2013 zahid corp.
Zahid Fikri, S.Kep.Ns nursingpustaka.blogspot.com
[FRAKTUR CERVICAL] CERVICAL] Kebanyakan cidera yang mengenai leher atau vertebra cervical karena hasil dari benturan/tubrukan yang memampatkan vertebra cervicalis cer vicalis dengan bagian bahu. Kekuatan ini bahkan sangat hebat sehingga menyebabkan fraktur pada vertebra atau bahkan dapat terpecah menjadi bagian-bagian kecil. Sebagai contoh, benturan kepala anda ke dasar kolam renang dengan air yang dangkal atau ‘menombak’ dengan menggunakan kepala anda yang memakai helm untuk menghentikan lawan dalam permainan football dapat menyebabkan fraktur vertebra cervicalis.
LAPORAN PENDAHULUAN “FRAKTUR CERVIKAL”
A. DEFINISI
Ada tujuh tulang servikal vertebrae (tulang belakang) yang mendukung kepala dan menghubungkannya ke bahu dan tubuh. Sebuah fraktur (patah atau retak) di salah satu tulang leher disebut fraktur servikal atau kadang-kadang juga disebut patah tulang leher. Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb (Sjamsuhidayat, 1997).
B. ETIOLOGI
Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi dalam olahraga memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, bersepeda) terkait dengan fraktur servikal
C. PATOFISIOLOGI
Zahid Fikri, S.Kep.Ns nursingpustaka.blogspot.com
Page 1
Zahid Fikri, S.Kep.Ns nursingpustaka.blogspot.com
Page 2
D. WOC
E. KLASIFIKASI Mekanisme klasifikasi cervical spine injury 1. Fleksi
Anterior dislokasi (hiperfleksi sprain) Bilateral inter facetal dislokasi Simple wedge compression fracture Clay-Shovelerr fracture (spinasus process avulsion) Flexion tear drop fracture Flexion – Flexion – rotation rotation Zahid Fikri, S.Kep.Ns nursingpustaka.blogspot.com
Page 3
Unilateral facet dislocation 2. Extension
Hyperextention dislocation Avulsion tear drop fracture of axis Fracture of posterior arch of atlas Lacunar fracture Traumatic spodylolistesis spo dylolistesis (Hangman’s Fracture) Hyperextension fracture dislocation) 3. Vertical Compresion
Occipital condyle fracture Burst fracture Jefferson fracture (Bursting fracture of atlas) 4. Lateral Flexion
Uncinate process fracture
Lesi spesifik dan penanganannya : 1. Occipital condyle fractures
Termasuk fracture yang jarang, klinis pasien datang dengan penurunan kesadaran atau gangguan kranial nerve. 2. Condylar fracture terbagi 3 tipe:
Tipe I : fracture dikarenakan beban axial dari tengkorak ke tulang atlas, fracture terjadi di occipital condyle tanpa/minimal displacement ke foramen magnum Tipe II : fracture dari condylus sampai foramen magnum. Tampak fracture linien CTScan merupakan fracture stabil Tipe III : Condyle fracture avulsi Mekanisme trauma biasanya rotasi atau lateral bending atau keduanya merupakan fracture unstable dan harus dilakukan craniocervical fusion. 3. Atlanto occipital dislocation
Pasien datang dengan quadri-plegia dan respiratory arrest Diagnosa ditegakkan dari perhitungan lateral skull X-ray : >1 Normal: 0.7-0.009 Cervical traksi merupakan kontra indikasi. Halo vest, atlanto occipital fusion. Occipital fusion merupakan pilihan 4. Atlas Fracture Zahid Fikri, S.Kep.Ns nursingpustaka.blogspot.com
Page 4
– 10 % cervical spine injury. Gambaran fracture: posterior arch fracture, lateral mass 5 – 10 fracture, Jefferson fracture, Horizontal fracture. Penanganan : mobilisasi dengan halo vest, bila fracture avulsi dengan axial traksi 5. Axis Fracture, terbagi:
o Fracture odontoid o Fracture lateral mass o Hangman’s fracture/traumatic spondylolistesis o Combine fracture 6. Odontoid fracture
– 14 % fracture cervical. Keluhan pasien: nyeri pada occipital cervical Pemeriksaan: 7 – 14 open mount Ro, CT axial, coronal, sagital Dibagi 3 tipe:
1. Avulsi distal odontoid # cervical collar 2. Fracture pada basis odontoid # imobilisasi 12 mhh halo orthosis – posterior arch Anterior 3. Fracture melewati body axis # hale vest 12 mgg Basion – posterior arch atlas for magnum 7. Traumatic spondylolistesis (Hangman’s fracture) Dibagi 3 tipe:
1. Subluksasi C2 – C2 – C3 C3 <> 2. Terpisah discus C2 – C2 – C3 C3 dan posterior longitudinal ligament subluksasi C2 – C3 – C3 <> 11o IIA Seperti II, angulasi lebih besar 3. Facet C2 – C2 – C3 C3 terpisah, Anterior longitudinal ligament terpisah II, IIA, III # halo orthosis, bila gagal anterior fusion plate fixasi
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Evaluasi Radiologis
Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external, tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI. Plain foto
Zahid Fikri, S.Kep.Ns nursingpustaka.blogspot.com
Page 5
Cervical foto series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri lokal, deformitas, krepitasi atau edema, perubahan status mental, gangguan neurologis atau cedera kepala, pasien denganmultiple trauma yang potensial terjadi cervical spine injury. Komplit cervical spine seri terdiri dari AP, lateral view, open mount dan oblique. Swimmer dan fleksi ekstensi dilakukan bila diperlukan. Computer tomography
Pada saat ini CT-Scan merupakan metode yang terbaik untuk akut spinal trauma, potongan tipis digunakan untuk daerah yang dicurigai pada plain foto. CTScan juga dilakukan bila hasil pemeriksaan radiologis tidak sesuai dengan klinis, adanya defisit neurologis, fraktur posterior arcus canalis cervicalis dan pada setiap fraktur yang dicurigai retropulsion fragmen tulang ke kanal saat ini CT dapat dilakukan paad segital, coroval atau oblig plane. 3 dimensi CT imaging memberikan gambaran yang lebih detail pada fraktur yang tidak dapat dilihat oleh plain foto. Myelografi
Pemberian kontras dengan water soluber medium diikuti dengan plain atau CT dapat melihat siluet dari spinal cord, subarachnoid space, nerve root, adanya lesi intra meduler, extrameduler, obstruksi LCS, robekan duramater, tetapi dalam kasus trauma pemeriksaan ini masih kontraversial. Magentic Resonance Imaging (MRI)
MRI banyak digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, mendiagnosis akut spinal cord dan cervical spinal injury karena spinal cord dan struktur sekitarnya dapat terlihat.
G. PENATALAKSANAAN 1. Pertolongan Pertama untuk Fraktur Servikal
Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .
Zahid Fikri, S.Kep.Ns nursingpustaka.blogspot.com
Page 6
Jika ada kemungkinan patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan sampai tindakan medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Itu jalan terbaik untuk mengasumsikan adanya cedera leher bagi siapa saja yang terkena benturan, jatuh atau tabrakan. Gejala fraktur servikal termasuk parah dengan rasa sakit pada kepala, nyeri yang menjalar ke bahu atau lengan,memar dan bengkak di bagian belakang leher.
