1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Periodik paralisis hipokalemia merupakan kelainan pada membran sel yang sekarang ini dikenal sebagai salah sala h satu kelompok kelainan penyakit chabellopathies pada chabellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang diakibatkan gangguan pada kadar kaliun serum. Periodik paralisis ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia ( Brown et al., 2011) Paralisis hipokalemi merupakan penyebab dari acute flacid paralisis dimana terjadi kelemahan otot yang ringan sampai berat hingga mengancam jiwa seperti cardiac aritmia dan kelumpuhan otot pernafasan. Beberapa hal yang mendasari terjadinya hipokalemi paralisis antara lain tirotoksikosis, renal tubular acidosis, Gitelman Syndrome, keracunan barium, pemakaian obat golongan diuretik dan diare, namun dari beberapa kasus sulit untuk didefinisikan
penyebabnya,
salah
diagnosa
akan
mengakibatkan
penatalaksanaannya yang salah juga ( Kalita et al., 2010) Berdaarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2 yaitu idiopatik periodic paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis (Wi et al., 2012). Selain itu faktor genetik juga mempengaruhi terjadinya paralisis hipokalemi, terdapat w bentuk dari hipokalemi periodic paralysis yaitu familial hipokalemi dan sporadik hipokalemi. Familial hipokalemi diturunkan secara autosomal dominan, kebanyakan kasus di negara barat dan sebaliknya di asia kasus terbanyak adalah sporadik hipokalemi yang disebabkan oleh tirotoksikosis hpokalemi ( Robinson et al., 2010 ). Insidennya yaitu 1 dari 100.000 100.000
eriodic paralisis hipokalemia
banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1. Usia terjadi serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun an kemudian menurun dengan peningkatan usia ( Lin et
2
al., 2004 ). Bila gejala-gejala dari sindrom tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.
2
al., 2004 ). Bila gejala-gejala dari sindrom tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan atau paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak -anak, sedangkan kasus yang ringan sering kali mulai pada dekade ketiga.Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter dan diturunkan secara autosomal dominan. Mekanisme yang yang mendasari penyakit ini
adalah
malfungsi pada ion channel pada membrane otot skelet / channelopathy channelopathy (Guyton & hall, 1997). Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang hilang timbul, dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari kelemahan. Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris dengan derajat kelemahan yang berbeda pada beberapa golongan otot saja sampai pada suatu kelumpuhan umum.Kelemahan biasanya menghilang dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi pada penderita yang sering mendapatkan serangan.Di luar serangan tidak ditemukan kelainan neurologi maupun kelainan elektromiografis . Periodik paralisis (PP) adalah kelompok kelainan dari berbagai etiologi, dengan kelemahan otot kerangka episodik, pendek, dan hiporeflexik, dengan atau tanpa myotonia tapi tanpa defisit sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Pada awal perjalanan penyakit, pada kelumpuhan periodik primer atau di turunkan (familial), kekuatan otot normal di antara serangan. Serangan dapat berlangsung berl angsung dari beberapa menit sampai beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal. Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit otot ini, kekuatan normal kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot signifikan yang
4
menetap sering berkembang. Setelah bertahun-tahun serangan ini, kelemahan interiktal terjadi dan mungkin progresif (Fialho D, Michael GH,2007)
B. Epidemiologi
Periodik paralisis adalah penyakit yang jarang ditemukan dalam praktik klinis. Antara 1972-2001, penulis telah menemukan 12 kasus periodik paralisis primer dan 27 kasus periodik paralisis sekunder. Sepuluh kasus periodik paralisis primer adalah tipe hipokalemia, salah satu tipe hyperkalaemic, dan salah satu tipe normokunaemik. Delapan kasus periodik paralisis primer hipokalemia adalah laki-laki (antara 14 sampai 45 tahun) dan dua adalah perempuan (antara 18 sampai 27 tahun). Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat.Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia( Arya SN,2002).
