Praktikum Limbah dan Utilitas Laboratorium Operasi Teknik Kimia SEDIMENTASI
DISUSUN OLEH NAMA / NIM
: Mauliditia Liris Nusandra (13 644 001) Restu Adi Putra Manullang (13 644 005) Andriana Juliyanti
(13 644 007)
Aditya Krispurwanda
(13 644 056)
KELOMPOK
: I (Satu)
KELAS
: V’A-S’1 Terapan Mengetahui,
(Muh. Syahrir Syarifuddin, ST. MT) NIP. 19690204 199802 1 001
i
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Tujuan Percobaan 1. Mengenal alat sedimentasi sederhana dalam proses pengendapan melalui 2.
percobaan system batch dalam suatu bak berbentuk silinder Dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara konsentrasi padatan dengan laju
3. 4.
sedimentasi Dapat membandingkan proses sedimentasi secara mannual dan otomatis Menghitung laju sedimentasi dengan menggunakan variasi kapur tanpa adanya penambahan flokulan dan adanya penambahan flokulan
1.2.
Dasar Teori Banyak metoda pemisahan secara mekanik didasarkan pada pergerakan partikel solid atau tetesan liquid dalam fluida. Fluida ialah zat yang tidak dapat menahan perubahan bentuk (distorsi) secara permanen, dapat berupa gas atau cairan baik dalam keadaan diam ataupun bergerak. Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu massa fluida, maka didalam fluida itu akan terbentuk lapisan-lapisan dimana lapisan yang satu meluncur diatas yang lain hingga mencapai bentuk yang baru. Selama perubahan bentuk itu terdapat tegangan geser (shear stress) yang besarnya bergantung pada viskositas fluida dan laju luncur. Tetapi bila fluida itu sudah mendapatkan bentuk akhirnya, semua tegangan geser itu akan hilang. Fluida yang dalam keseimbangan itu bebas dari segala tegangan geser. Pada suatu suhu dan tekanan tertentu setiap fluida mempunyai densitas atau rapatan (density) tertentu yang dalam praktek keteknikan biasanya diukur dalam pound per cubic foot atau dalam kilogram per meter kubik. Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum, pengolahan air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan. Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi khususnya untuk :
1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter pasir cepat.
1
2. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir cepat. 3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur. 4. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan. Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk: 1. penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau). 2. penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama. 3. penyisihan flok / lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier akhir. 4. penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter. Pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi ditujukan untuk penyisihan lumpur setelah koagulasi dan sebelum proses filtrasi. Selain itu, prinsip sedimentasi juga digunakan dalam pengendalian partikel di udara. Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air limbah adalah sama, demikian juga untuk metoda dan peralatannya. Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga 5,8 meter. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe, yaitu:
Settling tipe I: pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap secara individual dan
tidak ada interaksi antar-partikel Settling tipe II: pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel sehingga
ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah Settling tipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar- partikel saling
menahan partikel lainnya untuk mengendap Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat partikel
2
Empat tipe sedimentasi
Sedimentasi Tipe I Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber. Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan.
