32
i
THE WORLD TOP 10 BUSINESS SCANDAL—ENRON CORPORATION
DISUSUN OLEH:
HERI SUANTOSA
NIM: 14622290
MATA KULIAH: PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
DOSEN PENGASUH: YULI MUNIR, S.E., M.Acc., Akt.
KELAS P3
JURUSAN AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN TANJUNGPINANG
TAHUN AJARAN 2016/2017 GANJIL
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah THE WORLD TOP 10 BUSINESS SCANDAL—ENRON CORPORATION dengan baik.
Dalam penulisan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Ibu Yuli Munir, S.E., M.Acc., Akt. selaku dosen pengasuh mata kuliah Pemeriksaan Akuntansi I yang telah memberikan masukan dan sarannya yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Teman-teman mahasiswa kelas P/3 Akuntansi yang juga telah memberi kontribusi dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang ada sehingga penulis berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi penyempurnaan makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Semoga materi yang disampaikan dalam makalah ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan tambahan pengetahuan bagi kita semua.
Tanjungpinang, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
Konsep Audit Laporan Keuangan 4
Etika dan Teori Etika 4
Etika dalam Auditing 5
Kode Etik Profesional Akuntan 6
Dilema Etika dalam Profesi Audit 8
Lapping dan Kitting 10
BAB III PEMBAHASAN 12
Profil Enron Corporation 12
Profil KAP Arthur Andersen 13
Skandal Akuntansi Enron Corporation 14
Pihak-pihak yang Terlibat dalam Skandal Enron Corporation 15
Penyebab Terjadinya Skandal Enron Corporation 19
Analisis Kasus Enron Corporation Ditinjau dari Sudut Pandang
Prinsip Auditing dan Etika Profesional 22
Dampak Kasus Enron Corporation terhadap Tata Kelola, Manajemen
dan Akuntan Publik 27
BAB IV PENUTUP 31
Kesimpulan 31
Saran 31
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai jenis karakteristik perusahaan, baik industri, jasa, maupun dagang merupakan pelaku ekonomi yang selalu harus terikat dengan kondisi perekonomian global dewasa ini. Era globalisasi yang mempertajam jurang persaingan antara perusahaan-perusahaan yang ada, semakin mendorong pihak manajemen untuk berpikir kritis dan antisipatif dalam menghadapi kondisi gejolak perekonomian yang semakin tinggi. Optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan semakin diperhatikan. Konsekuensi logis dari adanya tingkat persaingan yang semakin kompleks yaitu kemunduran akibat ketidakmampuan beradaptasi dengan kemajuan bisnis pesaing, dapat tetap bertahan di tengah krisis globalisasi ekonomi atau bahkan dapat semakin berkembang.
Upaya untuk mendukung eksistensi perusahaan di tengah-tengah dunia bisnis pada era modern ini diperlukan upaya dalam rangka peningkatan produktivitas, efisiensi serta efektivitas pencapaian tujuan perusahaan. Berbagai strategi dan kerangka konseptual kebijakan-kebijakan yang dapat diambil terus dikembangkan. Salah satunya yaitu dengan memperhatikan aspek pengendalian internal. Pengembangan program audit yang komprehensif akan memberikan kontribusi dan dampak signifikan terhadap keuntungan organisasi atau perusahaan. Auditor perlu mengembangkan prosedur audit pengendalian internal untuk mendeteksi adanya berbagai tindak kecurangan yang disengaja dan kekeliruan yang tidak disengaja.
Audit yang dilaksanakan oleh auditor tidak selalu berjalan dengan semudah yang dibayangkan. Auditor akan dihadapkan pada adanya konflik kepentingan, di mana klien, terutama klien yang merupakan perusahaan yang besar dapat menekan auditor untuk tidak mengungkapkan pendapatnya secara objektif dan menyimpang dari standar etika profesional profesi akuntan publik. Auditor di satu sisi bertanggung jawab untuk mengungkapkan kewajaran laporan keuangan secara objektif untuk kepentingan publik, namun di sisi lainnya juga dihadapkan pada kepentingan klien untuk mendapatkan reputasi yang baik atas laporan keuangannya, walaupun terkadang sebenarnya laporan tersebut tidak wajar atau menyesatkan. Adanya desakan pergantian auditor dan besarnya fee yang ditawarkan dapat melemahkan tingkat independensi auditor. Posisi auditor di sini sangatlah dilematis karena mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien tetapi kadangkala hal itu melanggar standar profesi sebagai acuan kerja yang ada.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah The World Top 10 Business Scandal—Enron Corporation untuk lebih memahami tentang contoh kasus audit yang meliputi sebuah entitas bisnis dalam kaitannya dengan etika profesional profesi akuntan publik.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
Bagaimanakah kronologis skandal kasus Enron Corporation?
Pihak-pihak mana sajakah yang terlibat dalam skandal kasus Enron Corporation?
Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya skandal akuntansi Enron Corporation?
Bagaimanakah analisis terhadap kasus skandal Enron Corporation ditinjau dari sudut pandang prinsip auditing dan etika profesional?
Dampak apa sajakah yang timbul setelah adanya kasus Enron Corporation tersebutt?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai melalui penulisan makalah ini antara lain:
Mengetahui runtutan kronologis skandal praktik akuntansi yang dilakukan oleh Enron Corporation.
Mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam skandal kasus Enron Corporation yang mencakup pihak-pihak yang diuntungkan dan dirugikan berkaitan dengan praktik akuntansi yang diterapkan.
Memahami faktor-faktor dari sisi kelemahan akuntansi yang mendorong terciptanya skandal pelaporan yang menyimpang dari prinsip akuntansi oleh Enron Corporation.
Menganalisa skandal akuntansi Enron Corporation ditinjau dari sudut pandang prinsip auditing dan etika profesional yang merupakan kode etik profesi akuntan publik.
Memahami dampak-dampak yang timbul setelah adanya kasus Enron Corporation terhadap tata kelola, manajemen, dan profesi akuntan publik itu sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Audit Laporan Keuangan
Audit laporan keuangan dilakukan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan secara keseluruhan yaitu informasi-informasi kuantitatif yang diaudit telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah diterapkan. Kriteria yang digunakan dalam audit laporan keuangan adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum. Objek audit ini adalah laporan keuangan pada umumnya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan, dan laporan aliran kas. Adapun tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk memberikan pernyataan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diauditnya (Sunyoto, 2014: 8).
Alasan perlunya pengauditan atas laporan keuangan menurut Sunyoto (2014: 8) yaitu:
Conflict of interest atau konflik kepentingan antara penyusun dan pemakai laporan keuangan.
Consequence atau konsekuensi dari keharusan bahwa laporan keuangan merupakan sumber penting atau bahkan merupakan satu-satunya informasi yang digunakan oleh pemakainya sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, misalnya investasi dan pemberian pinjaman.
Complexity atau kekompleksan data keuangan.
Para pemakai laporan keuangan biasanya tidak dapat mengaudit sendiri catatan-catatan akuntansi yang menjadi dasar penyusunan laporan keuangan tersebut.
