LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM MESIN PERALATAN INDUSTRI PANGAN PERPINDAHAN PANAS (Susu)
Oleh : Nama NRP Meja Kelompok Tgl. Percobaan Asisten
: Elbie Dwi Kencana : 093020055 : 3 (Tiga) :C : 3 Desember 2011 : Anindita Tri Kusuma Pratita
LABORATORIUM MESIN DAN PERALATAN INDUSTRI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2011
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar belakang percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, (4) Manfaat Percobaan, dan
(5)
Waktu dan Tempat Percobaan. 1.1. Latar Belakang Percobaan Sejak dahulu kala, manusia telah melakukan pengawetan pangan. Pengeringan, pengasinan, dan fermentasi biasanya mereka lakukan bila makanan berlebih dan digunakan pada saat makanan segar tidak ada. Sejak jaman purbakala, manusia telah memanfaatkan panasnya api untuk memasak bahan pangan. Walaupun pengawetan dan penemuan panas ini telah lama, namun pemanfaatan panas untuk mengawetkan bahan pangan sesungguhnya baru dimulai pada tahun 1810. Pada waktu itu Nicholas Appert dari Perancis memenangkan hadiah atas keberhasilannya mengawetkan bahan pangan dalam botol dan wadah dengan
menggunakan
proses
pemanasan
untuk
pertama
kalinya
(Wirakartakusumah, 1992). Perpindahan panas merupakan suatu unit operasi yang penting dalam industri pangan, karena hampir setiap proses pengolahan membutuhkan pemindahan panas baik dalam bentuk pemberian maupun pengambilan panas dari bahan untuk mengubah sifat fisik, kimia, karakteristik penyimpanan dari bahan tersebut (Wirakartakusumah, 1992). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga turut memberikan andil yang nyata dalam bidang pengolahan pangan. Pendekatan-pendekatan keteknikan
(engineering) telah banyak membantu mendapatkan hasil olahan yang baik. Hal ini sangat erat kaitannya dengan perancangan peralatan untuk tiap-tiap unit proses. Berangkat dari kenyataan diatas, maka pemahaman akan unit proses dan peralatan industri pangan merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Beberapa unit operasi yang dibahas antara lain penanganan dan pemilihan bahan, penanganan fluida, pengecilan ukuran, pencampuran, penyaringan, pengolahan dengan menggunakan panas, eveporasi, pengeringan serta pendinginan dan pembekuan. Unit operasi ini dipandang penting dalam mendapatkan hasil olahan pangan yang bermutu (Brennan, 1974). Perpindahan kalor dari satu fluida ke fluida lain melalui suatu dinding padat merupakan masalah yang sering ditemui dalam praktek kimia teknik. Kalor yang dipindahkan itu mungkin berupa kalor laten yang menyertai proses perubahan fase seperti kondensasi (pengembunan), evaporasi (penguapan), atau mungkin pula kalor yang dapat diindera (kalor sensible) yang berkaitan dengan kenaikan atau penurunan suhu, tanpa suatu perubahan fase (Brennan, 1974). 1.2. Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan perpindahan panas ini adalah untuk memindahkan kalor atau panas dari bahan yang mempunyai suhu tinggi ke bahan yang mempunyai suhu rendah secara konveksi, konduksi, dan radiasi. 1.3. Prinsip Percobaan. Prinsip dari percobaan perpindahan panas adalah berdasarkan konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi adalah proses perpindahan panas atau kalor yang
terjadi secara merambat dari satu molekul ke molekul lainnya, tanpa berpindahnya molekul-molekul benda. Konveksi adalah proses perpindahan panas dari daerah yang mempunyai suhu tingi ke daerah yang mempunyai suhu rendah disertai berpindahnya molekul-molekul bahan yang bergerak karena adanya dorongan. Radiasi adalah proses pemindahan panas yang terjadi secara pancaran dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Perpindahan panas radiasi tidak memerlukan zat perantara atau medium. 1.4. Manfaat Percobaan Manfaat dari percobaan perpindahan panas antara lain digunakan untuk proses strerilisasi bahan pangan baik cair maupun padat, digunakan untuk prosis pasteurisasi bahan cair seperti susu, saribuah, juice buah dan lain-lain, digunakan untuk proses blanching bahan pangan seperti buah-buahan, digunakan untuk mengawetkan makanan dari serangan mikroorganisme, igunakan untuk proses pengentalan bahan pangan yaitu dengan menggunakan evaporator, dan digunakan untuk proses sterilisasi alat-alat. 1.5. Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan ini dilakukan pada tanggal 3 Desember 2011 di laboratorium Mesin dan Peralatan Industri Pangan Universitas Pasundan.
