24
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Perekonomian di Indonesia di hadapkan pada perekonomian global dan liberalisasi yang terwujud pada perdagangan bebas Krisis finansial global ini menjadi sebuah momentum tersendiri bagi perkembangan ekonomi Islam. Karena sistem ekonomi islam ini sudah lama memberikan sebuah usulan alternatif mengenai tatanan perekonomian dunia yang lebih baik. Sehingga gelombang krisis bisa di tahan dan diredam, yang sebagian ekonom mengganggap bersifat endogen pada sistem ekonomi kapitalisme itu sendiri (A. Prasetyantoko, 2008). Dimana sistem ekonomi kapitalis tengah berlangsung disebagian Negara-negara di dunia.Krisis ini memperkuat kembali eksistensi dan urgensi penerapan ekonomi Islam bagi perekonomian dunia.
Fenomena penerapan prinsip Syariah dalam lembaga keuangan semakin berkembang pesat, tidak hanya di Lembaga Keuangan Bank (LKB) tetapi juga Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Di sector lembaga keuangan bank dikenal dengan perbankan syari'ah, sedangkan di lembaga keuangan bukan bank dengan mengacu pada penjelasan pasal 49 huruf I Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 ahun 1989 tentang peradilan Agama, terdiri dari lembaga keuangan mikro Syari'ah, asuransi Syari'ah, reasuransi Syari'ah, reksadana Syari'ah, obligasi Syari'ah dan surat berharga berjangka menengah Syari'ah, sekuritas Syari'ah, pembiayaan Syari'ah,pegadaian Syari'ah, dana pensiun lembaga keuangan Syari'ah, dan bisnis Syari'ah.
Adapun mengenai Baitul Maal wat Tamwil (BMT) tercakup dalam istilah lembaga keuangan mikro Syari'ah. BMT merupakan Lembaga Jasa Keuangan Syari'ah yang memiliki focus pelayanan kepada usaha mikro dan kecil (UMK) berbadan hukum koperasi yang dalam usahanya menggunakan bayt al Maal(badan / divisi yang mengelola dana-dana bisnis)secara sekaligus.
BMT merupakan bentuk lembaga keuangan dan bisnis yang serupa dengan koperasi atau Kelompok Swadaya Masyarakat (LSM). Baitul wa Tamwil merupakan cikal bakal lahirnya Bank Syari'ah pada tahun 1992. Segmen masyarakat yang biasanya dilayani oleh BMT adalah masyarakat kecil yang kesulitan berhubungan dengan bank. Perkembangan BMT semakin marak setelah mendapat dukungan rai Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK) yang diprakarsai oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI).
Keberadaan BMT ini di harapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam pengembangan sector ekonomi riil, terlebih bagi kegiatan usaha yang belum memenuhi segala persyaratan untuk mendapatkan pembiayaan dari lembaga perbankan Syari'ah.
2. RUMUSAN MASALAH
Didalam makalah ini akan membahas materi yang diantaranya:
Pengertian BMT
Fungsi BMT
Tujuan BMT
Sejarah Berdirinya Baitul Mal Sejak Jaman Rasulullah
Sejarah dan Perkembangan BMT di Indonesia
Prospek BMT di tengah lembaga keuangan yang berbasis syariah
Faktor-Faktor Kekurangan BMT
Produk dan Mekanisme Operasional BMT
Peran BMT Sebagai Lembaga Keuangan Syariah Terhadap Perekonomian Masyarakat.
Eksistensi BMT Syariah dalam perekonomian di Indonesia
3. TUJUAN PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu selain sebagai salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Syariah penulis berharap dengan makalah ini bahwa dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya terkait dengan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN BMT
Definisi dari BMT secara harfiah (bahasa) yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal merupakan lembaga keuangan Islam yang memiliki kegiatan utama menghimpun dan mendistribusikan dana ZISWAHIB ( zakat, infak, shadaqah, waqaf dan hibah) tanpa melihat keuntungan yang di dapatkan (non profit oriented). Baitul tamwil termasuk lembaga keuangan Islam informal yang dalam kegiatan maupun operasionalnya memperhitungkan keuntungan (profit oriented). Kegiatan utama baitul tamwil adalah menghimpun dana dan mendistribusikan kembali kepada anggota dengan imbalan bagi hasil atau mark-up/margin yang berlandaskan sistem syariah.
