ETIKA BISNIS DAN PROFESI Dosen: Prof. Dr. Sukrisno Agoes, Ak., MM.
Case: Lockheed Corporation “Overseas Bribery Gone Rampant”
KELAS 18H ANGGOTA KELOMPOK: 1.
ARI MINARWAN
1106124845
2.
EKA FEBRIYANTI RAHMAN
1106047581
3.
DEVITA HOTMAULI
1106124864
4.
NISA HIJRIANTI
1106124933
5.
WISNU ADI NUGROHO
1106124952
PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA OKTOBER 2011
PERNYATAAN AUTHORSHIP
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi
ini
tidak/belum
pernah
disajikan/digunakan
sebagai
bahan
untuk
makalah/tugas pada ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya. Makalah yang telah di angkat oleh penulis adalah sebagai berikut ; Mata Ajaran
: Etika Bisnis dan Profesi
Judul Tugas
: Case: Lockheed Corporation “Overseas Bribery Gone Rampant”
Dosen
: Prof. Dr. Sukrisno Agoes, Ak., MM.
Nama (NPM) : 1. ARI MINARWAN
1106124845
2. EKA FEBRIYANTI RAHMAN
1106047581
3.
DEVITA HOTMAULI
1106124864
4. NISA HIJRIANTI
1106124933
5. WISNU ADI NUGROHO
1106124952
Dengan demikian pernyataan ini dibuat, kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan/atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Jakarta, 18 Oktober 2011
ARI MINARWAN
EKA FEBRIYANTI RAHMAN
DEVITA HOTMAULI
NISA HIJRIANTI
WISNU ADI NUGROHO
Lockheed Corporation “Overseas Bribery Gone Rampant”
Sejarah Singkat Perusahaan
Pada tahun 1912, sebuah perusahaan kedirgantaraan, The Alco HydroAeroplane Company didirikan oleh 2 kakak beradik Allan dan Malcolm Loughead yang berkedudukan di kota Santa Barbara, Negara Bagian California, Amerika Serikat. Pada tahun 1916 perusahaan mengganti namanya menjadi Loughead Aircraft Manufacturing Company dan di tahun 1926 menjadi Lockheed Aircraft Company. Perusahaan tersebut sempat menjadi divisi dari Detroit Aircraft pada 1929 namun berhasil berdiri kembali menjadi perusahaan sendiri lagi pada tahun 1932 dengan nama Lockheed Aircraft Corporation. Perkembangan terbaru pada tahun 1995, Lockheed Corporation melakukan penggabungan usaha atau merger dengan Martin Marietta dengan nama baru Lockheed Martin yang berkedudukan di kota Burbank, Negara Bagian California, Amerika Serikat. Produk Pesawat
Lockheed Corp. memiliki produk-produk kedirgantaraan berupa pesawat tempur militer antara lain U-2, SR-71, F-104 Starfighter dan lain-lain. Sedangkan pesawat penumpang dan kargo militer yaitu Hercules C-130 yang sangat terkenal yang banyak dimiliki oleh Angkatan Udara negara-negara maju dan berkembang termasuk TNI-AU. Pesawat penumpang komersial berbadan lebar L-1011 TriStar juga merupakan produksi Lockheed Corp. Selain itu roket yang dapat dikendalikan jarak jauh, senjata, dan produkproduk yang berkaitan erat dengan militer diproduksi secara masal oleh Lockheed Corp. Bribery
Bribery atau suap dalam terjemahan bebas yang bersumber dari Wikipedia Indonesia adalah merupakan praktek dimana seseorang yang dapat mengambil keputusan atau tindakan atas nama orang lain berdasarkan otoritas atau posisinya dipengaruhi dengan cara membayar atau menawarkan manfaat moneter yang mempengaruhinya supaya mengambil suatu atau beberapa tindakan atau keputusan.