2. Penanganan Operasi
Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresi elemen neural dan restorasi spinal stability. Operasi anterior dan posterior Anterior approach, indikasi:
- ventral kompresi - kerusakan anterior collum - kemahiran neuro surgeon Posterior approach, indikasi:
- dorsal kompresi pada struktur neural - kerusakan posterior collum Keuntungan: - dikenal banyak neurosurgeon - lebih mudah - medan operasi lebih luas dapat membuka beberapa segmen - minimal morbility
3. Pembatasan aktivitas
Studi spesifik yang membandingkan keluaran dengan atau tanpa pembatasan aktivitas belum ada. Jadi toleransi terhadap respon pengobatan yang bersifat individual sebaiknya menjadi panduan bagi praktisi. Pada tahap akut sebaiknya hindari pekerjaan yang mengharuskan gerak leher berlebihan. Pemberian edukasi mengenai posisi leher yang benar sangatlah membantu untuk menghindari iritasi radiks saraf lebih jauh. Seperti contohnya : penggunaan telepon dengan posisi leher menekuk dapat dikurangi dengan menggunakan headset, menghindari penggunaan kacamata bifokal dengan ekstensi leher yang berlebihan, posisi tidur yang salah. Saat menonton pertandingan pada lapangan Zahid Fikri, S.Kep.Ns nursingpustaka.blogspot.com
Page 7
terbuka , maupun layar lebar sebaiknya menghindari tempat duduk yang menyebabkan kepala menoleh/berotasi ke sisi lesi.
4. Penggunaan collar Penggunaan collar brace
Ada banyak jenis kolar yang telah dipelajari untuk membatasi gerak leher. Kolar kaku/ keras memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan kolar lunak (soft collars ), kecuali pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar lunak : memberikan kenyamanan yang lebih pada pasien. Pada salah satu studi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pasien untuk menggunakan kolar berkisar 68-72%. Penggunaan kolar sebaiknya selama mungkin sepanjang hari. Setelah gejala membaik, kolar dapat digunakan hanya pada keadaan khusus , seperti saat menyetir kendaraan dan dapat tidak digunakan lagi bila gejala sudah menghilang. Sangatlah sulit untuk menyatakan waktu yang tepat kolar tidak perlu digunakan lagi, namun dengan berpatokan : hilangnya rasa nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan sebagai petunjuk.
5. Modalitas terapi lain
Termoterapi dapat digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan selama 15-30 menit, 1 sampai 4 kali sehari, atau kompres panas /pemanasan selama 30 menit , 2 sampai 3 kali sehari jika dengan kompres dingin/pendinginan tidak efektif. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung pada persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri. Traksi leher merupakan salah satu terapi yang banyak digunakan meskipun efektifitasnya
belum
dibuktikan
dan
dapat
menimbulkan
komplikasi
sendi
temporomandibular. Ada beberapa jenis traksi, namun yang dapat dilakukan di rumah adalah door traction. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama 15 menit , dan dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih sedikit selama 4 sampai 6 minggu. Setelah keluhan nyeri hilang pun traksi masih dapat dianjurkan. Traksi dikontraindikasikan pada pasien dengan spondilosis berat dengan mielopati dan adanya arthritis dengan subluksasi atlanto-aksial. Latihan yang menggerakan leher maupun merangsang nyeri sebaiknya Zahid Fikri, S.Kep.Ns nursingpustaka.blogspot.com
Page 8
dihindari pada fase akut. Saat nyeri hilang latihan penguatan otot leher isometrik lebih dianjurkan. Penggunaan terapi farmakologik dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan mungkin mengurangi inflamasi di sekitar radiks saraf (meskipun inflamasi sebenarnya tidak
pernah
dapat
dibuktikan
di
radiks
saraf
maupun
diskus).
Jika gejala membaik dengan berbagai modalitas terapi di atas , aktivitas dapat secara progresif ditingkatkan dan terapi dihentikan atau kualitas diturunkan. Jika tidak ada perbaikan atau justru mengalami perburukan sebaiknya dilakukan eksplorasi yang lebih jauh termasuk termasuk pemeriksaan pemeriksaan MRI dan dipertimbangkan dipertimbangkan dilakukan dilakukan intervensi seperti pemberian steroid epidural maupun terapi operatif. Tidak ada patokan sampai berapa lama terapi non-operatif dilanjutkan sebelum tindakan operatif. Defisit neurologis pada herniasi diskus daerah lumbal yang cukup besar dilaporkan bisa terjadi perbaikan tanpa operasi. Mungkin hal ini juga bisa terjadi pada herniasi diskus di servikal.
Zahid Fikri, S.Kep.Ns nursingpustaka.blogspot.com
Page 9