Pengertian lain dikemukakan oleh Amin Azis. BMT :
"Balai usaha Mandiri Terpadu yang dikembangkan dari konsep baitl maal wat tamwil. Dari segi baitul maal, BMT menerima titipan BAZIZ dari dana zakat, Infaq, dan Shadaqah memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakat kecil, faqir, miskin. Pada aspek Baitut Tamwil , BMT mengembangkan usaha – usaha produktif untuk meningkatkan pendapatan pengusaha kecil dan anggota"
Lebih lanjut Amin Azis menjelaskan, bahwa BMT dengan baituul maal-nya melaksanakan misi kemanusiaan melalui penghapusan perbudakan dalam arti kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Sedangkan dengan baitut tamwil-nya mengembangan usaha produktif, antara lain melalui kegiatan menabung dan kegiatan utama BMT antara lain adalah memberikan modal kerja pada anggotanya dan atau kelompok anggota pengusaha kecil dalam besaran ratusan ribu rupiah bahkan puluhan ribu rupiah, mendorong kegiatan menabung dari anggota dari calon anggota.
BMT melaksanakan dua macam kegiatan, yakni kegiatan bisnis sebagai kegiatan utama dan kegiatan sosial sebagai kegiatan penunjang. Kegiatan baitut tamwil adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. Sedangkan kegiatan baitul maal menerima titipan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah ) dan menjalankan sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Mengenai modal BMT dikemukakan oleh Syafi'i Antonio, untuk mendirikan BMT, modal awalnya bisa diawali dengan Rp 3 juta dan dalam enam bulan diangsur untuk bisa menjadi 5 Juta, untuk diperkotaan dibutuhkan modal awal Rp 10 juta. Berdasarkan buku Pedoman cara Pembentukan BMT yang disusun oleh PINBUK disebutkan bahwa anggota pendiri harus terdiri dari 20-44 orang. Modal awal yang dibutuhkan BMT dapat diperoleh dari patungan para pendiri itu, disebut simpanan pokok khusus. Simpanan ini mendapat prioritas dan penghargaan yang lebih dari sisa hasil usaha ( SHU ).
2. FUNGSI BMT
Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat (Pokusma) dan daerah kerjanya.
Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
Menjadi perantara keuangan antara shahibul maal dengan duafa sebagai mudharib, terutama untuk dana social seperti zakat, infaq, sedekah wakaf hibah dll.
Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif
.
3. TUJUAN BMT
Didirikannya BMT dengan tujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Anggota harus diberdayakan supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya, tidak dapat dibenarkan jika para anggota dan masyarakat menjadi sangat tergantung kepada BMT. Dengan menjadi anggota BMT, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya.
Pemberian modal pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan ekonomi para peminjam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pendampingan. Dalam pelemparan pembiayaan, BMT harus dapat menciptakan suasana keterbukaan, sehingga dapat mendeteksi berbagai kemungkinan yang timbul pada pembiayaan. Untuk mempermudah pendampingan, penddekatan pola kelompok menjadi sangat penting. Anggota dikelompokkan berdasarkan usaha sejenis atau kedekatan tempat tinggal, sehingga BMT dapat dengan mudah melakukan pendampingan.
4. SEJARAH BERDIRINYA BAITUL MAL SEJAK JAMAN RASULULLAH
A. Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)
Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.
B. Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara' (hati-hati) dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai'at sebagai Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa'ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar untuk menjualnya.
Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, "Anda mau kemana, hai Khalifah?" Abu Bakar menjawab, "Ke pasar." Umar berkata, "Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin?" Abu Bakar menjawab, "Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku?" Umar berkata, "Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu." Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan (ta'widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahunyang diambil dan Baitul Mal.
C. Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)
Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya.
Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, "Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin." (Dahlan, 1999).
D. Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)
Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa'ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, "Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, 'Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku.' Itulah sebab rakyat memprotesnya." (Dahlan, 1999).
E. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.
F. Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat (Dahlan, 1999).
5. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BMT DI INDONESIA
Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari'ah bagi usaha kecil dengan nama Bait at Tamwil SALMAN dan selanjutnya di Jakarta didirikan Koperasi Ridho Gusti. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan pola syari'ah, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) – melakukan kegiatan pengembangan usahausaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan pertaturan dan amanahnya. Sekilas Tentang PINBUK
Peran ICMI yang mendorong terbentuknya PINBUK sangat berarti dalam sejarah perkembangan BMT. Pada tanggal 13 Maret 1995 ICMI yang diwakili oleh Prof. Dr. Ing. BJ Habibie (Ketua ICMI) , Majelis Ulama Indonesia yang diwakili oleh K.H. Hasan Basri (Ketua Umum MUI) dan Bank Muamalat Indonesia yang diwakili oleh Zaenul Bahar Noor, SE (Dirut BMI) menjadi tokoh-tokoh pendiri PINBUK. PINBUK didirikan karena adanya tuntutan yang cukup kuat dari masyarakat yang menginginkan adanya perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang pada tahun-tahun 1995 di kuasai oleh segelintir golongan tertentu, utamanya dari ekonomi konglomerasi, kepada ekonomi yang berbasis kepada masyarakat banyak.
Maksud dan tujuan pendirian PINBUK sebagaimana telah dibakukan dalam akta pendiriannya adalah :
Mewujudkan dunia usaha yang lebih adil dan berdaya saing, konsisten dengan nilainilai agama mayoritas bangsa Indonesia;
Mewujudkan sumber daya insani yang bermutu tinggi, terutama di kalangan pengusaha mikro, kecil dan menengah, serta lembaga pendukungnya;
Mendorong terwujudnya penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam dan sarana secara efektif dan efesien;
Mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan mewujudkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dalam suatu sistem pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut, sebagai langkah awal PINBUK memulai dengan pendirian dan pengembangan lembaga keuangan mikro (micro finance institution), yang diberi nama Baitul Maal wat Tamwil, disingkat BMT dengan menggunakan prinsip bagi hasil dan memilih tempat beroperasinya dalam masyarakat lapisan bawah. Sebagai lembaga keuangan alternatif, BMT menjalankan kegiatan simpan pinjam, fungsi penyaluran pembiayaan kepada anggotanya pengusaha mikro dan kecil, serta pendampingan dan pengembangan usaha-usaha sektor riel para anggotanya.
6. PROSPEK BMT DI TENGAH LEMBAGA KEUANGAN YANG BERBASIS SYARIAH
Menurut CEO Permodalan BMT Ventura, Saat Suharto, pertumbuhan mendatang dinilai positif karena melihat dari semakin besarnya apresiasi masyarakat, pemerintah, dan lembaga-lembaga internasional seperti Islamic Development Bank (IDB), Lembaga Penelitian Australia dan Indonesia, dan lembaga lainnya terkait keberadaan BMT di Indonesia.
"Masalahnya terletak pada konsistensi pemerintah melalui regulasi yang memihak pada keberadaan BMT serta pegiat BMT sendiri yang konsisten dalam pelayanan pembiayaan di sektor mikro," kata Saat. Misalnya saja melalui pembuatan undang-undang lembaga keuangan mikro sebagai payung hukum.
Dalam upaya tersebut, lanjut Saat, BMT Center menjalin kerja sama dengan seluruh stakeholder syariah lainnya untuk saling mendukung dan menyebarluaskan gagasan-gagasan keuangan mikro BMT. Dalam meneguhkan gerakan BMT sebagai gerakan keuangan mikro syariah yang khas Indonesia, tambahnya, pada 2010 pun digagas sebuah acara internasional antarpelaku keuangan mikro.
Direktur Eksekutif Pusat Inkubasi dan Bisnis Kecil (Pinbuk), Aslichan Burhan mengatakan untuk terus meningkatkan layanan kepada masyarakat, BMT harus mempersiapkan layanan teknologi informasi cepat, sehingga dapat bersaing dengan bank. Pasalnya, di sisi lain BMT juga memiliki keunggulan dapat lebih memberdayakan masyarakat karena memiliki kedekatan dengan komunitas setempat. "Untuk margin bagi hasil juga bisa bersaing karena BMT adalah bisnis harian maka turn over nya juga cepat," kata Aslichan.
