BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada hakikatnya, setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (“Sola (“Sola dosis facit venenum” venenum ” : Hanya dosislah yang membuat suatu zat racun, Paracelsus (1541-1493 SM)). Ini berarti, adanya suatu zat racun potensial, di dalam suatu organisme belum tentu menimbulkan keracunan ”. Hampir dalam tiap individu dapat terdeteksi adanya jumlah tertentu timbal, air raksa, dan lainlain, akan tetapi zat ini tidak menimbulkan gejala keracunan, selama jumlah yang diterima masih dibawah konsentrasi toksik. Jadi, barulah pada dosis toksik suatu zat dapat bertindak sebagai racun. Sebaliknya jika suatu zat digunakan dalam jumlah amat besar, maka pada umumnya tiap zat beracun, bahkan air sekalipun. Karena itu pembuktian pembuktian adanya konsentrasi konsentrasi toksik mempunyai mempunyai arti arti yang penting. Percobaan pada hewan merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan persyaratan sebelum obat diuji – diuji – coba coba secara klinik pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah ini telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu.
Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh karena hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau aman.
I.2 Maksud dan Tujuan I.2.1 Maksud Percobaan
Percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui efek toksisitas dari diazepam terhadap hewan uji. I.2.2 Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui efek toksisitas akut yang terjadi setelah pemberian oral dan untuk mengetahui mekanisme terjadinya toksik terhadap hewan uji I.3 Prinsip Percobaan
Pemberian dizepam dengan konsentrasi 100 mg, 150 mg, dan 200 mg pada hewan uji secara oral kemudian diamati efek yang ditimbulkan dalam waktu 5 menit, 10 menit,15, 30, 60, dan 120menit.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Dasar Teori
Toksikologi merupakan pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh sedangkan toksisitas adalah efek berbahaya dari suatu obat pada organ target. Tahap dalam pengujian toksisitas obat meliputi : a. Uji farmakokinetik, diperoleh melalui nasib obat dalam tubuh yang menyangkut absorpsi, distribusi, deristribusi, biotransformasi,dan ekskresi obat. b. Uji farmakodinamik, yaitu efek yang terjadi terhadap semua organ dalam tubuh yang sehat. c. Menilai keamanan zat, ditetapkan suatu batas keamanan yang disebut Acceptable Daily Intake yang dinyatakan dalam mg/kgBB/hari. Setiap zat kimia pada dasarnya racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh regimen dosis. Uji toksisitas tidak hanya untuk mengetahui terpaparnya suatu objek yang diteliti, tetapi lebih dari itu untuk mengetahui batas keamanan suatu obat . Uji toksisitas dibagi menjadi 3 macam yaitu : 1.
Uji toksisitas toksik
2.
Uji toksisitas subkronis
3.
Uji toksisitas kronik Toksisitas akut didefinisikan sebagai efek berbahaya yang terjadi dalam waktu
singkat setelah pemberian obat dalam waktu 24 jam hingga beberapa hari, umumnya 314 hari tergantung gejala yang ditimbulkannya. Uji toksisitas akut diperlukan untuk mengetahui : dosis total yang biasa ditentukan adalah LD50, gejala keracunan obat,
penyebab keracunan hewan percobaan, dan memperkirakan organ target yang terkena akibat toksik. Mekanisme toksisitas terjadinya karena interaksi biokimia antara zat toksik atau metabolitnya dengan struktur reseptor tertentu dalam tubuh dimana reseptor sebagai “site of action” zat kimia. Reseptor berfungsi sebagai sistem biologis yang dapat mengenali berbagai zat yang mempunyai sifat kimia khusus, jika suatu senyawa diberikan pada dosis tertentu maka senyawa tersebut akan memberikan efek biologis namun bila dosis ditingkatkan maka reseptor akan mengalami perubahan yang merupakan stimulus positif atau negatif.
Mekanisme kerja diperlihatkan secara skematis sebagai berikut : S R Stimulus ( + atau - )
Keracunan
Integral
S = Obat R = Reseptor Klasifikasi tingkat toksisitas sebagai berikut : 1. < 5 mg / kg
Super toksik
2. 5 – 50 mg / kg
Luar biasa toksik
3. 50 – 500 mg / kg
Sangat toksik
4. 0,5 – 5 g / kg
Toksik sedang
5. 5 – 15 g / kg
Sedikit toksik
6. > 15 g / kg
Praktis tidak toksik
Penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi : 1. Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis
2. Kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenisitas) 3. Pertumbuhan tumor (onkogenisitas atau karsinogenisitas) 4. Kejadian cacat waktu lahir (teratogenisitas)
II.2 Uraian Bahan 1. Air suling
Nama resmi
: AQUA DESTILLATA
Nama lain
: Aquadest
Rumus molekul
: H2O
Pemerian
:Cairan
jernih,
tidak
berwarna,
tidak
berbau,
tidak
mempunyai rasa Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Pelarut
2. Diazepam
Nama Resmi
: DIAZEPAMUM
Nama Lain
: Diazepam
Pemerian
: serbuk hablur; putih atau hamper putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau; rasa, mula-mula tidak mempunyai rasa, kemudian pahit.