C. Etiologi
Paralsis periodik biasanya terjadi defek pada terowong mikroskopik (channel) dalam sel otot. Hipokalemia periodik paralisis biasanya disebabkan oleh kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipokalemia periodic paralise adalah tirotoksikosis (Browmn RH,et all, 2011). Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Penyebab lain hipokalemia meliputi: 1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda. 2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop
5
(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadangkadang aspirin, dan antibiotik tertentu. 3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B. 4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau berkeringat. 5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat) – aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium. 6. Miskin diet asupan kalium Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan obat-obat diuretic)
D. Klasifikasi
Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan penggolongan secara konvensional yaitu paralisis periodik primer atau familial dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer atau familial merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai channelopathies atau membranopathies. Paralisis periodik sekunder mungkin karena terbukti diketahui oleh beberapa penyebab. Riwayat penggunaan ACE inhibitor, angiotensin-II-reseptor-blocker, diuretik, atau carbenoxolone memberikan petunjuk untuk diagnosis paralisis periodik sekunder. Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis, tirotoksikosis, paramyotonia kongenital,
atau sindrom Andersen dapat
6
ditemukan kelumpuhan periodik sekunder. Berikut di bawah ini penggolongan paralisis periodik secara konvensional ( Arya SN,2002). 1.
Paralisis periodik primer atau familial (diturunkan secara autosomal dominan): a. Paralisis periodik hipokalemik Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar paralisis periodik hipokalemik merupakan paralisis periodik hipokalemik primer atau familial. Paralisis periodik hipokalemik sekunder bersifat sporadik dan biasanya berhubungan dengan penyakit tertentu atau keracunan. Salah satu kelainan ginjal yang dapat menyebabkan paralisis periodik hipokalemik sekunder adalah asidosis tubulus renalis distal (ATRD) yang biasanya terjadi pada masa dewasa. Gejala klinis yang karakteristik adalah kelemahan otot akut yang bersifat intermiten, gradual, biasanya pada ekstremitas bawah, dapat unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan. Paralisis periodik hipokalemik diterapi dengan kalium dan mengobati penyakit dasarnya. Analisis yang cermat diperlukan untuk mengetahui penyakit dasarnya karena sangat menentukan tata laksana dan prognosis selanjutnya (Souvriyanti E, Sudung OP,2008). Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan.
7
Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kalium serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal (Widjajanti A, Agustini SM, 2005). Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal . (Widjajanti A, Agustini SM, 2005). b. Paralisis periodik hiperkalemik Lebih jarang dibanding paralisis periodik hipokalemik. Mulai timbul sebelum umur 10 tahun. Frekuensi dan berat serangan berkurang pada masa remaja dan hilang pada saat dewasa. Frekuensi laki-laki dan wanita sama. Berbagai faktor pencetus terjadinya paralisis periodik hiperkalemik diantaranya ( Graber M,2002 & Kawamura S, et all ,2004)
Lapar
Istirahat setelah kena dingin atau setelah latihan
Asupan kalium yang berlebihan
Infeksi
Kehamilan
Anestesi
Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam bukan merupakan faktor pencetus. Gejala lebih ringan dibandingkan paralisis periodik hipokalemia. Biasanya berlangsung kurang dari 1 jam. Serangan lebih sering terjadi pada siang hari dan biasanya terjadi waktu istirahat, misalnya sedang duduk. Keluhan berkurang bila penderita berjalan-jalan. Kelemahan dimulai dari tungkai lalu menjalar ke paha, punggung, tangan, lengan dan bahu. Sebelum
8
timbul kelemahan biasanya terdapat rasa kaku dan kesemutan pada kedua tungkai. Jarang terjadi gangguan menelan dan napas. Sering terdapat miotonia pada otot mata, wajah, lidah dan faring. Pada saat serangan didapatkan tonus dan refleks fisiologis yang menurun dan tanda Chovstek yang positif. Diluar serangan kekuatan otot normal, pada fase lanjut terdapat kelemahan otot-otot proksimal (Graber M,2002 & Kawamura S, et all ,2004) c. Paralisis periodik normokalemik Jenis ini paling jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui. Serangan lebih berat dan lebih lama daripada paralisis periodik hiperkalemia. Serangan dapat ditimbulkan oleh pemberian KCl dan dapat dihentikan dengan pemberian NaCl. Serangan tidak dipicu oleh pemberian insulin, glukosa ataupun kalium ( Graves TD, Hanna MG,2005) Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis hipokalemik dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Fialho D, Michael GH,2007)
Tabel 1. Perbedaan paralisis periodic hipokalemi dan paralisis periodic hiperkalemi Periodic paralisis hiperkalemi
Periodic paralisis hipokalemi
Onset
Dekade pertama
Decade kedua
Pemicu
Istirahat sehabis latihan, dingin,
Istirahat sehabis latihan,
puasa, makanan kaya kalium
kelebihan karbohidrat
Kapan pun
Pada saat bangun tidur pagi
Waktu serangan
hari
Durasi
Beberapa menit sampai beberapa
Beberapa jam sampai
serangan
jam
beberapa hari
9
Keparahan
Ringan sampai sedang, fokal
Sedang sampai berat
Miotonia atau paramiotonia
-
Biasanya tinggi, bisa normal
Rendah
Gen/ ion
SCN4A: Na v1.4 (sodium
CACNA1S: Ca v1.1 (calcium
channel
channel subunit
channel subunit)
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium
SCN4A: Nav1.4 (sodium
channel subunit)
channel subunit)
serangan Gejala tambahan Kalium serum
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium channel subunit)
2.
