Makalah Perpindahan Panas ”Konveksi Alamiah”
OLEH: Kelompok 1 1.
Almira Fadhillah
2.
Fahmi Lidin
3.
Devita Septiani Putri Kelas: 4 KA
Dosen Pembimbing: Ir. Aida Syarief, M.T
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah berjudul “KONVEKSI ALAMIAH” ini. Salawat dan salam juga penyusun persembahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya sampai akhir zaman. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis masih mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan makalah di masa datang. Dalam penyelesaian skripsi ini penyusun banyak mendapatkan bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak terutama dari dosen pembimbing. Maka pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapan terima kasih yang tulus kepada Ir. Aida Syarief,M.T selaku dosen pembimbing mata kuliah Perpindahan Panas. Atas semua bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis, semoga akan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna baik bagi penyusun maupun bagi pembaca, Amin.
Palembang,
Maret 2011
Penyusun
DAFTAR ISI Halaman
Daftar Isi Kata Pengantar Bab I – Pendahuluan Bab II – Tinjauan Pustaka Bab III – Pembahasan 1. Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering 2. Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Miring 3. Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada plat vertical Bab IV – Soal dan Pembahasan Bab V – Penutup
BAB 1 PENDAHULUAN
Konveksi yang kita bicarakan hanya sejauh masalah itu berhubungan dengan kondisi batas yang terdapat dalam masalah konduksi. Sekarang kita akan membahas lebih jauh metode perhitungan perpindahan kalor konveksi dan khususnya cara-cara meramalkan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h. Dalam masalah perpindahan panas konveksi diperlukan neraca energy di samping analisis dinamika fluida masalah tersebut. Konveksi alamiah (natural convection), atau konveksi bebas (free convection), terjadi karena fluida yang, karena proses pemanasan, berubah densitasnya (kerapatannya), dan bergerak naik. Radiator panas yang digunakan untuk memanaskan ruang merupakan sutu contoh piranti praktis yuang memindahkan kalor dengan konveksi bebas. Gerakan fluida dalam konveksi bebas, baik fluida itu gas maupun zat cair, terjadi karena gaya apung (buoyancy force) yang dialaminya apabila densitas fluida didekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apung itu tidak akan terjadi apabila fluida itu tidak mengalami sesuatu gaya dari luar seperti gravitasi (gaya berat), walaupun gravitasi bukanlah satu-satunya medan ghaya luar yang dapat menghasilkan arus konveksi bebas; fluida yangterkurung dalam mesin rotasi mengalami medan gaya sentrifugal, dan karena itu mengalami arus konveksi bebas bila salah satu atau beberapa permukaannya yang dalam kontak dengan fluida itu yang dipanaskan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Yang dimaksud dengan aliran ialah pengangkutan ka1or oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Proses perpindahan ka1or secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang utama. Lazimnya, keadaan keseirnbangan termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal ini dikatakan suhu permukaan adalah T1 dan suhu udara sekeliling adalah T2 dengan Tl>T2. Kini terdapat keadaan suhu tidak seimbang diantara bahan dengan sekelilingnya.
Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai. Oleh karena konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan ka1or ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena masa yang akan dipanaskan tidak sekaligus di bawa kesuhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh masa jenis yang lebih kecil daripada bagian masa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada seluruh zat
Gambar 1.3. Perpindahan panas konveksi. (a) konveksi paksa, (b) konveksi alamiah, (c) pendidihan, (d) kondensasi
Pada perpindahan kalor secara konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan ke sekelilingnya dengan perantaraan aliran fluida. Oleh karena pengaliran fluida melibatkan pengangkutan masa, maka selama pengaliran fluida bersentuhan dengan permukaan bahan yang panas, suhu fluida akan naik. Gerakan fluida melibatkan kecepatan yang seterusnya akan menghasilkan aliran momentum. Jadi masa fluida yang mempunyai energi terma yang lebih tinggi akan mempunyai momentum yang juga tinggi. Peningkatan momentum ini bukan disebabkan masanya akan bertambah. Malahan masa fluida menjadi berkurang karena kini fluida menerima energi kalor. Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik ke atas. Kekosongan tempat masa bendalir yang telah naik itu diisi pula oleh masa fluida yang bersuhu rendah. Setelah masa ini juga menerima energi kalor dari permukan bahan yang kalor dasi, masa ini juga akan naik ke atas permukaan meninggalkan tempat asalnya. Kekosongan ini diisi pula oleh masa fluida bersuhu renah yang lain. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang. Dalam kedua proses konduksi dan konveksi, faktor yang paling penting yang menjadi penyebab dan pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu .terjadi maka keadaan tidak stabil terma akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini perlu diselesaikan melalui proses perpindahan kalor.
Dalam pengamatan proses perpindahan kalor konveksi, masalah yang utama terletak pada cara mencari metode penentuan nilai h dengan tepat. Nilai koefisien ini tergantung kepada banyak faktor. Jumlah kalor yang dipindahkan, bergantung pada nilai h. Jika cepatan medan tetap, artinya tidak ada pengaruh luar yang mendoromg fluida bergerak, maka proses perpindahan ka1or berlaku. Sedangkan bila kecepatan medan dipengaruhi oleh unsur luar seperti kipas atau peniup, maka proses konveksi yang akan terjadi merupakan proses perpindahan kalor konveksi paksa. Yang membedakan kedua proses ini adalah dari nilai koefisien h-nya. Besarnya konveksi dipengaruhi oleh : a. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A). b. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida ((T). c. Koefisien konveksi (h), yang tergantung pada : 1) viscositas fluida 2) kecepatan fluida 3) perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida 4) kapasitas panas fluida 5) rapat massa fluida 6) bentuk permukaan kontak
BAB 3
PEMBAHASAN Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas antara suatu permukaan padat dan suatu fluida berlangsung secara konveksi. Konveksi panas dapat dihitung dengan persamaan pendinginan Newton: q=-h.A.∆T dimana : q = Kalor yang dipindahkan h = Koefisien perpindahan kalor secara konveksi A = Luas bidang permukaan perpindahan panas T= Temperatur Tanda minus (-) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika, sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif (+). Persamaan diatas mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien pindah panas permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju pindah panas di daerah dekat pada permukaan itu. Fluks Kalor: Adalah laju perpindahan panas persatuan luas (q/A). Fluks kalor boleh didasarkan atas luas permukaan luar atau dalam pipa. Suhu arus rata-rata: Adalah suhu yang dicapai apabila keseluruhan fluida yang mengalir melalui penampang itu dikeluarkan lalu dicampur secara adiabatic Koefisien perpindahan kalor menyeluruh: Jika terjadi konduksi dan konveksi secara berturutan, maka berbagai tahanan panas yang tersangkut dapat dijumlahkan untuk memperoleh koefisien pindah panas keseluruhan U. Persamaan perpindahan panas menjadi Th= suhu fluida panas Tc=suhu fluida dingin
Th – Tc = gaya dorong atau beda suhu lokal menyeluruh A
= luas permukaan dalam/luar pipa
U
= koefisien pindah panas keseluruhan berdasarkan A
A
= faktor proporsionalitas antara q/A dan T Jika A = Ao, luas permukaan luar tabung, maka U = Uo, koefisien yang didasarkan atas
luas permukaan luar Berdasarkan gaya penyebab terjadinya arus aliran fluida, konveksi dapat diklasifikasikan menjadi konveksi bebas/alamiah dan konveksi paksa.