Etika dan Teori Etika
Etika secara harfiah berasal dari kata Yunani "ethos" (jamaknya: ta etha), yang artinya sama persis dengan moralitas, yaitu adat kebiasaan yang baik (Keraf (1998:14) dalam Freedom: 2012). Etika secara umum dapat didefinisikan sebagai satu set prinsip moral atau nilai (Arens dan Loebbecke,1996 dalam Freedom: 2012).
Pengertian etika menurut Firdaus (2005:37) dalam Ridha Abdiyana (2012:35) sebagaimana dikutip Freedom: 2012 adalah perangkat prinsip moral atau nilai. Masing-masing orang memiliki perangkat nilai, sekalipun tidak dapat diungkapkan secara eksplisit.
Etika atau ethics merupakan peraturan-peraturan yang dirancang untuk mempertahankan suatu profesi pada tingkat yang bermatabat, mengarahkan anggota profesi dalam hubungannya satu dengan yang lain, dan memastikan kepada publik bahwa profesi akan mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi (Sunyoto, 2014: 30).
Etika dalam Auditing
Etika (ethics) secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral. Perilaku etis sangat diperlukan oleh masyarakat agar dapat berfungsi secara teratur. Etika dapat diargumentasikan sebagai perekat yang dapat mengikat anggota masyarakat. Kebutuhan akan etika dalam masyarakat cukup penting, sehingga banyak nilai etika yang umum yang dimasukkan ke dalam Undang-undang (Arens, 2008: 98).
Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen (Freedom: 2012).
Etika dalam auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Sanjaya: 2014, ada beberapa peranan etika dalam profesi audit yaitu:
Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi.
Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit.
Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan sulit.
Kode Etik Profesional Akuntan
Menurut Sanjaya: 2014, secara garis besar kode etik dan perilaku profesional adalah:
Kontribusi untuk masyarakat dan kesejahteraan manusia. Prinsip mengenai kualitas hidup semua orang menegaskan kewajiban untuk
melindungi hak asasi manusia termasuk ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan.
Hindari menyakiti orang lain. "Harm" berarti konsekuensi cedera, seperti hilangnya informasi yang tidak diinginkan, kehilangan harta benda, kerusakan harta benda, atau dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
Bersikap jujur dan dapat dipercaya. Kejujuran merupakan komponen penting dari kepercayaan. Tanpa kepercayaan suatu organisasi tidak dapat berfungsi secara efektif.
Bersikap adil dan tidak mendiskriminasi nilai-nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip-prinsip keadilan yang sama dalam mengatur perintah.
Hak milik yang temasuk hak cipta dan hak paten. Pelanggaran hak cipta, hak paten, rahasia dagang dan syarat-syarat perjanjian lisensi dilarang oleh hukum di setiap keadaan.
Memberikan kredit yang pantas untuk properti intelektual. Komputasi profesional diwajibkan untuk melindungi integritas dari kekayaan intelektual.
Menghormati privasi orang lain. Komputasi dan teknologi komunikasi memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban.
Kepercayaan. Prinsip kejujuran meluas ke masalah kerahasiaan informasi setiap kali salah satu telah membuat janji eksplisit untuk menghormati kerahasiaan atau, secara implisit, saat informasi pribadi tidak secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan tugas seseorang.
Prinsip etika profesi akuntan menurut IAI dalam Sanjaya: 2014 antara lain:
Tanggung jawab profesi. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Kepentingan publik. Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Integritas. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Obyektivitas. Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Kompetensi dan kehati-hatian profesional. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Kerahasiaan. Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Perilaku profesional. Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Standar teknis. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Dilema Etika dalam Profesi Audit
Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang di mana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Setiap profesi pasti pernah mengalami dilema etika. Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang di mana ia merasa bingung untuk mengambil suatu keputusan tentang perilaku apa yang seharusnya dilakukan. Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan yang terkait dengan keputusannya yang etis atau tidak etis. Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik audit ada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap keputusan auditor sehingga auditor di hadapkan kepada pilihan keputusan etis dan tidak etis. Banyak alternatif untuk menyelesaikan dilema-dilema etika, hanya saja diperlukan suatu perhatian khusus dari tiap individu untuk menghindari rasionalisasi tindakan-tindakan yang kurang atau bahkan tidak etis (Freedom: 2012).
Banyak pihak yang berkepentingan di dalam sebuah organisasi bisnis. Investor yang menanamkan dananya ke dalam perusahaan atau kreditur yang meminjamkan dananya, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan tidak terbatas kepada manajemen saja, tetapi meluas kepada investor dan kreditor serta calon investor dan calon kreditur. Para pihak tersebut memerlukan informasi mengenai perusahaan, sehingga seringkali ada dua pihak yang berlawanan dalam situasi ini. Di satu pihak, manajemen perusahaan ingin menyampaikan informasi mengenai pertanggungjawaban pengelolaan dana yang berasal dari pihak luar, di lain pihak, pihak eksternal ingin memperoleh informasi yang andal dari manajemen perusahaan. Profesi akuntan timbul untuk memberikan informasi yang terpercaya bagi kedua belah pihak dalam situasi seperti ini (Freedom: 2012).
Kode etik yang digunakan oleh para profesional beranjak dari bentuk pertanggungjawaban profesi kepada masyarakat. Akuntan sebagai sebuah profesi juga tidak terlepas dari pertanggungjawaban kepada masyarakat. Akuntan di dalam aktivitas auditnya banyak hal yang harus dipertimbangkan, karena dalam diri auditor mewakili banyak kepentingan yang melekat dalam proses audit (built-in conflict of interest). Konflik dalam sebuah audit akan berkembang pada saat auditor mengungkapkan informasi tetapi informasi tersebut oleh klien tidak ingin dipublikasikan kepada umum. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi di sisi lainnya. Karena auditor seharusnya secara sosial juga bertanggung jawab kepada masyarakat dan profesinya dari pada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata, sehingga seringkali auditor dihadapkan kepada masalah dilema etika dalam pengambilan keputusannya (Freedom: 2012).
Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Terdapat beberapa contoh dilema etika dalam profesi audit menurut Freedom: 2012 antara lain:
Bernegosiasi dengan klien yang mengancam untuk mencari auditor baru jika perusahaannya tidak memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian, jelas merupakan contoh dilema etika karena pendapat seperti ini belum memuaskan.
Memutuskan apakah akan menegur supervisor yang telah lebih saji dalam material nilai pendapatan departemen untuk mendapatkan bonus yang lebih besar merupakan dilema etika yang sulit.
Melanjutkan bergabung di perusahaan dan memperlakukan pegawai dan pelanggan secara tidak jujur merupakan dilema moral.