Dengan kata lain, bribery adalah merupakan istilah yang dituangkan dalam undang-undang sebagai suatu hadiah atau janji yang diberikan atau diterima meliputi penyuapan. Skandal Suap
Skandal suap Lockheed Corp. mencakup serangkaian suap dan kontribusi yang dibuat oleh pejabat perusahaan kedirgantaraan Amerika Serikat: Lockheed Corp. dari akhir 1950-an sampai 1970-an dalam proses negosiasi penjualan pesawat. Skandal itu menimbulkan kontroversi politik yang cukup besar di Jerman Barat, Italia, Belanda dan Jepang. Di Amerika Serikat, skandal tersebut hampir menyebabkan kejatuhan korporasi yang memang sedang berjuang karena kegagalan pesawat komersial L-1011 TriStar. Latar Belakang
Pada tahun 1971, pemerintah Amerika Serikat telah memberikan tebusan kepada
Lockheed
Corp.,
dengan
memberikan
jaminan
pembayaran
sebesar
US$195.000.000,- dari pinjaman perbankan kepada perusahaan. Dibentuk sebuah komite atau dewan yaitu Dewan Jaminan Pinjaman Darurat, yang tugas utamanya mengawasi program ini dengan menyelidiki apakah Lockheed melanggar kewajibannya dengan tidak memberitahu dewan tentang pembayaran kepada pihak asing. Pada akhir 1975 dan awal 1976, sebuah sub-komite dari Senat Amerika Serikat yang dipimpin oleh Senator Frank Church menyimpulkan bahwa anggota dewan Lockheed telah membayar pemerintah-pemerintah negara lain untuk menjamin kontrak pembelian pesawat militer. Pada tahun 1976, Senator Frank Church juga secara terbuka mengungkapkan bahwa Lockheed membayar US$22.000.000,- dalam bentuk suap kepada pejabat pemerintahan asing dalam proses negosiasi penjualan pesawat termasuk F-104 Starfighter yang dikenal dengan sebutan "Kesepakatan Abad Ini". Jepang
Pada pertengahan tahun 1960-an, Japan Airlines (JAL) dan All Nippon Airways (ANA) mengalami peningkatan jumlah penumpang. Kedua perusahaan ini lalu membuat rencana membeli pesawat berbadan lebar. ANA merasa akan kalah bersaing dengan JAL, yang dimiliki oleh pemerintah, dalam pengadaan pesawat ini. Itu sebabnya mereka lalu menyuap Menteri Perhubungan Tomisaburo Hashimoto dan wakilnya Takayuki Sato.
Usahanya berhasil. Menteri menunda permohonan ijin yang diajukan JAL untuk pengadaan pesawat. Hal ini memberikan waktu kepada ANA untuk membuka tender bagi pabrik-pabrik pesawat. Ada tiga perusahaan besar yang ikut tender ini. McDonald Douglas, lewat perusahaan Mitsui, menawarkan produk pesawat DC-10; Boeing, lewat perusahaan Nissho Iwai, menjual produk seri Boeing 747; dan Lockheed Corp., lewat perusahaan Marubeni, mengajukan TriStar. Di dalam persaingan ini, Lockheed Corp. menjadi kuda hitam. Melihat peluang yang sangat tipis, Marubeni mengusulkan upaya rahasia. Lockheed setuju. Mereka lalu minta saran Yoshio Kodama (agen rahasia Lockheed yang membantu penjualan peralatan militer ke Jepang) . Kodama mengusulkan agar Lockheed-Marubeni menjalin kontak dengan Kenji Osano (Staf Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka). Dengan imbalan sebesar US$200.000,- pada tahun 1976, sebagai konsultan, Osano memberi kesempatan kepada Marubeni untuk bertemu langsung dengan Presiden Direktur ANA, Tokuji Wakasa. Pada tahun 1977, untuk jasa ini, Marubeni bermaksud memberikan uang ucapan terima kasih sebesar
JPY500.000.000,- atau sekitar US$7.530.000,-. Tanaka Hiyama,
Presiden Direktur Marubeni, mengutus Toshiharu Okubo, salah satu direktur, menemui A.C. Kotchian, Presiden Direktur Lockheed Corp., untuk membicarakan “hadiah” ini. Kotchian menyetujui rencana ini. Hiyama menemui Tanaka dengan maksud menawarkan uang sejumlah JPY500.000.000,-
sebagai uang jasa apabila Tanaka bersedia mendorong ANA untuk
membeli pesawat komersil berbadan lebar TriStars keluaran Lockheed Corp. Tanaka menyetujuinya. Kemudian ia berbicara dengan Wakasa, Presiden Direktur ANA. Sementara itu, Osano, asisten Tanaka, berusaha meyakinkan Wakil Presiden Direktur ANA, Watanabe. Selang dua bulan kemudian, ANA pada akhirnya mengumumkan bahwa Lockheed Corp. yang berhasil memenangkan kontrak pengadaan pesawat komersial berbadan lebar ini. Konspirasi tingkat tinggi tersebut dijalin dengan begitu rapi. Namun sepandaipandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Demikian pula dengan kasus ini, akhirnya tercium juga kecurangannya. Senat Amerika Serikat mencium bau tidak sedap ini. Para Senator tersebut melakukan investigasi yang menghasilkan pengakuan Kotchian mengenai praktik bisnis yang kotor ini. Skandal ini pun lalu diekspos besar-besaran oleh media massa, sehinga memaksa Kakuei Tanaka mengundurkan diri. Sementara itu di Amerika Serikat, Presiden Komisaris Lockheed Corp., Daniel Haughton pun mengundurkan diri. Orang-orang yang terlibat dalam skandal ini diseret ke muka pengadilan.