Gambar 2.4 Ilustrasi aliran fiuda pada konveksi alamiah dan paksa Konveksi alamiah terjadi karena ada arus yang mengalir akibat gaya apung, sedangkan gaya apung terjadi karena ada perbedaan densitas fluida tanpa dipengaruhi gaya dari luar sistem. Perbedaan densitas fluida terjadi karena adanya gradien suhu pada fluida. Contoh konveksi alamiah antara lain aliran udara yang melintasi radiator panas [McCabe,1993]. Pada perbatasan suatu permukaan dan suatu fluida akan terjadi perpindahan panas secara konduksi dan konveksi. Biasanya temperatur permukaan itu cukup tinggi untuk menimbulkan pula radiasi. Tanpa adanya aliran yang dipaksakan terhadap fluida, maka sekitar permukaan akan terjadi konveksi secara alamiah. Perbedaan temperatur antara bagian-bagian fluida menyebabkan perbedaan densiti dan karena itu timbul gerakan dan aliran dalam fluida. Aliran alamiah ini memperbesar perpindahan panas yang semula sampai tercapai keadaan yang tecap. Cara perpindahan panas semacam ini disebut konveksi alamiah atau konveksi bebas. Besarnya koefisien perpindahan panas harus didapat dari hasil percobaan. Banyak penyelidikan telah dilakukan untuk menentukan koefisien pindah panas itu. Jika berbagai
hasil penyelidikan itu dikumpulkan, ternyata dapat diperoleh persamaan empiris dalam bilangan-bilangan tanpa dimensi, salah satu di antaranya adalah bilangan Grashof, yang dibuat untuk menunjukkan sifat- sifat konveksi bebas . Hasil percobaan itu sering juga dinyatakan sebagai nomogram (alignment chart) atau grafik.
Persamaan empiris dan nomogram itu dapat dipakai guna memperkirakan koefisien perpindahan panas untuk konveksi bebas. Karena terdapat berbagai persamaan dan nomogram, maka haruslah dicari yang keadaan sistemnya sama dengan sistem yang sedang ditinjau. ALIRAN VISKOS (KENTAL) Gaya – gaya viskos biasanya diterangkan dengan tegangan geer (shear stress) τ antara lapisan – lapisan fluida. Jika tegangan ini dianggap berbanding dengan gradient kecepatan (velocity gradient) normal, maka kita dapatkan persamaan dasar untuk viskositas, τ= μ dudy Pada permulaan, pembentukan lapisan batas itu laminar, tetapi pada suatu jarak kritis ditepi depan, bergantung dari medan aliran dan sifat – sifat fluida, gangguan – gangguan kecil pada aliran itu membesar dan mulailah terjadi proses transisi hingga aliran menjadi turbulen. Dengan aliran turbulen dapat digambarkan sebagai kecocokan rambang dimana gumpalan fluida bergerak ke sana ke mari disegala arah. Transisi dari aliran laminar menjadi turbulen terjadi apabila u∞xv=ρu∞xμ>5 × 105 Dimana : u∞ = kecepatan aliran bebas X = jarak dari tepi depan
V = μ/ρ = viskositas kinematik Pengelompokkan khas diatas disebut angka Reynolds dan angka ini tak berdimensi apabila untuk semua sifat – sifat diatas digunakan perangkat satuan yang konsisten; Rex=u∞xv Angka Reynolds digunakan sebagai criteria untuk menunjukkan apakah aliran dalam tabung atau pipa itu laminar atau turbulen. Untuk Red=umdv>2300 Aliran itu biasa turbulen. sekali lagi, pada daerah transisi terdapat suatu jangkau angka Reynolds, yang bergantung dari kekasaran pia dan kehalusan aliran. Jangkau transis yang biasa digunakan ialah 2000 < Red<4000 Walaupun dalam kondisi yang dikendalikan ketat dalam laboratorium aliran laminar masih bias didapatkan pada angka Reynolds 25.000. Hubungan kontinuitas untuk aliran satu – dimensi dalam tabung ialah m= ρμmA Dimana : m = laju aliran massa μm = kecepatan rata – rata A = luas penampang LAPISAN BATAS LAMINAR PADA PLAT RATA Kita terapkan hokum kedua Newton tentang gerak, Fx= d(inV)dτ Dimana ΣFx = tambahan fluks momentum pada arah x Fluks momentum pada arah x ialah hasil perkalian aliran massa melalui satu sis tertentu dari volume kendali dan komponen x kecepatan pada titik itu. Massa yang masuk dari muka kiri unsure itu persatuan waktu ialah m= ρu dy Jika kita andaikan satu satuan kedalaman pada arah z. jadi momentum, masuk pada muka kiri per satuan waktu ialah ρ u+ ∂u∂x dx dy Dan momentum yang keluar dari muka kanan ialah ρ u+ ∂u∂xdx2dy