Paralisis periodik sekunder: a. Paralisis periodik hipokalemik : -
Tirotoksikosis
-
Thiazide atau loop-diuretic induced
-
Nefropati yang menyebabkan kehilangan kalium
-
Drug-induced : gentamicin, carbenicillin, amphotericin-B, turunan tetrasiklin, vitamin B12 , alkohol, carbenoxolone
-
Hiperaldosteron primer atau sekunder
-
Keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai rodentisida
-
Gastro-intestinal potassium loss
b. Paralisis periodik hiperkalemik : -
Gagal ginjal kronis
-
Terapi ACE-inhibitor dosis tinggi, atau nefropati diabetik lanjut
10
-
Potassium supplements jika digunakan bersama potassium sparing diuretics (spironolactone, triamterene, amiloride) dan atau ACE-inhibitors
-
Andersen’s cardiodysrhythmic syndrome
-
Paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi spontan atau dipicu oleh paparan suhu dingin
Klasifikasi primer periodik paralisis kelumpuhan berdasarkan kelainan kanal ion : 1. Gangguan kalsium channel pada otot a. periodic paralisi hipokalemi 2. Gangguang Sodium channel pada otot a. periodic paralisis hiperkalemi b. Paramyotonia congenita c. Potasium kalium myotonia 3. Gangguan klorida channel pada otot a. Myotonia congenita 4. Gangguan subunit kanal kalium a. Beberapa kasus periodik paralisis hipokalemi b. Beberapa kasus periodik paralisis hyperkalaemic c. Andersen's syndrome 5. Gangguan mekanisme patogenik yang tidak diketahui a.
Kelumpuhan periodik tirotoksik (mungkin penurunan aktivitas pompa kalsium)
E. Patofisiologi
Paralisis periodik hipokalemik familial (PPHF) terjadi karena adanya redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara akut tanpa defisit kalium tubuh total. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial istirahat (resting potential) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3,yakni gen
11
yang mengontrol gerbang kanal ion (voltage-gated ion channel) natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot (Sarnat Bh,2007). Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan kalium dari luar, ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intra dan ekstraselular. Sekitar 98% kalium total tubuh berada di ruang intraselular, terutama di sel otot rangka. Secara fisiologis, kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-140 mEq/L melalui kerja enzim Na+ -K+ ATPase. Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar-masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal ion akan menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan membuka, memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium serta menjaganya dalam keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal ion ini akan menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel otot rangka dan turunnya influks kalsium ke dalam sel otot rangka sehingga sel otot tidak dapat tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai paralisis. Mekanisme peningkatan influks kalium ke dalam sel pada mutasi gen ini belum jelas dipahami Sampai saat ini, 30 mutasi telah teridentifi kasi pada gen yang mengontrol kanal ion. Tes DNA dapat mendeteksi beberapa mutasi; laboratorium komersial hanya dapat mengidentifikasi 2 atau 3 mutasi tersering pada PPHF sehingga tes DNA negatif tidak dapat menyingkirkan diagnosis (Palmer BF, Dubose TD, 2010 & Sarnat Bh,2007).
