BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Air adalah sumber daya alam yang tidak terbatas yang sangat penting untuk kehidupan mahluk hidup. Sayangnya, ketidak terbatasan sumber daya alam ini telah banyak dipengaruhi partikulat – partikulat yang menggangu kemurnian dari air itu sendiri.. Beragam manfaat dan kegunaan air bagi kehidupan umat manusia. Mulai dari mengonsumsi air minum, mencuci, menciptakan suatu produk dan lain sebagainya. Sehingga manusia berusaha untuk mencukupi kebutuhan akan air bagi kelangsungan hidup. Permasalahan yang timbul saat ini adalah air yang sudah banyak partikulat – partikulat yang tidak sehat ini sudah ada beberapa yang tidak memnuhi syarat. Penggunaan air yang tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa terdapat macam dan tahapan yang harus dilakukan dalam sistem pengolahan air . Pada makalah ini, kami membahas lebih detail mengenai sistem pengolahan air pada tahap sedimentasi. Untuk lebih memperdalam pengetahuan mahasiswa mengenai tahap sedimentasi, mengetahui fungsi dan macam sedimentasi, maka akan dijelaskan mengenai pengertian, fungsi, macam, proses serta alat dan bahan yang diperlukan dalam tahap sedimentasi.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian sedimentasi? 2. Apakah fungsi dan macam sedimentasi? 3. Bagaimana proses sedimentasi? 4. Apa saja alat dan bahan yang diperlukan dalam proses sedimentasi? 5. Sedimentasi dalam Industri secara umum 6. Sedimentasi pada pengolahan air minum 7. Sedimintasi pada pengolahan limbah
1
8. Pengaplikasian Sedimentasi dalam Industri
1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian sedimentasi 2. Untuk mengetahui fungsi dan macam sedimentasi 3. Untuk mengetahui proses sedimentasi 4. Untuk mengetahui alat dan bahan yang diperlukan dalam proses sedimentasi 5. Untuk mengetahui Sedimentasi dalam industri 6. Untuk mengetahui Sedimentasi dalam pengolahhan air minum 7. Untuk mengetahui Sedimentasi dalam pengolahan limbah
1.4 Manfaat Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai prinsip Sedimentasi serta pengaplikasian nya di dalam bidang industri.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sedimentasi Ada beberapa pengertian mengenai Sedimentasi, yaitu : 1. Sedimentasi
adalah
pemisahan
solid-liquid
menggunakan
pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. 2. Sedimentasi adalah salah satu operasi pemisahan campuran padatan dan cairan (slurry) menjadi cairan beningan dan sludge (slurry yang lebih pekat konsentrasinya). 3. Sedimentasi adalah suatu proses mengendapkan zat padat atau tersuspensi non koloidal dalam air yang dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum, pengolahan air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan. Biasanya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi dimana tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Dengan kata lain, sedimentasi adalah suatu proses mengendapkan zat padat atau tersuspensi non koloidal dalam air yang dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun pada akhir dari unit sistim pengolahan. Jika kekeruhan dari influent tinggi sebaiknya dilakukan proses sedimentasi awal (primary sedimentation) didahului dengan koagulasi dan flokulasi, dengan demikian akan mengurangi beban pada treatment berikutnya. Sedangkan secondary sedimentation yang terletak pada akhir treatment gunanya untuk memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses sebelumnya (activated sludge, OD, dsb) dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan ke unit pengolahan lumpur tersendiri. Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung pada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak
3
pengendap. Dapat disimpulkan bahwa sedimentasi merupakan proses pemisahan dan pengendapan padatan dan cairan (solid-liquid) dengan menggunakan gaya gravitasi untuk mengendapkan partikel suspensi, baik dalam pengolahan air bersih (IPAM), maupun dalam pengolahan air limbah (IPAL)
2.2. Fungsi Sedimentasi Menurut Kusnaedi (2002), tujuan pengolahan air minum merupakan upaya untuk mendapatkan air yang bersih dan sehat sesuai dengan standar mutu air. Proses pengolahan air minum merupakan proses perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum.Secara keseluruhan, proses sedimentasi berfungsi untuk : a. Mengurangi beban kerja unit filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian unit penyaring selanjutnya; b. Mengurangi biaya operasi instalasi pengolahan. c. Memisahkan partikel utuh (discreet) seperti pasir dan juga untuk memisahkan padatan melayang (suspensi) yang sudah menggumpal.
Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi khususnya untuk: 1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter pasir cepat. 2. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir cepat. 3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur. 4. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan. Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk : a. Penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau). b. Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama. c. Penyisihan flok/lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier akhir. d. Penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter.
4
Pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi ditujukan untuk
penyisihan lumpur setelah koagulasi dan sebelum proses
filtrasi. Selain itu, prinsip sedimentasi juga digunakan dalam pengendalian partikel di udara. Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air limbah adalah sama, demikian juga untuk metoda dan peralatannya. 2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Sedimentasi Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan sedimentasi, yaitu: 1. Ukuran partikel, bentuk partikel, dan konsentrasi partikel Semakin besar semakin cepat mengendap dan semakin banyak yang terendapkan. 2. Viskositas cairan Pengaruh viskositas cairan terhadap kecepatan sedimentasi yaitu dapat mempercepat proses sedimentasi dengan cara memperlambat cairan supaya partikel tidak lagi tersuspensi. 3. Temperatur Bila temperatur turun, laju pengendapan berkurang. Akibatnya waktu tinggal di dalam kolam sedimentasi menjadi bertambah. 4. Berat jenis partikel
2.4. Proses Sedimentsi Proses sedimentasi secara umum diartikan sebagai proses pengendapan dimana akibat gaya gravitasi, partikel yang mempunyai berat jenis lebih berat dari berat jenis air akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil berat jenisnya akan mengapung, kecepatan pengendapan partikel akan bertambah sesuai dengan pertambahan ukuran partikel dan berat jenisnya. Pengendapan kandungan zat padat di dalam air dapat digolongkan menjadi pengendapan diskrit (kelas 1), pengendapan
flokulen
(kelas
2),
pengendapan
zone,
pengendapan
kompresi/tertekan (Martin D, 2001; Peavy, 1985; Reynolds, 1977) dan pada
5
pengolahan air minum yang digunakan adalah dengan pengendapan diskrit dan pengendapan flokulen. Pada dasarnya, pengolahan air minum dapat diawali dengan penjernihan air, pengurangan kadar bahan-bahn kimia terlarut dalam air sampai batas yang dianjurkan, penghilangan mikroba pathogen, memperbaiki derajat keasaman (pH) serta memisahkan gas terlarut yang dapat mengganggu estetika dan kesehatan. Air tidak jernih umumnya mengandung residu. Residu tersebut dapat dihilangkan dengan proses penyaringan (filtrasi) dan pengendapan (sedimentasi). Untuk mempercepat proses penghilangan residu tersebut perlu ditambahkan koagulan. Bahan koagulan yang sering dipakai adalah tawas (alum). Untuk memaksimalkan proses penghilangan residu, koagulan sebaiknya dilarutkan dalam air sebelum dimasukkan ke dalam tangki pengendapan. Sedimentasi dilakukan di dalam sebuah tangki dimana tangki tersebut berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur dan pasir. Pada tangki sedimentasi terdapat waktu tinggal. Ke dalam tangki sedimentasi ini diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air. Mekanisme atau proses sedimentasi secara umum adalah sebagai berikut: a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi. b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar. c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam bak harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan Reynold (NRe) dan bilangan Froud (NFr). d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall atau perforated baffle untuk meratakan aliran ke bak pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung menerima air dari outlet bak flokulator.
6
e. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak mengganggu flok yang telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir) dengan tinggi air di atas weir yang cukup tipis (1,5cm).
