LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Bougenvil 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Minggu Keempat Stase PKD)
Tugas Mandiri Stase Praktek Keperawatan Dasar
Disusun oleh : Aprilia Putri Rahmadhani 09/282141/KU/13230
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013
I.
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN A. PENGERTIAN
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja.Dengan beraktivitas tubuh akan menjadi sehat, system pernapasan dan sirkulasi tubuh akan berfungsi dengan baik, dan metablisme tubuh dapat optimal. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal.Aktivitas fisik yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada system musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya. Latihan merupakan suatu gerakan tubuh secara aktif yang dibutuhkkan untuk menjaga kinerja otot dan mempertahankan postur tubuh.Latihan dapat memelihara pergerakan dan fungsi sendi sehingga kondisinya dapat setara dengan kekuatan dan fleksibilitas otot. Selain itu, latihan fisik dapat membuat fungsi gastrointestinal dapat bekerja lebih optimal dengan meningkatkan selera makan orang tersebut dan melancarkan eliminasinya karena apabila seseorang tidak dapat melakukan aktifitas fisik secara adekuat maka hal tersebut dapat membuat otot abdomen menjadi lemah sehinga fungsi eliminasinya kuang efektif. Aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan salah satu bentuk latihan aktif pada seseorang termasuk didalamnya adalah makan/minum, mandi, toileting, berpakaian, mobilisasi tempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM. Pemenuhan terhadap ADL ini dapat meningkatkan harga diri serta gambaran diri pada seseorang, selain itu ADL merupakan aktifitas dasar yang dapat mencegah individu tersebut dari suatu penyakit sehingga tindakan yang menyangkut pemenuhan dalam mendukung pemenuhan ADL pada klien dengan intoleransi aktifitas harus diprioritaskan. Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kesehatannya.Imobilitas atau imobilisasi
merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya. B. FISIOLOGI AKTIVITAS DAN LATIHAN (MUSKULOSKELETAL DAN METABOLISME ENERGI)
Untuk mampu memenuhi kebutuhan akan aktivitas dan latihan, maka diperlukan serangkaian proses fisiologis yang kompleks yang melibatkan metabolism dari sel-sel tubuh dan terutama sistem lokomotorik yaitu sistem otot dan sistem rangka. Aktivitas dan pergerakan memerlukan energy.Energi untuk sel-sel tubuh manusia adalah dalam bentuk Adenosin Trifosfat (ATP) yang diperoleh dari katabolisme glukosa dalam sel-sel tubuh. Glukosa akan dipecah menjadi energy dan hal ini terutama ditentukan oleh suplai oksigen. Ketika oksigen terpenuhi maka glukosa akan melalui katabolisme aerobic di sitoplasma dan mitokondria sel melalui 4 proses : glikolisis, dekarboksilasi oksidatif asam piruvat, siklus asam sitrat, dan transport elektron dengan hasil akhir ATP, karbondioksida , dan uap air. Jika oksigen tidak terpenuhi, maka katabolisme energy akan dilakukan secara anaerobic dengan produk akhir ATP, asam laktat dan NADH. Namun produksi ATP dari metabolism anaerobic jauh lebih sedikit dibanding metabolism aerobic, yaitu sekitar 1/18 kalinya (36 ATP berbanding 12 ATP).Karena oksigen amat penting bagi konservasi energy tubuh, maka aktivitas dan latihan pada manusia terkait erat dengan kerja sistem kardiovaskuler, respirasi, dan hematologi untuk penyediaan oksigen dan pembuangan karbondioksida dan uap air.Beberapa kondisi seperti anemia, syok hipovolemik, hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas dari manusia. Aktivitas dan latihan adalah proses gerakan tubuh manusia yang melibatkan sistem lokomotorik yaitu tulang dan otot. Tulang berperan sebagai alat gerak pasif, memberikan kesetabilan dalam postur tubuh dan memberi bentuk tubuh.Sedangkan otot berperan sebagai alat gerak aktif dimana tendon-tendon otot melekat pada tulang dan berkontraksi untuk menggerakkan tulang. Tulang merupakan jaringan ikat yang tersusun oleh matriks organik dan anorganik.Tulang
