LAPORAN PRAKTIKUM ANTAGONISME ANTAR MIKROBA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi yang dibina Oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd
Disusun Oleh : Kelompok 1 Dyan Listiana
(150342602064) (150342602064)
I Kade Karisma Gita A
(150342601699) (150342601699)
Nur Qomariyah
(150342600324) (150342600324)
R. R. Adetiyas Fara U. M
(150342607686) (150342607686)
Raudhatur Fatiha
(150342600367) (150342600367) Offering : G
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI April 2017
A. Topik
Antagonisme antar bakteri B. Tujuan
Untuk mempelajari sifat antagonisme antara kapang dengan bakteri C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum ini dilak ukan pada hari Jum’at tanggal 28 April 2017 di ruang O5.305 FMIPA Universitas Negeri Malang D. Dasar Teori
Seperti halnya makhluk hidup lain, mikroba (mikroorganisme) juga melakukan interaksi baik dengan individu sejenis maupun individu yang berlainan. Presscott (: 605) menyebutkan interaksi microbial tidak hanya terjadi antar mikroba saja, melainkan juga dengan tumbuhan dan hewan. Interaksi ini bisa bersifat positif maupun negative. Selain itu, secara garis besar interaksi microbial (interaksi antar mikroba) terbagi menjadi interaksi simbiotik dan nonsimbiotik. Dikatakan simbiotik apabila spesies yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan membutuhkan. Dalam asosiasi ini, hubungan antar mikroba terbagi menjadi hubungan mutualisme, komensalisme, dan parasitisme. Sementara asosiasi non simbiotik terjadi pada 2 spesies yang tidak saling terkait untuk mendukung kehidupannya. Dalam hubungan ini terdapat hubungan sinergisme dan antagonism (Talaro, 2001: 215). Antagonisme merupakan suatu bentuk asosiasi antara spesies yang tidak saling berkaitan (secara alamiah) dan akan terbentuk (asosiasi ini) ketika terjadi persaingan komunitas. Jacquelyn (400) menyebutkan, asosiasi ini ditunjukkan dengan adanya interaksi antara 2 spesies yang saling merusak satu sama lain. Dalam hal ini, suatu mikroba mensekresikan substansi kimia tertentu ke lingkungan sekitar yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroba lain di habitat yang sama. Mikroba yang mensekresikan substansi tersebut biasanya mendapat keuntungan karena dapat memperluas wilayah dan menyerap nutrisi yang ada pada daerah tersebut (Talaro, 2001: 217). Biasanya, interaksi ini terjadi di lingkungan tanah, dimana pada lingkungan tersebut banyak terdapat nutrisi dan koloni-koloni microbial. Namun begitu, interaksi antagonisme juga terdapat di dalam tubuh manusia, semisal pada sistem respiratori, di usus besar, maupun di sistem reproduksi (Cowan, 2012: 624). Hasil dari uji antagonis ini berupa zona bening atau kapang pathogen akan terhambat pertumbuhannya. Zona bening ini menandakan bahwa antara kapang patogen dan anatgonis terjadi interaksi. Dari praktikum ini juga dapat diketahui bentuk yang dapat ditimbulkan dengan adanya suatu uji antagonis yaitu tampak zona penghambatan seperti menyempitnya zona bening (kurang dari 10 mm) dengan terbentuknya mekanisme antagonis yang berbeda
antar isolat uji dalam menghambat patogen uji. Zona penghambatan tumbuh terus melewati koloni jamur sehingga menyebabkan pertumbuhan patogen tersebut terhambat. Selain itu pada interaksi ini juga terlihat jumlah koloni kapang antagonis terlihat lebih banyak dari pada kapang patogen karena kecepatan pertumbuhan jamur agensi yang tinggi menentukan aktivitas dalam menekan patogen target dengan kompetisi ruang dan nutrisi (Sundari, 2014: 106-110). Metabolit sekunder digunakan organism untuk berinteraksi dengan lingkungannya (Ilyas, 2006: 216-220 ). Jadi metabolit dapat dihasilkan tumbuhan ketika tumbuhan tersebut terserang oleh hama penyakit atau lingkungan. Senyawa metabolit sekunder ini berfungsi bagi kehidupan sehari-hari. Senyawa metabolit s ekunder digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan,dan obat tradisional pada kehidupan sehari-hari.