2.4.1 Proses Sedimentasi skala kecil Dalam Proses Sedimentasi dalam skala kecil ini terdapat 3 cara yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Cara Batch Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi batch paling mudah dilakukan, pengamatan penurunan ketinggian mudah. Mekanisme sedimentasi batch pada suatu silinder / tabung bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1 Mekanisme Sedimentasi Batch (Budi, 2011) Keterangan : A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D=zona partikel padat terendapkan
Gambar di atas menunjukkan slurry awal yang memiliki konsentrasi seragam dengan partikel padatan yang seragam di dalam tabung (zona B). Partikel mulai mengendap dan diasumsikan mencapai kecepatan maksimum dengan cepat. Zona D yang terbentuk terdiri dari partikel lebih berat sehingga lebih cepat mengendap. Pada zona transisi, fluida mengalir ke atas karena tekanan dari zona D. Zona C adalah daerah dengan distribusi ukuran yang berbeda-beda dan konsentrasi tidak seragam. Zona B adalah daerah konsentrasi seragam, dengan 7
konsentrasi dan distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah zona A yang merupakan cairan bening. Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah (gambar 2 b, c, d). Zona A dan D bertambah, sedang zona B berkurang. Akhirnya zona B, C dan transisi hilang, semua padatan berada di zona D. Saat ini disebut critical settling point, yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara cairan bening dan endapan (Budi, 2011). 2. Cara Semi-Batch Pada sedimentasi semi-batch , hanya ada cairan keluar saja, atau cairan masuk saja. Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau beningan yang keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch (Budi, 2011) Keterangan : A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D=zona partikel padat terendapkan
8
3. Cara Kontinyu Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan beningan yang dikeluarkan secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan. Mekanisme sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3 Mekanisme Sedimentasi Kontinyu (Budi, 2011) Keterangan : A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D=zona partikel padat terendapkan
2.5. Macam Sedimentasi Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi kedalam empat tipe (lihat juga Gambar 2.1), yaitu: 1. Settling tipe I (discrete particle settling): pengendapan partikel diskrit, yaitu pengendapan yang memerlukan konsentrasi suspended solid yang paling rendah, sehingga analisisnya menjadi yang paling sederhana. Partikel mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antarpartikel. Contoh aplikasi dari Discrete settling adalah grit chambers. 2. Settling tipe II (floculant settling): pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan
9
pengendapan bertambah. Flocculant settling banyak digunakan pada primary clarifier 3. Settling tipe III (hindered settling): pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap. Konsentrasi partikel adalah tidak terlalu tinggi (cukup) kemudian partikel bercampur dengan partikel
lainnya dan kemudian
mereka karam bersama-sama. 4. Settling tipe IV (compression settling): Pengendapan secara pemampatan. terjadi pemampatan partikel (kompresi) yang telah mengendap yang terjadi karena berat partikel
Gambar 4. Empat tipe sedimentasi Tipe sedimentasi yang sering ditemui pada proses pengolahan air minum adalah sedimentasi tipe I dan tipe II. Sedimentasi tipe I dapat ditemui pada bangunan grit chamber dan prasedimentasi (sedimentasi I). Sedimentasi tipe II dapat ditemui pada bangunan sedimentasi II. Sedangkan sedimentasi tipa III dan IV lebih umum digunakan pada pengolahan air buangan. 2.5.1. Sedimentasi Tipe I Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel 10
tersebut mengendap. Partikel tersebut dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel, juga tanpa menggunakan koagulan. Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna apabila aliran dalam keadaan tenang (aliran laminar). Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber. Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh karakteristik air dan partikel yang bersangkutan . Dalam perhitungan dimensi efektif bak, faktor-faktor yang mempengaruhi performance bak seperti turbulensi pada inlet dan outlet, pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G sehubungan dengan penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain diabaikan untuk menghitung performance bak yang lebih sering disebut dengan ideal settling basin.
Gambar 5. Type 1 Settling in an Ideal settling Basin Partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan bergerak vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai dicapai suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan dan disebut terminal settling velocity. Gaya hambatan yang dialami selama
11
partikel bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air. Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan. Gaya impelling dinyatakan dengan persamaan : F1 = (s - ) g V Dimana : F1 = gaya impelling
s = densitas massa partikel
= densitas massa liquid
V = volume partikel
g = percepatan gravitasi Gaya drag dinyatakan dalam persamaan : FD = CD AC (VS2/2) Dimana : FD = gaya drag
CD = koefisien drag
AC = luas potongan melintang partikel
VS = kecepatan pengendapan
Gambar 6. Gaya-gaya yang bekerja pada partikel di air Berikut
ini
adalah
langkah-langkah
dalam
menghitung
kecepatan
pengendapan bila telah diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity, dan temperatur air :
12
1.
Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminar, karena itu gunakan persamaan Stoke’s untuk menghitung kecepatan pengendapannya.
2.
Setelah diperoleh kecepatan pengendapannya, hitung bilangan reynold untuk membuktikan pola aliran pengendapannya.
3.
Bila diperoleh laminar, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen, maka gunakan persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka gunakan persamaan untuk transisi.