secara histologist dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu jaringan tulang keras (osteon) dan jaringan tulang rawan (kartilago).Yang membedakan osteon dan kartilago adalah bahwa kartilago lebih elastic dan lebih tahan terhadap adanya tekanan sehingga cenderung lebih tidak mudah patah, dan osteon cenderung lebih eras tapi mudah patah.Jaringan tulang rawan dapat dibagi menjadi 3 yaitu : kartilago hialin, kartilago fibrosa, dan kartilago elastic. Tiap-tiap tipe tulang rawan membentuk bagian tubuh yang berbeda.Tulang rawan hialin terutama menyusun bagian persendian tulang sebagai sistem bantalan untuk melindungi dari friksi jika terjadi
pergerakan.Kartilago
fibrosa
terutama
menyusun
bagian
diskus
intervertebralis, sedangkan kartilago elastic menyusun daun telinga.Matriks organik terdiri atas sel-sel tulang osteoblast, osteosit, kondroblast, kondrosit, dan osteoklas yang tersimpan pada sistem haverst.Sistem haverst adalah suatu saluran yang didalamnya terdapat pembuluh darah, limfa, dan urat saraf untuk fisiologi tulang.Matriks anorganik tulang tersusun oleh mineral-mineral terutama kalsium dan phospat. Matrisk anorganik inilah yang memberikan massa dan kekuatan pada tulang, sehingga kondisi yang mengganggu kandungan kalsium dan fosfor dalam jaringan tulang akan menyebabkan tulang kehilangan kepadatannya dan mudah patah. Faktor lain yang mempengaruhi kepadatan tulang adalah sistem endokrin terutama hormone kalsitonin dan paratirohormon, serta metabolisme vitamin D. Hormon kalsitonin dan paratirohormon bekerja saling berlawanan dan bekerjasama untuk mengendalikan kadar kalsium dalam darah. Kalsitonin atau disebut juga tirokalsitonin dihasilkan oelh sel parafolikular kelenjar tiroid dan bekerja untuk menurunkan kadar kalsium dalam darah, terutama dengan meningkatkan penyimpanan kalsium dalam matriks anorganik jaringan tulang, menghambat aktivitas osteoklas dalam meresorpsi kalsium tulang, menghambat reabsorpsi kalsium dari tubulus ginjal, menghambat absorpsi kalisum dari saluran cerna. Sedangkan paratirohormon dihasilkan oleh kelenjar paratiroid dan bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium dalam darah, terutama dengan meningkatkan absorpsi kalsium dalam saluran cerna, dan meningkatkan resorbsi kalsium dari tulang melalui jalur aktivasi osteoklas, dan meningkatkan reabsorpsi kalsium pada ginjal.
Vitamin D sangat penting sebagai kofaktor dalam proses absorpsi kalsium dalam saluran cerna. proses aktivasi vitamin D dijaringan kulit. Vitamin D adalah vitamin larut lemak yang memiliki struktur molekul steroid. Vitamin ini dibentuk di kulit dari precursor kolesterol (7,8-dehydrocholesterol) atau precursor Vitamin D3. Pajanan ultraviolet dari sinar matahari terhadap epidermis kulit akan menyebabkan (cholecalciferol ).
transformasi Vitamin
D3
7,8-dehydrocholesterol yang
terbentuk
ke
dikulit
vitamin
selanjutnya
D3 akan
dimetabolisme di hepar menjadi 25-hydroxyvitamin D (calcidiol) dan di ginjal menjadi bentuk hormone aktif yaitu 1,25-(OH)2D (calcitriol). Reaksi ini terjadi pada paparan radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 290-300 nm atau disebut UVB.Vitamin D yang terbentuk berperan penting dalam berbagai fungsi fisiologis tubuh yang salah satunya untuk membantu penyerapan kalsium di intestinal. Adanya gangguan dalam membentuk vitamin D ataupun kondisi defisiensi vitamin D akan mengganggu proses mineralisasi tulang sehingga pada akhirnya berdampak pada sistem pergerakan tubuh. Jaringan otot merpakan sistem yang berperan sebagai alat gerak aktif.Hal ini karena kemampuan jaringan otot untuk berontraksi dan relaksasi. Di balik mekanisme otot yang secara eksplisit hanya merupakan gerak mekanikitu, terjadilah
beberapa
proses
kimiawi
dasar
yang
berseri
demi
kelangsungankontraksi otot. Otot pengisi atau otot yangmenempel pada sebagian besar tulangkita (=skeletal) tampak bergaris-garisatau berlurik-lurik jika dilihat melalui
mikroskop. Otot tersebut terdiri daribanyak kumpulan (bundel)