Lapping dan Kitting
Istilah Lapping dapat diartikan sebagai suatu ketidakberesan yang dilakukan dengan sengaja untuk menyalahgunakan penerimaan kas untuk sementara waktu atau secara permanen. Lapping dapat dilakukan kalau seseorang memiliki wewenang menerima kas dan menyelenggarakan buku piutang. Auditor harus menilai kemungkinan terjadinya lapping dengan memperoleh pemahaman tentang pemisahan tugas dalam penerimaan dan pencatatan penagihan dari pelanggan. Adapun tanda-tanda lapping antara lain kesalahan penagihan yang berlebihan, perputaran piutang yang lambat, writeoffs piutang yang berlebihan, keterlambatan dalam posting pembayaran pelanggan,akun tentang rincian piutang tidak sama dengan buku besar, penurunan pembayaran piutang, serta banyaknya keluhan dari pelanggan. Adapun beberapa prosedur audit untuk menemukan lapping antara lain melakukan konfirmasi piutang usaha, makukan penghitungan kas secara mendadak, dan membandingkan rincian jurnal penerimaan kas dengan rincian slip setoran harian (Sanjaya: 2014).
Menurut kamus audit, kitting merupakan transfer uang dari satu bank ke bank yang lain dan pembukuan transfer yang tidak semestinya sehingga jumlah yang dibukukan sebagai aktiva di dalam kedua akun itu; praktek ini digunakan dengan penyelewengan guna menyembunyikan defalkasi kas. Kiting yang mungkin ketika kelemahan pengendalian internal mengizinkan satu orang untuk masalah dan memeriksa catatan atau kolusi ada antara dua orang yang bertanggung jawab atas dua fungsi. Kiting terjadi ketika cek ditarik pada satu bank disimpan di bank lain dan tidak ada catatan terbuat dari pencairan terhadap saldo bank pertama. Kitting terdeteksi dengan mempersiapkan jadwal transfer bank, yang merupakan dokumen yang disiapkan oleh auditor untuk merekam semua transfer antar rekening bank perusahaan selama beberapa hari sebelumnya, dan beberapa hari setelah akhir tahun tanggal transfer dicairkan di bank dan tanggal mereka dicatat dalam buku dasarnya auditor memeriksa apakah deposit dan penarikan dicatat dalam periode akuntansi yang sama. Kitting ditunjukkan ketika tanggal distempel oleh bank penerima mendahului tanggal pencairan dicatat (Sanjaya: 2014).
BAB III
PEMBAHASAN
Profil Enron Corporation
Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Enron jejak akarnya adalah Perusahaan Gas Alam Utara, yang dibentuk pada tahun 1932, di Omaha, Nebraska. Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985 oleh Kenneth Lay. Pada tahun 1997 Enron membeli perusahaan pembangkit listrik "Portland General Electric Corp" senilai $ 2 milyar. Sebelum tahun 1997 berakhir, manajemen mengubah perusahaan tersebut menjadi "Enron Capital and Trade Resources" yang menjadi perusahaan Amerika terbesar yang memperjualbelikan gas alam serta listrik (Sanjaya: 2014).
Enron Corporation yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang energi tersebut melakukan penjualan listrik dengan menggunakan harga pasar pada awal tahun 1990. Adanya hasil Kongres Amerika Serikat yang memutuskan untuk melakukan deregulasi penjualan gas alam telah menyebabkan Enron mengalami peningkatan pendapatan yang signifikan. Enron merupakan penjual gas alam terbesar pada tahun 1992 di Amerika Utara, kontrak penjualan gas Enron menghasilkan laba sebelum pajak sebesar $122 juta, dan merupakan penyumbang kedua terbesar dalam laba usaha perusahaan (Isanty: 2016).
Dalam upaya untuk memperluas pertumbuhan bisnis perusahaan, Enron menerapkan strategi bisnis diversifikasi. Perusahaan tersebut memiliki dan mengoperasikan berbagai aset meliputi gas pipelines, electricity plants, pulp and paper plants, water plants, dan broadband services. Perkembangan pesat Enron telah menyebabkan harga saham perusahaan tersebut mengalami kenaikan sebesar 311% dari awal tahun 1990 sampai akhir tahun 1998. Pada tahun 1999 harga saham mengalami kenaikan sebesar 56% dan pada tahun 2000 sebesar 87%. Harga saham per lembar perusahaan adalah sebesar $83.13 (Isanty: 2016).
Tidak cukup dengan prestasi tersebut, Enron membentuk pula "Enron Online" (EOL) pada bulan Oktober 1999. EOL merupakan unit usaha Enron yang secara online memasarkan produk energi secara elektronik lewat website. Dalam sekejap, EOL berhasil melaksanakan transaksi senilai $335 milyar pada tahun 2000. Pada Januari 2000, Enron mengumumkan sebuah rencana besar yang amat ambisius untuk membangun jaringan elektronik broadbrand yang berkecepatan tinggi (high speed broadbrand) dengan kapasitas jaringan penjualan brandwidth untuk melakukan penjualan gas serta listrik. Enron membiayai ratusan juta dollar guna melaksanakan program ini. Walaupun keuntungannya belum nampak, namun harga saham Enron di Wall Street melonjak menjadi $40, bahkan meningkat menjadi $90,56, sehingga Enron dinyatakan oleh majalah Fortune maupun media lain sebagai "one of the most admired and innovative companies in the world" (Djohan: 2008).
Profil KAP Arthur Andersen
KAP Arthur Andersen didirikan pada tahun 1913 oleh Arthur Andersen dan Clarence Delany sebagai Anderse Delany & Co. Perusahaan tersebut berubah nama menjadi Arthur Andersen & Co. pada tahun 1918. Arthur Andersen adalah aktivis pembentukan standar dalam industri akuntansi. Ketika munculnya opsi saham dalam bentuk kompensasi, Arthur Andersen adalah KAP pertama yang mengusulkan ke FASB bahwa opsi saham harus disertakan pada laporan biaya sehingga berdampak pada laba bersih seperti kompensasi dalam bentuk tunai. Setelah konsultasi IT ditetapkan pada tahun 1980, Arthun Andersen pun mengembangkan praktek konsultasi di bidang IT tersebut, sementara KAP lain masih berfokus pada konsultasi jasa audit. KAP Arthur Andersen berjuang untuk menyeimbangkan antara "faithfulness to accouting standards" dengan "its clients' desire to maximize profits" (Kurnia: 2014).
KAP Arthur Andersen adalah perusahaan jasa akuntansi yang berbasis di Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Kantor Akuntan Publik tersebut termasuk dalam "The Big Five" bersama dengan Pricewaterhouse Coopers, Deloitte, Ernst & Young, dan KPMG. Arthur Andersen menjadi auditor eksternal Enron sekaligus konsultan manajemennya dengan bayaran $5 juta untuk biaya audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi. Hal inilah yang menyebabkan konflik kepentingan di tubuh Arthur Andersen sendiri, karena pembayaran atas jasa yang dilakukannya terlampau besar, sehingga memunculkan kurangnya independensi dalam proses pengauditan laporan keuangan Enron. Sehingga, pada tahun 2002 perusahaan ini secara sukarela menyerahkan izin praktiknya sebagai Kantor Akuntan Publik setelah dinyatakan bersalah dan terlibat dalam skandal Enron dan menyebabkan 85.000 orang kehilangan pekerjaannya (Isanty: 2016).
