I.
Judul Antagonisme Kapang Antagonisme dan Kapang Patogen, Serta Antogonisme Antara Kapang dengan Bakteri.
II. Tujuan 1. Mengetahui hasil antagonism antara kapang patogen dengan kapang antagonis maupun kapang dengan bakteri. 2. Mengetahui beberapa macam jenis efek adanya antagonisme. III. Metode III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat : 1. Jarum ose 2. Bunsen 3. Penggaris 4. Spidol III.1.2 Bahan : 1. Kapang antagonism ( Trichoderma sp.) 2. Kapang pathogen ( Phytoptera sp., dan Aspergillus flavus) 3. Bakteri (Basillus subtilis) 4. Alkohol 70% III.2 Skema Kerja III.2.1 Metode Titik Membuat medium tanam untuk kapang antagonisme, kapang pathogen, dan bakteri menggunakan medium PDA instan. Mengukur sepanjang 2,5 cm dari tepi cawan petri dan menandainya dengan titik pada kedua tepi dari cawan petri. Menyeterilkan pinggiran cawan petri dan memijarkan ose dan kemudian mendinginkan ose. Menginokulasi dengan menggunakan ose secara titik baik untuk kapang antagonis (Trichoderma sp.), kapang pathogen (Phytoptera sp., Aspergilus flavus) dan bakteri (Basillus subtilis). Menginkubasi selama 72 jam dan selanjutnya mengamat hasil dari efek antagonisme seperti efek zona bening, dan perlambatan pertumbuhan. III.2.2
Metode Garis
Membuat medium tanam untuk kapang antagonisme, kapang pathogen, dan bakteri menggunakan medium PDA instan.
Mengukur sepanjang 2,5 cm dari tepi cawan petri dan menggaris dengan alat tulis pada kedua tepi dari cawan petri. Menyeterilkan pinggiran cawan petri dan memijarkan ose dan kemudian mendinginkan ose. Menginokulasi dengan menggunakan ose secara garis baik untuk kapang antagonis ( Trichoderma sp.), kapang pathogen (Phytoptera sp., Aspergilus flavus) dan bakteri (Basillus subtilis). Menginkubasi selama 72 jam dan selanjutnya mengamat hasil dari efek antagonisme seperti efek zona bening, dan perlambatan pertumbuhan.
IV. Hasil Pengamatan Kel. 1
Mikroorganisme
Gambar
Keterangan
A: Bacillus
A: Bacillus subtilis
subtilis
tidak tumbuh,
B: Trichoderma
kontaminan
sp.
B: Trichoderma sp. tumbuh membentuk lingkaran kosentris. Terdapat kontamian Aspergillus niger dan Rhizopus sp.
2
A: Phytoptora
A: Phytoptora sp.
sp.
Tidak tumbuh
B: Trichoderma
B: Trichoderma sp.
sp.
Tumbuh kontaminan Rhizopus sp.
3
A: Phytoptora
Data Hilang
Phytoptera sp. tidak
sp.
tumbuh. Trichoderma sp. tumbuh
B: Trichoderma
tetapi kontaminan. Kontaminasi yakni
sp.
Rhizopus sp., Aspergillus flavus. 4
A: Bacillus
Bacillus sp. (tidak
subtilis
tumbuh), kontaminan
B: Trichoderma
dan tidak ada zona
sp.
bening
Trichoderma sp. (tumbuh sesuai garis , tidak ada zona bening) 5
A: Trichoderma
Trichoderma sp.
sp.
(tumbuh sesuai dengan
B: Phytoptora
garis)
sp.
Phytoptora sp. (tumbuh tidak sesuai dengan garis)
6
A:Trichoderma
Trichoderma sp.
sp.
(tumbuh sesuai dengan
B: Aspergillus
garis)
sp.