Belanda
Namun rupanya praktik kotor ini tidak hanya sekali dilakukan oleh Lockheed Corp. Di negeri Belanda, mereka menyuap Pangeran Bernhard, supaya Angkatan Udara Kerajaan Belanda memilih produk F-104G Starfighters, keluaran Lockheed, daripada pesawat yang diproduksi pesaing: Mirage V. Skandal inilah yang mendorong Amerika Serikat untuk membuat Foreign Corrupt Practices Act (Undang-undang Anti Korupsi di Luar Negeri) yang Isinya terutama bahwa melarang warga negara dan lembaga Amerika Serikat untuk memberikan suap kepada pemerintah negara asing. Jerman Barat
Mantan pelobi Lockheed Corp. Ernest Hauser mengatakan kepada penyelidik Senat bahwa Menteri Pertahanan Jerman Barat Franz Josef Strauss dan partainya telah menerima minimal $10.000.000,- untuk pembelian 900 unit pesawat tempur F-104g Starfighters pada tahun 1961. Para pengurus partai dan pucuk pimpinannya membantah tuduhan tersebut dan Strauss mengajukan gugatan fitnah terhadap Hauser. Karena tuduhan itu tidak dibenarkan, masalah dianggap selesai. Pada tahun 1976, anggota Bundestag atau Parlemen Jerman Barat Manfred Wörner menerima undangan untuk mengunjungi Lockheed Corp. Seluruh biaya perjalanan dibayar oleh Lockheed Corp. Dalam berjalannya penyidikan, terungkap bahwa sebagian besar dokumen terkait dengan pembelian pesawat Starfighter telah dihancurkan pada tahun 1962. Keberadaan dokumen kembali dibahas dalam komite pertemuan penyelidikan Bundestag antara Januari 1978 dan Mei 1979. Sebuah investigasi terhadap dokumen Lockheed Corp. oleh Amerika Serikat mengungkapkan bahwa perjalanan Wörner itu telah dibiayai oleh Bundestag Jerman Barat, dan terkait untuk uji terbang dengan Lockheed S-3. Hanya sebagian dari biaya perjalanan sekretaris Wörner dan penerbangan kembali Wörner dari Amerika Serikat ke Jerman Barat yang dibayarkan oleh Lockheed Corp. Italia
Pada Cabang Italia, skandal Lockheed Corp. melibatkan penyuapan dari politisi Partai Kristen Demokrat untuk mendukung pembelian pesawat transport oleh Angkatan Udara Italia yaitu C-130 Hercules. Tuduhan penyuapan yang didukung oleh majalah politik L'Espresso tersebut ditargetkan kepada mantan Menteri anggota Kabinet yaitu Luigi Gui dan Mario Tanassi, Mantan Perdana Menteri Mariano Rumor dan terutama kemudian Presiden
Giovanni Leone, yang memaksanya untuk mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 15 Juni 1978. Analisis Suap dalam Tender
Praktek suap telah menjadi sebuah tradisi yang lumrah dalam dunia bisnis, khususnya di Indonesia. Ini biasanya terjadi dalam upaya memenangkan sebuah proyek yang biasanya kita kenal tender. Kata “tender” berasal dari bahasa Inggris yang berarti penawaran, tawaran, dan mengajukan. Dalam bahasa yang sederhana, tender berarti sebuah tawaran untuk mengerjakan suatu proyek tertentu, biasanya proyek dalam skala besar yang ditawarkan oleh pemerintah. Para pengusaha kemudian mengajukan surat lamaran atau proposal yang intinya bersedia untuk melaksanakan proyek tersebut. Itulah tender. Tender ini tentu saja memiliki nilai finansial yang cukup besar. Ketika tender dimenangkan oleh sebuah perusahaan pelaksana tender, jika dapat dikelola dengan baik akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Maka itu banyak yang bersaing agar tender itu dapat jatuh ke tangan pengusaha yang bersangkutan. Tender terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. Ada tender untuk membangun kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan jalan raya, pembangunan tempat-tempat umum seperti pasar, pusat perbelanjaan modern: mall, dan lain sebagainya. Di dalam tender terdapat jual beli dan transaksi juga