LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU “ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM”
Kelompok 10 Delis Saniatil H
31113062
Herlin Marlina
31113072
Ria Hardianti
31113096
Farmasi 4B
PRODI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2016
A.
Tujuan Praktikum
: Mampu memahami prinsip kerja dari penetapan
kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam serta mampu menetapkan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam pada sampel dan menganalisa mutu standar dari sampel yang dianalisis. B.
Prinsip
: Suatu bahan bila dipanaskan pada suhu 550oC
maka semua zat-zat organiknya akan teroksidasi menjadi CO2.H2O dan gas lainnya yang tertinggal. C.
Dasar Teori Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Abu dalam bahan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan tidak terlarut. Bentuk mineral dalam abu sangat berbeda dari bentuk asalnya dalam bahan pangan. Sebagai contoh kalisium oksalat dalam makanan berubah menjadi kalsium karbonat dan bila dipanaskan lebih lama lagi akan menjdai kalsium oksida (Nuri Andarwulan, dkk, 2011). Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangatlah sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan ( Sudarmadji, 2003). Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan zat yang tunggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan
berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu krus yang berisi abu diambil dari dalam tanur harus terlebih dahulu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105°C agar suhunya turun menyesuaikan dengan suhu didalam oven, kemudian dimasukkan kedalam desikator sampai dingin, barulah abunya dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan (Anonim, 2010). Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Metode pengabuan ada dua yaitu metode pengabuan kering (langsung) dan metode pengabuan basah (tidak langsung). 1.
Pengabuan kering Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua
zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996). Pengabuan dilakukan melalui dua tahap yaitu :
Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak
hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus
2.
yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba. Pengabuan basah Pengabuan basah memberikan benerapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur daripada menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk
mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari
kehilangan mineral akibat penguapan. Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996).
D.
Alat dan Bahan Alat :
E.
Krus Tang krus Mortir dan stemper Loyang Oven Tanur
Bahan : Sampel biskuit HCl encer
Prosedur Kerja 1. Penetapan Kadar Abu Total Krus kosong di oven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 105oC Kemudian angkat dan dinginkan krus kedalam desikator selama 30 menit
Krus kosong ditimbang (A)
Kemudian masukkan sampel kedalam krus kosong tersebut
Timbang dan catat berat krus + sampel tersebut
Masukkan dalam oven panaskan diatas suhu 105oC, kemudian angkat dan dinginkan kedalam desikator lalu timbang. Lakukan hal ini sampai berat konstan (untuk menghilangkan kadar air)
Kemudian masukkan kedalam tanur selama 6 jam dengan tahapan suhu mulai dari 400oC, 500oC dan 600oC
Kemudian angkat dan dinginkan kembali didalam desikator selama 30 menit
Timbang sampai berat konstan (C)
Perhitungan Kadar Abu Total
Kadar Abu Total =
bobot krus+abu ( C )−bobot krus kosong ( A ) x 100 berat sampel
2. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Abu hasil tanur dari penetapan kadar abu total dilarutkan dengan HCl encer
Saring dengan kertas saring wathman
Masukkan kedalam krus yang konstan, lalu masukkan dalam oven kemudian panaskan pada suhu 105oC
Angkat dan dinginkan kembali didalam desikator selama 30 menit, lalu oven kembali sampai berat konstan
Kemudian masukkan kedalam tanur selama 30 menit dengan tahapan suhu mulai dari 400oC, 500oC dan 600oC
Angkat dan dinginkan kembali didalam desikator selama 30 menit, lalu oven kembali sampai berat konstan
Hitung sebagai kadar abu tidak larut asam
Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Abu Tidak Larut Asam =
bobot krus +abu−bobot krus kosong x 100 berat sampel
F.