Untuk membantu sektor mikro Indonesia, ia pun mengharapkan setidaknya BMT dapat berdiri di setiap kecamatan di Indonesia. Di tahun ini Pinbuk terus meningkatkan kerja sama dengan pemerintah pusat mau pun daerah, serta lembaga keuangan syariah lainnya. Setidaknya terdapat 3000 BMT di seluruh Indonesia.
Beberapa waktu lalu utusan IDB pun datang ke Indonesia untuk mempelajari tentang BMT. BMT yang dalam beberapa tahun terakhir tumbuh minimal 20 persen membuat Indonesia dipilih sebagai pilot project untuk pengembangan BMT di negara lainnya.
Prospek positif untuk bisa bersaing dengan lembaga syariah lainnya
1. Tanpa agunan
2. Proses mudah (proses tidak terlalu lama)
3. Bisa berbisnis antar lembaga (merger)
4. Margin fleksible
5. Tidak rentang terhadap krisis moneter
6. Sesuai dengan syariah islam (fallah)
Prospek negative (ancaman )BMT, Harus diakui bahwa tidak ada satu aktivitas apapun yang kita lakukan yang tidak mengandung resiko, namun hal ini tidak berarti bahwa dengan adanya resiko yang ditimbulkan dari setiap aktivitas menyebabkan kita tidak melakukan aktivitas apapun guna menghindari resiko yang akan timbul.
Resiko merupakan bahaya, resiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun demikian resiko juga harus dipandang sebagai peluang, yang dipandang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Jadi kata kuncinya adalah tujuan dan dampak pada sisi yang berlawanan.
Dengan kata lain resiko adalah probabiltas bahwa "Baik" atau "Buruk" yang mungkin terjadi yang akan berdampak terhadap tujuan yang ingin kita capai. Untuk itu resiko perlu kita kelola dengan baik melalui proses yang logis dan sitematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi serta memonitor dan pelaporan resiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses atau yang biasa kita kenal dengan manajemen resiko.
7. FAKTOR-FAKTOR KEKURANGAN BMT
Pada perkembangan BMT saat ini, walaupun mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan sebuah BMT senantiasa atau sering kali terganjal oleh sejumlah masalah klasik. Diantaranya :
1. Lemahnya partisipasi anggota
2. Kurangnya permodalan
3. Pemanfaatan pelayanan
4. Lemahnya pengambilan keputusan
5. Lemahnya Pengawasan
6. Manajemen Resiko
Masalah – masalah tersebut diatas merupakan potensi resiko yang yang tampak dan teridentifikasi, sehingga berangkat dari permasalahan umum tersebut sebuah BMT seharusnya sudah mampu melakukan mitigasi resiko atas permasalahan tersebut diatas. Selanjutnya bagi sebuah BMT yang bergerak dalam usaha simpan pinjam baik KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) ataupun UJKS (Unit Jasa Keuangan Syariah) merupakan industri jasa keuangan yang sarat dengan resiko. KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) ataupun UJKS (Unit Jasa Keuangan Syariah)sebenarnya adalah miniatur dari perbankan. Yang dikelola hampir sama, yakni uang masyarakat (anggota koperasi) dan kemudian menyalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat (anggota koperasi / BMT dan dalam hal Koperasi memiliki kapasitas berlebih maka Koperasi dapat melayani Non Anggota) yang membutuhkan. Dengan resiko tersebut maka sudah selayaknya jika KJKS ataupun UJKS menerapkan konsep manajemen resiko, sebagai konsekuensi dari bisnis yang penuh dengan resiko. Artinya resiko yang mungkin timbul dimitigasi dengan cara menerapkan manajemen resiko disemua lini dan bidang. Hal ini menunjukan bahwa pengurus dan pengelola KJKS / UJKS sudah selayaknya memiliki kemampuan dalam hal manajemen resiko atau sudah mengikuti program sertifikasi manajemen resiko. Tentunya konsep yang ditawarkan disesuaikan dengan tingkat resiko yang melekat pada bisnis koperasi.