hal-hal yang sifatnya perdagangan dan berinteraksi dengan dunia luar perusahaan. Tidak sedikit pemegang tender di Indonesia yang berlaku tidak adil atau curang, dengan istilah lain tidak berkompetisi secara sehat untuk memenangkan sebuah proyek. Suap menyuap menjadi sarana utama dan menjadi hal yang biasa terjadi untuk dapat meloloskan tender. Kadang terjadi kerja sama antara instansi pemerintah dengan calon pelaksana tender. Ada banyak kasus yang menunjukan berhasilnya suatu tender dimenangkan bergantung kepada “persentase suap” yang dikeluarkan. Suap adalah salah satu dari sekian banyak jenis korupsi. Bagaimana tidak, politik negosiasi uang terjadi di sini. semakin besar uang pelicin yang dikeluarkan, akan semakin mudah mendapatkan tender. Parahnya suap menyuap tidak hanya terjadi dalam perebutan tender saja melainkan memasuki berbagai bidang kehidupan manusia. Bahkan dalam meraih kursi DPR sampai ke tingkat RT, suap sering terjadi yang lebih dikenal dengan istilah money politic atau politik uang. Terdapat kasus juga dimana kursi bangku kuliah di ITB rentang dengan suap menyuap.
Bagaimana tinjauan filsafat moral dan teori etikanya?
Sepintas kita menilai, bahwa perbuatan suap-menyuap dalam tender itu adalah perbuatan yang tidak baik. Seharusnya yang ada adalah persaingan sehat, yaitu berdasarkan kualifikasi dan kualitas calon pelaksana tender, bukan diukur berapa banyak suap yang diajukan. Mengapa suap dalam tender dianggap buruk, padahal kalau tidak pakai suap, belum tentu tender dapat diraih? Ketika praktek suap terjadi, jelas akan membawa implikasi yang negatif terhadap tender. Jumlah dana yang seharusnya utuh untuk sebuah proyek pembangunan, malah tidak terjadi karena tuntutan untuk mengganti dana yang telah dikeluarkan. Pengusaha cenderung akan memperkaya dirinya sendiri dan kelompoknya. Belum lagi potonganpotongan dan yang tak jelas, sehingga dana demikian besar untuk diaplikasikan menjadi sangat minimum nilainya. Berbagai dampak negatif sudah pasti terjadi. Tinjauan Prinsip Utilitarisme
Utilitarisme artinya bermanfaat. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu bukan saja hanya menyangkut satu atau dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Maka tender dalam prakteknya harus memperhatikan aspek manfaat ini. Jika manfaat yang ditimbulkan untuk masyarakat secara keseluruhan leibih banyak dan lebih mendominasi maka suap untuk mendapatkan tender ini menjadi sesuatu yang urgent atau mendesak untuk dilakukan. Karena berdasarkan prinsip utilitarisme ini, yang menentukan baik buruknya perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest number , kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Jika kebutuhan
untuk melakukan suap dalam memenangkan tender tersebut mengakibatkan masyarakat luas akan merasa senang, merasa diuntungkan, memperoleh nilai manfaat dari proyek ini adalah perbuatan yang terbaik Dalam utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Maka kualitas moral baik buruknya tender tersebut dimenangkan tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika proyek pembuatan pabrik milik pemerintah dibangun di daerah yang berkawasan asri, tentu akan menimbulkan akibat yang tidak baik bagi kelangsungan keasrian lingkungan. Namun jika tender itu mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, perbuatan ini adalah baik. Maka itu
memenangkan tender dengan melalui bantuan suap menyuap menurut paham utilitarisme bergantung kepada situasi dan kondisi serta manfaat yang dihasilkan. Tinjauan Prinsip Deontologi