II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kalor, (2) Mekanisme Perpindahan Panas, (3) Bentuk Aplikasi Pengolahan dengan Panas. 2.1. Kalor Panas diartikan sebagai banyaknya energi yang diberikan pada benda, sedangkan suhu adalah derajat panas-dingin suatu benda. Perubahan suhu suatu benda merupakan akibat adanya panas yang diterima atau dilepaskan benda itu. Benda yang suhunya naik dikatakan menerima panas, sedangkan benda yang suhunya turun dikatakan melepas panas. Makin tinggi kenaikan suhu suatu benda berarti makin banyak pula panas yang diterima benda itu dan bila penurunan suhu suatu benda besar pula panas yang dilepaskan benda itu (Giancoli, 1998). Energi menunjukan kemampuan melakukan usaha. Bila benda mengalami perubahan, menunjukan ada usaha dilakukan pada benda itu. Berbagai perubahan pada benda seperti lilin meleleh, es mencair, terjadi karena benda itu dipanaskan, sedangkan perubahan-perubahan seperti air membeku, rel mengerut jika didinginkan. Uraian diatas menunjukan bahwa kalor dapat melakukan usaha atau merupakan bentuk energi (Giancoli, 1998). Perpindahan panas merupakan suatu fenomena perpindahan energi, peningkatan panas, dan menyebabkan molekul-molekul bergerak lebih cepat sehingga dengan diserapnya panas energi kinetika molekul akan meningkat. Bila molekul dengan kecepatan tinggi bertumbukan dengan molekul yang bergerak dengan kecepatan lebih rendah, maka panas yang dipindahkan, sehingga molekul
yang cepat kehilangan energi sedangkan molekul yang lambat memperoleh tambahan energi (Wirakartakusumah, 1992). Kalor merupakan transfer energi, ketika kalor mengalir dari yang panas ke yang dingin. Dengan demikian, kalor merupakan energi yang ditransfer dari satu benda ke benda lain karena adanya perbedaan suhu. Jumlah total dari semua energi pada semua molekul disebuah benda disebut energi termal atau energi dalam atau dikenal dengan istilah kandungan kalor (Giancoli, 1998). Perbedaan yang jelas dapat dilihat antara temperatur, kalor, dan energi dalam. Temperatur (dalam kelvin) merupakan pengukuran dari energi kinetik ratarata dari molekul secara individu. Energi termal dan energi dalam mengacu pada energi total dari semua molekul pada benda (Giancoli, 1998). Perpindahan panas merupakan suatu unit operasi yang penting dalam industri pangan, karena hampir setiap proses pengolahan membutuhkan pemindahan panas baik dalam bentuk pemberian maupun pengambilan panas dari bahan untuk mengubah sifat fisik, kimia, karakteristik penyimpanan dari bahan tersebut (Wirakartakusumah, 1992). Perubahan energi panas dari bahan dapat diketahui dari perubahan suhunya. Jika bahan dipanaskan maka suhu bahan berubah. Panas yang masuk dan menyebabkan perubahan suhu disebut panas sensible, karena perubahan panas dapat dirasakan. Perpindahan panas yang tidak menyebabkan perubahan suhu disebut panas laten. Panas sensible dapat dihitung dengan persamaan berikut Q = m Cp dT