Sebagai sebuah lembaga intermediasi antara simpanan dan pembiayaan, ternyata faktor risiko yang melekat pada bisnis koperasi khususnya KJKS / UJKS, jika dikaji lebih jauh, temyata jumlahnya sangat banyak (beragam). Di antaranya
Resiko Kredit resiko ini didefinisikan sebagai resiko kerugian sehubungan dengan pihak anggota pembiayaan yang tidak dapat dan atau tidak maumemenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamkannya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya.
Resiko Likuiditas , resiko yang disebabkan BMT tidak mempu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo.
Resiko Operasional , resiko operasional didefinisikan sebagai resiko kerugian atau ketidakcukupan proses internal,sumber daya manusia dan system yang gagal atau dari peristiwa eksternal
Resiko Bisnis , adalah resiko yang terkait dengan posisi persaingan antar BMT dan atau koperasi dan prospek keberhasilan BMT dan atau koperasi dalam perubahan pasar.
Resiko Strategik , adalah resiko yang terkait dengan keputusan jangka panjang yang dibuat oleh pengurus dan pengelola
Resiko Reputasional , resiko kerusakan pada Koperasi yang diakibatkan dari hasil opnini public yang negative.
Resiko Legal, resiko yang berhubungan dengan masalah hukum yang akan dihatapi akibat dari simpanan, pembiayaan, maupun aspek hukum lainnya berkaitan dengan operasional kegiatan BMT dan atau koperasi simpan pinjam
Resiko Politik ,resiko berhubungan dengan kegiatan politis anggota,pengelola,maupun pengurus BMT, atau akibat kebijakan yang bersifat politis.
Resiko Kepatuhan
Tentunya, penerapan manajemen risiko dalam operasional koperasi sejalan dengan pertumbuhan bisnisnya. Bagi koperasi ukuran kecil, penerapan manajemen risiko minimal adalah untuk mereduksi risiko kredit, risiko likuiditas, serta risiko operasional. Bagi koperasi dengan ukuran dan kompleksitas bisnis tinggi dan pernah memiliki pengalaman kerugian karena risiko hukum, reputasi, strategik, dan kepatuhan, yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, wajib menerapkan manajemen risiko untuk seluruh risiko yang dimaksud Mempersiapkan Manajemen Resiko
Pada dasarnya risiko masih dapat dikelola. Pengelolaan risiko adalah upaya yang sadar untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan bentuk kerugian yang dapat timbul. Ini merupakan upaya yang terus-menerus, karena risiko akan dihadapi oleh siapa saja, baik besar maupun kecil. Ada lima tindakan pokok dalam pengelolaan risiko, yaitu:
Identifikasi risiko dan Pemetaan Resiko .Tindakan ini erat kaitannya dengan kemampuan kita untuk menganalisa dan memprediksi berbagai kejadian yang senantiasa dihadapi oleh setiap orang atau Organisasi.
Pengukuran risiko dan Peringkat Resiko .Setelah semua kejadian kita analisa, dan kemungkinan kerugiannya kita ketahui, langkah berikutnya adalah mengukur kerugian-kerugian potensial untuk masa yang akan datang.
Menegaskan profil resiko dan rencana manajemen ,hal ini terkait dengan gaya manajemendan visi strategis dari organisasi.
Ada lima kunci utama mengendalikan risiko yang perlu diperhatikan oleh para pelaku BMT dan atau Koperasi Jasa Keuangan
Menghindari. Menghindari risiko biasanya sulit dilakukan karena tidak praktis dan tidak mungkin.
Mengurangi. Mengurangi risiko dapat dilakukan untuk beberapa hal, misalnya mempersiapkan sejumlah likuiditas pada jumlah tertentu untuk menjaga kemampuan koperasi guna memenuhi kewajiban yang jatuh tempo, dan memeriksa catatan-catatan keuangan yang ada.
Menyebarkan. Menyebarkan risiko dapat dilakukan dengan beberapa cara yang pada intinya mengurangi risiko kerugian yang akan terjadi. Misalnya, uang tunai yang ada tidak disimpan pada satu tempat saja, sebagian di Bank sebagian di BMT dan atau Koperasi Jasa Keuangan.