Skandal Akuntansi Enron Corporation
Pada tanggal 2 Desember 2001, dunia perekonomian dikejutkan dengan berita yang berasal dari kota minyak Houston di Texas, Amerika. Enron, perusahaan ke tujuh terbesar di Amerika, perusahaan energi perdagangan terbesar di dunia menyatakan dirinya bangkrut (Djohan: 2008).
Bangkrutnya Enron dianggap bukan lagi semata-mata sebagai sebuah kegagalan bisnis, melainkan sebuah skandal yang multidimensional, yang melibatkan politisi dan pemimpin terkemuka di Amerika Serikat. Hal ini bisa dilihat dari beberapa fakta yang cukup mencengangkan (Sanjaya: 2014). Kebangkrutan bukan disebabkan oleh perekonomian dunia yang sedang melemah, melainkan kesalahan fatal dalam sistem akuntan mereka. Selama tujuh tahun terakhir, Enron melebih-lebihkan laba bersih dan menutup-tutupi utang. Auditor independen, Arthur Andersen ikut berperan dalam "menyusun" pembukuan kreatif Enron. Lebih buruk lagi, kantor hukum yang menjadi penasihat Enron, Vinson & Eikins, juga dituduh ikut ambil bagian dalam korupsi skala dunia ini dengan membantu membuka partnership-partnership kontroversial yang dianggap sebagai awal dari kehancuran Enron (Djohan: 2008).
Dalam proses pengusutan sebab-sebab kebangkrutan itu Enron dicurigai telah melakukan praktek window dressing yaitu dengan cara penundaan pencatatan piutang karena kasnya digunakan untuk kepentingan pribadi. Manajemen Enron telah menggelembungkan (mark up) pendapatannya US$ 600 juta, dan menyembunyikan utangnya sejumlah US$ 1,2 miliar. Menggelembungkan nilai pendapatan dan menyembunyikan utang senilai itu tentulah tidak bisa dilakukan sembarang orang. Diperlukan keahlian khusus dari para profesional yang bekerja pada atau disewa oleh Enron untuk menyulap angka-angka, sehingga selama bertahun-tahun kinerja keuangan perusahaan ini tampak tetap mencorong. Dengan kata lain, telah terjadi sebuah kolusi tingkat tinggi antara manajemen Enron, analis keuangan, para penasihat hukum, dan auditornya. Belakangan diketahui bahwa auditor Enron, Arthur Andersen kantor Hudson, telah ikut membantu proses rekayasa keuangan tingkat tinggi itu (Sanjaya: 2014).
Pihak-pihak yang Terlibat dalam Skandal Enron Corporation
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam skandal Enron Corporation dalam Kurnia: 2014, antara lain sebagai berikut:
Pihak dari Enron Corporation
Kenneth Lay (Founder, Chairman dan CEO)
Enron ini dibangun dengan hutang dan dalam kegiatan operasionalnya juga berhutang lagi kepada pihak lain. Sehingga hutangnya semakin bertambah banyak. Ken Lay adalah seseorang yang telah mendirikan Enron, tetapi dia membangun Enron dengan banyak hutang kepada pihak lain. Ketika Enron mengalami keadaan yang sulit, dalam hal ini dalam keadaan hampir bangkut, Ken Lay mengatakan perusahaannya dalam keadaan yang baik-baik saja.
Jeffrey Skilling (Mantan Presiden, dan COO)
Jeffrey Skilling berhasil membuat Enron menjadi sebuah perusahaan perdagangan yang sangat besar dan ekspansif. Namun, karena ambisinya mengesampingkan rambu-rambu aturan yang berlaku baik aturan SEC maupun prinsip akuntansi yang berterima umum. Ia bersama Andrew Fastow memanipulasi laporan keuangan Enron. Skilling merekrut Andrew Fastow, seorang ahli keuangan, untuk membantu menjalankan bisnis perdagangan gas alam, dan keduanya telah datang dengan gagasan yang pandai dalam melaporkan nilai dari kontrak jangka panjang yang mereka beli atau jual.
Andrew Fastow (Mantan CFO)
Andrew Fastow memanipulasi untuk membentuk anak perusahaan yang hanya dipakai oleh Enron untuk mendapatkan pinjaman dana dari bank, sehingga dalam laporan keuangan yang dimiliki oleh Enron tidak mengalami penambahan hutang.
Board of directors
Dewan Direksi Enron gagal melidungi pemegam saham Enron dan memberikan konstribusi pada kejatuhan perusahaan publik terbesar ke tujuh di AS, dengan membiarkan Enron terlibat dalam praktik akuntansi beresiko tinggi, konflik transaksi kepentingan yang tidak pantas, pengungkapan kegiatan penghancuran dokumen penting, dan kompensasi eksekutif yang berlebihan. Dewan mengetahui hal ini tetapi lebih memilih untuk menutup mata dan merugikan pemegang saham, karyawan, dan rekan bisnis.
Karyawan Enron
Enron memaksa karyawan dalam hal pengelolaan dana pensiun, di mana diharuskan pembelian saham perusahaan sebagai dana pensiun, karyawan percaya atas reputasi perusahaan. Tujuan Enron adalah menaikan harga saham perusahaan dengan cara ini. Dan pada saat masa jatuhnya enron, para ekskutif yang terlebih dahulu tahu telah menjual sahamnya, sedangkan karyawan hanya dapat menjual saham sampai pada harga 26 sen.
Sheron Wattkins
Sherron adalah seorang akuntan profesional yang kompeten dan telah bekerja untuk Arthur Andersen selama bertahun-tahun sebelum bergabung dengan Enron. Dia mengeluhkan praktik akuntansi agresif yang dilakukan oleh Enron. Ketika Lay tidak merespon surat yang ia tulis, Sharron pun memberikan kesaksian di depan komte penyelidikan. Seandainya ada anggota dewan yang mendengarkan kekhawatirannya mengenai Enron, mungkin tindakan pencegahan dapat dilakukan.
Pihak dari KAP Arthur Andersen
Peran KAP Arhur Andersen dalam skandal Enron antara lain sebagai eksternal auditor Enron, sebagai konsultan akuntansi dan manajemen berkaitan dengan pengakuan SPE, sebagai internal auditor Enron, sebagai konsultan perpajakan Enron, dan sebagai penasihat dari pengungkapan masalah keuangan. Budaya internal KAP Arthur Andersen didorong oleh keinginan untuk mendapatkan penghasilan, sehingga Enron adalah salah satu sumber kekayaan KAP. Mengingat fakta ini, AA dan personelnya dihadapkan pada beberapa konflik kepentingan, yang mungkin telah dilanggar dan melemahkan tekad mereka untuk bertindak dalam hubungan fidusia mereka sebagai auditor, termasuk mengaudit kerja mereka sendiri sebagai konsultan SPE, menyebabkan kurangnya objektivitas, serta kepentingan diri sendiri berperang melawan kepentingan umum yang mengarah ke keinginan untuk memuaskan manajemen Enron. David B. Duncan menjadi karyawan Andersen selama 20 tahun, ia bertanggung jawab atas Enron sejak 1997, ia dibayar lebih dari $1 juta. David dipecat dari Andersen pada Januari 2002 dan dibebankan hukuman karena telah memerintahkan staff Andersen untuk menghancurkan lebih dari 1 ton dokumen yang berkaitan dengan Enron. Pada 9 April 2002, David mengaku bersalah dengan hukuman maksimum 10 tahun.