Aspergillus sp. tumbuh sesuai dengan garis menyebar
V. Pembahasan Praktikum kali ini adalah mengenai Antagonisme Antara Kapang Patogen Dengan Kapang Antagonis. Tujuan dari praktikum ini yaitu mengetahui hasil antagonism antara kapang pathogen dengan kapang antagonis maupun kapang dengan bakteri dan mengetahui beberapa macam jenis efek adanya antagonism (ex: zona bening, perlambatan pertumbuhan). Pada praktikum ini digunakan dua metode untuk menguji efek antar organisme anatara kapang antagonisme dengan kapang patogen atau dengan bakteri yakni menggunakan metode titik dan metode garis. Dari praktikum ini dapat diketahui pengertian antagonisme antar mikroorganisme
yaitu
kemampuan
suatu
mikrorganisme
yang
apabila
diinteraksikan dengan mikroorganisme lain kususnya mikroorganisme patogen menimbulkan
sifat
menguntungkan
bagi
salah
satunya
(bukan
pada
mikroorganisme patogen) (Hasanudin, 2003: 39). Jadi jika dilihat dari pengertian menurut ahli maka antar mikroorganisme terjadi interaksi berupa antagonisme. Jacquelyn (400) menyebutkan, asosiasi ini ditunjukkan dengan adanya interaksi antara 2 spesies yang saling merusak satu sama lain. Dalam hal ini, suatu mikroba mensekresikan substansi kimia tertentu ke lingkungan sekitar yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroba lain di habitat yang sama. Biasanya, interaksi ini terjadi di lingkungan tanah, dimana pada lingkungan tersebut banyak terdapat nutrisi dan koloni-koloni microbial. Namun begitu, interaksi antagonisme juga terdapat di dalam tubuh manusia, semisal pada sistem respiratori, di usus besar, maupun di sistem reproduksi (Cowan, 2012: 624).
Hasil dari uji antagonis ini berupa zona bening atau kapang pathogen akan terhambat pertumbuhannya. Zona bening ini menandakan bahwa antara kapang patogen dan anatgonis terjadi interaksi. Dari praktikum ini juga dapat diketahui bentuk yang dapat ditimbulkan dengan adanya suatu uji antagonis yaitu tampak zona
penghambatan seperti menyempitnya zona bening (kurang dari 10 mm) dengan terbentuknya mekanisme antagonis yang berbeda antar isolat uji dalam menghambat patogen uji. Zona penghambatan tumbuh terus melewati koloni jamur sehingga menyebabkan pertumbuhan patogen tersebut terhambat. Selain itu pada interaksi ini juga terlihat jumlah koloni kapang antagonis terlihat lebih banyak dari pada kapang patogen karena kecepatan pertumbuhan jamur agensia yang tinggi
menentukan aktivitas dalam menekan patogen target dengan kompetisi ruang dan nutrisi (Sundari, 2014: 106-110). Selain itu dari praktikum ini juga dapat diketahui pengertian dari senyawa metabolit sekunder. Metabolit sekunder yaitu senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder yaitu untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya (Ilyas, 2006: 216-220 ). Jadi metabolit dapat dihasilkan tumbuhan ketika tumbuhan tersebut terserang oleh hama penyakit atau lingkungan. Senyawa metabolit sekunder ini berfungsi bagi kehidupan sehari-hari. Senyawa metabolit sekunder digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan,dan obat tradisional pada kehidupan sehari-hari. Menurut Wahyuni (2010) kapang dari golongan Aspergillus, utamanya Aspergillus flavus dapat menghasilkan senyawa berupa aflatoksin yang mana zat ini diduga sebagai penyebab penyakit kanker hati. Pada Trichoderma sp. dapat menghasilkan enzim dan senyawa antibiosis. Menurut Dendang
(2015)
Trichoderma sp. dapat menghasilkan enzim hidrolitik yang dihasilkan oleh yaitu β-1,3-glukanase, kitinase, selulase dan proteinase yang dapat mendegradasi dinding sel dan beberapa senyawa sekunder. Pada uji kapang kontrol, dimana kapang ini tumbuh layaknya diinokulasi seperti pada kondisi biasanya karena dalam satu cawan hanya diisi satu spesies kapang saja , sehingga tidak ada kompetisi untuk perebutan ruang dan nutrisi. Serta tidak terjadi halangan untuk pertumbuhan. Sedangkan untuk uji kapang patogen dengan antagonis yang teletak pada satu cawan petri terjadi interaksi seperti perebutan ruang dan nutrisi serta