E. Alat dan Bahan Alat :
1. Jarum inokulasi berkolong 2. Kompor gas 3. Inkubator 4. Laminar Air Flow Bahan :
1. Medium lempeng Skim Milk Agar steril 2. Medium tegak nutrien agar steril 3. Cawan petri steril 4. Biakan murni Penicillium chrysogenum dan Staphylococcus aureus. F.
Cara Kerja
G. Data Pengamatan H. Analisis Data I.
Pembahasan
J.
Diskusi
1. Adakah daerah jernih pada medium yang tidak ditumbuhi bakteri? Bila ada, mengapa hal ini terjadi? Jawaban: Ada, hal ini dikarenakan Penicillium chrysogenum menghasilkan pinisilin yang bersifat bakterisidal bagi bakteri Staphylococcus aureus sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. pinisilin ini menghambat sintesis
dinding bakteri melalui penghambatan enzim transpeptidase. Dengan terganggunya sintesa peptidoglikan, dinding sel akan menjadi lemah dan menyebabkan integritas membran sel renggang dan sel lisis. Akibat dari lisisnya sel ini bakteri Staphylococcus aureus mati. Akan tetapi juga masih terdapat bagian yang keruh, hal ini dikarenakan terdapat bakteri Staphylococcus aureus ini dapat mengeluarkan zat perusak penisilin sehingga dapat bertahan hidup. 2. Mengapa digunakan medium Skim Milk Agar untuk membiakkan P. chrysogenum? Jawaban: Hal ini dikarenakan P. chrysogenum membutuhkan protein untuk membentuk penisilin. Dan pada medium Skim Milk Agar ini terdapat protein, selain terdapat protein juga terdapat laktosa yang dapat digunakan P. Chrysogenum untuk bertahan hidup. K. Kesimpulan
1. Pembuatan yoghurt dengan menggunakan stater Lactobacillus acidophilus yang terkandung di dalalam biokul memiliki tekstur yang lebih baik daripada penambahan stater Lactobacilus bulgaricus yang terkandung di dalam yakult. 2. Pembuatan yoghurt dengan menggunakan stater Lactobacillus acidophilus yang terkandung di dalalam biokul memiliki aroma yang lebih baik daripada penambahan stater Lactobacilus bulgaricus yang terkandung di dalam yakult. 3. Pembuatan yoghurt dengan menggunakan stater Lactobacillus acidophilus yang terkandung di dalalam biokul memiliki rasa yang lebih baik daripada penambahan stater Lactobacilus bulgaricus yang terkandung di dalam yakult.
DAFTAR RUJUKAN
Cowan, Marjerie Kelly. 2012. Microbiology, a system approach 3 rd edition. USA: McGraw-Hill companies. Dendang, Benyamin. 2015. Uji Antagonisme Trichoderma spp. Terhadap Ganoderma sp. Yang Menyerang Tanaman Sengon Secara In-Vitro. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea (4) 2 : 147-156. Dwidjoseputro, D. 2009. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Jacquelyn, Black. 2012. Microbiology 8 th ed, Principles and Exploration. USA: John Wiley & sons, Inc. Ilyas, M. 2006. Isolasi dan Identifikasi Kapang pada Relung Rizosfir Tanaman di Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Biodiversitas. 7 (3): 216220. Sundari, Aan. 2014. “Daya Antagonis Jamur Trichoderma sp. Terhadap Jamur Diplodia sp. Penyebab Busuk Batang Jeruk Siam (Citrus nobilis)”. Jurnal Protobiont. Vol 3 (2): 106 – 110. Steenis, V. 1975. Flora untuk Sekolah di Indonesua. Jakarta: Pradnya Paramita Prescott, Lansing M. 2002.Microbiology 5 th edition. USA: McGraw-Hill companies. Talaro, Kathleen Park & Arthur Talaro. 2001. Foundations in Microbiology 4thedition. USA: McGraw-Hill companies Wheeler, MArgareth F. Volk, Wesley A. 1988. Dasar-dasar Mikrobiolgi. Erlangga: Jakarta. Wahyuni, Dwi. 2010. Mikologi Dasar. Jember :Universitas Jember Press
LAMPIRAN
Ulangan pertama
Ulangan kedua