Aliran massa yang masuk dari muka adalah m= ρv dx Aliran massa keluar darim muka atas ialah ρ v+ ∂u∂x dy dx Neraca massa pada unsure itu memberikan ρu dy+ ρv dx= ρ u+∂u∂x dxdy+ ρ v+ ∂u∂y dy dx Atau ∂u∂x+ ∂v∂y=0 Persamaan diatas ialah persamaan kontiunuitas, untuk lapisan batas. Momentum pada arah x yang masuk melalui muka bawah iadalah Ρvu dx Dan momentum pada arah x yang keluar dari muka atas ialah ρ v+ ∂v∂y dy u+ ∂u∂y dydx Bagi kita hanya momentum pada arah x yang penting, karena gaya yang menjadi perhatian kiata dalah analisa ini adalah gaya pada arah x. gaya ini adalah gaya – gaya yang disebabkan oleh geser viskos dan gaya tekanan pada unsure. Gaya tekanan pada muka kiri adalah ρ dy, dan pada muka kanan adalah –p+ ∂p∂x dxdy, sehingga gaya tekanan netto pada arah gerakan adalah -∂p∂x dx dy Gaya geser viskos pada muka bawah adalah -μ ∂u∂y dx Dan gaya geser pada muka atas μ dx∂u∂y+ ∂∂y∂u∂y dy Gaya geser viskos netto pada arah gerakan ialah jumlah kedua gaya di atas: Gaya geser-viskos neto = µ∂u∂y2 dx dy Dengan menyamakan jumlah gaya geser-viskos dan gaya tekanan dengan perpindahan momentum pada arah x, kita dapatkan µ∂u∂y2 dx dy- µ∂p∂x dx dy = ρ u+ ∂u∂y2 dx 2 dy – ρu2dy + ρu+ ∂v∂y dy u+ ∂u∂y dy dx- ρvu dx disederhanakan, dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan mengabaikan diffrensial orde kedua, kita dapat ρu ∂u∂x+ v ∂u∂y= μ ∂2u∂y2-∂p∂x
Persamaan diatas ialah persamaan momentum untuk lapisan batas laminar dengan sifat – sifat tetap. Persamaan ini dapat diselsaikan secara eksak untuk berbagai kondisi batas, dan para pembaca. Penyelesaian eksak persamaan laju lapisan batas sebagaimana diberikan pada lampiran B menghasilkan δx= 5,0Rex1/2 1. Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara sekeliling dan bahan yang dikeringkan. Penguapan ini terjadi karena kandungan air diudara mempunyai kelembapan yang cukup rendah. Pada saat proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses yaitu: -
Proses
perpindahan
massa,
proses
perpindahan
massa
uap
air
atau
pengalihan kelembapan dari permukaan bahan kesekeliling udara. -
Proses perpindahan panas, akibat penambahan (perpindahan) energi panas terjadilah proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau proses perubahan fasa cair menjadi fasa uap. Kedua proses tersebut diatas dilakukan dengan cara menurunkan Kelembapan
relatif udara dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air di udara sekeliling bahan
yang
di
keringkan.perbedaan tekanan ini meneyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan keudara luar. Untuk meningkatkan perbedaantekanan udara antara permukaan bahan dengan udara sekelilingnya dapat dilakukan dengan memanaskan
udara
yang
dihembuskan ke bahan. Makin panas udara yang dihembuskan mengelilingi bahan, maka banyak pula uap air yang dapat di ttarik oleh udara panas pengering. Energi panas yang berasal dari hasil pembakaran menyebabkan naiknya temperature ruang pembakaran. Karena adanya perbedaan temperatur antara ruang pembakaran dengan lemari pengering, maka terjadi perpindahan panas konveksi alamiah didalam alat pengering. Udara panas didalam lemari pengeriingg mempunyai densitas yang lebih kecil dari udara panas diruang pembakaran sehingga terjadi aliran udara.