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Khasiat
: sedativum
Dosis lazim
: sekali : Sehari : 5 mg – 30 mg, dalam dosis bagi
Dosis maksimum
: sekali : Sehari : 40 mg
Keterangan
: sehari sekali
3. Na. CMC
Nama resmi
: NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama lain
: Natrium Karboksimetilselulosa
Pemerian
: serbuk atau butiran; putih atau putih kuning
gading; tidak
berbau; higroskopik Kelarutan
: mudah mendispersi dalam air, membentuk suspense koloidal; tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P dan dalam pelarut organic lain
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Zat tambahan
II.3 Uraian Hewan Uji
II.3.1
Karakteristik hewan uji mencit (M us musculus )
Mencit adalah hewan yang berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak, mudah ditangani. Bersifat patogit (takut dengan cahaya). 0
Cenderung berkumpul dengan sesamanya, aktif pada malam hari, suhu tubuh 37,4 C. Bila diperlakukan harus secara halus, mudah dikendalikan, tetapi mudah pula menggigit. Mencit jantan yang baru, bila dimasukkan dalam kelompok yang stabil maka akan saling berkelahi dan mencit betina yang sedang menyusui, bila anaknya dipegang dengan tangan maka induknya akan memakan anaknya.
Mencit bisa mencapai umur 2-3 tahun, masa hidupnya beranak 7-18 bulan menghasilkan 6-10 persalinan (hitter). Dengan jumlah yang lahir 11-12 ekor. Lama kehamilan 3 minggu (20-21 hari).
II.3.2 Klasifikasi Mencit (M us musculu s)
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Mamalia
Subclass
: Cheria
Ordo
: Rhodentia
Famili
: Muridae
Genus
: Mus
Spesies
: Mus musculus
BAB III METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat yang Digunakan 1.
Spoit oral
2.
Timbangan berat badan hewan uji
3.
Erlenmeyer
4.
Lumpang dan Stamfer
5.
Tissue
6.
Batang pengaduk
7.
Gelas ukur
8.
Beker gelas
9.
Spidol
III.1.2 Bahan yang Digunakan 1.
Aquadest
2.
Diazepam
3.
Larutan koloidal Na. CMC 1%
III.2 Prosedur kerja 1.
Dibagi kelompok hewan uji dan konsentrasi Diazepam
2.
Ditimbang berat badan hewan uji, diukur panjang, tinggi dan aktifitasnya, serta ditentukan jenis kelamin mencit.
3.
Diberi tanda pada ekor Mencit yang telah ditimbang kemudian dihitung dosis pemberian obat (1 ml/20 g berat badan).
4.
Disiapkan dosis pemberian hewan uji pada spoit oral.
5.
Dimasukkan kedalam mulut spoit secara perlahan-lahan. Dipastikan obat masuk, tarik perlahan-lahan spoit tersebut.
6.
Dilakukan pengamatan
peningkatan laju nafas, penurunan aktif gerak, lumpuh,
kejang, Urinasi, Diare dan Salivasi mulai 5 menit pertama, 10 menit pertama, 15 menit pertama, 30 menit pertama, dan 60 menit pertama
BAB IV METODE KERJA
IV.1 Data Pengamatan No
Kode
1
III
23
2
Kontrol
20
3
II
21
4
I
20
5
Kontrol
16
Kode Mencit/ Bahan
Kode III
JK
BB (gr)
PB (cm)
TB
Ket.
Aktivitas
Klp 1 Klp 2 Klp 3
Parameter yang Dinilai Waktu Pening.
Penur.