terjadi penghalang pertumbuhan yang di sebabkan kapang antagonis. Pada bakteri Basillus subtilis tidak akan berakibat apupun dikarenakan sifat bakteri ini yang merupakan bakteri endofit sehingga reaksi diantara keduanya ansimbiosis (netral). Hal ini sesuai dengan Harni et all (2007) bakteri yang tergolong endofit antara lain Aerococus viridans, Bacillus megaterium, B. subtilis, Pseudomonas chlororaphis, P. vasicularis, Serratia marcescens, dan Spingomonas pancimobilis yang mana bakteri ini akan berpengaruh pada materi yang bersifat pathogen. Hasil dari praktikum ini terletak pada tujuannya yaitu untuk mengetahui hasil antagonisme antara kapang pathogen dengan kapang antagonis maupun kapang dengan bakteri dan mengetahui beberapa macam jenis efek adanya antagonisme (ex: zona bening, perlambatan pertumbuhan). Kapang antagonis (Trichoderma sp.) tumbuh dengan baik pada medium PDA instan untuk semua kelompok baik yang menggunakan metode titik maupun garis. Sedangkan kapang pathogen Pyhtoptora sp. pada kelompok 2 dan 3 tidak tumbuh pada medium PDA instan pada kelompok 5 Pyhtoptora sp. nya tumbuh tapi tidak sesuai dengan garis. Kapang pathogen Aspergillus sp. tumbuh pada medium. . Bakteri Basillus subtilis tidak tumbuh pada medium PDA instan kelompok 1 dan 4. Selain kapang-kapang yang kami isolatkan, pada cawan petri kami juga terdapat kontaminan. Kontaminasi yang terjadi berupa kapang dari golongan Aspergillus niger, Rhizopus sp., Aspergillus sp. . Penyebab kegagalan dalam praktikum kemarin dapat disebabkan oleh praktikan yang tidak melakukan teknik aseptic dengan baik dan benar pada saat
menginokulasi atau juga disebabkan umur dari isolat kapang sehingga tidak dapat tumbuh pada medium.
IV. PENUTUP 6.1 KESIMPULAN 1. Hasil dari praktikum uji antagonisme antara kapang patogen dengan kapang antagonis kali ini tidak berhasil karena adanya kontaminan pada cawan karena kurang aseptis dan tidak ada tanda (zona bening) yang mennadakan adanya antagonisme antar kapang atau dengan bakteri. 2. Efek dari interaksi antara kapang antagonis dengan kapang patogen di tandai dengan adanya zona bening dan perlambatan pertumbuhan kapang patogen Hal ini disebabkan oleh senyawa maupun enzim metabolisme sekunder yang dihasilkan oleh kapang antagonis. 6.1 SARAN Untuk mendapatkan hasil praktikum yang baik dan sesuai dengan tujuan maka para praktikan juga perlu benar-benar memahami cara kerja ataupun teori yang beerkaitan dan jangan lupa untuk selalu bekerja secara aseptis.
DAFTAR PUSTAKA Cowan, Marjerie Kelly. 2012. Microbiology, a system approach 3rd edition. USA: McGraw-Hill companies. Dendang, Benyamin. 2015. Uji Antagonisme Trichoderma spp. Terhadap Ganoderma sp. Yang Menyerang Tanaman Sengon Secara In-Vitro. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea (4) 2 : 147-156.
Hasanudin. 2003. Peningkatan Peranan Mikroorganisme Dalam Sistem Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Terpadu. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara. Harni, et all. 2007. Potensi Bakteri Endofit Pengendali Nematoda Peluka Akar (Pratylenchus brachyurus) pada Nilam. Jurnal Biosciences (14) 1 : 7-12 Ilyas, M. 2006. Isolasi dan Identifikasi Kapang pada Relung Rizosfir Tanaman di Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Biodiversitas. 7 (3): 216-220. Jacquelyn, Black. 2012. Microbiology 8thed, Principles and Exploration. USA: John Wiley & sons, Inc. Sundari, Aan. 2014. “Daya Antagonis Jamur Trichoderma sp. Terhadap Jamur Diplodia sp. Penyebab Busuk Batang Jeruk Siam (Citrus nobilis)”. Jurnal Protobiont. Vol 3 (2): 106 – 110. Steenis, V. 1975. Flora untuk Sekolah di Indonesua. Jakarta: Pradnya Paramita Wahyuni, Dwi. 2010. Mikologi Dasar. Jember :UniversitasJember Press
LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI Antagonisme Kapang Antagonis dan Kapang Pathogen serta Antagonism Antara Kapang dengan Bakteri
Oleh: Nama : Dita Paramytha A NIM : 140210103068 Kelas : Mikologi D
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2015