Data Pengamatan 1. Kadar Abu Total Bobot Sampel (g) 2g 2g Data 1
Berat Krus
Bobot Sisa
Kosong (g) 16,8469 g 16,1448 g
Pemijaran (g) 16,8558 g 16,1579 g
Kadar (%) 0,445% 0,655%
Berat Abu Total = Berat Total Penimbangan – Berat Krus Kosong = 16,8558– 16,8469 = 0,0089 Kadar abu total Kadar abu total =
=
berat abu total x 100 berat sampel 0,0089 x 100 2
= 0,445% Data 2 Berat Abu Total = Berat Total Penimbangan – Berat Krus Kosong = 16,1579 g – 16,1448 g = 0,0131g Kadar Abu Total
Kadar abu total =
berat abu total x 100 berat sampel
=
0,0131 x 100 2
= 0,655% 2. Kadar Abu Tidak Larut Asam Bobot
Berat Krus
Sampel (g)
Kosong (g)
2g 2g
16,8469 g 16,1448 g
Bobot Sisa Pemijaran (g) 16,8542 g 16,1547 g
Berat Kertas Saring (g) 1,1 g 1g
Data 1 Berat Abu Tidak Larut Asam = Berat Total Penimbangan – Berat Krus Kosong = 16,8542 g – 16,8469 g = 0,0073 g Kadar Abu Tidak Larut Asam
Kadar abu tidak larut asam =
=
berat abu total x 100 berat sampel 0,0073 x 100 2
= 0,365% Data 2 Berat Abu Tidak Larut Asam = Berat Total Penimbangan – Berat Krus Kosong = 16,1547 g –16,1448 g
= 0,0099 g
Kadar Abu Tidak Larut Asam
Kadar abu tidak larut asam =
=
berat abu total x 100 berat sampel 0,0099 x 100 2
= 0,495%
G.
Pembahasan Pada praktikum kali ini yaitu analisis kadar abu total dan kadar abu tidak
larut asam dengan proses pengabuan menggunakan tanur. Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan segera terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif. Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan. Pada peroses pengabuan ini dilakukan dengan menggunakan tanur yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 550oC, dilakukan menggunakan tanur ini yaitu karena suhu dapat diatur sesuai yang telah ditentukan untuk proses pengabuan. Metode yang digunakan adalah metode langsung yaitu pengabuan kering (suhu tinggi dan O2). Prinsip dari pengabuan kering ini adalah destruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi dalam tanur pengabuan tanpa
terjadinya nyala api sampai terbentuk abu berwarna keabuan dan tercapainya berat yang konstan. Kelebihan dari pengabuan kering ini adalah yang paling banyak dipakai, mudah, murah, sederhana, abu larut air, tidak larut air dan tidak larut asam. Sedangkan kekurannya adalah waktu yang relatif lebiih lama, interaksi mineral serta kehilangan mineral. Sampel yang kita gunakan adalah berbentuk biskuit yang kemudian dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2 gram, sebelum dilakukan proses pengabuan didalam tanur, sampel dimasukkan terlebih dahulu kedalam oven agar dapat meminimalkan asap atau jelaga yang muncul pada saat proses pengabuan. Kemudian setelah itu dimasukkan kedalam desikator untuk didinginkan. Desikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air, sepert silika gel atau kapur aktif atau kalsium klorida, natrium hidroksida. Agar desikator dapat mudah digeser tutupnya maka permukaan gelas olesi dengan vaselin. Sestelah berat konstan kemudian dilakukan proses pengabuan dalam tanur selama ±6 jam hingga diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarn putih keabuabuan dengan berat yang konstan. Pada penentuan abu tidak larut asam dilakukan dengan mencampurkan abu kedalam HCl encer, yang kemudian disaring dengan kertas saring whatman. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri dari pasir dan silika. Jika abu banyak mengandung abu jenis ini maka dapat diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadinya kontaminasi dari tanah selama proses bahan tersebut. Berat abu yang diperoleh dari berat abu total untuk krus pertama (data 1) adalah 0,0073 g dengan kadar abu total 0,445% dan untuk krus kedua (data 2) adalah berat abu total 0,0131 g dengan kadar abu total 0,655%. Sedangkan untuk berat abu tidak larut asam untuk krus pertama (data1) adalah 0,0073 g dengan kadar 0,365% dan untuk krus kedua (data 2) adalah berat abu tidak larut asam 0,0099 g g dengan kadar 0,495%.
H.
Kesimpulan Dari hasil praktikum yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa
hasil dari kadar abu total yang diperoleh dari sampel biskuit ini sesuai dengan standar mutu yang ada yaitu sebesar 0,445% dan 0,655% serta kadar abu tidak larut asamnya yaitu 0,365% dan 0,495%. Yang dinyatakan bahwa standar mutunya tidak lebih dari 1,6%.
I.
Daftar Pustaka Andarwulan Nuri, dkk. 2011. Analisis Pangan. Bogor : Dian Rakyat. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI. Rohman, Dr. Abdul. 2011. Analisis Bahan Pangan.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sudarmadji. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
LAMPIRAN
Air
Syarat Mutu (SNI biskuit) : maks 5%
Protein
: min 9%
Lemak
: min 9,5%
Karbohidrat
: min 70%
Abu
: maks 1,6%
Logam berbahaya
: negatif
Serat kasar
: maks 0,5%
Kalori (kal/100 g)
: min 400
Jenis tepung
: terigu
Bau dan rasa
: normal, tidak tengik
Warna
: normal