12
Gambar 1. Mekanisme potensial aksi
F. Gejala Klinis
Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus yang ringan mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian besar kasus muncul sebelum umur 16 tahun.Kelemahan bisa bertingkat mulai dari kelemahan sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi sampai kelemahan umum yang berat. Serangan berat dimulai pada pagi hari, sering dengan latihan yang berat atau makan tinggi karbohidrat pada hari sebelumnya.. Pasien bangun dengan kelemahan simetris berat, sering dengan keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya melibatkan suatu kelompok otot penting, dan bisa unilateral, parsial, atau monomelic. Hal ini bisa mempengaruhi kaki secara predominan; kadang –
13
kadang, otot ektensor dipengaruhi lebih dari fleksor. Dursi bervariasi dari beberapa jam sampai hampir 8 hari tetapi jarang lebih dari 72 jam. Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bias meningkat frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi mulai berkurang oleh usia 30 tahun;hal ini jarang terjadi setelah umur 50 tahun. Pengeluaran urin menurun selama serangan karena akumulasi air intrasel meningkat. Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. lid lag myotonia diobservasi diantara serangan. Kelemahan otot permanen mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan penyakit dan bisa menjadi tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Otot proksimal wasting daripada hipertropi, bisa terlihat pada pasien dengan kelemahan permanen. Gejala klinis periodic paralisi hipokalemi yaitu 1. Kelemahan pada otot 2. Perasaan lelah 3. Nyeri otot 4. Restless legs syndrome 5. Tekanan darah dapat meningkat 6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis ( jika penururnan K amat berat) 7. Gangguan toleransi glukosa 8. Gangguan metabolism protein 9. Poliuria dan polidipsi 10. Alkalosismetabolik Gejala klinis nomer 1,2,3,4 di atas merupakan gejala pada otot yang timbul jika kadar kalium dalam darah kurang dari 3 mEq/ltr
G. Diagnosa
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak
14
ada penyebab sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. Gejala pada penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut (Souvriyanti E, Sudung OP,2008). Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada t ungkai biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya dibanding lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat kelemahannya dibanding bagian distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi. Saat puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan bila terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan (Cannon Sc,2003 & Fialho D, Michael GH, 2007). Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium darah dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin,
15
urinalisa urin 24 jam, kadar hormonal seperti T4 dan TSH sangat membantu kita untuk menyingkirkan penyebab sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit yang dapat menyebabkan hipokalemi diantaranya intake kalium yang kurang, intake karbohidrat yang berlebihan, intoksikasi barium, kehilangan kalium karena diare, periodik paralisis karena tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan hyperaldosteronism (Souvriyanti E, Sudung OP,2008). Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan berdasarkan kadar kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,9 – 3,0 mmol/L) ] pada waktu serangan, riwayat mengalami episode flaccid paralysis dengan pemeriksaan lain dalam batas normal. Paralisis yang terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di bahu dan panggul meliputi juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan biasanya berakhir sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia, kekuatan otot normal diluar serangan. Terdapat 2 bentuk kelainan otot yang diobservasi yaitu episode paralitik dan bentuk miopati, kedua keadaan ini dapat terjadi secara terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi bentuk paralitik
murni,
kombinasi
episode
paralitik
dan
miopati
yang
progresifitasnya lambat jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik murni jarang terjadi. Episode paralitik ditandai terutama adanya flaccid paralysis dengan hipokalemia sehingga dapat terjadi para paresis atau tetraparesis berpasangan dengan otot pernafasan. Pada pasien ini murni flaccid paralysis dengan hipokalemia dan akan sembuh atau remisi sendiri 5 – 6 jam kemudian, dengan pemberian kalium per oral serangan menjadi lebih ringan. Tidak terdapat kelainan pada otot pernafasan. Jika terdapat kelainan genetik maka pada analisa didapatkan kelainan antara lain adalah autosomal dominan inheritance yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S (70%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 1, mutasi lokus pada kromosom SCN4A (10%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 2 (Widjajanti A, Agustini SM,2005).
16
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium a. Kadar kalium serum Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria. b. Fungsi ginjal c. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh. d. pH darah untuk menginterpretasikan K + yang rendah.
Dibutuhkan Alkalosis
biasa
menyertai
hipokalemia
dan
menyebabkan
pergeseran K + ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K + langsung dalam urin. e. Hormon tiroid : T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia. f. Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum
17
Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi. 2. EKG Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval ( Cannon Sc,2003) 3. EMG Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks, meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis periodik hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik. 4. Biopsi otot Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan klinis yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin terdapat vakuola sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder, vakuala dan agregat tubular dapat ditemukan.