Dimana Q panas sensible yang dipidahkankan (BTU), m massa bahan, Cp kapasitas panas, dT perubahan suhu bahan (Wirakartakusumah, 1992). Pemindahan panas adalah proses dinamik dimana panas dipindahkan dari bahan yang bersuhu tinggi kebahan yang bersuhu lebih rendah. Kecepatan pemindahan panas tergantung pada perbedaan suhu sehingga perbedaan suhu ini disebut driving force untuk pemindah panas (Wirakartakusumah, 1992). Berdasarkan perubahan suhu pada suatu benda, dapat ditentukan jumlah panas yang diterima atau yang dilepaskan benda itu. Perubahan energi panas dapat diketahui dari perubahan suhunya, skala suhu yang umum digunakan adalah derajat celcius, Fahrenheit serta skala - skala absolut derajat kelvin dan rankine (Wirakartakusumah, 1992). 2.2. Mekanisme Perpindahan Panas 2.2.1. Perpindahan panas dengan cara konduksi Perpindahan panas secara konduksi terjadi bila energi panas dipindahkan dari satu molekul atau molekul atom tanpa merubah posisi molekul tersebut (Giancoli, 1998). Konduksi adalah proses perpindahan panas atau kalor yang terjadi secara merambat dari satu molekul ke molekul lainnya, tanpa berpindahnya molekulmolekul benda. Konduksi panas hanya dapat terjadi dalam suatu benda apabila ada bagian-bagian benda itu berada pada suhu yang tidak sama, dan arah alirannya selalu dari titik yang suhunya lebih tinggi ke titik yang mempunyai keadaan suhu yang lebih rendah (Zemansky, 1982).
Dasar hukum perpindahan panas secara konduksi oleh Fouriers. Hukum Fourier menyatakan bahwa kecepatan perpindahan panas melalui suatu bahan yang seragam adalah berbanding langsung dengan luas permukaan, perubahan suhu dan berbanding terbalik dengan ketebalan bahan (Zemansky, 1982). Hukum Fourier dapat digambarkan sebagai berikut : (dQ/dt = -kA (dt/dX)) Dimana : dQ/dt = Kecepatan pemindah panas (BTU/jam) A
= Luas permukaan pindah panas (ft2)
dt/dX = Perubahan suhu per tebal bahan (0 F/ft) K
= Konduktivitas termal (BTU / jam ft 0F) Hampir semua jenis makanan memiliki nilai K yang lebih rendah dari K
logam. Hal ini disebabkan rendahnya elektron bebas dalam bahan makanan tersebut (Wirakartakusumah, 1992). 2.2.2. Perpindahan kalor secara konveksi Pemindahan kalor secara konveksi ini melibatkan zat cair, dalam pemindahan panas secara konveksi, setiap molekul bebas bergerak sehingga terjadi pencampuran antar bagian yang panas dan bagian yang dingin dari bahan yang sama oleh karena itu konveksi terjadi pada bahan yang bersifat fluida (cair atau gas) (Wirakartakusumah, 1992). Walaupun zat cair dan gas umumnya bukan merupakan penghantar kalor yang sangat baik, namun dapat mentransfer kalor yang cukup cepat. Konveksi
adalah proses dimana kalor ditransfer dengan pergerakan molekul dari satu tempat ketempat yang lain (Giancoli, 1998). Istilah konveksi ini dipakai untuk perpindahan panas dari satu tempat ke tempat lain akibat perpindahan bahannya sendiri. Tungku udara panas dan sistem pemanasan dengan air panas adalah dua contohnya. Jika bahan yang dipanaskan dipaksa bergerak dengan alat peniup atau pompa, prosesnya disebut konveksi yang dipaksa, kalau bahan itu mengalir akibat perbedaan rapat massa, prosesnya disebut konveksi alamiah atau konveksi bebas (Zemansky, 1982). Kecepatan pindah panas dapat ditentukan dengan hukum Newton yang menyatakan bahwa kecepatan pemindahan panas secara konveksi berbanding lurus dengan luas permukaan dan perbedaan suhu antara fluida yang panas dengan bagian yang dingin. Persamaannya adalah sebagai berikut : Q = h A dt Dimana ; Q
= Kecepatan pindah panas (BTU / jam)
A
= luas permukaan (ft2)
dt
= Perpindahan suhu (0F)
H
= Konstanta proporsionalitas (BTU/jam ft2 0F) Konstanta proporsional h disebut juga koefisien pindah panas. Nilai h
tergantung dari permukaan, dan kecepatan aliran melewati permukaan dimana terjadi perpindahan panas (Wirakartakusumah, 1992).
