1. LEUKOPLAKIA a. Definisi Leukoplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan. Leukoplakia merupakan suatu istilah yang digunakan pada lesi/ plak putih yang tidak normal yang terdapat pada membran mukosa (Rangkuti, 2007).
b. Etiologi dan Patogenesis Etiologi leukoplakia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Tetapi beberapa studi menjelaskan bebarapa faktor predisposisi untuk terjadinya leukoplakia meliputi,: 1.
Faktor lokal Faktor lokal biasanya berhubungan dengan iritasi kronis, antara lain:
a.
Trauma, trauma dapat merupakan gigitan pada tepi atau akar gigi yang tajam, iritasi dari gigi yang malposisi, pemakaian protesa yang kurang baik, serta adanya kebiasaan yang jelek seperti menggigit-gigit jaringan mulut, bukal, maupun lidah sehingga menyebabkan iritasi kronis pada mulut.
b.
Kemikal atau termal, iritan mekanis lokal dan berbagai iritan kimia akan menimbulkan hiperkeratosis dengan atau tanpa disertai perubahan displastik. Penggunaan bahan- bahan kaustik kemungkinan akan menyebabkan terjadinya leukoplakia dan terjadinya keganasan. Bahan- bahan kaustik tersebut antara lain alkohol dan temabakau. Terjadinya iritasi pada rongga mulut tidak hanya karena asap rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, akan tetapi dapat juga disebabkan karena zatzat didlama tembakau yang ikut terkunyah. Sedangkan alkohol merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya leukoplakia. Menurut sebuah 1
studi, penggunaan alkohol dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan iritasi mukosa. c.
Faktor lokal yang lain. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah infeksi bakteri, penyakit periodontal serta higienen mulut yang kurang baik, seperti kandida yang terdapat dalam preparat histologis, leukoplakia dan sering dihubungkan dengan leukoplakia noduler.
2.
Faktor sistemik
a.
Penyakit sistemik Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan pembentukan leukoplakia adalah sifilis tersier, anemia hidrofenik, dan xerostomia yang diakibatkan oleh penyakit kelenjar saliva.
b.
Bahan- bahan yang diberikan secara sistemik, misalnya alkohol, obat- obat anti metabolit, serum antilimfosit spesifik yang mampu mempermudah timbulnya leukoplakia.
c.
Defisiensi nutrisi, defisiensi vitamin A diperkirakan dapat meningkatkan metaplasia dan keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius. Perubahan patologis mukosa mulut menjadi leukoplakia terdiri dari dua tahap.
Yaitu tahap praleukoplakia dan tahap leukoplakia. Pada tahap praleukoplakia mulai terbentuk warna plaque abu-abu tipis, bening, translusen, permukaannya halus dengan konsistensi lunak dan datar. Tahap leukoplakia ditandai dengan pelebaran lesi ke arah lateral dan membentuk keratin yang tebal sehingga warna menjadi lebih putih, berfisura dan permukaan kasar sehingga mudah membedakannya dengan mukosa sekitarnya. (Patterson, 2004).
c. Klasifikasi Berdasarkan bentuk klinisnya Bucket dalam Patterson (2004) menggolongkan leukoplakia dalam 3 jenis: 1) Homogenous leukoplakia (leukoplakia kompleks) Suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas, memperlihatkan suatu pola yang relatif konsisten, permukaan lesi berombak-ombak dengan pola garis-garis halus, keriput atau papilomatous. 2
2) Nodular leukoplakia (bintik-bintik) Suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul keratotik yang kecil tersebar pada bercak-bercak atrofik (eritroplaqueik) dari mukosa.Dua pertiga dari kasus menunjukkan tanda-tanda displasia epitel atau karsinoma pada pemeriksaan histopatologik. 3) Verrucous leukoplakia Lesi putih di mulut, dimana permukaannya terpecah oleh banyak tonjolan seperti papila yang berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi pada dorsum lidah.
d. Gambaran Klinis Penderita leukoplakia tidak mengeluhkan rasa nyeri, tetapi lesi pada mulut tersebut sensitif terhadap rangsangan sentuh, makanan panasm dan makanan yang pedas. Dari pemeriksaan klinis ternayat oral leukoplakia mempunyai bermacammacam bentuk. Pada umumnya lesi ini sering ditemukan pada penderita dengan usia di atas 40 tahun dan lebih banyak pada pria daripada wanita. Hal ini terjadi karena sebagian besar pria adalah perokok berat. Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum mole dan durum, daerah dasar mulut, ginggiva, mukosa lipatan bucal, serat mandibular alveolar rodge. Secara klinis lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, berbatas tegas, dan permukaan tampak melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak menonjol. Kadang kala lesi ini dapat berwarna seperti mutiara atau kekuningan. Pada perokok berat warna jaringan yang terkena berwarna putih kecoklatan.