I. Diagnosa Banding Periodik Paralisis
Gullian Barre
Mysthenia Gravis
Hiperkalemia
Syndrome
Gejala lebih ringan
kelumpuhan akut yang
Kelemahan otot
dibandingkan paralisis
disertai hilangnya
terjadi seiring
periodik hipokalemia.
refleks-refleks tendon
penggunaan otot
Serangan lebih sering
dan didahului
secara berulang, dan
terjadi pada siang hari
parestesi dua atau tiga
semakin berat
18
dan biasanya terjadi
minggu setelah
dirasakan di akhir
waktu istirahat
mengalami demam
hari. Gejala
disertai disosiasi
membaik dengan
sitoalbumin pada
istirahat, otot
likuor dan gangguan
kelopak mata dan
sensorik dan motorik
gerakan bola mata
perifer
terserang lebih dahulu
Biasanya kurang dari 1
kelemahan pada
Kelemahan
jam
anggota gerak dalam 1
menghilang atau
sampai 2 minggu atau
membaik dengan
bisa lebih lama.
istirahat
meningkatnya jumlah
Antistriated muscle
kadar kalium darah
tinggi atau bisa normal protein (100-1000 mg/dL) dalam CSS
(anti-SM) antibody hasilnya positif
J. Penatalaksanaan
Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut hipokalemik PP tetapi jarang untuk hiperkalemik PP.Pengobatan profilaksis dibutuhkan ketika serangan
semakin sering( frequent). Hipokalemik periodik
paralisis.Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen IV.Yang terakhir di berikan untuk pasien yang mual
atau tidak bisa
menelan. Garam kalium oral pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan improves. Avoiding IV fluid is prudent.Kalium Klorida IV 0,05- 0,1 mEq/kgBBdalam manitol 5% bolus adalah lebih baik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran kalium serum diberikan
pada
berturut dianjurkan.Untuk profilaksis, asetazolamid dosis
125-1500
mg/hari
dalam
dosisterbagi.
Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan ke efektifan yang sama.Potasium sparing diuretik seperti triamterene (25-100 mg/hari) dan
19
spironolakton (25-100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan pasien yang mempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau mereka yang tidak respon dengan penghambat karbonik anhidrase. Karena diuretik ini potassium sparing suplemenkalium bisa tidak dibutuhkan. Diet Hipokalemik PP yaitu diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan frekuensi serangan Keterangan : Kalium diberikan secara intravena, jika pasien tidak bisa makan atau hipokalemi berat.Pemberian kalium tidak bolehlebih dari 40 mEq per L (jalur perifer) atau 80 mEq per L (jalursentral) dengan kecepatan 0,2 – 0,3 mEq/kgBB/jam. Jika keadaan mengancam jiwa dapat diberikan dengan kecepatan
s/d
1
mEq/kgBB/jam
(viainfuse
pump
dan
monitor
EKG).(Cronan, Kathleen M & Kost, Susanne I, 2006) atau koreksi kalium secara intravena dapat diberikan sebanyak 10 mEq dalam 1 jam, diulang s/d kadar K +serum > 3,5 mEq/L. Jika keadaan mengancam jiwa, kalium diberikan secara intravena dengan kecepatanmaksimal 20 mEq/jam. Pemberian kalium sebaiknya diencerkan dengan NaCl 0,9% bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa menyebabkan penurunan sementara K +serum sebesar 0,2 – 1,4 mEq/L.Pemberian kalium 40 – 60 mEq dapat menaikkan kadar K +serum sebesar 1 – 1,5 mEq/L
K. Prognosis
Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa mengganggu aktivitas. Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengna aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.
20
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
: Tn.AT
No.Medrec
: 00-34-51-56
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tempat/Tgl lahir
: Mojokerto / 1 Januari 1990
Umur
: 27 Tahun
Status
: menikah
Agama
: Islam
Alamat
:Dandang Asri 27/8 Glanggang- Beji-Pasuruan
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
:-
Tanggal masuk
: 23 Oktober 2017
Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2017
B. Anamnesa 1. Keluhan Utama
Kedua tungkai kaki lemas 2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan keluhan kaki terasa lemas. Pasien merasakan kaki nya terasa lemas saat pasien baru bangun tidur, 1 hari sebelumnya ( 22 Oktober 2017 ) pasie n sempat berolahraga sepak bola dan push up. Tanggal 23 Oktober 2017 pasien datang ke IGD dengan keluhan kedua kaki terasa lemas, susah digerakkan dan tidak bisa berjalan. Pasien dibawa dalam keadaan sadar, pelo (-), trauma (-), pusing (-), sakit kepala (-), muntah (-).