Pihak-pihak luar lain yang terlibat
Securities and Exchange Commission (US SEC)
SEC juga harus bertanggungjawab pada kasus ini karena mereka memberikan persetujuan kepada Skilling dan Andrew Fastow untuk menggunakan metode akuntansi yang menguntungkan bagi mereka. Dalam hal ini seharusnya SEC tidak menyetujui hal tersebut, karena hanya akan menguntungkan beberapa pihak saja, dan pihak lainnya akan dirugikan dengan diperbolehkannya penggunaan metode tersebut.
Mitra kerja
Mitra kerja dan konsumen Enron dirugikan dalam hal ini, sebut saja Blockbuster. Begitupun dengan pemasok dan kreditor yang bekerja sama dengan Enron.
Investor
Sebagai hasil dari skandal Enron, investor baik pribadi maupun kelompok, kehilangan jutaan dollar karena mereka mendapatkan informasi yang salah mengani kinerja keuangan perusahaan, semua pemegang saham kehilangan uang yang telah mereka investasikan setelah Enron jatuh bangkrut.
White House
Skandal ini semakin rumit dengan ditengarainya keterlibatan banyak pejabat tinggi gedung putih dan politisi di Senat Amerika Serikat yang pernah menerima kucuran dana politik dari perusahaan ini. Akibat pertalian semacam itu, banyak orang curiga pemerintahan Bush dan para politisi telah dan akan memberikan perlakuan istimewa, baik dalam bisnis Enron selama ini maupun dalam proses penyelamatan perusahaan itu.
Jaksa Penuntut Enron dan Departement of Justice
Penuntutan terhadap Enron (yang seringkali diprakarsai oleh SEC) telah menyebabkan peningkatan ekspektasi kinerja dan agresivitas kejaksaan, di mana penjahat kelas eksekutif dicurigai. Eliot Spitzer (Attoney General for The Northen District of Illinnois) dan Patrick J. Fitzgerald (US Attorney for the Nothern District of Illinois) muncul sebagai jaksa umum dengan ikon "anjing penyerang" yang mengejar setiap eksekutif Enron dengan penuh semangat. Spitzer lebih mengutamakan penjahat selebriti dan eksekutif senior sebagai contoh bagi orang lain, terutamaa saat SEC lambat untuk bertindak.
Penyebab Terjadinya Skandal Enron Corporation
Begitu kompleksnya model usaha yang dimiliki oleh Enron, yang terdiri dari beragam produk, termasuk aset tetap dan perdagangan yang melampaui skala nasional telah menyebabkan adanya keterbatasan akuntansi. Enron mengambil keuntungan penuh dari keterbatasan akuntansi tersebut untuk menyusun dan memoles laporan keuangan perusahaan. Dua hal utama yang mendasari permasalahan pada laporan keuangan Enron adalah perdagangan yang meliputi kontrak jangka panjang yang kompleks dan struktur transaksi finansial perusahaan yang berupa konsolidasi entitas bertujuan khusus (special purpose entities) (Kurnia: 2014).
Adapun beberapa penyebab terjadinya skandal perusahaan Enron antara lain sebagai berikut:
Trading Business dan Market-to-Market Accounting
Pada bisnis gas alam Enron, perlakuan akuntansinya sangatlah mudah, yaitu pada setiap periode tertentu, perusahaan akan membuat daftar biaya supply gas dan pendapatan aktual yang diterima dari penjualan tersebut. Namun pada bisnis perdagangan, Enron mengadopsi mark-to-market accounting, yakni begitu sebuah kontrak jangka panjang ditandatangani, present value dari future inflows dari kontrak tersebut diakui sebagai pendapatan dan present value dari biaya kontrak tersebut dianggap sebagai biaya. Dalam hal ini, keberlangsungan kontrak jangka panjang tersebut seringkali dipertanyakan. Dengan adanya kesulitan untuk penerapan matching principle antara profit dan cash, telah memberikan laporan yang menyesatkan bagi investor. Unrealized gains and losses pada market value dari kontrak jangka panjang (yang tidak di-hedging) kemudian dilaporkan sebagai bagian dari pendapatan tahunan pada saat terjadinya. Sebagai contoh, Enron melakukan kontrak kerjasama dengan Blockbuster Video pada tahun 2000. Pilot Project tersebut terdapat di Portland, Seattle dan Salt Lake City. Berdasarkan proyek tersebut Enron kemudian mengakui estimasi profit sebesar $ 110 juta walaupun berbagai kalangan mempertanyakan keberlangsungan teknis dari proyek tersebut dan permintaan pasar. Ketika jaringan tersebut gagal, Blockbuster menarik kerjasamanya dan Enron tetap meneruskan untuk mengakui future profit walaupun kontrak tersebut berakhir dengan kerugian.
Special Purpose Entities
Enron telah menggunakan ratusan special purpose entities sampai dengan tahun 2001 di mana kebanyakan SPE tersebut digunakan untuk mendanai pembelian forward contract dengan produsen gas untuk menyuplai gas dalam sebuah kontrak jangka panjang. Namun beberapa SPE kontroversial didesain secara khusus untuk mendapatkan tujuan pelaporan keuangan yaitu memenuhi ekspektasi investor. Sebagai contohnya, pada tahun 1997, Enron berkeinginan untuk membeli kepemilikan dari beberapa joint venture, namun Enron tidak mau memperlihatkan hutang miliknya yang digunakan untuk membiayai akuisisi tersebut pada neraca perusahaan. Maka Enron menggunakan Chewco, sebuah SPE yang dikontrol oleh Enron untuk menerbitkan hutang dengan Enron sebagai penjamin untuk medapatkan kepemilikan pada joint venture seharga $ 383 juta. Transaksi tersebut telah diatur sedemikian rupa sehingga Enron tidak harus mengkonsolidasi Chewco ataupun joint venture tersebut pada laporan keuangannya, sehingga Enron tidak perlu mengakui hutang pada pembukuannya.
Penghindaran pajak
Beberapa Bank, KAP, bankir investasi, dan kantor pengacara bahkan politisi diduga memberikan konsultasi mengenai penyembunyian pajak terstruktur pada 12 transaksi besar yang mencapai $2 miliar dari tahun 1995-2001. Manajemen Enron menemukan bahwa transaksi pajak tidak hanya bisa menghemat pajak, tetapi dapat digunakan untuk menciptakan laba dalam laporan keuangan. Secara umum, empat strategi yang digunakan Enron dalam transaksi terstruktur tersebut adalah:
Duplikasi kerugian ekonomi tunggal (mengurangi kerugian yang sama sebanyak dua kali).
Pergeseran dari DPP aset tak tersusutkan (tidak kena pajak) menjadi suatu aset tersusutkan (kena pajak).
Timbulnya biaya pemotongan pajak untuk pembayaran pokok.
Timbulnya biaya jasa bagi pihak yang memberikan bantuan untuk WP lain.