Cara perpindahan panas konveksi erat kaitannya dengan gerakan atau aliran fluida. Salah satu segi analisa yang paling penting adalah mengetahui apakah aliran fluida tersebut laminar atau turbulen. Dalam aliran laminar, aliran dari garis aliran (streamline) bergerak dalam lapisan-lapisan, dengan masing- masing partikel fluida mengikuti lintasan yang lancar serta malar (kontiniu). Partikel fluida tersebut tetap pada urutan yang teratur tanpa saling mendahului. Sebagai kebalikan dari gerakan laminar, gerakan partikel fluida dalam aliran turbulen berbentuk zig-zag dan tidak teratur. Kedua jenis aliran ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perpindahan panas konveksi. Bila suatu fluida mengalir secrara laminar sepanjang suatu permukaan yang mempunyai suhu berbeda dengan suhu fluida, maka perpindahan panas terjadi dengan konduksi molekulardalam fluida maupun bidang antara (interface) fluida dan permukaan. Sebaliknya dalam aliran turbulen mekanisme konduksi diubah dan dibantu oleh banyak sekali pusaran-pusaran (eddies) yang membawa gumpalan
fluida
melintasi
garis
aliran. Partikel-partikel iniberperan sebagai pembawa energy dan memindahkan energi dengan cara bercampur dengan partikel fluida tersebut. Karena itu, kenaikan laju pencampuran (atau turbulensi) akan juga menaikkan laju perpindahan panas dengan cara konveksi Untuk menganalisa distribusi temperatur dan laju perpindahan panas pada peralatan pngeringan, diperlukan neraca energi disamping analisis dinamika fluida dan analisi lapisan batas yang terjadi. Setelah kiat melakukan neraca energi terhadap sistem aliran itu, dan kita tentukan pengaruh aliran itu tehadap beda temperatur dalam fluida maka distribusi temperature dan laju perpindahan panas dari permukaan yang dipanaskan ke fluida yang ada diatasnya dapat diketahui. Keseimbangan energi panas dapat dilihat dalam rumusan berikut: Qudout = mudCpdT = Qin = mairLHair Perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam bentuk: Qkonveksi = hc.A.Dt
Pada sistem konveksi bebas dikenal suatu variable tak berdimensi baru yang sangat penting dalam penyelesaian semua persoalan konveksi alami, yaitu angka Grashof Gr yang peranannya sama dengan peranan angka Reynolds dalam sistem konveksi paksa, didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya apung dengan gaya viskositas di dalam sistem aliran konveksi alami. Grƒ = Dimana koefisien muai volume β untuk gas ideal, β = 1/T Koefisien perpindahan panas konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi: ƒ=
= C (GrƒPrƒ)
m
dimana subscrip f menunjukkan bahwa semua sifat-sifat fisik harus di evaluasi pada suhu film, Tƒ = Produk perkalian antara angka grashof dan angka prandtl disebut angka Rayleigh: Ra = Gr . Pr 2.
Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Miring Orientasi kemiringan pelat apakh permukaannya menghadap atas atau ke bawah merupakan salah satu factor yang mempengaruhi bilangan nusselt.Untuk membuat perbedaan ini Fuji dan Imura memberikan tanda sudut
seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.1 sebagai berikut :
a.