serabutparalel panjang dengan diameterpenampang 20-100μm yang disebutserat otot. Panjang serat otot ini mampumencapai panjang otot itu sendiri dan merupakan sel-sel berinti jamak(=multinucleated cells). Serat ototsendiri tersusun dari kumpulankumpulanparalel seribu myofibril yang berdiameter 1-2μm danmemanjang sepanjang sebuahserat otot. Dalam tiap-tiap myofibril, tersusun oleh protein-protein kontraktil otot yang terdiri dar 4 jenis :aktin, myosin, tropomin, dan tropomiosin. Mekanisme kontraksi otot memerlukan peran a ktivitas dari keempat tipe protein. Mekanisme kontraksi otot dijelaskan melalui proses pergeseran aktomiosin dimana aktin berperan sebagai rel kereta dan myosin
berperan sebagai kereta. Ketika terjadi kontraksi otot, maka myosin akan bergeser di sepanjang aktin sehingga terjadilah pemendekat myofibril. Agar terjadi pergeseran ini maka ikatan troponin pada aktin dan myosin harus hlang dan hal ini memerlukan peran aktomiosin.Aktivitas aktomiosin ini dpengaruhi oleh adanya ion kalisum dan neurottansmitter asetilkolin. Adanya kekurangan kalsium dalam tubuh akan berdampak pada gangguan kontraksi otot. Begitu juga adanya gangguan trasnmiss kolinergik pada pertatan neuromuscular akan berdampak pada gangguan kontraksi otot. C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS DAN LATIHAN
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas dan latihan antara lain : 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Status nutrisi 4. Budaya 5. Penyakit
terutama
yang
menyerang
Sistema
nervosa,
sistema
musculoskeletal 6. Penyakit kardsiovaskuler dan pulmonary 7. Kondisi psikologis D. DAMPAK IMOBILISASI
Mobilisasi sangat penting untuk kesehatan. Imobolisasi yang berkepanjangan dan bedrest akan menyebabkan serangkaian komplikasi pada berbagai sistem tubuh antara lain :
Kontraktur : Jaringan ikat kolagen pada otot dan persendian akan digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak elastis sehingga akan menyebabkan kekakuan pada pergerakan persendian. Hal ini karena untuk sintesis kolagen diperlukan rangsangan pergerakan
Disuse Atrofi : Atrofi otot adalah berkurangnya massa otot karena berkurangnya lapisan aktin dan myosin pada myofibril.
Konstipasi : Imobilisasi menyebabkan peristaltik menurun sehingga menyebabkan absopsi cairan berlebihan pada intestinum.
Pressure Ulcer : Pasien imobilisasi berisiko untuk mengalami luka tekan sebagai akibat adanya penekanan pada tulang menonjol (bony prominen), keringat, lembab, deficit self care, dan friksi dengan tempat tidur.
Gastritis : Selama bedrest, sekresi bikarbonat lambung menurun sehingga meningkatkan keasaman pada lambung
Ketidakseimbangan mineral dan elektrolit : Imobilisasi dan bedrest yang laka erhubungan dengan duresis dan kehilangan sodium, potassium, zinc, phosphor, sulfur, dan magnesium. Hal ini berhubungan dengan penurunan sekresi antidiuretik hormone selama bedrest
Kehilangan mineral tulang : Immobilisasi dan bedrest berhubungan dengan demineralisasi tulang akibat aktivasi osteoklas dan peningkatan kadar kalsium darah. E. NILAI-NILAI NORMAL
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut : Tingkat aktivitas /
Kategori
mobilitas Tingkat 0
Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1
Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain dan peralatan
Tingkat 4
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
Keadaan postur yang seimbang sesuai dengan garis sumbu dengan
sentralnya
adalah
gravitasi.
Kemampuan
tubuh
dalam
mempertahankan keseimbangan seperti kemampuan mangangkat beban, maksimal 57 %.
Nilai Kekuatan Otot adalah sebagai berikut : No.
Nilai Kekuatan Otot
Keterangan
1.
0 (0%)
Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali
2.
1 (10%)
Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot tetapi tidak ada gerak sama sekali
3.
2 (25%)
Dapat menggerakan anggota gerak tanpa gravitasi
4.
3 (50%)
Dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat (gravitasi)
5.
4 (75%)
Dapat menggerakkan sendi dengan aktif dan melawan tahanan
6.