Budaya perusahaan, konflik kepentingan, whistle-blower
Banyak karyawan Enron mengetahui tentang kurangnya integritas dalam transaksi SPE, tetapi hanya sedikit karyawan yang berani maju untuk melaporkannya, dan Dewan Direksi Enron tidak mendengar keluhan mereka. Kekurangan integritas pada budaya Enron berada dalam taraf yang cukup menyedihkan. Salah satu teka-teki Enron yang tidak dijelaskan adalah mengapa orang-orang yang memiliki interaksi berkelanjutan dengan anggota dewan ternyata tidak maju untuk mengungkapkan kejanggalan tersebut. Jika mereka memiliki loyalitas kepada perusahaan, seharusnya mereka melaporkan kejanggalan SPE kepada anggota dewan. Kurangnya loyalitas ini ada hubungannya dengan keinginan untuk memuaskan Fastow dan Lay yang memberikan pengaruh signifikasn terhadap rencana insentif opsi saham enron.
Kegagalan fungsi dewan direksi
Dewan Direksi beroperasi di bawah undang-undang yang membebankan tugas fidusia kepada mereka untuk bertindak dengan itikad baik, sewajarnya, dan dalam kepentingan terbaik dari perusahaan dan pemegang sahamnya. Dalam kerangka kerja tata kelola, Dewan Direksi Enron bertanggung jawab untuk mengawasi lini bisnis Enron dan strategi untuk membiayainya. Salah satu bidang usaha Enron, yaitu: bisnis perdagangan energi secara online, memerlukan akses ke lini kredit yang luas. Pada saat yang sama, sifat dari bisnis ini menyebabkan fluktuasi laba yang besar dari triwulan ke triwuan, sehingga mengarah pada pendanaan berbiaya rendah. Semua anggota Dewan Direksi sangat menyadari dan mendukung fokus Enron di peringkat kredit, arus kas dan beban utang. Semua orang akrab dengan strategi "asset light". Di sinilah titik di mana Dewan Direksi Enron tidak menjalankan tugas fidusia, mereka hanya bertindak demi kepentingan perusahaan bukan pemegang saham.
Analisis Kasus Enron Corporation Ditinjau dari Sudut Pandang Audit dan Etika Profesional
Auditor independen bertanggung jawab memberikan assurance services. Sementara manajeman, dibantu pengacara, penasihat keuangan, dan konsultan, menyajikan informasi keuangan, sedangkan akuntan publik bertugas menilai apakah informasi keuangan itu dapat dipercaya atau tidak. Dalam menjalankan audit, akuntan wajib mendeteksi kemungkinan kecurangan dan kekeliruan yang material. Penyimpangan (irregularities) dan kecurangan (fraud) akan dianggap sebagai kelaziman. Kegagalan untuk bersikap obyektif dan independensi sama artinya dengan hilangnya eksistensi profesi. Membenarkan, bahkan menutupi, perilaku manajemen yang manipulatif jelas-jelas merupakan pengkhianatan terhadap tugas profesi akuntan publik. Karena itu, sangat wajar jika, dalam kasus Enron, auditor paling dipersalahkan karena telah gagal melindungi kepentingan publik yang merupakan pemberi otoritas (Sanjaya: 2014).
Dalam kasus Enron, pihak manajemen Enron maupun Arthur Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak etis, dalam kasus Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas KAP Arthur Andersen hancur. Di sini Andersen telah ingkar dari sikap profesionalisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan (Sanjaya: 2014).
Kasus ini menyingkap kerjasama penipuan yang dilakukan Enron dengan auditornya, yaitu KAP Andersen. KAP Andersen dinyatakan bersalah telah bekerjasama dalam memalsukan laporan keuangan dan menghambat proses penyelidikan dengan menghancurkan dokumen-dokumen yang digunakan untuk menjalankan proses audit. Tindakan ini telah dianggap melanggar standar umum audit yang kedua yaitu independensi, di mana seharusnya dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. KAP Andersen juga dinyatakan bersalah telah melanggar prinsip etika profesi akuntan di antaranya yaitu melanggar prinsip integritas dan perilaku profesional. Perlu diketahui bahwa integritas merupakan prinsip yang penting dan harus diterapkan dalam etika audit sebab merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Sedangkan perilaku profesional diterapkan agar setiap pelaku audit dapat berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat menghancurkan mana baik profesi. Besarnya jumlah fee yang ditawarkan menyebabkan KAP Andersen goyah dan mengabaikan prinsip integritas dan independen. Akhirnya, laporan audit yang dihasilkan jauh dari kualitas yang seharusnya dan sebenarnya. Posisi auditor sangat dilematis karena mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien namun di sisi tindakan auditor dapat melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka. Dalih-dalih untuk menghasilkan laporan audit yang seharusnya dan sebenarnya, KAP Andersen malah ikut terlibat melakukan tindakan kriminal. Akibatnya, pemerintahan Amerika serikat melarang KAP Andersen dan Enron untuk melakukan kontrak kerjasama dengan lembaga pemerintahan di Amerika. Selain itu akibat pelanggaran prinsip profesional dan etika yang dilakukannya, KAP Andersen dicabut kedudukannya dari predikat " The Big Five" dan kehilangan integritasnya di mata mayarakat (Rahayu: 2014).
Pelanggaran 5 prinsip tata kelola (Good Corporate Governance/ GCG)pada kasus Enron Corporation menurut Kurnia: 2014, antara lain
Transparansi (transparency). Berkaitan dengan kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Dalam Skandal Enron dimensi transparasi jelas dilanggar, hal ini dapat dilihat pada:
Pembentukan SPE dengan tujuan melebih-lebihkan laba, meningkatkan kas dan menyembunyikan utang, menutup-nutupi kerugian terhadap investasi saham Enron pada perusahaan lain.
Memberikan informasi kinerja perusahaan yang menyesatkan kepada investor dan karyawan sehingga investor dan karyawan membeli saham Enron dalam jumlah besar pada saat harga saham Enron tinggi, sebelum anjloknya harga saham.
Tidak memasukan transaksi SPE dalam laporan konsolidasi Enron, sehingga angka yang ada dalam neraca tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Penghancuran dokumen terkait SPE sebanyak lebih dari 1 ton kertas dengan tujuan menutup-nutupi kebenaran dan menghambat penyidikan
Akuntabilitas (accountability). Prinsip akuntabilitas adalah prinsip di mana para pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertangungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan efektif. Dalam skandal Enron, pihak manajemen tidak mengelola sistem akuntansi yang efektif sehingga menghasilkan laporan keuangan yang tidak dapat dipercaya, hal ini dapat dicermati pada:
SEC membolehkan buah perusahaan untuk mengeluarkan pencatatan SPE dari laporan keuangannya.
Melakukan skema prabayar, yakni mencatat transaksi prabayar dalam pengiriman energi masa depan sebagai laba operasi dan arus kas saat ini, bukan sebagai arus kas dari operasi pembiayaan.
Perhitungan pajak yang salah yaitu mengakui kerugian yang sama sebanyak dua kali dan mencatatnya sebagai pendapatan; dan merubah dpp aset tak tersusutkan menjadi aset tersusutkan (kena pajak).