21
3. Riwayat Penyakit Dahulu
— Pasien sering kram di kedua kaki, terakhir hari rabu tanggal 18 Oktober 2017 ( 4 hari sebelumnya ).
— Riwayat penyakit Hipertensi (-) — Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-) — Riwayat penyakit Stroke (-) — Riwayat penyakit kolesterol disangkal (-) — Riwayat penyakit Epilepsi (-) 4. Riwayat Penyakit Keluarga
— Tidak ada keluarga pasien yang sakit seperti ini — Riwayat penyakit Hipertensi (-) — Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-) — Riwayat penyakit kolesterol (-) — Riwayat penyakit Stroke (-) — Riwayat penyakit Epilepsi (-) 5. Riwayat Pengobatan
— Pasien sebelumnya tidak pernah berobat 6. Riwayat Alergi
— Tidak ada riwayat alergi obat / makanan 7. Riwayat Psikososial
— Pasien tinggal bersama istrinya dan seorang anaknya. Pasien bekerja di pabrik. Pasien tidak merokok dan sering olahraga. C. Pemeriksaan Fisik 1. Vital Sign
— Kesadaran
: Compos Mentis
— GCS
: 456
— Tensi
: 130/80 mmHg
— Nadi
: 88x/menit
— Suhu
: 36,9°C axilar
— RR
: 20 x/menit
— SpO2
: 97%
22
2. Kepala
— Bentuk
: Bulat
— Mata
: DBN
— Sklera
: Ikterus (-/-)
— Konjunctiva
: Anemis (-/-)
— Telinga/Hidung
: Dyspneu (-)
— Mulut
: Sianosis (-)
3. Leher
— Bendungan vena
: Tidak didapatkan peningkatan, bruit A.Karotis (-)
— Deviasi Trakea
:-
— Kelenjar getah bening
: Tidak teraba/tidak ditemukan Pembesaran
— Nyeri Telan
:-
4. Thoraks
Jantung
:
— Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat — Palpasi
: Thrill tidak teraba
— Perkusi
: Batas jantung normal
— Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 Tunggal reguler Paru-Paru :
— Inspeksi : Gerak nafas simetris — Palpasi
: Gerakan nafas simetris
— Perkusi
: Sonor seluruh lapangan paru
— Auskultasi
: Vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
5. Abdomen
— Flat, Soefl, Bising usus + (Normal) — Hepar : Tidak ditemukan pembesaran — Limpa : Tidak ditemukan pembesaran
23
6. Ekstremitas
Superior
Inferior
Akral hangat
+/+
+/+
Edema
-/-
-/-
Pucat
-/-
-/-
CRT
<2detik
<2detik
7. Status Neurologis a. Keadaan Umum
Kesadaran -
Kwalitatif
: Kompos Mentis
-
Kwantitatif
: (456)
Pembicaraan -
Disatria
:-
-
Afasia motorik
:-
-
Afasia sensorik
:-
Kepala -
Asimetris
:-
-
Sikap paksa
:-
-
Tortikolis
:-
Muka -
Mask
:-
-
Full Moon
:-
b. Pemeriksaan Khusus
Rangsangan Selaput otak
— Kaku kuduk
:-
— Kernig
:-
— Brudzinski I
:-
— Brudzinski II
:-
— Brudzinski III
:-
— Brudzinski IV
:-
24
—
Laseque test
:-
Saraf Otak
1) N.I ( Olfaktorius)
— Anosmia
: Tidak dievaluasi
— Hiposmia
: Tidak dievaluasi
— Parosmia
: Tidak dievaluasi
2) N.II ( Optikus D/S )
— Visus
: Tidak dievaluasi
— Melihat warna
: DBN
— Funduskopi
: Tidak dievaluasi
3) N. III, IV, VI ( Okulomotorius, Thoklearis, Abdusens ) Kanan
Kiri