5 (100%)
Kekuatan normal
F. HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI PADA KLIEN YANG MENGALAMI GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN
1. Tingkat aktivitas sehari-hari Pola aktivitas sehari-hari Jenis, frekuensi dan lamanya latihan fisik 2. Kemampuan melakukan ADL (Mandi, Keramas, Oral Care, Berpakaian, Makan, Toileting) 3. Tingkat kelelahan Aktivitas yang membuat lelah Riwayat sesak napas 4. Gangguan pergerakan Penyebab gangguan pergerakan Tanda dan gejala Efek dari gangguan pergerakan 5. Pemeriksaan fisik Tingkat kesadaran Pemeriksaan kekuatan otot Postur/bentuk tubuh (Skoliosis, Kiposis, Lordosis, Cara berjalan)
Ekstremitas (Kelemahan, Gangguan sensorik, Tonus otot, Atropi, Tremor, Gerakan tak terkendali, Kekuatan otot, Kemampuan jalan, Kemampuan duduk, Kemampuan berdiri, Nyeri sendi, Kekakuan sendi) II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas
4. Nyeri akut
2. Gangguan mobilitas fisik
5. Risiko kerusakan integritas
3. Keletihan
III. 1
kulit
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN Intoleransi aktivitas
NOC :
Definisi : Ketidakcukupan energui secara fisiologis maupun psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktifitas sehari hari. Batasan karakteristik : a. melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan. b. Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas c. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas. Faktor faktor yang berhubungan : Tirah Baring atau imobilisasi Kelemahan menyeluruh
Energy conservation Self Care : ADLs Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
NIC : Energy Management Observasi adanyapembatasan klien dalam melakukan aktivitas Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien Activity Therapy Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat. Bantu klien untuk
2
Hambatan Mobilitas Fisik
Definisi : Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah Batasan karakteristik : - Postur tubuh yang tidak stabil selama melakukan kegiatan rutin harian - Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar - Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus - Keterbatasan ROM - Usaha yang kuat untuk perubahan gerak
Faktor yang berhubungan : - Kurang pengetahuan
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan NOC :
Mobility Level Self care : ADLs Transfer performance Kriteria Hasil : Klien meningkat dalam aktivitas fisik Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
NIC : Exercise therapy : ambulation Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
tentang kegunaan pergerakan fisik - Tidak nyaman, nyeri - Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler - Intoleransi aktivitas/penuru nan kekuatan dan stamina
3
Keletihan
NOC : Energy conservation Nutritional status : energy Kriteria Hasil : Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih baik Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi kelelahan
4
Nyeri akut
NOC : Pain Level, Pain control, Comfort level Kriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial
NIC : Energy Management Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien NIC : Pain Management Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan. Batasan karakteristik : - Laporan secara verbal atau non verbal - Fakta dari observasi - Gerakan melindungi - Tingkah laku berhati-hati - Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) - Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) - Perubahan dalam nafsu makan dan minum
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal
Risiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik.
Faktor yang berhubungan : Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) 5
NOC : Risk Control Dengan kriteria hasil : Pasien mengerti tentang
dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kurangi faktor presipitasi nyeri Ajarkan tentang teknik non farmakologi Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Pressure Management Memberitahukan pasien untuk
faktor risiko yang dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit Tanda-tanda vital dalam batas normal. Memodifikasi lingkungan untuk mengurangi faktor risiko.
6.
Kerusakan integritas jaringan Definisi : kerusakan membran mukosa, kornea, integumenter, atau jaringan subkutan Batasan Karakteristik : - Gangguan sirkulasi - Iritasi kimia - Kurang volume cairan - Kurang pengetahuan - Kelebihan cairan tubuh - Gangguan mobilitas fisik - Faktor mekanis (tekanan, regangan, gesekan) - Faktor nutrisi (kekurangan atau kelebihan) - Radiasi - Temperatur ekstrem
menggunakan pakaian yang longgar. Memonitor status nutrisi pasien. Memonitor area kulit yang dapat terjadi kemerahan dan luka. Melakukan perubahan posisi pada pasien, minimal setiap 2 jam. Mengajari pasien ROM aktif dan pasif. Mengajari pasien tentang faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit. NOC : Risk Control Pressure Management Dengan kriteria hasil : Memberitahukan Pasien mengerti tentang pasien untuk faktor risiko yang dapat menggunakan menyebabkan pakaian yang kerusakan integritas longgar. kulit Memonitor status Tanda-tanda vital dalam nutrisi pasien. batas normal. Memonitor area kulit Memodifikasi yang dapat terjadi lingkungan untuk kemerahan dan luka. mengurangi faktor Melakukan risiko. perubahan posisi pada pasien, minimal setiap 2 jam. Mengajari pasien ROM aktif dan pasif. Mengajari pasien tentang faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. Elis J.R, Nowlis E.A. 1985. Nursing a Human Needs Approach. Third Edition. Houghton Mefflin Company. Boston. Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S. 2008. Nursing Outcomes Classification Fifth Edition. Mosby, Inc : Missouri. McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 2008. Nursing Intervention Classification Fifth Edition. Mosby, Inc : Missouri. Mubarak, W.I., Chayatin, N. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi dalam praktik . EGC: Jakarta North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2012-2014. Philadelphia. Towarto, Wartonal. 2007. Kebutuhan Dasar & Prose Keperawatan.Edisi 3. Salemba Medika. Jakarta. Wilkinson, J.M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC . EGC. Jakarta. Knight, john; Nigam, Yamni; Jones, Aled. Effects of bedrest 2: gastrointestinal, endocrine, renal, reproductive and nervous systems. Nursing Times; (2009), 105; 22 Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Guyton, AC; Hall, JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Volume 11. Jakarta : EGC Gunawan, Adi. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. INTEGRAL, vol. 6, no. 2, Oktober 2001