2.5.2 Sedimentasi Tipe II Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Bersatunya beberapa partikel membentuk gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan mempercepat pengendapannya. Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam pengendapan akan terjadi tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam, gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir. Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien pada ketinggian bak yang relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat bak yang luas dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi beberapa kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan efisiensi pengendapan bak adalah dengan memasang tube settler pada bagian atas bak pengendapan untuk menahan flok–flok yang terbentuk. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah:
Luas bidang pengendapan
Penggunaan baffle pada bak sedimentasi
Mendangkalkan bak
Pemasangan plat miring
Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses
13
koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum maupun air limbah. Flocculant settling banyak digunakan pada primary clarifier.
Gambar 7. Primary Clarifier
2.5.3. Sedimentasi Tipe III dan Tipe IV Sedimentasi
tipe
III
adalah
pengendapan
partikel
dengan
konsentrasi yang lebih pekat, dimana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya (hindered). Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Hindered Settling sebagian besar digunakan di dalam secondary clarifiers. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Pengendapan partikel dilakukan dengan cara memampatkan (compressing) massa partikel dari bawah. Tekanan (compression) terjadi tidak hanya di dalam zone yang paling rendah dari secondary clarifiers tetapi juga di dalam tangki sludge thickening. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar 2.2). Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif
14
Gambar 8. Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara tinggi lumpur dengan waktu (Gambar 3.10)
Gambar 9. Grafik hasil percobaan sedimentasi tipe III dan IV
15
2.6. Unit Sedimentasi Unit sedimentasi merupakan peralatan yang berfungsi untuk memisahkan solid dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara gravitasi. Secara keseluruhan, fungsi unit sedimentasi dalam instalasi pengolahan adalah: a. Mengurangi beban kerja unit filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian unit penyaring selanjutnya; b. Mengurangi biaya operasi instalasi pengolahan.
2.6.1 Desain Sedimentasi a. Bak Pengendap Pertama (Pengendapan Diskrit) Pengendapan diskrit (disebut juga plain sedimentation atau sedimentasi I) dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di dalam air. Prasedimentasi hanya diperlukan apabila dalam air baku terdapat partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur dalam jumlah yang besar. Pengendapan dilakukan dalam bak berukuran besar (biasanya membutuhkan waktu detensi selama 2 hingga 4 jam) dalam aliran yang laminer, untuk memberikan kesempatan lumpur mengendap tanpa terganggu oleh aliran. Pengendapan berlangsung secara gravitasi tanpa penambahan bahan kimia sebelumnya. Bak pengendap I berfungsi untuk mengurangi partikel padat dalam air buangan dengan cara mengendapkan pada suatu tangki selama waktu tertentu sehingga terendapkan sekaligus mengurangi kekeruhan dan beban organik. Lumpur yang dihasilkan dari bak pengendap I akan diolah lebih lanjut pada proses penanganan lumpur, sehingga volume lumpur dapat diperkecil. Sedang fluida atau supernatannya keluar melalui sistem pelimpah yang ditampung pada saluran penampung/gullet menuju ke unit pengolahan biologi. Faktor penentu untuk mendesain Bak Pengendap I adalah: overflow rate, kedalaman tangki, waktu detensi
16
Bak sedimentasi ideal. Sebuah aliran horizontal untuk melukiskan dalam bak sedimentasi menunjukkan karakteristik, yang secara umum digunakan cara pengendapan partikel diskrit : a. aliran melalui bak terdistribusi merata melintasi sisi melintang bak b. partikel terdispersi merata dalam air c. pengendapan partikel yang dominan terjadi adalah type I
Sebuah bak sedimentasi ideal dibagi menjadi 4 zona, yaitu: 1. Zona inlet. Dalam zona ini aliran terdistribusi tidak merata melintasi bagian melintang bak; aliran meninggalkan zona inlet mengalir secara horisontal dan langsung menuju bagian outlet. 2. Zona pengendapan. Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet, dan dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel diskret tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan. 3. Zona lumpur. Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan tetap disana. 4. Zona outlet. Dalam zona ini, air yang partikelnya telah terendapkan terkumpul pada bagian melintang bak dan siap melngalir keluar bak.