Jika teori utilitarisme menekankan manfaat dan hasil menjadi ukuran baik buruknya suatu perbuatan, maka dalam prinsip deontologi, perbuatan dipandang dari segi kewajiban. Jika suatu perbuatan adalah suatu kewajiban maka perbuatan itu menjadi baik. Terhadap kasus suap dalam meraih tender, jika pemegang tender adalah orang yang ahli di bidang pembangunan sebuah proyek, sementara tidak ada pilihan pihak yang lain yang dianggap lebih berkompeten, maka kebutuhan suap menjadi harus dilakukan, karena jika jatuh tangan pihak lain yang tidak bertanggung jawab, dikhawatirkan tender tidak akan berjalan dengan baik. Dalam prinsip deontologi terdapat dua macam perbuatan yaitu perbuatan baik secara hukum dan perbuatan baik secara etika. Supaya menjadi baik di mata hukum yang diperlukan hanyalah bahwa perbuatan itu sesuai dengan hukum terlepas dari motif apapun mengapa perbuatan itu dilakukan. Terkait dengan kasus suap dalam tender selagi persyaratan untuk memenangkan tender itu terpenuhi maka layak baginya untuk mengelola tender tersebut. Akan tetapi baik secara hukum belum tentu menjadi baik secara moral dan etika. Supaya perbuatan itu baik secara moral hal tersebut belumlah cukup. Suatu perbuatan hanya bisa dianggap baik secara moral kalau dilakukan karena kewajiban atau karena memang harus dilakukan. Dalam deontologi, legalitas menjadi hal yang penting. Selama proses persaingan untuk memenangkan tender dan pelaksanaanya tidak keluar dari jalur hukum dan norma etika maka hal ini boleh dilakukan. Legalitas dalam prinsip ini menjadi sesuatu hal yang dapat membantu dalam menyelesaikan sebuah persoalan.
Penutup
Suap menyuap dengan tujuan untuk memenangkan tender adalah tidak dibenarkan meskipun tetap saja masih banyak oknum yang melakukannya. Suap menyuap dalam sebuah tender adalah satu perbuatan yang non-akhlaqi karena disamping suap adalah perbuatan yang tercela, suap juga menunjukan kelemahan diri sendiri yang tidak mampu bersaing secara sehat. Selain itu terdapat banyak dampak negatif yang ditimbulkannya terutama yang tampak jelas adalah suap merupakan bagian dari korupsi tetapi dalam bentuk lain yang lebih rapi dan tertutup.
Pembahasan Pertanyaan Case: Lockheed Corporation “Overseas Bribery Gone Rampant”
1.
Apakah standar global yang kini tersebar luas yang menyangkut praktik-praktik bisnis sepertinya diterapkan dan dipaksakan penerapannya pada masa mendatang yang penuh prediksi dan tidak menentu? Mengapa atau mengapa tidak?
Menurut kelompok kami standar global yang terkait dengan bisnis dalam praktiknya sangat perlu berlaku diterapkan dan ditegakkan di masa mendatang yang penuh ketidakpastian. Hal tersebut disebabkan jika apabila tidak ada suatu standar yang mengatur suatu perilaku dalam praktik dunia bisnis maka kejadian penyuapan (bribery) seperti yang terjadi pada Lockheed Corporation akan terus terjadi di masa yang mendatang.
Dalam kenyataanya, standar global yang kita bicarakan disini sudah diatur dari sudit pandang hukum pada masing-masing peraturan pemerintah atau bahkan undangundang mengenai praktik bisnis. Seperti misalnya di Indonesia, salah satunya kita mengenal Undang-undang Anti Monopoli yang bertujuan menghindari bahkan mencegah pratik-praktik bisnis yang bersifat monopolis. Sehingga itu semua kembali
lagi kepada diri pribadi masing-masing apakah yang bersangkutan masih menjunjung tinggi nilai etika bisnis dan profesi dalam kehidupannya sehari-hari atau sama sekali tidak.
2.
Menurut Anda, faktor apa saja yang dapat membuat para eksekutif puncak Lockheed Corporation melakukan praktik bisnis berbahaya yaitu penyuapan dan praktik lain yang dipertanyakan? Menurut pendapat Anda, apakah faktor-faktor tersebut dapat dibenarkan?