2.2.3. Perpindahan kalor secara radiasi Istilah radiasi maksudnya ialah pancaran (emisi) energi terus menerus dari permukaan semua benda. Energi ini dinamakan energi radian dan dalam bentuk gelombang elektromagnet. Gelombang ini bergerak secepat kecepatan cahaya dan dapat melewati ruang hampa, dan juga melalui udara. Kalau terhalang oleh suatu benda yang tak dapat dilaluinya, misalnya telapak tangan atau dinding kamar, gelombang itu akan diserapnya (Zemansky, 1982). Energi radian yang dipancarkan oleh suatu permukaan, per satuan waktu dan per satuan luas, bergantung pada sifat permukaan yang bersangkutan dan pada suhunya. Pada suhu rendah, banyaknya radiasi kecil dan panjang gelombangnya relatif panjang. Jika suhu naik, banyaknya radiasi bertambah dengan cepat, sebanding dengan suhu mutlah pangkat empat (Zemansky, 1982). Pengukuran eksperimental banyaknya pancaran energi radian dari permukaan suatu benda, dilakukan oleh John Tyndall (1820-1893) mengambil percobaan tersebut, dalam tahun 1877 Josef Stefan (1835-1893) mengambil kesimpulan bahwa banyaknya emisi itu dapat dirumuskan berdasarkan hubungan R=eσT4 yang adalah hukum Stefan. Besaran R disebut sebagai emitansi radian yang sama dengan banyaknya pancaram enrgi radian per satuan luas dan dinyatakan dengan erg per sentimeter kuadrat menurut sistem cgs, dan dalam sistem mks dinyatakan dengan watt per meter kuadrat. Konstanta σ mempunyai harga 5,6699 X 10 -5 dalam satuan cgs. Besaran T ialah suhu kelvin permukaan, dan e dalah daya
pancar permukaan yang terletak di antara nol dan satu, bergantung pada sifat permukaan (Zemansky, 1982). Misalkan suhu T2 dinding ruang tertutup dibuat tetap dan sejumlah benda yang beralinan emisivitasnya digantungkan bergantian satu per satu di dalamnya. Berapa pun suhu benda -benda itu ketika dimasukkan, pada suatu saat suhu masing-masing akan menjadi sama dengan suhu dinding ruangan, T2, bahkan sekalipun ruangan dihampaudarakan. Jika benda-benda itu kecil dibandigkan dengan ukuran ruangan, energi radian dari dinding-dinding akan mengenai permukaan tiap benda dengan jumlah yang sama besar per satuan waktu. Dari energi ini sebagian terpantul dan sisanya terserap. Kalau dalam ruangan itu tidak terjadi proses-proses lain, energi yang terserap ini akan menyebabkan suhu benda yang menyerap naik. Tetapi ternyata karena suhu benda itu tidak berubah, tiap benda per satuan waktu pastilah memancarkan energi radian dalam jumlah yang sama dengan yang diserapnya. Karena itu penyerap yang baik adalah pemancar yang baik, dan penyerap dan buruk adalah pemancar yang buruk pula. Tetapi karena setiap benda selain menyerap, juga memantulkan energi radian yang diterimanya,
penyerap
yang
buruk
pasti
juga
pemantul
yang
baik
(Zemansky, 1982). Inilah sebabnya dinding botol vakum harus diberi lapisan perak. Botol termos dibuat dengan dinding gelas rangkap dua, ruang antara dinding-dinding ini dihampaudarakan, sehingga pengaliran panas karena konduksi dan konveksi praktis tidak terjadi. Untuk mengurangi pancaran radian sampai serendah
mungkin, dinding-dinding tersebut dilapisi dengan lapisan perak, yang sifatnya sangat memantulkan dan karena itu merupakan pemancar yang sangat buruk (Zemansky, 1982). Penyerap yang baik adalah pemancar yang baik, pemancar terbaik adalah permukaan yang menyerap terbaik. Tetapi tidak ada permukaan yang dapat menyerap lebih daripada semua energi radian yang mengenainya. Tiap permukaan yang memancarkan dapat menyerap seluruh energi yang datang merupakan permukaan yang memancarkan paling baik. Permukaan seperti ini tidak memantulkan energi radian, dan sebab itu warnanya akan tampak hitam. Permukaan demikian disebut permukaan hitam sempurna, dan benda yang permukaannnya begini disebut benda hitam sempurna, radiator sempurna, atau benda hitam saja (Zemansky, 1982). Tidak ada permukaaan yang hitam sempurna. Yang sangat hampir hitam sempurna ialah jelaga lampu yang hanya memantulkan kira-kira 1% saja. Yang hampir memenuhi syarat-syarat benda hitam ialah ruangan tertutup yang berlubang kecil pada dindingnya. Sebagian energi