Melakukan praktik asset light, yaitu menjual aset pembangkit listrik secara langsung atau menjual kepentingan di dalamnya kepada investor secara lansung, dan mencatat pendapatan tersebut sebagai laba dari hasil "monetizing" dan "syndicating"
Responsibilitas (responsibility). Prinsip responsibilitas adalah prinsip di mana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. Skandal Enron memberikan contoh pelanggaran tanggung jawab ini mempunyai dalam berbagai dimensi, yaitu:
Dimensi ekonomi, Enron tidak bertanggungjawab untuk memberikan keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan. Dimensi ini juga melanggar prinsip fairness di mana tidak semua pemangku kepentingan mendapatakan keuntungan ekonomis yang sama bahkan ada yang dirugikan.
Dimensi hukum, tanggung jawab manajemen Enron tidak diwujudkan dalam bentuk ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Enron melakukan ratusan transaksi yang melanggar hukum, mulai dari konspirasi, penipuan, pemalsuan laporan, insider trading, penipuan pajak, pencucian uang, dan penipuan sekuritas.
Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan manajemen tersebut telah dirasakan keadilannya bagi semua pemangku kepantingan. Selain itu kegiatan perusahaan Enron tidak menghormati nilai-nilai dasar yang mendasari ketertarikan pemangku kepentingan (hypernorms) sehingga saat mendekati detik-detik keterpurukan, Enron tidak mendapat dukungan dari pemangku kepentingan selain dengan cara curang.
Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen telah mampu mewujudkan akuntabilitas diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
Independensi (independency). Independensi adalah keadaan di mana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari tekanan atau pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. Pelanggaran prinsip ini terjadi pada, sebagai berikut:
Arthur Ardensen menyediakan setidaknya 5 layanan kepada Enron yaitu: (1) sebagai auditor eksternal yang mengaudit kewajaran laporan keuangan Enron; (2) sebagai konsultan akuntansi dan manajemen, termasuk saat transaksi SPE; (3) sebagai penasihat perpajakan; (4) sebagai internal auditor Enron; (5) sebagai penasihat masalah keuangan. Kelima layanan tersebut memiliki fungsi yang saling bertabrakan bahkan tumpang tindih hingga menyebabkan hilangnya objektivitas Arthur Andersen.
Banyaknya auditor Arthur Andersen yang kemudian pindah dan menjabat sebagai eksekutif Enron.
SPE seharusnya dimiliki oleh pihak independen, tetapi SPE yang bertransaksi dengan Enron adalah bentukan Fastow yang merupakan CFO Enron.
Kesetaraan (fairness). Perlakuan yang setara merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan merata, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang lainnya). Prinsip ini juga sangat erat dan tumpang tindih dengan prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab. Enron memperlakukan pemangku kepentingannya dengan tidak adil, yaitu:
Karyawan memperkaya diri mereka sendiri tanpa persetujuan Dewan Direksi (kompensasi berlebihan).
Konflik kepentingan yang tidak pantas, yaitu adanya insider trading di mana Dewan Direksi menyetujui CFO untuk mengoperasikan dana ekuitas swasta SPE LJM yang melakukan transaksi bisnis dengan Enron dan meperoleh keuntungan dari biaya Enron.
Kegagalan tugas fidusida Dewan Direksi yaitu: gagal melindungi pemegang saham Enron dari kegiatan yang tidak adil sehingga merugikan pemegang saham, karyawan, dan rekan bisnis.
Memanipulas krisis listrik di California dan menerapkan skema prabayar dan menetapkan harga listrik sangat tinggi sampai 9 kali lipat demi keuntungan eksekutif Enron.
Karyawan diperlakukan tidak adil. Enron mengharuskan dana pensiun karyawannya diubah dalam bentuk saham. Tujuan Enron adalah menaikan harga saham perusahaan dengan cara ini. Dan pada saat masa jatuhnya enron, para ekskutif yang terlebih dahulu tahu telah menjual sahamnya, sedangkan karyawan hanya dapat menjual saham sampai pada harga 26 sen.
Dampak Kasus Enron Corporation Terhadap Tata Kelola, Manajemen, dan Akuntan Publik
Meskipun sebelumnya telah ada upaya untuk memperkuat tata kelola dan praktik akuntansi sebelum terjadinya skandal Enron, gaung reformasi atas tata kelola baru terdengar keras setelah terjadi kemarahan publik atas skandal Enron pada bulan Desember 2001. Namun, gagal karena tak lama setelah skandal Enron, datang berita mengejutkan bahwa perusahaan raksasa WorldCom juga mengalami kesulitas keuangan. Pengumuman oleh WorldCom tentang manipulasi laba akuntansi secara besar-besaran telah memukul pasar modal, media dan juga politisi. Maka pada 30 juli 2002 disahkanlah Sarbanes-Oxley Act (SOX), yaitu Undang-undang baru yang mengatur reformasi tata kelola. Nama Sarbanes-Oxley sendiri diambil dari dua orang politisi yang menjadi inisitor undang-undang tersebut. SOX telah menciptakan sebuah kerangka kerja peraturan internasional bagi perusahaan dalam mencari akses ke pasar modal AS dan auditornya. Demikian juga SOX menetapkan kerangka kerja baru untuk profesi akuntansi AS yang menggantikan pengaturan diri oleh profesi dengan Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) (Kurnia: 2014).
Bencana keuangan sebelumnya, termasuk kegagalan tata kelola Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom, meningkatkan kesadaran di AS, Kanada, Australia dan Inggris bahwa kerangka tata kelola harus diperbaiki. Secara khusus, dalam rangka menghadapi krisis kredibilitas tata kelola dan mengembalikan kepercayaan dalam sistem pasar modal. Perusahaan saat ini, tindakan yang dibutuhkan untuk memenuhi harapan masyarakat menurut Kurnia: 2014, mencakup hal-hal sebagai berikut:
Klarifikasi peran, tanggung jawab dan akuntabilitas dari dewan direksi, subkomitenya, diri para direktur pribadi dan auditor.
Memastikan bahwa para direktur memiliki informasi yang cukup mengenai rencana dan kegiatan perusahaan, kecukupan kebijakan dan pengendalian internal untuk memastikan kepatuhan, dan kepatuhan aktual, termasuk keprihatinan para whistle-blower.
Memastikan bahwa para direktur memiliki kompetensi keuangan yang memadai dan keahlian lainnya yang diperlukan.
Memastikan bahwa laporan keuangan akurat, lengkap, dapat dipahami dan transparan.
Memastikan bahwa standar akuntansi memadai untuk melindungi kepentingan para investor.
Rancangan Undang-Undang diajukan oleh anggota senat Paul Sarbanes dan Michael Oxley pada tanggal 30 Juli 2002 dan disahkan oleh Presiden Bush. Ikthisar Sarbanes Oxley Act 2002 dalam Djohan: 2008 antara lain sebagai berikut:
Memberi kejelasan dan kepastian atas dewan pengawas independen yang bertugas sepenuhnya untuk mengawasi pelaku pasar modal.