17
Gambar 10. Bak Sedimentasi
b. Bak Pengendap II (Clarifier) Bak pengendap II berfungsi untuk mengendapkan zat padat yang terdapat dalam air buangan setelah melalui pengolahan biologis. Bak pengendap ini dilengkapi dengan pengeruk lumpur mekanis. Lumpur yang terkumpul dipompakan ke unit pengolahan lumpur, sedang supernatannya dialirkan menuju bak filtrasi sebelum dibuang ke dalam air penerima. Bentuk bak sedimentasi yaitu:
a. Segi empat (rectangular). Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke bawah.
Gambar 11 Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan memanjang
18
b. Lingkaran (circular) – center feed. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah bak, kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak, sementara partikel mengendap ke bawah Secara tipikal bak persegi mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1.
(a)
(b)
Gambar 2.8 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran-center feed (a) denah (b) potongan melintang c. Lingkaran (circular) – periferal feed. Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horisontal mengalir menuju ke outlet di bagian tengah lingkaran, sementara partikel mengendap ke bawah . Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe periferal feed menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed, walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang. Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
(a)
(b)
19
Gambar 2.9 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – periferal feed: (a) denah, (b) potongan melintang 2.7. Sedimentasi pada Pengolahan Air Minum Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan bangunan prasedimentasi dan sedimentasi II. a . Prasedimentasi Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap. Pengendapan dilakukan dalam bak berukuran besar (diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam) dalam aliran yang laminer untuk memberikan kesempatan lumpur mengendap tanpa terganggu oleh aliran. Pengendapan berlangsung secara gravitasi tanpa penambahan bahan kimia sebelumnya. Teori sedimentasi
yang dipergunakan dalam
aplikasi pada bak
prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
b . Sedimentasi II Bak sedimentasi II merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi
yang
relatif
mudah
mengendap
(karena
telah
menggabung menjadi partikel berukuran besar). Tetapi partikel ini mudah pecah dan kembali menjadi partikel koloid. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe II karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung akibat adanya interaksi antar partikel. Kelebihan dan kelemahan Sedimentasi Pengolahan Air Minum Kelebihan: 1. Membunuh lebih dari 50% bakteri.
20
2.
Beberapa patogen akan berada di dasar wadah sehingga bagian atas wadah merupakan bagian paling bersih dan mengandung lebih sedikit pathogen.
3. Dapat membunuh organisma yang disebut cercariae, yang merupakan host perantara dalam siklus hidup bilharziasis (schistosommiasis), penyakit yang berasal dari air dan sering terdapat di beberapa Negara. Penyimpanan yang lebih lama akan semakin memperbaiki kualitas air.
Kelemahan : 1. Membutuhkan waktu yang lama yakni sekitar 48 jam. 2. Tidak dapat membunuh semua bakteri dan mikroorganisme untuk menjadi benar-benar bersih. 3. Membutuhkan lahan yang luas. 2.8. Sedimentasi pada Pengolahan Air Limbah Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air limbah: a. Grit chamber Grit chamber merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel kasar/grit bersifat diskret yang relatif sangat mudah mengendap. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada grit chamber adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel. b. Prasedimentasi Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur sebelum air limbah diolah secara biologis. Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi- flokulasi atau presipitasi), namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe II karena lumpur yang terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan komponen lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).
21
c. Final clarifier Bak sedimentasi II (final clarifier) merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel lumpur hasil proses biologis (disebut juga lumpur biomassa). Lumpur ini relatif sulit mengendap karena sebagian besar tersusun oleh bahan-bahan organik volatil. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe III dan IV karena pengendapan biomassa dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya pemampatan (kompresi)
2.9. Peng aplikasi-an Prinsip Sedimentasi dalam industri 1. Industri Kertas Pembuatan kertas merupakan proses yang melibatkan beberapa langkah dalam membuat perubahan pada kayu hingga akhirnya menjadi kertas. Industri kertas juga merupakan industri manufaktur besar yang juga tentunya memiliki proses
pengolahan
limbah.
Indutsri
pulp
dan
kertas
berusaha
untuk
meminimalisasi dampak limbah industri dengan cara mengusahakan penggunaan air secara efektif dan juga menggunakan proses modeling dan teknologi kidney dalam proses pengolahan air internal. Anak sungai yang dihasilkan dari penggilingan pulp dan kertas mengandung material padat. Dan metode utama yang digunakan untuk menyingkirkan material tersebut adalah penyaringan, klarifikasi, dan flotasi. Metode yang dipilih tergantung dari karakter material padat yang dihasilkan oleh limbah industri tersebut. Proses sedimentasi pada industri kertas merupakan teknologi paling sederhana dan paling ekonomis dalam memisahkan substansi padat dari limbah cair. Efisiensi yang tinggi dapat dicapai pada proses pengolahan anak sungai ketika material padat disaring sebelum menuju anak sungai dan dialirkan menuju tangki sedimentasi. Peralatan sedimentasi berupa lintasan berbentuk lamella biasanya sering digunakan untuk mengelola limbah industri kertas, khususnya pada aliran limbah dengan konsentrasi serat yang tinggi dan logam berat seperti Cu dan Hg (Euni, 2013).