radian yang masuk lewat
lubang ini akan diserap oleh dinding-dinding sebelah dalam. Dari bagian yang terpantul, hanya sebagian yang sangat kecil dapat keluar lagi lewat lubang kecil tersebut. Selebihnya diserap oleh dinding-dinding. Jadi lubang itu bersifat sebagai penyerap sempurna (Zemansky, 1982). Energi radian yang dipancarkan oleh dinding-dinding tadi atau oleh setiap benda yang ada di dalam ruang tertutup itu lalu keluar lewat lubangnya, akan
sama sifatnya seperti yang dipancarkan oleh radiator sempurna, asal suhu dinding-dinding itu uniform (Zemansky, 1982). 2.4. Bentuk Aplikasi Pengolahan dengan Panas Pemasakan atau cooking adalah suatu proses yang tujuan utamanya untuk menghasilkan makanan yang dapat dan enak dimakan. Paling sedikit ada 6 jenis pemanasan dalam pemasakan, yaitu pemanggangan, penyangrayan, perebusan, broiling, penggorengan dan stewing. Baking, broiling dan roasting menggunakan udara panas kering dengan suhu diatas 100°C, broiling dan stewing dilakukan dengan cara memasukkan produk dalam air mendidih, sedangkan penggorengan melibatkan minyak dan suhu 150° (Wirakartakusumah, 1992). Proses pemanasan dalam pengolahan dan pengawetan pangan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktifitas biologis yang tidak diinginkan, seperti aktifitas enzim dan mikroba. Selama proses tersebut, secara simultan terjadi juga kerusakan zat gizi serta faktor-faktor yang menentukan mutu bahan pangan, seperti warna, cita rasa dan tekstur. Dengan dimengertinya prinsip-prinsip fisika pindah panas dan diketahuinya sifat bahan pangan dan mikroba, maka dapat ditentukan kondisi optimum dalam hal pemindahan panas dan dapat membuat optimasi dalam memusnahkan mikroba dan mempertahankan zat gizi serta faktor mutu bahan pangan (Wirakartakusumah, 1992). Blanching adalah perlakuan panas yang lazim dilakukan pada makanan sebelum proses pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Tujuan blanching tergantung proses yang akan dilakukan selanjutnya. Blanching sebelum proses
pembekuan dan pengeringan adalah untuk menginaktifkan enzim. Bila produk tidak diblanching dahulu dan langsung dibekukan atau dikeringkan, maka produk tersebut akan mengalami perubahan warna, cita rasa dan nilai gizi lebih cepat sebagai aktifitas enzim (Wirakartakusumah, 1992). Kebanyakan proses blanching dilakukan dengan meletakkan bahan agar kontak dengan air panas atau uap panas dalam waktu yang memadai. Lamanya waktu tergantung tujuan proses blanching dengan uap panas lebih memberikan retensi zat gizi yang optimum dibandingkan dengan air panas. Blanching secara komersil biasanya dilakukan pada suhu 100 °C tetapi dengan waktu yang berbedabeda tergantung jenis bahannya (Wirakartakusumah, 1992). Biasanya air panas digunakan sebagai medium untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abrbasi. Proses ini melalui 2 tahap dimana setiap individu bahan dipanaskan setelah itu produk akan dipertahankan secara adiabatic sehingga suhu akan merata diselaruh bagian bahan. Dengan perlakuan pengeringan pendahuluan sebelum produk diblanching yang mereduksi kadar air sekitar 6%, maka uap panas yang terkondensasi di atas produk akan diserap dan kehilangan zat gizi dapat dicegah (Wirakartakusumah, 1992). Blanching dengan air panas dapat dilakukan dengan merendam bahan dalam air tersebut. Hal ini dapat dilakukan secara batch atau kontonyu dengan menggunaka tipe sekrup, drum atau pipa. Air panas yang digunakan bias diresirkulasi lagi, akan tetapi padatan terlarut dalam air lebih dari 3%, air tersebut dapat menyebabkan perubahan flavour dari bahan (Wirakartakusumah, 1992).