Laju
Aktif
Nafas
gerak
5
+
10
(Menit)
Lumpuh
Kejang
Urinasi
Diare
Salivasi
+
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
15
+
+
-
+
+
-
-
30
+
+
-
+
-
-
-
60
+
+
-
-
-
-
-
120
-
+
-
-
+
-
-
Diazepam 100 mg
5
+
+
-
+
-
-
-
10
+
+
+
-
-
-
-
15
+
+
-
+
-
-
-
30
+
+
-
+
-
-
-
60
+
+
+
-
-
-
-
120
+
+
+
-
-
-
-
5
-
-
-
-
-
-
-
10
+
+
+
+
+
+
+
Kontrol
15
-
-
-
-
-
-
-
I
30
-
-
-
-
-
-
-
60
-
-
-
-
-
-
-
120
-
+
-
-
+
+
-
Kode I Diazepam 120 mg
5 Kode II
10
Diazepam
15
140 mg
30 60 120
5 10 Kontrol
15
II
30 60 120
BAB V PEMBAHASAN
Pada praktikum farmakologi kali ini yaitu efek toksisitas akut pada hewan uji, dimana hewan uji yang dipakai adalah mencit dengan prinsip percobaan menginduksi mencit dengan dosis 100 mg, 120 mg, dan 140 mg suspensi diazepam. Untuk jumlah volume suspensi diazepam yang digunakan (dosis obat), dihitung berdasarkan berat badan mencit. Dosis pemberian umum untuk uji toksisitas yaitu 1 ml / 20 gram berat badan mencit yang diamati. Lalu diamati, dengan parameter penilaian adalah : peningkatan laju nafas, penurunan aktivitas gerak, lumpuh, kejang, urinasi, diare,dan salivasi. Dosis untuk tiap-tiap mencit ialah ; mencit pertama dengan suspense diazepam sebesar 0,655 ml, mencit kedua dengan suspense diazepam sebesar 0,728 ml, mencit ketiga dengan suspense diazepam sebesar 0,598 ml, mencit control 1 dan 2 dengan Na CMC berturut-turut sebesar 0,52 ml dan 0,416 ml. Setelah dilakukan pemberian oral, dilakukan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada hewan uji, mencit-mencit tersebut memiliki reaksi yang berbeda-beda berdasarkan konsentrasi dosis yang diberikan. Pada umumnya, setelah pemberian suspense diazepam peroral, hewan menunjukkan tanda-tanda laju pernafasan yang meningkat atau cepat dan kian lama kian melambat. Selain itu, hewan uji Nampak lemah dan tidak seagresif sebelumnya. Konsentrasi yang diberikan pada hewan uji merupakan konsentrasi yang cukup besar,
sehingga mempengaruhi tubuh hewan uji, atau dengan kata lain memberikan efek toksik. Untuk efek-efek lainnya dapat dilihat pada tabel di atas dengan parameter penilaiannya. Satu hal yang dapat digaris bawahi dalam percobaan ini adalah bahwa pada konsentrasi diazepam 100 mg ini tidak menyebabkan mencit atau hewan uji menjadi lumpuh. Parameter penilaian yang selalu menunjukkan nilai positif adalah peningkatan laju nafas dan penurunan aktivitas gerak. Sedangkan perameter penilaian lainnya menunjukkan nilai yang timbul tenggelam. Parameter yang paling kecil efek yang diberikan adalah salivasi dan diare.
BAB VI PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa toksisitas akut terjadi pada konsentrasi obat diazepam … mg .
VI.2 Saran.
Bantuan dan bimbingan dari pembimbing dalam pemberian obat kepada hewan uji sangat kami perlukan. Diharapkan kepada seluruh praktikan agar memperhatikan prosedur kerja serta diharapkan kerja samanya.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1973. “farmakope Indonesia edisi ketiga”. Departemen Kesehatan Republik Indonesia . Jakarta Djamhuri,Agus. 1995. “Sinopsis farmakologi dan terapan khusus di klinik dan perawatan edisi I”. Jakarta : hipokrates Tim farmakologi. 2006. “Penuntun Praktikum farmakologi”. Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Makassar : Makassar.
LAMPIRAN I PERHITUNGAN DOSIS OBAT Diazepam
1.
Diazepam 100 mg untuk dosis manusia Konversi ke mencit : 100 mg X 0,0026 = 0,26 mg
2.
Diazepam 120 mg untuk dosis manusia Konversi ke mencit : 120 mg X 0,0026 = 0,312 mg
3.
Diazepam 140 mg untuk dosis manusia Konversi ke mencit : 140 mg X 0,0026 = 0,364 mg
1. Kelompok II (120 mg)
Untuk dosis toksis 0,26 mg / 20 g BB, maka : Dosis
= 0,312 / 0,5 X 1 ml = 0,624 ml / 20 g BB
Sehingga, Dosis mencit kode ( I )
= 21 g / 20 g X 0,312 ml = 0,655 ml
2. Kelompok III (140 mg)
Untuk dosis toksis 0,364 mg / 20 g BB, maka : Dosis
= 0,364 / 0,5 X 1 ml = 0,728 ml / 20 g BB
Sehingga, Dosis mencit kode ( II )
= 20 g / 20 g X 0,728 ml = 0,728 ml
Dosis mencit Kontrol II = 16 g / 20 g X 0,52 ml = 0,416 ml
3. Kelompok I (100 mg)
Untuk dosis toksis 0,26 mg / 20 g BB, maka : Dosis
= 0,26 / 0,5 X 1 ml = 0,52 ml / 20 g BB
Sehingga, Dosis mencit kode ( III)
= 23 g / 20 g X 0,52 ml = 0,598 ml
Dosis mencit Kontrol I
= 20 g / 20 g X 0,52 ml = 0,52 ml