Leukoplakia dibawah lidah
Leukoplakia besar precancer
Leukoplakia pada lateral lidah
e. Gambaran Histopatologis Pemeriksaan mikroskopis akan membantu penegakan diagnosa leukoplakia. Bila dilakukan pemeriksaan histopatologis dan sitologis akan tampak perubahan 3
keratinisasi sel epitel terutama pada bagian superfisial. Perubahan epitel pada gambaran leukoplakia dibagi menjadi 4 yaitu, 1.
Hiperkeratosis Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari lapisan ortokeratin atau stratum korneum. Dengan adanya sejumlah ortokeratin pada daerah yang normal, maka akan menyababkan daerah rongga mulut menjadi tidak rata sehingga memudahkan terjadinya iritasi
2.
Hiperparakeratosis Suatu keadaan dimana lapisan granulanya terlihat menebal dan sangat dominan , sedangkan hiperkeratosis sangat jarang ditemukan walaupun dalam kasus- kasus yang parah.
3.
Akantosis Merupakan suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan spinosum pada suatu tempat tertentu yang kemudian berlanjut disertai pemanjangan, penebalan serta penumpukan dan penggabungan dari retepeg.
4.
Diskeratosis atau displasia
Merupakan suatu perubahan sel dewasa ke arah kemunduran, yang mana perubahan tersebut menandakan suatu pra-ganas. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosa displasia epitel : keratinisasi sel-sel secara individu, adanya pembentukan “epithel pearls” pada lapisan spinosum, perubahan perbandinagn inti sel dengan sitoplasma, hilangnya polaritas dan disorientasi dari sel, adanya hiperkromatik, adanya pembesaran intisel atau nukleus. f. Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan klinis rutin yang teliti (bentuk morfologi lesi, warna, predileksi tempat dan perubahan-perubahan serta perbedaan-perbedaan dengan jaringan sekitar) dan yang terakhir dengan pemeriksaan biopsi. a. Anamnesis Anamnesis meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, kesehatan umum, kebiasaan sehari-hari misalnya merokok, minum alkohol, mengunyah sirih dan menyuntil tembakau. Dahulu, penderita leukoplakia didominasi oleh usia lanjut akibat penurunan daya tahan tubuh. Namun sekarang lebih didominasi oleh usia muda akibat konsumsi rokok. Frekuensi penderita pria dan wanita adalah seimbang karena sudah banyak wanita yang merokok. 4
b. Gambaran Klinis Pada keadaan awal, lesi tidak terasa pada perabaan, agak bening dan putih keruh. Selanjutnya plaque meninggi dengan tipe yang berkembang tidak teratur. Lesi berwarna putih kabur. Kemudian lesi menjadi tebal, berwarna putih, menunjukkan anya pengerasan, membentuk fisura-fisura dan terakhir adalah pembentukan ulser.Gambaran klinis leukoplakia bentuk homogen (kecuali yang didasar mulut) cenderung mempunyai risiko displasia rendah, namun nodular, speckled dan erosiva mempunyai risiko tinggi, khususnya jika mempunyai displasia berat. Bentuk-bentuk lesi leukoplakia yang kemudian berubah menjadi ganas adalah bentuk verukosa dan bentuk nodular. c. Pemeriksaan histopatologi Pemeriksaan morfologi sel atau jaringan pada sediaan mikroskop dengan pewarnaan rutin Hematoksilin-Eosin (HE). d. Pemeriksaan sitologik eksfoliatif Digunakan untuk menegakkan diagnosis keganasan. Pemeriksaan sitologik eksfoliatif memiliki kelebihan yaitu dapat mendeteksi keadaan keganasan sedini mungkin dan merupakan kontrol pada false negatif biopsi serta menghindari biopsi yang tidak perlu. Faktor yang mempengaruhi ketepatan pemeriksaan adalah lokasi dan jenis lesi, ketebalan lapisan keratin atau keadaan hiperkeratotik akan menyebabkan sel-sel yang mengalami diskeratosis sulit untuk ikut teridentifikasi karena tersembunyi. (Amin, 2010). g.
Terapi Perawatan dan pencegahan yang paling pas adalah mengurangi atau menjauhi faktor-faktor penyebabnya, seperti berhenti merokok atau konsumsi alkohol. Ketika ini cara itu sudah ditempuh dan tidak efektif atau menunjukkan tanda-tanda awal kanker, kemungkinan untuk menyembuhkannya dengan operasi atau laser untuk menghancurkan sel-sel kanker (Amin, 2010; Medineplus, 2012).
h. Prognosis Prognosis leukoplakia sangat bagus dan deformitas akibat operasi juga bisa diminimalkan bila penyakit ditemukan pada stadium awal. Selain itu, kanker pada mukosa mulut yang diasosiasikan dengan leukoplakia sebagai lesi prakankernya juga menunjukkan prognosis yang sangat bagus.
