atau Cardinal Sign penyakit kusta, yaitu: –
Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
–
Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer).
–
Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA+) .
PATOFISIOLOGI Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh manusia masa sampai timbulnya timbulnya gejala dan tanda adalah
sangat
tahun,masa kemudian
lama
dan
inkubasinya Mycobacterium
bahkan bisa
bertahun
3-20
leprae
tahun
seterusnya
bersarang di sel schwann Sel schwann seterusnya mengalami kematian dan pecah
PATHWAY
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemer emerik iksa saan an Bakt Bakterio eriolo logi giss 2. Inde Indek ks Bak Baktteri eri (IB) (IB) 3. Inde Indek ks Mor Morffolog ologii (IM (IM))
PENATALAKSANAAN 1. Terapi Terapi Medik M edik Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakitrodengan program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan. 2. Perawatan Umum Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral. Perawatan mata dengan lagophthalmos Perawatan tangan yang mati rasa Perawatan kaki yang mati rasa Perawatan luka –
– – – –
ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
1. Biodata 2. Riw Riwayat Pen Peny yakit akit Sek Sekar aran ang g 3. Riw Riwayat Kes Keseh eha atan Ma Masa sa Lalu Lalu 4. Riw Riwayat Kes Keseh eha atan Kel Kelua uarrga 5. Riw Riwayat Psik sikosos ososia iall 6. Pola ola Akti Aktivi vittas Seha Sehari ri-h -har arii 7. Pemeriksaan Fisik sik
PEMERIKSAN PEMERIKSAN FISIK Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik. •
System Pengelihatan Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, s ensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan kelemahan mata akan a kan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.
•
System Pernafasan Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan.
•
System Persarafan –
Kerusakan Fungsi Sensorik •
–
Kerusakan Fungsi Motorik •
–
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecahpecah.
System System Musculoskeletal Musculoskeletal •
•
Kekuatan Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan dirapatkan (lagophthalmos).
Kerusakan Fungsi Otonom •
•
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat kurang/ kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
System System Integumen •
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ganggu Gangguan an rasa rasa nyaman aman nye nyeri ri yang yang berhub berhubung ungan an dengan proses inflamasi jaringan. 2. Keru Kerusak sakan an inte integri grita tass kuli kulitt yang yang berh berhub ubung ungan an dengan lesi dan proses inflamas. 3. Intole Intolerransi ansi aktivi aktivita tass yang yang berh berhubu ubung ngan an deng dengan kelemahan otot 4. Ga Gangg nggua uan n kon konse sep p diri diri (ci (citr tra a diri diri)) yan yang g berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh. 5. Resik Resiko o penye penyebar baran an infek infeksi si berhub berhubung ungan an dengan dengan lesi yang meluas
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Dx 1: Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan, ditandai dengan: DS: – –
Pasien mengatakan susah tidur Pasien mengatakan skala nyeri 6
DO: Pasien tampak gelisah Pasien tidak dapat beraktivitas Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri yang di alami klien berkurang. Kriteria Hasil: Skala nyeri pasien 1-3 Grimace tidak ada Pasien dapat tidur atau istirahat dengan tenang Pasien dapat beraktivitas sesuai toleransi – –
– – – –
CONT No
1
Intervensi
Kaji karakteristik nyeri
Rasional
Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan intervensi
2
Kaji TTV
Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien.
3
Ajarkan dan anjurkan
Dapat mengurangi rasa nyeri.
melakukan tehnik distraksi dan relaksasi 4
Atur posisi senyaman mungkin.
Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri.
5
Kolaborasi untuk pemberian
Menghilangkan rasa nyeri.
2.Dx 2: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi, ditandai dengan: DS : DO : – – – –
Adanya lesi Terdapat oedeme, panas, bau di sekitar lesi Terdapat jaringan nekrotik Tidak terdapat jaringan granulasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam proses inflamasi berhenti dan berangsurangsur sembuh. Kriteria Hasil: – –
Menunjukkan regenerasi jaringan Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi
CONT No
1
2
3
Intervensi
Rasional
Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika Memberikan informasi dasar tentang ada jaringan nekrotik dan kondisi
terjadi proses inflamasi dan mengenai
sekitar luka.
sirkulasi daerah yang terdapat lesi.