Kelompok kami berpendapat bahwa faktor yang mendorong para eksekutif puncak Lockheed Corporation melaksanakan praktik suap adalah suatu dorongan motivasi atas keinginan mereka untuk memenangkan tender-tender berskala besar dan menguntungkan dengan cara instan dan mudah. Para eksekutif puncak Lockheed Corporation
ingin
memastikan
bahwa
perusahaan
yang
mereka
pimpin
memenangkan tender namun tidak bersedia melaksanakan praktik-praktik bisnis umum yang akan memakan lebih banyak waktu, biaya, dan usaha. Seperti meningkatkan kualitas,
menurunkan harga
sesuai penawaran
atau mencari
pendekatan-pendekatan lain yang tidak dimiliki oleh perusahaan pesaing dalam bidang kedirgantaraan. Kemungkinan besar, para eksekutif puncak memiliki penilaian bahwa praktik suap baik dan wajar dilakukan demi terwujudnya tujuan memenangkan tender dan mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Suap menyuap dengan tujuan untuk memenangkan tender adalah tidak dibenarkan meskipun tetap saja masih banyak oknum yang melakukannya. Suap menyuap dalam sebuah tender adalah satu perbuatan yang tidak memenuhi kualifikasi professional dalam dunia industri dan perdagangan. Suap menyuap adalah perbuatan yang tercela yang tidak sesuai dengan kaidah norma dan agama. Suap menyuap juga menunjukan kelemahan diri sendiri yang secara tidak sadar menunjukkan kepada pihak luar ketidakmampuan untuk bersaing secara sehat. Terdapat banyak dampak negatif yang ditimbulkannya terutama yang tampak jelas adalah merugikan pihak lain yang juga memiliki keunggulan kompetitif,
menurunkan motivasi untuk berkembang dan
bertumbuh menjadi yang terbaik, dan suap merupakan pula bagian dari korupsi tetapi dalam bentuk lain yang lebih rapi dan tertutup.
3.
Pada kasus ini, tidak seperti kebanyakan kasus, jajaran eksekutif puncak yang paling disalahkan
daripada
jajaran
eksekutif
menengah.
Bagaimana
Anda
dapat
berpandangan bahwa manajemen puncak menjadi sangat jelas terlibat pada skandal tersebut?
Pada kasus Lockheed Corporation ini, sudah sangat jelas terlihat bahwa keterlibatan petinggi Lockheed dalam melobi Pemerintah Jepang untuk membeli Pesawat Penumpang L-1011TriStar keluaran Lockheed. Pada saat itu Lockheed mengikuti tender pesawat ini melalui perusahaan Jepang, Marubeni. Presiden Direktur Marubeni, Hiyama, mengutus Direktur Manajernya untuk menemui A.C. Kotchian, Presiden Direktur Lockheed untuk membicarakan jumlah uang yang akan diberikan kepada Tanaka (staf Perdana Menteri Jepang) sebagai imbalan untuk mendorong All Nippon Airways (ANA) dalam pengambilan keputusan untuk membeli pesawat dari Lockheed. Tanaka akhirnya berhasil meyakinkan Presiden Direktur ANA dan akhirnya diumumkan bahwa Lockheed memenangkan kontrak pengadaan pesawat tersebut.
Jadi sudah sangat jelas bahwa eksekutif puncak bertindak secara langsung terlibat dalam skandal penyuapan tender tersebut ditandai dengan turun tangannya Presiden Direktur Lockheed, A.C. Kotchian.
4.
Apakah perbedaan antara penyuapan (bribery) dan pemerasan (extortion)? Apakah terdapat perbedaan secara etis?
Menurut pendapat kelompok kami, penyuapan adalah suatu perbuatan yang meliputi sumbangan, pemberian, penerimaan, persembahan sesuatu yang bernilai dengan maksud
untuk
mempengaruhi
suatu
tindakan/keputusan.
Penyuapan
dalam
terjemahan bebas yang bersumber dari Wikipedia Indonesia adalah merupakan praktek dimana seseorang yang dapat mengambil keputusan atau tindakan atas nama orang lain berdasarkan otoritas atau posisinya dipengaruhi dengan cara membayar atau menawarkan manfaat moneter yang mempengaruhinya supaya mengambil suatu atau beberapa tindakan atau keputusan.