Pasteurisasi merupakan pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 100ºC, akan tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai beberapa menit tergantung dari tingginya suhu trsebut. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Pasteurisasi merupakan proses untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, pembentuk toksin maupun sel pembusuk. Tinggi suhu dan lama pemanasan dalam pasteurisasi tergantung pada ketahanan mikroba yang akan dibunuh dan sensitifitas mutu makanan terhadap pemanasan (Wirakartakusumah, 1992). Sterilisasi merupakan pemanasan yang bertujuan untuk menginaktifkan spora bakteri. Spora bakteri lebih tahan terhadap panas dibanding sel vegetatifnya. Makanan olahan bahan pangan biasa disterilisasi komersial agar bahan terbebas dari mikroba, namun tekstur bahan pangan tidak rusak. Alat yang diguanakan dalam sterilisasi konvensional bisa bersifat batch maupun kontinyu. Still retort adalah alat yang bersifat batch, baik yang vertikal maupun yang horizontal. Untuk proses sterilisasi kontinyu digunakan tipe retort agitasi atau sterilmatik, hidrostatisk dan hidrolok (Wirakartakusumah, 1992). Produk dikatakan steril bila tidak ada satupun mikroba dapat tumbuh pada produk tersebut. Spora bakteri lebih tahan terhadap panas dibandingkan dengan sel vegetatifnya. Oleh karena itu dalam proses sterilisasi, pemanasan ditujukn untuk menginaktifkan spora bakteri. Umumnya semua makanan kaleng diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril komersial. Sterilisasi biasanya
dilakukan
pemanasan
selama
15
menit
pada
suhu
121
°C
(Wirakartakusumah, 1992). Untuk sterilisasi yang berdasarkan pada obligate atau fakultatif anaerob, pH makanan merupakan hal yang sangat kritis. Untuk merencanakan proses pemanasan, makanan dapat dibagi ke dalam 3 golongan pH. Makanan dengan pH rendah disebut makanan berasam tinggi, yaitu bila pH lebih rendah dari 3,7, makanan yang tergolong asam yaitu bila pHnya antara 3,7 sampai 4,5 dan makanan dengan kadar asam rendah bila pH makanan diatas 4,5. Karena bakteri pembentuk spora tidak dapat tumbuh pada pH dibawah 3,7, maka proses panas untuk makanan golongan asam tinggi hanya ditujukan untuk menginaktifkan kapang dan khamir. Nilai pH 4,5 dipilih sebagai batas antara golongan asam dengan asam rendah karena nilai ini hanya sedikit lebih rendah dari pH Clostridium
botulinum
(Wirakartakusumah, 1992).