Berikan perawatan khusus pada
Menurunkan terjadinya penyebaran
daerah yang terjadi inflamasi.
inflamasi pada jaringan j aringan sekitar.
Evaluasi warna lesi dan jaringan
Mengevaluasi perkembangan lesi dan
yang terjadi inflamasi, perhatikan
inflamasi dan mengidentifikasi terjadinya
adakah penyebaran pada jaringan
komplikasi.
sekitar. 4
Bersihkan lesi dengan sabun pada
Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan
waktu direndam.
khusus untuk mempertahankan kebersihan lesi.
5
Istirahatkan bagian yang terdapat
Tekanan pada lesi bisa maenghambat
lesi dari tekanan.
proses penyembuhan.
3. Dx 3: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik, ditandai dengan: DS: –
Klien mengeluh sulit melakukan aktivitas
DO: –
Terdapat penurunan fungsi kekuatan pada bagian tubuh yang sakit
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kelemahan fisik dapat teratasi teratasi dan aktivitas dapat dilakukan. Kriteria Hasil: – –
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari Kekuatan Kekuatan otot penuh
CONT No
Intervensi
1
Pertahankan posisi tubuh yang nyaman.
Rasional
Meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas.
2
3
Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan
Oedema dapat mempengaruhi
pada kulit.
sirkulasi pada ekstremitas
Lakukan latihan rentang gerak secara
Mencegah secara progresif
konsisten, diawali dengan pasif
mengencangkan jaringan,
kemudian aktif
meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/sendi.
4
Jadwalkan pengobatan dan aktifitas
Meningkatkan kekuatan dan toleransi
perawatan untuk memberikan periode periode
pasien terhadap aktifitas
istirahat
4. Dx 4: Gangguan konsep diri (citra (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh, ditandai dengan: DS: Klien mengatakan mengatakan belum dapat menerima kehilangan kehilangan fungsi tubuhnya tubuhnya DO: Klien tampak kurang percaya diri terhadap kondisi tubuhnya Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tubuh klien dapat berfungsi secara optimal dan konsep diri meningkat. Kriteria Hasil: – –
Pasien menyatakan menyatakan penerimaan situasi dirinya Memasukkan perubahan dalam konsep konsep diri tanpa harga diri negatif
CONT No
1
Intervensi
Kaji makna perubahan pada pasien.
Rasional
Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal.
2
Terima
dan
akui
ekspresi
frustasi, Penerimaan perasaan sebagai respon normal
ketergantungan dan kemarahan. Perhatikan terhadap perilaku menarik diri. 3
apa
yang
terjadi
membantu
perbaikan.
Berikan harapan dalam parameter situasi Meningkatkan
perilaku
positif
dan
individu, jangan memberikan kenyakinan memberikan kesempatan untuk menyusun yang salah.
4
tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas.
Berikan kelompok pendukung untuk orang Meningkatkan perasaan dan memungkinkan terdekat.
respon yang lebih membantu pasien.
5. Dx 5: Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan lesi yang meluas Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi. Kriteria Hasil: –
–
Tidak terdapat tanda tanda infeksi infeksi seperti: s eperti: Kalor,rubor,tumor,dolor,dan fungsiolesa. TTV dalam batas normal
CONT No
1
Intervensi
Rasional
Kaji tanda – tanda infeksi
Untuk
mengetahui
apakah
pasian
mengalami infeksi. Dan untuk menentukan tindakan keperawatan berikutnya.
2
Pantau TTV,terut TTV,terutama ama suhu tubuh.
Tanda
vital
mengetahui
merupakan merupaka n keadaan
acuan
umum
untuk pasien.
Perubahan suhu menjadi tinggi merupakan salah satu tanda – tanda tanda infeksi.
3
Ajarkan teknik aseptik pada pasien
4
Cuci
tangan
sebelum
Meminimalisasiterjadinya infeksi
memberi Mencegah infeksi nosokomial
THANKS