Pemerasan merupakan kebalikan dari penyuapan. Pada pemerasan, bukan penjual yang menawarkan sesuatu yang bernilai untuk mempengaruhi keputusan, melainkan oknum perusahaan atau pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang meminta pembayaran dari penjual untuk suatu keputusan yang akan menguntungkan penjual tersebut.
Dipandang dari sudut pandang segi etika, keduanya merupakan tindakan yang tidak sesuai
etika bisnis dan profesi karena keduanya memiliki kesamaan yaitu untuk
mempengaruhi sesuatu keputusan yang akan diambil.
5.
Apakah pertimbangan atas sikap perbuatan yang tidak sesuai etika akan berubah apabila pemberian hadiah merupakan praktik bisnis yang wajar dan dapat diterima pada negara-negara tertentu?
Pertimbangan secara etika tidak akan berubah apalagi menjadi benar walaupun praktik bisnis pemberian hadiah menjadi hal yang wajar dan lumrah pada suatu negara. Di negara kita Indonesia misalnya, pada masa sebelum reformasi sangat wajar dan lumrah bahkan “disyaratkan” untuk sekadar berurusan dengan instansi pemerintah. Pada beberapa tahun belakangan ini, praktiknya secara perlahan namum pasti mulai berubah. Pada masa menjelang hari raya baik itu Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru, para rekanan yang umumnya pihak swasta ramai-ramai memberikan hadiah berupa bingkisan (parcel) makanan, bingkisan barang, voucher belanja atau bahkan uang tunai kepada para pejabat instansi pemerintah dan Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN). Kini instansi pemerintah yaitu para Kementerian dan BUMN telah mengumumkan kepada khayalak di media masa yaitu untuk tidak memberikan sumbangan berupa apa pun kepada pegawai dari berbagai golongan di instansinya.
Menurut pandangan kami, hal tersebut merupakan sesuatu yang dipandang positif mengingat pada masa pemerintahan Orde Baru perihal pemberian hadiah adalah sangat wajar dan lumrah di Indonesia. Tapi tanpa memandang sebelah mata, memang diakui sampai sekarang praktik-praktik pemberian hadiah masih saja terjadi
dan berlaku umum sebagai tanda terima kasih kepada pihak yang telah membantu. Di kantor Kelurahan dan Kecamatan misalnya, untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta, untuk mengurus dan dan memperpanjang Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak dipungut biaya. Namun pada praktiknya, masih saja ada biaya-biaya yang dikeluarkan termasuk uang tanda terima kasih kepada petugas yang telah membantu. Begitu pula yang terjadi pada saat kita mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Paspor masih saja dengan mudah ditemukan praktik-praktik pembayaran kepada calo yang notabene diluar pembayaran resmi dan legal. Sebagian masyarakat kita masih menganggap pembayaran tersebut adalah wajar mengingat jumlahnya relatif tidak besar dan bertujuan untuk membantu atau meringankan biaya hidup para petugas pemerintah yang dikenal bergaji kecil yang telah membantunya. Selain itu dengan cara tersebut urusan akan lebih lancar dan mudah yang pada akhirnya akan menghemat waktu dan bahkan “biaya” (opportunity cost) masyarakat yang waktunya dapat digunakan untuk bekerja.
Walaupun nampaknya sangat beralasan dan memiliki segala kebaikan namun praktik pemberian hadiah, tips, atau uang tunai tidak dapat dibenarkan secara etika. Para aparat pemerintah yang memberikan pelayanan publik haruslah memberikan pelayanan yang sama baik dan adil kepada semua lapisan masyarakat yang membutuhkan tanpa membedakan mereka yang memberi hadiah dan yang tidak memberi. Masyarakat Indonesia berhak sepenuhnya atas berbagai bidang pelayanan publik dengan baik, cepat, dan memuaskan tanpa harus membayar lebih dari yang ditetapkan secara resmi. Pemerintah dari tingkat pusat sampai RT harus berusaha memfasilitasi agar usaha-usaha good corporate governance di lingkungannya masingmasing tercipta dengan baik.
6.
Apakah seharusnya jajaran puncak manajemen lari dari tanggung jawab atas pembayaran-pembayaran yang dipertanyakan yang dilakukan oleh bawahannya?