Sedimentasi Tipe II Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum maupun air limbah. Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena ukuran dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji dengan column settling test dengan multiple withdrawal ports
3
Sedimentasi Tipe III dan IV Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif. Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah: a. Luas bidang pengendapan 4
b. Penggunaan baffle pada bak sedimentasi c. Mendangkalkan bak d. Pemasangan plat miring Tawas Tawas (Alum) adalah kelompok garam rangkap berhidrat berupa kristal dan bersifat isomorf. Kristal tawas ini cukup mudah larut dalam air, dan kelarutannya berbeda-beda tergantung pada jenis logam dan suhu. Alum merupakan salah satu senyawa kimia yang dibuat dari dari molekul air dan dua jenis garam, salah satunya biasanya Al2(SO4)3. Alum kalium,
juga sering dikenal
dengan alum,
mempunyai
rumus
formula
yaitu
K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O. Alum kalium merupakan jenis alum yang paling penting. Alum kalium merupakan senyawa yang tidak berwarna dan mempunyai bentuk kristal oktahedral atau kubus ketika kalium sulfat dan aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan didinginkan. Larutan alum kalium tersebut bersifat asam. Alum kalium sangat larut dalam air panas. Ketika kristalin alum kalium dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia, dan sebagian garam yang terdehidrasi terlarut dalam air. Tawas/Alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al 2S04 11 H2O atau 14 H2O atau 18 H2O umumnya yang digunakan adalah 18 H2O. Semakin banyak ikatan molekul hidrat maka semakin banyak ion lawan yang nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya tidak stabil. Pada pH 7 terbentuk Al ( OH ) -4. Flok – flok Al ( OH )3 mengendap berwarna putih. Gugus utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada pH netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna. Akan tetapi apabila pH rendah atau boleh dikata kelebihan dosis maka air akan tampak keputih – putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih. Dalam cartesian terbentuk hubungan parabola terbuka, sehingga memerlukan dosis yang tepat dalam proses penjernihan air. Reaksi alum dalam larutan dapat dituliskan.: Al2SO4 + 6 H2O —–> Al (OH)3 + 6 H+ + SO42Senyawa Al yang lain yang penting untuk koagulasi adalah Polyaluminium chloride (PAC), Aln(OH)mCl3n-m.
5
Ada beberapa cara yang sudah dipatenkan untuk membuat polyaluminium chloride yang dapat dihasilkan dari hidrolisa parsial dari aluminium klorida, seperti ditunjukkan reaksi berikut : n AlCl3 + m OH− . m Na+ → Al n (OH) m Cl 3n-m + m Na+ + m Cl− Senyawa ini dibuat dengan berbagai cara menghasilkan larutan PAC yang agak stabil. PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion alumunium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n). Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya adalah : 1. PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu. 2. Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk diikat membentuk flok. 3. Kadar khlorida yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatif akan cepat bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama ikatan karbon nitrogen yang umumnya dalam truktur ekuatik membentuk suatau makromolekul terutama gugusan protein, amina, amida dan penyusun minyak dan lipida. 4. PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan yang lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafik untuk PAC adalah membentuk garis linier artinya jika dosis berlebih maka akan didapatkan hasil kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan bahan kimia dapat dilakukan. Sedangkan untuk koagulan selain PAC memberikan grafik parabola terbuka artinya jika kelebihan atau kekurangan dosis akan menaikkan kekeruhan hasil akhir, hal ini perlu ketepatan dosis. 5. PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolite yang dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan pembantu, ini berarti disamping penyederhanaan juga penghematan untuk penjernihan air. 6
6. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga penghematan dalam penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan. Kapur Batu kapur yang terdapat di alam sangat beragam macam atau jenisnya antara lain kalsit (CaCO3), dolomit (CaCO3.MgCO3), magnesit (MgCO3), siderit (FeCO3), ankerit [Ca2Fe(CO3)4], dan aragonit (CaCO3) yang berkomposisi kimia sama dengan kalsit tetapi berbeda dalam struktur kristalnya. Beberapa yang sudah di produksi dan mudah tersedia di pasaran adalah jenis dolomit dan kaptan hanya bedanya kaptan cuma mengandung unsur CA salam bentuk CACO3 . Dolomit merupakan batuan sedimen laut yang terangkat ke permukaan yang lebih sering di sebut batu gamping yang umum berwarna putih.Sedangkan untuk keperluan tanah pertanian batu gamping tersebut harus di haluskan terlebih dahulu serta memiliki unsur campuran CACO3 dan MGO3 dimana kadar caco3 nya lebih banyak. Kapur dolomit sering di gunakan sebagai bahan ameliorasi karena mengandung beberapa hal : 1. Merupakan sumber ca dan mg yg cukup tinggi 2. Sebagai salah satu tindakan dalam pemupukan berimbang dengan perbandingan ca : mg : K adalah 75 : 18 : 7 dalam komplek jerapan tanah. 3. Dapat meningkatkan PH tanah atau menetralkan AL 3+ melalui proses CACO3 <----->CA2+ + CA-, MgCO3 <-----> Mg2+ + COdimana ion karbonat (CO-) bereaksi dengan air sebagai CO3 +H2O <-----> H2CO3 + 2OH-. Ion OH ini akan bereaksi dengan AL3+ sehingga akan membentuk senyawa AL(OH)3 dan mengendap BAB II METODOLOGI
7
2.1
Alat dan Bahan 2.1.1 Alat yang digunakan: Seperangkat alat sedimentasi batch Jangka sorong Neraca analitik Gelas kimia 250, 500 ml Spatula / sendok Ember sebagai tempat penampungan air Kaca arloji 2.1.2 Bahan yang digunakan: Kapur (CaCO3) Air (H2O) Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3)
2.2
Prosedur Kerja A. Percobaan tanpa menggunakan flokulan dengan pengadukan manual 1) Mengayak kapur yang akan digunakan dan menimbang kapur sebanyak 50 gram, 100 gram, 150 gram, 200 gram, dan 250 gram, kemudian memindahkannya ke dalam tabung 2) Menambahkan air hingga mencapai ketinggian 70 cm 3) Mengocok campuran dengan cara memutar tabung 900 sebanyak 10 kali kemudian mendiamkan dan melepaskan penutup tabung 4) Mengamati dan mencatat ketinggian suspensI setiap 5 menit
B. Percobaan menggunakan flokulan sebanyak 1 gram dengan pengadukan manual 1) Mengayak kapur yang akan digunakan dan menimbang kapur sebanyak 50 gram, 100 gram, 150 gram, 200 gram, dan 250 gram, kemudian memindahkannya ke dalam tabung pengendap 2) Menambahkan air hingga mencapai ketinggian 70 cm 3) Menambahkan 1 gram flokulan ke dalam tabung pengendap yang telah berisi campuran air dan kapur 4) Mengocok campuran dengan cara memutar tabung 900 sebanyak 10 kali kemudian mendiamkan dan melepaskan penutup tabung 5) Mengamati dan mencatat ketinggian suspensi setiap 5 menit
8
C. Percobaan menggunakan flokulan sebanyak 1 gram dengan pengadukan manual 1) Mengayak kapur yang akan digunakan dan menimbang kapur sebanyak 50 gram, 100 gram, 150 gram, 200 gram, dan 250 gram, kemudian memindahkannya ke dalam tabung pengendap 2) Menambahkan air hingga mencapai ketinggian 70 cm 3) Menambahkan 2 gram flokulan ke dalam tabung pengendap yang telah berisi campuran air dan kapur 4) Mengocok campuran dengan cara memutar tabung 900 sebanyak 10 kali kemudian mendiamkan dan melepaskan penutup tabung 5) Mengamati dan mencatat ketinggian suspensi setiap 5 menit
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Data Pengamatan Tabel 1. Data Hasil Percobaan Secara Manual Tanpa Penambahan Flokulan waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30
Ketinggian zona kompresibel (Z) cm untuk penambahan CaCO3 50 gram
100 gram
150 gram
200 gram
250 gram
49 6 0,6 0 0 0 0
53 20 3,5 3 2,5 2 1,7
56 26 4 3,2 2,6 2,4 1,8