Kedudukan Bola Mata
DBN
DBN
Gerak Bola Mata
DBN
DBN
- Ke Lateral
DBN
DBN
- Ke Medial
DBN
DBN
- Ke Nasal Inferior
DBN
DBN
- Ke Nasal Superior
DBN
DBN
- Ke Lateral Atas
DBN
DBN
- Ke Lateral Bawah
DBN
DBN
Eksophtalmus
-
-
Celah mata (ptosis)
-
-
- Bentuk
Bulat
Bulat
- Lebar
3 mm
3 mm
-
-
- Refleks Cahaya Langsung
Positif
Positif
- Refleks Cahaya Konsensual
Positif
Positif
Pupil
- Perbedaan Lebar
25
4) N.V ( Trigeminus ) Cabang motorik Kanan
Kiri
Otot Masseter
DBN
DBN
Otot Temporal
DBN
DBN
Otot Pterygoideus
DBN
DBN
Cabang sensorik Respon I (Jaw reflex)
DBN
II (Head retraction reflex)
Tidak dievaluasi
III (Nasal)
DBN
Reflek kornea langsung
(+)
5) N.VII ( Fasialis ) Kanan
Kiri
Simetris
Simetris
Simetris
Simetris
Simetris
Simetris
Simetris
Simetris
Waktu Diam - Mengerutkan Dahi - Tinggi Alis - Sudut Mata - Lipatan Nasolabial Waktu Gerak - Mengerutkan dahi - Menutup mata - Mencucu-bersiul - Memperlihatkan gigi - Sekresi air mata
Simetris Simetris
Simetris
Simetris
Simetris
Simetris
Simetris
Tidak di Evaluasi
Simetris
26
Tidak di Evaluasi
6) N.VIII ( Vestibulochoclearis ) Vestibular (Kanan Kiri) -
Vertigo
: Tidak dievaluasi
- Nistagmus
: Tidak dievaluasi
-
: Tidak dievaluasi
Tinnitus aureum
Cochlear (Kanan Kiri) -
Weber
: Tidak dievaluasi
-
Rinne
: Tidak dievaluasi
-
Schwabach
: Tidak dievaluasi
7) N. IX, X ( Glosofaringeus dan Vagus ) Bagian motorik
— Suara biasa/ parau/ tak bersuara : Biasa — Kedudukan arcus pharynx
: DBN
— Kedudukan uvula
: DBN
— Pergerakan arcus pharynx/ uvula : DBN — Menelan
: DBN
Bagian sensorik (pengecapan belakang lidah)
— Refleks muntah
: TDE
— Refleks pallatum molle
: TDE
8) N. XI ( Aksesoris )
— Mengangkat bahu
: DBN
— Memalingkan kepala
: DBN
9) N. XII ( Hipoglosus ) Kedudukan lidah
: DBN
27
Motorik Inspeksi
:
Atrofi otot : -
-
-
-
Gerakan involunter Rigiditas Tonus otot
:
Kekuatan otot
N
N
↓
↓
:
5
5
2
2
Refleks Fisiologis
— BPR: +/+
- KPR : +/+
— TPR : +/+
- APR : +/+
Refleks Patologis
— Babinsky
: -/-
— Chaddock
: -/-
— Oppenheim
: -/-
— Gordon
:-/-
— Gonda
: -/-
— Schaffer
: -/-
— Stransky
: -/-
— Mendel bechtrew : -/ — Rosolimo
: -/-
— Hoffman
: -/-
— Tromner
: -/-
28
D. Pemeriksaan Penunjang 1. Lab lengkap
Pemeriksaan Leukosit (WBC) Hemoglobin (HGB) Hematokrit (HCT) Trombosit (PLT) MCV MCH MCHC BUN Uric-acid Gula Darah acak Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl) Kalsium Ion
Hasil 7,66 15,50 45,20 238 77,00 26,40 34,30 14 7,95 166 144,90 2,32 107,20 1,246
Nilai Rujukan 3,70-10,1 12,0-16,0 38-47 155-366 81,1-96,0 27,0-31,2 31,8-35,4 7,8-20,23 3,6-8,2 <200 135-147 3,5-5 95-105 1,16-1,32
E. Diagnosa
Diagnosa Klinis
: Paraparese LMN
Diagnosa Topis
: Membran Otot Rangka
Diagnosa Etiologi
: Periodik Paralisis et causa hipokalemia.