Membuat anggapan. Membuat anggapan terhadap risiko adalah alat yang paling praktis andaikata alternatif-alternatif lain tidak dapat lagi ditemukan. Misalnya kita membuat anggapan bahwa pada bulan – bulan tertentu BMT dan Koperasi Jasa Keuangan harus menghentikan atau mengurangi aktivitas pembiayaannya karena berpotensi terjadi side streaming atau sebaliknya.
Mengalihkan. Mengalihkan risiko dapat dilaksanakan dengan jalan menggunakan pihak lain untuk memikul tanggungan kerugian yang bisa terjadi, Misalnya penyimpanan uang di Bank atau BMT /Koperasi Jasa Keuangan lain/ asuransi adalah salah satu bentuk pengalihan risiko yang dapat dilakukan.
4. Pemantauan . Terkait dengan implementasi dari manajemen resiko telah berjalan baik dan senantiasia dilakukan kajian – kajian dalam upaya perbaiakan secara continue.
5. Strategi optimalisasi prospek positive BMT
Strategi intenal
a) Sumber daya manusia (SDM) berkualitas/kompetitif
Mempunyai tim analisa kredit yang kompeten.
Mempunyai tim dakwah(marketing zakat ,infaq,sodaqoh,wakaf dan hibah(ziswah)
Mempunyai tim untuk membuat konsep bisnis mikro yang nantinya untuk bisa di presentasikan di tengah masyarakat dan di aplikasikan serta di awasi ketika konsep itu di jalankan di tengah masyarakat.
Mempunyai lembaga panti asuhan sebagai salah satu alat untuk memmancing masyarakat untuk bisa menaruh dana ziswahnya di lembaga panti asuhan tersebut,dan juga sebagai salah satu output (distribusi dana ziswahnya ) dengan demikian masyarakat akan lebih percaya serta merasa lebih aman ketika mau melaksanakan kewajian zakat dan lain- lain.
Mempunyai usaha mikro yang memang sudah berjalan ,dengan mempunyai usaha mikro yang sudah /sedang berjalan maka disinilah peluang BMT untuk bisa merangkul masyarakat untuk bisa menjalakan konsep bisnis yang memeng BMT sudah sediakan.dan dengan adanya usaha yang sudah berjalan maka masyarakat menjadi lebih percaya .
b) Produk berkualitas dan kompetitif
Produk yang dikeluarkan BMT harus bisa menjawab kebutuhan di tengah masyarakat.artinya BMT harus menyesuaikan sesuai dengan yang masyarakat butuhkan.
Margin yang di kenakan tentunya harus lebih murah dari competitor/minimal sama dan bisa tonjolkan proses yang lebih cepat.
c) Tempat strategis (mudah di temui)
Kantor BMT yang tersedia di haruskan mendekati market dan juga mudah di temui ( tinyak tersembunyi)
Desain kantor,serta kebersihan ,kerapihan harus di utamakan karena jika kantornya brantakan akan berdampak pada kurang percayanya masyarakat.
d) Teknologi
Computer yang di gunakan memang sudah memadai
Sistem yang di gunakan memang sudah tidak ketinggalan .
Strategi external
Merger dengan BMT yang sudah berjalan dengan baik (asetnya sudah lumayan),dengan merger dengan BMT yang sudah berjalan maka akan bisa mengadopsi strateginya dan juga sebagai salah satu alat untuk bersaing dengan competitor.
Merger dengan pesantren-pesantren
Pesantren adalah salah satu lembaga yang harus mendapatkan perhatian khusus dalam rangka mengembangkan bisnis yang notebenya memang jarang sekali di temui pesantren yang mengajarkan bisnis (walaupun memang sudah ada yang menerapkanya beberapa)
Masuk ke komunitas –komunitas
komunitas warung tegal(warteg)
Rumah makan padang
Pecel lele
Nasi goring
Dan lain-lain
Masuk komunitas ibu- ibu arisan ,yang notabenya kesehariannya adalah ngerumpi di sinilah konsep konsep bisisnya di perkenalkan yang nantinya ibu-ibu tersebut bisa produktif.
8. PRODUK DAN MEKANISME OPERASIONAL BMT
Produk
5.1. Pembiayaan
Pembiyaan modal kerja
Penyediaan kebutuhan modal kerja dapat diterapkan dalam berbagai kondisi dan kebutuhan, karena memang produk BMT sangat banyak sehingga memungkinkan dapat memenuhi kebutuhan modal tersebut.
Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli
Merupakan penyediaan barang modal maupun investasi untuk pemenuhan kebutuhan modal kerja maupun investasi. Atas transaksi ini BMT mendapat sejumlah keuntungan.
Pembiayaan dengan prinsip jasaPembiayaan ini disebut jasa karena pada prinsipnya dasar akadnya adalah ta'auni atau tabarru'I yakni akad yang tujuannya tolong-menolong dalam hal kebajikan.
5.2. Produk Tabungan
Tabungan Pendidikan : merupakan tabungan yang disetorkan kapan saja
namun pengambilannya sesuai perjanjian. Misalnya, 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun dan 4 tahun.
Tabungan Biasa : tabungan yang kapan saja bias di ambil dan terdapat system bagi hasil.
Tabungan Idul Fitri : tabungan yang diambil satu tahun sekali dan diambilnya sebelum idul fitri.
Tabungan Aqiqah : tabungan yang diambilnya pada saat akan melakukan aqiqah.
Tabungan Haji : tabungan yang disetorkan untuk membiayai ibadah haji yang akan dilakukan oleh penyetor.
Tabungan Qurban : tabungan yang disetorkan untuk membiayai ibadah qurban.
Mekanisme Operasional BMT
Dikelola oleh Manajer, Teller, Marketting dan Pengurus. Dan BMT dibawah bimbingan kementrian kopersai dan UKM ( Usaha Kecil Menengah ). Selain itu BMT juga mempunyai visi dan misi agar mekanisme operasionalnya berjalan dengan baik. Diantaranya adalah:
Visi : Harus mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah , memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Misi : Membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil bermakmuran, berkemajuan, serta makmur, maju, berkeadilan, berlandaskan Syariah dan ridho Allah SWT.
9. PERAN BMT SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT.
Hernandi de Soto dalam bukunya The Mystery of Capital (2001) menggambarkan betapa besarnya sektor ekonomi informal dalam memainkan perannya dalam aktivitas ekonomi di negara berkembang. Ia juga mensinyalir keterpurukan ekonomi di negara berkembang disebabkan ketidakmampuan untuk menumbuhkan lembaga permodalan bagi masyarakatnya yang mayoritas pengusaha kecil.
Indonesia misalnya, adalah negara berkembang yang jumlah pengusaha kecilnya mencapai 39.04 juta jiwa. Namun para pengusaha kecil tersebut tidak memiliki akses yang signifikan ke lembaga perbankan, sebagai lembaga permodalan. Lembaga-lembaga perbankan belum bisa menjangkau kebutuhan para pengusaha kecil, terutama di daerah dan pedesaan.
Belum adanya lembaga keuangan yang menjangkau daerah perdesaan (sektor pertanian dan sektor informal) secara memadai yang mampu memberikan alternatif pelayanan (produk jasa) simpan-pinjam yang kompatibel dengan kondisi sosial kultural serta 'kebutuhan' ekonomi masyarakat desa menyebabkan konsep BMT (Baitul Mal wat Tamwil) dapat 'dihadirkan' di daerah kabupaten kota dan bahkan di kecamatan dan perdesaan.
Konsep BMT sebagai lembaga keuangan mikro syari'ah, merupakan konsep pengelolaan dana (simpan-pinjam) di tingkat komunitas yang sebenarnya searah dengan konsep otonomi daerah yang bertumpu pada pengelolaan sumber daya di tingkat pemerintahan (administrasi) terendah yaitu desa.
Dari data di lapangan harus diakui bahwa konsep BRI Unit Desa sudah mampu 'menjangkau' komunitas pedesaan, terutama untuk pelayanan penabungan (saving). Kampanye pemerintah agar rakyat menabung efektif dilaksanakan masyarakat perdesaan hampir dua dekade (1970-80'an). Namun kelemahan dari konsep pembangunan masa lalu adalah adalah terserapnya 'tabungan masyarakat' pedesaan ke 'kota' dan hanya sepertiga dana tabungan masyarakat yang dapat diakses oleh masyarakat perdesaaan itu sendiri. Selebihnya lari ke kota dan digunakan oleh orang kota. Meskipun pada tahun 1992 terjadi peningkatan, namun masih jauh dari signifikan. Menurut data 1992, akumulasi tabungan masyarakat Desa di BRI Unit Desa sebesar Rp 21,8 trilyun, sedangkan kredit yang dikucurkan untuk masyarakat desa hanya Rp 9,9 triliun. Berarti masih cukup banyak dana desa yang diserap orang kota. Padahal seharusnya terjadi sebaliknya, dana orang kota digunakan orang desa.