Sudut
adalah negatif jika permukaan panas menghadap ke atas.
b.
Sudut
adalah positif jika permukaan panas menghadap ke bawah.
Menurut Fuji dan Imura untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap ke bawah pada jangkauan + < 80 °C ;10
5
11
< Gr.Pr < 10
Nu=0.56 (GrL.Pr cos)
bentuk korelasinya adalah :
1/4
Gambar 2.1 Konsep Positif dan Negative pada Plat Miring Untuk plat dengan kemiringan kecil (88° <
< 90°) dan permukaan panas
menghadap ke bawah maka persamaannya : Nu=0,58 (GrL.Pr)
1/5
Untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap ke atas dalam jangkauan 11
GrL.Pr <10
° ;GrL > Grc ; dan -15 <
° < -75 bentuk korelasinya adalah
Nu=0.145 [(GrL.Pr)
1/3
-(Grc.Pr)
1/3
]+0,56 (Grc.Pr cos
)
1/4
Untuk plat miring ,panas (atau dingin ) relative terhadap temperatur fluida,plat sejajar dengan vector gravitasi,dan gaya apung yang terjadi menyebabkan garakan fluida ke atas atau ke bawah. Bagaimanapun, jika platnya membentuk sudut terhadap gravitasi,gaya apung mempunyai komponen normal terhadap permukaan plat. Dengan adanya pengurangan gaya apung yang paralel terhadap plat,dan juga terjadi penurunan kecepatan fluida sepanjang plat,dan bisa diperkirakan bahwa juga terjadi penurunan pada perpindahan panas konveksi. Tetapi penurunan itu terjadi apakah perpindahan panasnya berasal dari atas ataau bawah permukaan dari plat. 1.
Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Vertikal Ketika suatu plat rata vertical dipanaskan maka akan akan terbentuklah suatu lapisan batas konveksi bebas, Profil kecepatan pada lapisan batas ini tidak seperti profil kecepatan pada lapisan batas konveksi paksa .Pada gambar 2.2 dapat dilihat profil kecepatan pada lapisan batas ini,dimana pada dinding ,kecepataan adalah nol,karena terdapat kondisi tanpa gelincir (no-slip); kecepatan itu bertambah terus sampaai mencapai nilai maksimum ,dan kemudian menurun lagi hingga nol pada tepi lapisan batas.Perkembangan awal lapisan batas adalah laminar,tetapi suatu jarak tertentu dari tepi depan ,bergantung pada sifat-sifat fluida dan beda suhu antara dinding dan lingkungan,terbentuklah pusaran-pusaran ke lapisan batas turbulen pun mulailah terjadi.Selanjutnya,pada jarak lebih jauh pada plat itu lapisan batas menjadi turbulen sepenuhnya. Mc.Adams
Konstanta C ditentukan pada tabel 2.1 Sifat-sifat fisik Dievaluasi pada suhu film Tƒ.Untuk perkalian antara bilangan Grashof dengan bilangan Prandtl disebut dengan bilangan Rayleigh (Ra) yaitu : RaL = GrL.Pr =
Gambar 2.2 Konveksi Alamiah pada Pelat Vertikal Churchill dan Chu menyarankan bentuk korelasi dengan dua persamaan untuk konveksi bebas paada plat vertical. Untuk daerah Laminer pada jangkauan 1
-
10
9
= 0.68+
4/9
Tabel 2.1 Konstanta C dan n untuk persamaan 9 Geometri
GrL.Pr
C
N
Bidang dan Silinder
4 9 10 -10
0,59
¼
0,021
2/5
Vertikal
9
10 -10
13
0,10
(Sumber :J.P Holman)
-1 12 Sedangkan untuk daerah turbulen yang berlaku pada jangkauan 10
= 0.825 +
8/27
BAB IV SOAL – SOAL