5
2. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan
Leukoplakia merupakan lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan.
Penyebabnya bias local ataupun sistemik
Terapi dpat berupa terapi pembedahan atau non pembedahan
b. Saran
Bagi pasien dengan leukoplakia bias diberikan edukasi untuk menghindari penyebab dari leuplakia,
Tetap menjaga oral higien
6
DAFTAR PUSTAKA
Amagasa T, Yamashiro M, Uzawa N. (2011). Oral premalignant lesion: from a clinical perspective. International Journal of Clinical Oncology, 16: 5-14. Arruda JAA, Alvares PR, Sobral APV, Mesquita RA. (2016). A review of the surgocical and nonsurgical treatment of oral leukoplakia. Journal of Dentistry & Oral Disorder, 2(2): 1-7. Banoczy J. (1983). Oral leukoplakia and other white lesions of the oral mucosa related to dermatological disorders. Journal of Cutaneous Pathology, 10: 238-256. Blaggana A, Blaggana V, Vohra P. (2011). Oral leukoplakia: A therapeutic challenge – An update. J Innov Dent. 1:1-5 Brouns ER, Baart JA, Bloemena E, Karagozoglu H, van der Waal I. (2013). The relevance of uniform reporting in oral leukoplakia: Definition, certainty factor and staging based on experience with 275 patients. Medicina Oral, Patologia Oral y Cirugia Bucal, 18: 1926. Caldeira K, Davis SJ, Peters GP. (2011). The supply chain of CO2 emission. Proceedings of National Academy of Sciences, 108(45): 1-5. Chandu A, Smith AC (2005). The use of CO2 laser in the treatment of oral white patches: outcomes and factors affecting recurrence. International Journal of Oral & Maxillofacial Surgery, 34: 396-400. Downer MC, Petti S. (2005). Leukoplakia prevalence estimate lower than expected. Evidence-Based Dental Practice, 6:12. Feller L, Lemmer J. (2012). Oral leukoplakia as it relates to HPV infection: A review. International Journal of Dental Hygiene, 2: 540-561. Kawanishi S, Murata M. (2006). Mechanism of DNA damage induced by bromate differs from general types of oxidative stress. Toxicology, 221(2): 172-178. Kuribayashi Y, Tsushima F, Sato M, Morita K, Omura K. (2012). Recurrence patterns of oral leukoplakia after curative surgical resection: important factors that predict the risk of recurrence and malignancy. Journal of Oral Pathology & Medicine, 41: 682-688. Martorell-Catalayud A, Botella-Estrada R, Bagan-Sebastian JV, Sanmartin-Jimenez O, Guillen-Baronaa C. (2009). Oral leukoplakia: Clinical, histopatologic, and molecular features and therapeutic approach. Actas Dermosifiliogr. 100:669-84 Morse DE, Psoter WJ, Cleveland D, Cohen D, Mohit-Tabatabai M, Kosis DL, et al. (2007). Smoking and drinking in relation to oral cancer and oral epithelial dysplasia. Cancer Causes Control. 18:919-29
7
Patterson Dental Supply http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf
(2004).
Leukoplakia. 8
Reibel J. (2003). Prognosis of oral premalignant lesions: significance of clinical, histopathological, and molecular biological characteristics. Critical Reviews in Oral Biology & Medicine, 14(1): 47-62. Schepman JV, Bezemer PD, van der Meij EH, Smeele LE, van der Waal I. (2001). Tobacco usage in relation to the anatomical site of oral leukoplakia. Oral Disease. 7:25-7 Soames JV, Southam JC. (1999). Oral Pathology. Oxford: Oxford University Press. p. 139140. Thomson PJ, Hamadah O.(2007). Cancerisation within the oral cavity: The use of 'field mapping biopsies' in clinical management. Oral Oncology, 43: 20-26. Torres-Rendon A, Stewart R, Craig GT, Wells M, Speight PM. (2009). DNA ploidy analysis by image cytometry helps to identify oral epithelial dysplasias with a high riskof malignant progression. Oral Oncology, 45: 468-473. Warnakulasuriya S, Johnson NW, can der Waal I. (2007). Nomenclature and classification of potentially malignant disorders of oral mucosa. Journal of Oral & Pathology Medicine, 36: 575-580. Wu L, Feng J, Shi L, Shen X, Liu W, Zhou Z. (2013). Candidal infection in oral leukoplakia: A clinicopathologic study of 396 patients from eastern China. Ann Diagn Pathol 17:37-40
8