F. Diagnosa Banding
— Periodic paralisis hyperkalemia — Gullian bare syndrome G. Penatalaksanaan
Inf KN2 2 fl/hari Inj kalmeco 2x500mg Drip KCl 50 meq dalam 1000cc PZ/ 24 jam
29
H. Follow Up
Tanggal
S
24/10/2017 Kelemahan pada kedua kaki sejak 1 hari yang lalu
O
A
P
GCS : 456 Periodik TD : 130/90 paralisis N : 82x/menit RR: 19x/menit hipokalemi S : 36,7 Motorik 5 5 3 3
Inf KN2 2 fl/hari
Kalium : 3,06 mmol/L
PZ/ 24 jam
Inj
kalmeco
2x500mg Drip
KCl
meqdalam
1000cc
Cek SE 3-4 jam post koreksi
25/10/2017 Kelemahan GCS : 456 Periodic pada kedua TD : 120/80 paralisis kaki (-) N : 80x/menit RR: 21x/menit hipokalemi S : 36,6 Motorik 5 5 4 4
50
KRS Po : KSR 3x1tab
30
BAB IV PEMBAHASAN
Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita paralisis periodik hipokalemi. Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodic. Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Dari anamnesis, diketahui bahwa pasien ke IGD RSUD Bangil dengan keluhan kaki terasa lemas. Pasien merasakan kaki nya terasa lemas saat pasien baru bangun tidur, 1 hari sebelumnya ( 22 Oktober 2017 ) pasien sempat berolahraga sepak bola dan push up. Tanggal 23 Oktober 2017 pasien datang ke IGD dengan keluhan kedua kaki terasa lemas, susah digerakkan dan tidak bisa berjalan. Pasien dibawa dalam keadaan sadar, pelo (-), trauma (-), pusing (-), sakit kepala (-), muntah (-). Pasien mengatakan sering mengalami kram pada kakinya, terakhir hari rabu ( 7 hari yang lalu ). Pasien belum sempat berobat sebelum dibawa ke RS.
31
Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria. Pemeriksaan fisik kekuatan motorik ekstremitas inferior pasien mengalami kelemahan, kemudian hasil pemeriksaan lab serum elektrolit menunjukkan keadaan hypokalemia (2,32), fungsi ginjal dan gula darah dalam batas normal. Pasien di berikan INF KN2 yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan kalium dan juga menjaga kadar elektrolit dalam darah . Drip KCl 50 meq dalam 1000 cc PZ/24 jam karena pasien mengalami hipokalemia berat. Kalmeco mengandung mecobalamin sebagai terapi neuropati perifer serta diberi KSR pada saat pulang berfungsi sebagai diuretik hemat kalium . Sehingga di harapkan tubuh dapat meningkatkan kadar kalium di darah dan menghilangkan dampak dari hipokalium.
32
BAB V KESIMPULAN
Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang hilang timbul , dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari kelemahan. Pasien akan mengalami kelemahan progresif dari anggota gerak baik tungkai maupun lengan tanpa adanya gangguan sensoris yang diikuti oleh suatu keadaan hipokalemia pada periodic paralisis hipokalemi. Gangguan ini secara konvensional dibagi menjadi paralisis periodik primer atau familial dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel otot – membran. Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf dan otot lurik. Keadaan hipokalemia yang berat dapat mengganggu fungsi organ lain seperti jantung hingga terjadi gangguan irama jantung yang bila tidak ditangani akan memperburuk keadaan pasien hingga mengancam nyawa.
33
DAFTAR PUSTAKA
Arya SN,2002. Periodic Paralysis. National Professor of Medicine IMA College of General Practitioners Vidyapati Marg Browmn RH, Mendell JR., Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longob DL,Jameson JR. 2011. Muscular dystrophies and other muscle diseases. Harrison’s 9.-Principles of internal medicine. 15 th Eds. USA: McGraw-Hill. pp.2538. Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated Ion Channels. In: Neurological Theurapeutics Principles and Practice. United Kingdom: Mayo Foundation; 2003. p. 225; 2365-2377 Fialho D, Michael GH. Periodic Paralysis. 2007. p. 77-105. Graber M. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik, Ed. 1. J akarta: Farmedia; 2002. Graves TD, Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad Med Journal. 2005; 81: 20-32. Guyton & hall. Kalium dalam cairan ekstraselular.EGC. 1997 Kalita J, Nair PP, Kumar G. 2010. Renal Tubular acidosis presenting as respir atory paralysis: Report of case and review of literature. Neuro India. 58: 106-108 Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K. A Family of Hypokalemic Periodic Paralysis with CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance in Women. Internal Medicine. 2004; 43(3): 218 – 222. Lin SH, Lin YF, Halperin ML. 2004. Hypokalemia and Paralysis. Q J Med. 94: 133-139