63 43 19,5 17,5 15,5 13,8 12,5
66 29 16 14,1 12,5 11,7 10,5 9
35
0
1,5
1,6
11,4
9,8
Tabel 2. Data Hasil Percobaan dengan penambahan 1 gram Aluminium Sulfat waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35
Ketinggian zona kompresibel (Z) cm untuk penambahan CaCO3 50 gram
100 gram
150 gram
200 gram
250 gram
69,5 28,5 0,3 0 0 0 0 0
69 18,5 4 2,2 1,9 1,5 1,5 1,5
68,5 27,5 12 9,3 7,7 6,3 5,4 4,7
68 31 21,5 17,5 15,3 13,5 12 11,2
68 40 28,3 24 22,2 20,5 19,3 18,7
Tabel 3. Data Hasil Percobaan dengan penambahan 2 gram Aluminium Sulfat waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35
Ketinggian zona kompresibel (Z) cm untuk penambahan CaCO3 50 gram
100 gram
150 gram
200 gram
250 gram
69,5 2,5 1,2 0,2 0 0 0 0
69,5 6,5 5,2 3,4 2,5 2,7 2,4 2,2
69,5 25 16,1 12,4 9,5 8,6 6,9 5,8
62,5 32 25 20,5 16,9 15 13,2 11,7
69 35 28 25,8 23,5 22,4 21,1 11,9
3.2 Pembahasan Praktikum kali ini yaitu praktikum mengenai sedimentasi memiliki tujuan untuk mengenal alat sedimentasi sederhana dalam proses pengendapan melalui percobaan sistem batch dalam suatu bak berbentuk silinder, dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara konsentrasi 10
padatan dengan laju sedimentasi, dapat membandingkan proses sedimentasi secara manual dan otomatis, serta menghitung laju sedimentasi dengan menggunakan variasi kapur tanpa adanya penambahan flokulan dan adanya penambahan flokulan. Sedimentasi adalah pemisahan partikel- partikel padat yang tersuspensi didalam suatu cairan dengan memanfaatkan gaya gravitasi dalam kurun waktu tertentu. Pada praktikum ini menggunakan variasi massa CaCO3 yang berbeda - beda yaitu 50 gram, 100 gram, 150 gram, 200 gram dan 250 gram didalam tabung berbeda–beda selanjutnya dilakukan pengocokan/ pengadukan. Setelah itu larutan diamati dan setiap 5 menit sekali dilihat kecepatan pengendapannya dengan melihat penurunan partikel yang tersuspensi. Dalam menentukan kecepatan pengendapan dapat ditentukan dengan grafik hubungan antara ketinggian zona kompresi versus waktu. Pada grafik dapat dilihat bahwa semakin banyak konsentrasi padatan yang ditambahkan kedalam tabung maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan flok – flok yang terbentuk untuk mengendap.
11
Selanjutnya yaitu berdasarkan grafik hubungan antara tinggi endapan dengan waktu dan grafik pengaruh penambahan koagulan pada kecepatan pengendapan terlihat jelas bahwa semakin banyak tawas yang digunakan semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk mengendapkan flok-flok yang terbentuk. Begitupula dengan konsentrasi padatan, dimana semakin besar konsentrasi padatan, kecepatan pengendapan semakin kecil. Hal ini dikarenakan semakin banyak flok, maka konsolidasi / pemampatan akhir sedimen menjadi proses yang paling lambat dikarenakan cairan yang dipindahkan harus mengalir melalui celah – celah sempit antar partikel. Saat terjadi pemampatan lajunya berkurang karena hambatan terhadap aliran semakin meningkat.
12
BAB IV PENUTUP 4.1
Kesimpulan Dari percobaan dan perhitungan yang telah lakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Semakin banyak tawas yang digunakan semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk mengendapkan flok-flok yang terbentuk. 2. Semakin besar konsentrasi padatan, kecepatan pengendapan semakin kecil
13
DAFTAR PUSTAKA
Andri, 2010, Pengertian Sedimentasi, http://id.wikipedia.org/wiki/Pengertian_Sedimentasi, 18 September 2015, 16 : 02 Rosita, Dwi Rani, 1994, Pengendapan (Sedimentasi) ,http: //dwiranirosita2.blogspot. co.id/2013 /10/ sedimentasi -bab-II.html, 19 September 2015, 15 : 33 Svehla, 1995, Tawas, http://annisanfushie.wordpress.com/ 2009/04/12/ pengerntian enzim/, 20 September 2015, 15 : 59 Tim Laboratorium Operasi Teknik Kimia 2015, “Penuntun Praktikum Limbah dan Utilitas”, Samarinda : Politeknik Negeri Samarinda. Widiarto, Sony, 2009, Kapur ,http://blog.unila.ac.id/widiarto /files/2009/10/ kapur (CaCO3) .pdf, 20 September 2015, 15 : 52
14
15