Menetapkan tanggung jawab baru terhadap komite audit dan pejabat perusahaan.
Menetapkan aturan dan keharusan baru untuk pelaporan perusahaan.
Mendefinisikan jasa non Audit yang dapat diberikan oleh KAP kepada Klien Audit yaitu melarang KAP melakukan 8 jenis jasa audit kepada klien audit: pembukuan, desain dan sistem informasi keuangan, jasa penilai, jasa aktuaris, outsorcing jasa internal audit, fungsi manajemen SDM, broker pialang atau penasehat investasi, jasa hukum dan jasa professional lainnya yang tidak berhubungan dengan audit.
Memperberat hukuman atas kecurangan yang dilakukan perusahaan.
Mengharuskan adanya peraturan yang mengatur benturan kepentingan.
Meningkatkan secara signifikan tanggung jawab dan anggaran SEC.
Mengijinkan pemberian jasa lainnya dengan persetujuan terlebih dahulu dari komite audit.
Dengan diterbitkan Undang-Undang Sarbanes Oxley, maka dampaknya bagi manajemen menurut Djohan: 2008 antara lain:
Mengharuskan adanya sertifikasi CEO/CFO atas laporan berkala yang disampaikan SEC.
Setiap laporan tahunan diharuskan untuk melampirkan laporan dari manajemen mengenai penaksiran internal control.
Auditor independen diharuskan melakuakan atestasi dan melaporkan penaksiran manajemen.
Pengungkapan yang harus dilakukan antara lain:
Keharusan bagi direktur, pejabat perusahaan dan pihak yang memiliki saham perusahaan dengan jumlah minimum 10% untuk menyampaikan perubahan ekuitas yang dimiliki.
Pengungkapan tambahan untuk off balance sheet dan kontijensi.
Pengungkapan oleh perusahaan secara real time.
Dengan diterbitkan Undang-Undang Sarbanes Oxley, maka dampaknya bagi akuntan publik menurut Djohan: 2008 antara lain:
Membentuk Public Accounting Oversight Board (PCAOB) yang bertujuan untuk mengawasi audit atas perusahaan publik dan melindungi kepentingan investor.
Melarang jasa non audit. Hukum secara spesifik telah melarang KAP untuk melakukan 8 jenis jasa non audit.
Perputaran partner—pemimpin (lead) atau coordinating partner audit atau concurring reviewer tidak dapat memberikan jasa audit kepada klien yang sama lebih dari 5 tahun berturut-turut.
Laporan kepada komite audit—Auditor diharuskan untuk melaporkan kepada komite audit perihal semua kebijakan akuntasi yang berlaku, perlakuan informasi keuangan dan informasi penting lainnya yang telah didiskusikan dengan manajemen.
Penugasan auditor dibutuhkan 1 tahun cooling of period.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada kasus Enron Corporation, auditor telah melanggar kode etik profesi akuntan publik di mana auditor telah memanipulasi laporan keuangan sehingga laporan tersebut mencerminkan seolah-olah kinerja perusahaan sangat baik. Padahal, jika diungkap fakta sebenarnya, perusahaan sebenarnya telah berada diujung ambang kebangkrutan, di mana hutang perusahaan cukup besar yang disembunyikan dengan menggunakan entitas bertujuan khusus. Hal ini terjadi akibat ketidakindependenan auditor dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan klien karena desakan konflik kepentingan antara pengungkapan yang objektif dan mempertahankan klien potensial. Hal ini merupakan sebuah ketidakjujuran dan kebohongan yang disebabkan oleh dilema etika yang dialami kantor akuntan publik. Auditor juga melanggar kode etik profesionalisme sebagai akuntan independen dikarenakan memusnahkan dokumen-dokumen penting yang merupakan bukti audit yang relevan serta menciptakan laporan audit yang menyesatkan. Perilaku tidak etis ini kemudian akhirnya menuju kehancuran perusahaan korporat terebut dan menyisakan kerugian bagi berbagai pihak di samping proses peradilan dan tuntutan hukum.
SARAN
Agar kasus serupa dengan kasus Enron Corporation tidak terulang kembali dalam perusahaan dan kemudian merugikan berbagai pihak yang terlibat, maka penulis menyarankan kepada perusahaan agar di dalam memilih untuk menempatkan sumber daya manusia, terutama pihak manajemen yang akan memegang kendali dalam perusahaan, tidak hanya memperhatikan segi kemampuannya saja, tetapi juga memperhatikan pula kepribadiannya dalam etika bisnis agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan prinsip etika dan peraturan yang berlaku.
Kasus skandal Enron Corporation dapat dijadikan pelajaran berharga bagi dunia bisnis di seluruh dunia. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan agar tidak terjebak dalam kasus seperti Enron Corporation antara lain sebagai berikut:
Menjunjung tinggi nilai-nilai spiritualitas dan etika agar setiap perilaku senantiasa berpijak untuk kebaikan semua.
Jangan melakukan hal yang dapat merugikan orang banyak untuk memperkaya diri sendiri.
Kantor Akuntan Publik (KAP) seharusnya menjunjung tinggi kejujuran dan profesionalitas, mematuhi kode etik menggunakan prinsip akuntansi berterima umum, dan menjaga integritas profesi serta tidak merangkap jabatan sekaligus.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A, dkk. 2008. Auditing dan Jasa Assurance, Pendekatan Terintegrasi, Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Sunyoto, Danang. 2014. Auditing Pemeriksaan Akuntansi. Yogyakarta: CAPS.
Situs web:
Djohan. 2008. Tragedi Enron Corporation. Tersedia di http://the-johan.blogspot.co.id/2008/10/tragedi-enron-corporation.html. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.
Freedom, Mariani. 2012. Seminar Kasus Audit "Dilema Etika dalam Profesi Audit. Tersedia di http://anhyfreedom.blogspot.co.id/2012/12/seminar-kasus-audit.html. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2016.
Hasan, Agus. 2015. Analisis Kasus Korupsi Enron. Tersedia di http://agushasan17.blogspot.co.id/2015/02/analisis-kasus-korupsi-enron.html. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.
Isanty, Meity. 2016. Analisis Kasus Enron Corporation. Tersedia di http://akuntansimaster.blogspot.co.id/2016/06/analisis-kasus-enron-coorporation.html. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.
Kurnia, Ahmad. 2014. Analisis Prinsip Good Corporate Studi Kasus Enron Corp. Tersedia di http://teknikkepemimpinan.blogspot.co.id/2014/07/analisis-prinsip-good-corporate.html. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2016.
Rahayu, Sri. 2014. Analisis Peranan Etika Auditor Terhadap Standar Umum Audit dalam Menentukan Kualitas Laporan Audit. Tersedia di http://srirahayu-myblog.blogspot.co.id/2014/11/analisa-peranan-etika-auditor-terhadap.html. Diakses pada tanggal 09 Oktobeer 2016.
Sanjaya, Hendy Wira. 2014. Tugas Softskill Studi Kasus "Perusahaan Enron". Tersedia di http://hwira.blogspot.co.id/2014/11/tugas-softskill-studi-kasus-perusahaan.html. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.