dapat
tumbuh
dan
memproduksi
toksin
III METODOLOGI PERCOBAAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan Yang Digunakan, (2) Alat Yang Digunakan, (3) Metode Percobaan. 3.1. Bahan Yang Digunakan Bahan yang digunakan dalam percobaan perpindahan panas adalah susu murni, dan air. 3.2. Alat Yang Digunakan Alat yang digunakan dalam percobaan perpindahan panas adalah baskom, alat pasteurizer, thermometer, dan kompor. 3.3. Metode Percobaan Prosedur percobaan perpindahan panas adalah : air Pengukuran suhu awal Pemanasan pd pasteurizer T=700C bahan
Pasteurisasi T=700C Bahan hasil pasteurisasi Pengukuran suhu Perhitungan Gambar 1. Prosedur Percobaan Perpindahan Panas
Air yang terlebih dahulu telah diukur suhunya dimasukkan kedalam alat pasteurisasi, ditandabataskan. Didapatkan volume air sampai tanda batas yaitu 13,4 liter. Setelah itu, alat pasteurisasi dinyalakan dan akan terjadi kenaikan suhu. Suhunya yaitu sampai 80oC. Kemudian alat pasteurisasi dimatikan dan masukan susu cair kedalam alat tersebut. Sebelum dimasukkan, susu cair tersebut diukur dulu suhunya. Kemudian ukur suhu air dan suhu susu setelah dipanaskan.
IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Bab
ini
akan
menguraikan
mengenai
:
(1)
Hasil
Pengamatan,
(2) Pembahasan. 4.1. Hasil Pengamatan Table 1. Hasil Pengamatan Perpindahan Panas Keterangan Hasil 0 ∆ TLMTDair 337,0786 K ∆ TLMTDsusu 314,46540 K Qair 11082,5569 KJ Qsusu 1247,0125 KJ Qtotal 9385,5444 KJ (Sumber : Elbie Dwi Kencana, Kelompok C, 2011) 4.2. Pembahasan Pada percobaan perpindahan panas dengan sampel susu didapat hasil bahwa ∆ TLMTDair sebesar 337,07860 K, ∆ TLMTDsusu sebesar 314,46540 K, Qair sebesar 11082,5569 KJ, Qsusu sebesar 1247,0125 KJ dan Qtotal sebesar 9385,5444 KJ. Panas
sensible
kenaikan/penurunan
adalah
temperatur,
panas
yang
menyebabkan
tetapi
phasa
(wujud)
tidak
terjadinya berubah
(Anonim, 2011). Panas laten adalah panas yang diperlukan untuk merubah phasa (wujud) benda, tetapi temperaturnya tetap (Anonim, 2011). Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu yang relatif cukup rendah (dibawah 100oC) dengan tujuan untuk menginaktifasi enzim dan membunuh mikroba pembusuk (Anonim, 2011).
Mekansime pasteurisasi yaitu proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, dengan cara tidak kontinyu (batch) dan kontinyu. Pasteurisasi secara batch dilakukan dengan memanaskan bahan pangan pada suhu dan waktu pasteurisasi tertentu, selanjutnya dikemas dalam kemasan steril dengan teknik pengisian hot filling. Sementara pasteurisasi kontinyu dilakukan dengan menggunakan pelat pemindah panas (plate heat exchanger). Proses berlangsung tanpa terputus: bahan yang telah dipasteurisasi langsung dibawa ke tahap pendinginan dan langsung dikemas. Cara kontinyu menggunakan suhu yang lebih tinggi dengan waktu proses yang lebih singkat dibandingkan metode batch. Proses sterilisasi menggunakan kombinasi suhu tinggi dan waktu tertentu untuk membunuh semua mikroorganisme termasuk sporanya didalam bahan pangan, yang dapat tumbuh pada kondisi normal. Proses ini lebih intens dari proses pasteurisasi, menggunakan suhu di atas 100 0C dengan waktu yang lebih lama sehingga bisa mempengaruhi penampakan dan rasa produk. Sterilisasi komersial tidak sama dengan sterilisasi absolut. Pada sterilisasi komersial, proses sterilisasi ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme yang hidup pada suhu penyimpanan normal (disuhu ruang) (Anonim, 2011). Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia betina. Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka dapat mencerna makanan padat. Susu binatang (biasanya sapi) juga diolah menjadi berbagai produk seperti mentega, yogurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia (Anonim, 2011).
