LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN
NAMA
:
SUSHMITA DEWI ANGGRIANI ANGGRIANI
NIM
:
G3A016235
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2017
A. TEORI PENUAAN 1. PENGERTIAN PROSES MENUA Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2008). Proses menua adalah proses sepanjang hidup, yang dimulai sejak permulaan kehidupan, sehingga merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut meliputi : usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (erderly) antara 60 sampai 74 tahun, usia tua (old) antata 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (veryold) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 yang termuat dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, yang disebut usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Nugroho, 2008). 2. TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA Orang tua diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan menurunnya kesehatan secara bertahap. Mereka diharapkan untuk mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu kala mereka ma sih muda. Bagi beberapa orang berusia lanjut, kewajiban untuk menghadiri rapat yang menyangkut kegiatan sosial sangat sulit dilakukan karena kesehatan dan pendapatan mereka menurun setelah pensiun, mereka sering mengundurkan diri dari kegiatan sosial. Disamping
itu,
sebagian
besar
orang
berusia
lanjut
perlu
mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kehilangan
2
pasangan, perlu membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka untuk menghindari kesepian dan menerima kematian dengan tentram (Stanley & Beare, 2006) 3. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANJUT USIA Perubahan yang terjadi pada usia lanjut meliputi perubahan fisik, mental, dan psikologis. a. Perubahan fisik 1) Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun 2) Sistem persarafan : Saraf panca indera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. 3) Sistem pendengaran : Gangguan pendengaran karena membran timpani menjadi atrofi. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan 4) Sistem pengelihatan : Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun dan katarak 5) Sistem kardiovaskuler : Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun, elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat 6) Sistem pengaturan suhu : Hipotalamus dianggap sebagai suatu termostat yaitu menetapkan suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang sering ditemui antara lain temperatur tubuh menurun secara fisiologik akibat metabolisme menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas. 7) Sistem respirasi : Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas
3
8) Sistem gastrointestinal : Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan. 9) Sistem genitourinaria : Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun 10) Sistem kulit : Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih, kelenjar keringat menurun. 11) Sistem muskuloskleletal : Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk, persendian membesar dan menjadi kaku, tremor b. Perubahan mental Di dalam perubahan mental pada usia lanjut, perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentris, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak akan sesuatu. Faktor yang mempengaruhi perubahan mental antara lain perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, dan lingkungan (Nugroho, 2008). c. Perubahan psikososial Perubahan
psikososial
meliputi
pensiun
yang
merupakan
produktivitas dan identitas yang dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan, merasakan atau sadar akan kematian, perubahan dalam cara hidup, ekonomi akibat dari pemberhentian dari jabatan, dan penyakit kronis
4
B. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan muskuloskeletel.
Kebutuhan aktivitas (pergerakan) merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dengan kebutuhan dasar dan tidur, dan saling mempengaruhi manusia yang lain seperti istirahat. Aktivitas sebagai salah satu tanda bahwa seseorang itu dalam keadaan sehat. Seseorang dalam rentang sehat dilihat dari bagaimana kemampuannya dalam melakukan berbagai aktivitas seperti misalnya berdiri, berjalan dan bekerja.
Kemampuan
aktivitas seseorang itu tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan musculoskeletal.
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
Suatu pemahaman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian. Imobilitas dapat mempengaruhi tubuh yang telah terpengaruh sebelumnya. Sebagai contoh, setelah masa dewasa awal terdapat penurunan kekuatan yang jelas dan berlangsung terus secara tetap. Oleh karena itu, kompetensi fisik seorang lansia mungkin berada pada atau dekat tingkat ambang batas untuk aktivitas mobilitas tertentu. Perubahan
5
lebih lanjut atau kehilangan dari imobilitas dapat membuat seseorang menjadi tergantung.
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS 1. Gaya hidup Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan
kesehatannya.
Demikian
halnya
dengan
pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat 2. Proses penyakit dan injuri Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu. 3. Kebudayaan Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas 4. Tingkat energy Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat 5. Usia dan status perkembangan Seorang
anak
akan
berbeda
tingkat
kemampuan
mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit salam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
6
D. PENGKAJIAN 1. Data demografi Usia, Jenis kelamin, Pendidikan, Status perkawinan, Pekerjaan, Pendapatan 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama : yang biasa muncul pada pasien dengan gangguan aktivitas dan latihan adalah rasa nyeri, lemas, pusing, mengeluh sakit kepala berat, badan terasa lelah, muntah tidak ada, mual ada, bab belum lancar terdapat warna kehitaman dan merah segar hari belum bab, urine keruh kemerahan, parese pada ekstermitas kanan ataupun fraktur. b. Riwayat penyakit sekarang : Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari nyeri/fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya nyeri/fraktur tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya nyeri bisa diketahui nyeri yang lain. c. Riwayat penyakit dahulu : Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami hipertensi apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti saat ini. d. Riwayat kesehatan keluarga : Perlu dikaji penyakit riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang atau tidak. Penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Lueckenotte, 2002) 3.
Pola Aktivitas Dan Latihan Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi, mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga, serta berikan keterangan skala dari 0 – 4 yaitu :
7
0
: Mandiri
1
: Di bantu sebagian
2
: Di bantu orang lain
3
: Di bantu orang dan peralatan
4
: Ketergantungan / tidak mampu
Aktifitas Makan Mandi Berpakaian Eliminasi Mobilisasi ditempat tidur Berpindah Ambulansi Naik tangga
0
1
2
3
4
4. Pemeriksaan Fisik a. Tingkat Kesadaran b. Postur / bentuk tubuh Skoliosis,Kiposis,Lordosis, Cara Berjalan c. Ekstermitas d. Kelemahan, Gangguan Sensori, Tonus otot, Atropi, Tremor, Gerakan
tak
terkendali,
Kekuataan,
Kemampuan
jalan,
Kemampuan duduk, Kemampuan berdiri, Nyeri sendi, Kekakuan sendi (Lueckenotte, 2002)
8
E. PATHWAYS
Proses penuaan
Penurunan fungsi sel, jaringan dan organ
Penurunan fungsi sistem organ
Penurunan fungsi sistem muskuloskeletal
Keseimbangan
Kekuatan otot
tubuh menurun
menurun
Resiko cidera
Keterbatasan dalam bergerak
Hambatan mobilitas fisik
(Stanley & Beare, 2006), (Lueckenotte, 2002)
9
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN a.
Resiko cidera berhubungan dengan penurunan fungsi persepsi sensori
b.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi otot dan tulang (Herdman & Kamitsuru, 2015)
2. INTERVENSI KEPERAWATAN a. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan fungsi persepsi sensori 1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam resiko cidera dapat dicegah 2) NOC Tidak ada bekas cidera, tidak terjadi cidera 3) NIC a)
Kaji pola persepsi sensori pasien
b)
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
c)
kondisikan lingkungan seaman mungkin
d) jauhkan benda-benda yangberbau tajam di dekat pasien b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi otot dan tulang 1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 7 jam hambatan dalam mobilitas fisik dapat diatasi 2) NOC Pasien mulai mencoba beraktivitas sesuai dengan kemampuan 3) NIC a) Kaji kemampuan pasien dalam aktivitas b) Lakukan komunikasi verbal dengan jelas
10
c) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas d) Anjurkan pasien untuk aktif dalam kegiatan (Lueckenotte, 2002) (Nurarif & Kusuma, 2013)
11
DAFTAR PUSTAKA Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosa Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC. Lueckenotte. (2002). Keperawatan Geriatrik. Jakarta: EGC. Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi NANDA & NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2010). Medical Surgical Nursing. USA: LWW. Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
12