Menurut pendapat kelompok kami hal tersebut bergantung kepada pemegang otoritas atas pembayaran kepada pihak luar pada suatu organisasi. Pada umumnya masingmasing organisasi memiliki panduan jenjang otorisasi untuk tingkatan besarnya jumlah pembayaran. Misalnya pembayaran berjumlah diatas Rp100 juta harus melalui
persetujuan Presiden Direktur. Maka dapat diartikan bahwa segala pembayaranpembayaran yang dilakukan kepada pihak ketiga dengan jumlah tersebut Presiden Direktur bertanggung jawab penuh. Sebaliknya pembayaran sampai Rp100 juta cukup disetujui oleh tingkat tertinggi Direktur Keuangan, diikuti Manajer Keuangan dan Manajer Akuntansi. Sehingga manajemen dari berbagai tingkat tidak dapat begitu saja lari dari tanggung jawab. Pihak-pihak yang menyetujui pembayaran harus dapat menjelaskan maksud dan tujuan suatu pembayaran tertentu.
7.
Mempertahankan diri pada posisi Lockheed berkaitan dengan tindakan suap atau pemberian hadiah pada awal tahun 1970-an. Uraian tersebut sedapat mungkin berusaha meyakinkan bahwa hal tersebut perlu dilakukan.
Kelompok kami berpendapat bahwa Lockheed berada dalam posisi yang terjepit dan tidak menguntungkan dalam bisnis dunia kedirgantaraan pada masa awal tahun 1970an. Pada masa tersebut di Amerika Serikat sendiri terdapat beberapa perusahaan yang bergerak pada bidang yang sama yaitu Airbus, Boeing dan McDonald Douglas. Belum lagi persaingan dengan sesama negara maju juga bahkan negara-negara berkembang yang mulai melebarkan sayap menjadi produsen pesawat udara. Indonesia pada waktu itu mulai merintis berdirinya perusahaan industri kedirgantaraan yaitu PT Nurtanio yang kemudian berganti nama menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan kini dikenal dengan nama PT Dirgantara Indonesia (DI). PT DI dengan yang dimotori oleh B.J. Habibie memproduksi pesawat terbang penumpang menengah yaitu CN-235 dan prototipe N-250. TNI dan angkatan bersenjata
negara-negara
asia
tenggara,
Malaysia,
Thailand,
dan
Filipina
menggunakan pesawat CN-235 juga beberapa jenis helikopter sebagai armada militer.
Hal ini menandakan dengan sangat jelas bahwa persaingan bisnis pada bidang ini sangatlah kompetitif dimana sangat banyak perusahaan yang bersaing dan berusaha di bidang yang sama bahkan di negara-negara dunia ketiga atau berkembang seperti Indonesia. Lockheed menggunakan jalan pintas dengan cara menyuap orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk pengambilan keputusan agar pilihan membeli pesawat jatuh kepada pesawat-pesawat produksi Lockheed.
Ketidakpercayaan akan kualitas dan kemampuan diri sendirilah yang mendasari tindakan penyuapan tersebut. Sebenarnya hal tersebu tidak perlu terjadi mengingat barang yang laku di pasaran pada umumnya adalah barang yang berkualitas tinggi bukan sekedar harga tinggi. Sehingga apabila harganya pun sedikit lebih mahal, dengan kualitas yang memadai, banyak orang yang masih memilihnya. Ada istilah “ada rupa, ada harga” menandakan bahwa dengan harga yang kompetitif (tidak selalu murah) ada kualitas yang baik yang ditawarkan sehingga tercipta kepuasan konsumen yang bersifat jangka panjang, bukan hanya untuk masa sekarang saja.
Lockheed perlu untuk “percaya diri” dengan fokus pada peningkatan kualitas produk dan pelayanan purna jual (after sales service) kepada konsumen dan bahkan calon konsumen yang pada umumnya instansi pemerintah dan perusahaan penerbangan (airline). Menggunakan cara-cara tersebut diharapkan bahwa kepercayaan publik akan
terbentuk dan terus meningkat terhadap perusahaan Lockheed beserta produkproduknya. Dengan menerapkan good corporate governance pada perusahaannya, maka
kami percaya
bahwa
Lockheed
dapat
bangkit
menjadi
perusahaan
kedirgantaraan yang unggul bahkan menjadi benchmark bagi perusahaan-perusahaan pesaing.