Susu murni harus mengandung sekurang-kurangnya 3,25% dari lemak susu dan 8,25% padatan susu bukan lemak (protein, karbohidrat, vitamin larut air, dan mineral). Penambahan vitamin A dan D pada susu ini bersifat fakultatif (Anonim, 2011). Susu murni yang dipanaskan selama beberapa waktu akan terubah menjadi evaporated milk. Susu ini terbentuk melalui pemanasan susu dengan menggunakan pompa vakum untuk menghilangkan kira-kira 60% kadar airnya. Selain penghilangan air, dalam pembuatan evaporated milk ini juga dilakukan penambahan vitamin D serta standardisasi nutrisi. Selanjutnya susu ini akan dipanaskan pada suhu 115,5-118,5 °C selama 15 menit untuk sterilisasi. Hasilnya, evaporated milk akan berstruktur lebih pekat dibandingkan susu murni, dan mengandung kira-kira 25% padatan susu bukan lemak (Anonim, 2011). Bagian alat pasteurisasi secara konduksi, konveksi dan radias, anatara lain adalah :
Gambar 2. Alat Pasteurisasi V KESIMPULAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan percobaan perpindahan panas yang telah dilakukan didapat hasil ∆ TLMTDair sebesar 337,07860 K, ∆ TLMTDsusu sebesar 314,46540 K, Qair sebesar 11082,5569 KJ, Qsusu sebesar 1247,0125 KJ dan Qtotal sebesar 9385,5444 KJ. 5.2. Saran Dalam praktikum ini diharapkan para praktikan lebih teliti terutama dalam pengukuran suhu dengan menggunakan termometer dan pada saat penghitungan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2011), Panas/Kalor, http://id.wikipedia. org/wiki/panas/kalor.co.id, di akses 04/12/2011.
Indonesia.
Anonim, (2011), Pasteurisasi, http://id.wikipedia. org/wiki/pasteurisasi.co.id, di akses 04/12/2011.
Indonesia.
Anonim, (2011), Susu, http://id.wikipedia. Indonesia. org/wiki/susu.co.id, di akses 04/12/2011. Brennan, J.G. (1974), Food Engineering Operation, Applied Science Publisher Limited, London. Giancoli. C Douglas, (2001), Fisika, Edisi kelima, Erlangga, Jakarta Wiratakusumah, Aman.(1992), Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan, Institut Pertanian Bogor. Zemansky. Sears., (1982), Fisika untuk Universitas, Binacipta, Jakarta.
LAMPIRAN
T1air
730 C → 3460 K
T2air
550 C → 3280 K
T1susu
220 C → 3590 K
T2susu
650 C → 3350 K
Vair
8 L → 0,008 m3
Vsusu
1 L → 0,001 m3
∆ TLMTDair = T2 – T1 ln T2/T1 =
ρair
∆ TLMTDsusu = T2 – T1 ln T2/T1
328 – 346 ln (328/346)
= 335 - 259 ln (335/259)
= 337,07860 K
= 314,46540 K ρsusu
= 981,107 kg/m3
= 1030 kg/m3
Cpair = 4,1889 KJ/kg 0 K
Cpsusu = 3,85 KJ/kg 0 K
mair = ρ x V
mair = ρ x V
= 981,107 x 0,008
= 981,107 x 0,008
= 7,8488 kg
= 1,03 kg
Interpolasi ρair = 938,24 +
3,9286 10
(- 5,43)
= 981,107 kg/m3 Interpolasi Cpair = 4,187 +
3,9286 10
= 4,1889 kg/m3
(0,005)
Qair = m x Cp x ∆ TLMTDair = 7,8488 x 4,1889 x 337,0786 = 11082,5569 KJ Qsusu = m x Cp x ∆ TLMTDsusu = 1,03 x 3,85 x 314,4654 = 9835,544 KJ Qtotal = Qair – Qsusu = 11082,5569 KJ - 9835,544 KJ = 9835,5444 KJ