22
Gambar 12 . Lamella Sperator Sistem Lamella Classifier terdiri dari serangkaian incline plate yang dipasang dengan sudut kemiringan 600° yang tersusun berjajar dan berfungsi untuk membentuk ruangan atau sel – sel sedimentasi yang terpisah di tiap pasang plat yang saling berdekatan. Sel–sel ini merupakan faktor bertambahnya luas area sedimentasi yang sebanding dengan jumlah plat yang digunakan sehingga seluruh flok yang terbentuk pada unit flokulasi akan terendapkan di permukaan incline plate.
Gambar 13 . Mekanisme Kerja Lamella sperator
23
Air dialirkan melalui bagian bawah incline plate, perlahan air mengalir ke atas, kemudian gumpalan flok akan jatuh menempel pada bagian bawah tiap plat sedangkan air yang terolah mengalir keatas dan meluber menuju saluran weir yang akan mengalir menuju outlet tangki sedimentasi. Gumpalan dari kumpulan flok – flok yang menempel pada plat akan semakin banyak dan berat sehingga dapat meluncur kebawah pada permukaan plat yang miring. Selanjutnya kompulan flok mengendap secara gravitasi menuju dasar tangki sedimentasi. Lumpur flok yang telah terbentuk secara periodik dibuang dengan membuka katup penguras (sludge drain) pada bagian bawah tangki sedimentasi. Direkomendasikan dilakukan pengeluaran lumpur secara kontinu yang tergantung pada pada beban suspended solid, untuk meningkatkan keefektifan volume zona pengendapan. Selama periode air baku dengan kekeruhan rendah, sebagian lumpur yang terbentuk dikembalikan pada tangki flokulasi-koagulasi untuk meningkatkan efisiensi sistem (Aquarion, 2003).
24
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan (solid-liquid) dengan menggunakan gaya gravitasi untuk mengendapkan partikel suspensi, baik dalam pengolahan air bersih (IPAM), maupun dalam pengolahan air limbah (IPAL). Proses sedimentasi pada industri kertas merupakan teknologi paling sederhana dan paling ekonomis dalam memisahkan substansi padat dari limbah cair. Efisiensi yang tinggi dapat dicapai pada proses pengolahan anak sungai ketika material padat disaring sebelum menuju anak sungai dan dialirkan menuju tangki sedimentasi. Peralatan sedimentasi berupa lintasan berbentuk lamella biasanya sering digunakan untuk mengelola limbah industri kertas, khususnya pada aliran limbah dengan konsentrasi serat yang tinggi dan logam berat seperti Cu dan Hg
25
Daftar Pustaka Coulson dan Richardson’s. (2002). Chemical Engineering.Edisi5 : Volume 2. Oxfort : Butterworth Heinemann. Halberthal, Josh (2013). Engineering Aspects In Solid-Liquid SeparationThickener.
From
http://www.solidliquid
separation.com/thickeners/thickener.htm, 12 Maret 2014 Metcalf danEddi,Inc.( 2003). Wastewater Engineering Treatment and Reuse.Edisi 4. Mc.Graw Hill. Peavy, Howard S., Donald R. Rowe, dan George T., Environmnetal Engineering, McGraw-Hill Publishing Company, 1985. Perry, Robert H., dan Green, Don W., Perry’s Chemical Engineer’s Handbook, McGraw-Hill Publishing Company, 1999. Reynolds, Tom D. Dan Richards, Paul A., Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, 2nd
edition, PWS Publishing Company,
Boston, 1996. Sincero, Arcadio P. Dan Gregorio A. Sincero, Environmental Engineering, Prentice Hall, 1996. Tchobanoglous, George, Wastewater Engineering, Treatment and Reuse, 3rd edition, Metcalf & Eddy, Inc. McGraw-Hill, Inc. New York, 1991.
26
27