Konsep BRI Unit Desa ini sebenarnya sudah bisa dijadikan semacam acuan untuk pengembangan daerah (desa), namun apakah BRI Unit Desa sudah dapat mengakses kelompok yang paling miskin di akar rumput? Mungkin secara teknis dan di atas kertas bisa saja. Namun jika dilihat dari karakteristik bisnis perbankan dan karakteristik peminjam, jawabannya tidak bisa. Maka dengan kekosongan pada pasar lembaga keuangan untuk tingkat paling miskin ini, institusi yang paling cocok adalah konsep Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
Asumsi dan teori lama yang sudah menjadi mitos tentang lemahnya kapasitas usaha mikro dalam mengelola pinjaman, telah dipatahkan dengan keberhasilan performance Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di banyak negara berkembang (termasuk Indonesia). Di Indonesia kepiawaian lembaga keuangan mikro telah terbukti pada masa krisis moneter sejak tahun 1997-2002. yang lalu. Keuangan mikro kini dianggap sebagai terobosan institusional untuk melayani pembiayaan masyarakat pedesaan maupun perkotaan para pengusaha mikro.
Agar lembaga keuangan mikro BMT terfokus, profesional dan efektif melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang betul-betul membutuhkan, kita dapat mengacu prinsip utama yang disyaratkan oleh Microcredit Summit. Setidaknya ada empat prinsip yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pengembangan BMT. Adapun prinsip-prinsip utama tersebut adalah :
1. Reaching the poorest
The poorest yang dimaksud adalah masyarakat paling miskin, namun secara ekonomi mereka aktif (economically active)dan memiliki semangat entrereneurship. Secara internasional mereka dipahami merupakan separoh bagian bawah dari garis kemiskinan nasional.
2. Reaching and empowering women
Wanita merupakan korban yang paling menderita dalam kemiskinan, oleh sebab itu mereka harus menjadi fokus utama. Di samping itu, dari pengalaman lapangan di berbagai negara menunjukkan bahwa wanita merupakan peminjam, pemakai dan pengembali kredit yang baik.
3. Building financially sustainable institution
Agar secara terus menerus dapat melayani masyarakat miskin, sehingga semakin banyak yang terlayani, maka secara financial, Lembaga BMT tersebut harus terjamin berkelanjutan.
4. Measurable impact
Dampak dari kehadiran kelembagaan dapat diukur sehingga evaluasi dapat dilakukan, hal ini dimaksudkan untuk perbaikan kinerja kelembagaan.
Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa lembaga keuangan mikro BMT memerankan posisi yang penting. Era otonomi daerah dan merupakan peluang bagi pengembangan keuangan mikro, maupun dalam arti sebaliknya, otonomi daerah dapat memanfaatkan lembaga keuangan mikro untuk mengembangkan daerahnya.
Mengutip formulasi Bambang Ismawan (1994) tentang lembaga keuangan mikro, maka setidaknya terdapat beberapa hal yang diperankan BMT dalam otonomi daerah :
1. Mendukung pemerataan pertumbuhan
Pelayanan BMT secara luas dan efektif sehingga akan terlayani berbagai kelompok usaha mikro. Perkembangan usaha mikro yang kemudian berubah menjadi usaha kecil, hal ini akan memfasilitasi pemerataan pertumbuhan.
2. Mengatasi kesenjangan kota dan desa
Akibat jangkauan BMT yang luas, bisa meliputi desa dan kota, hal ini merupakan terobosan pembangunan. Harus diakui, pembangunan selama ini acap kali kurang adil pada masyarakat desa, sebab lebih condong mengembangkan kota. Salah satu indikatornya adalah dari derasnya arus urbanisasi dan pesatnya perkembangan keuangan mikro yang berkemampuan menjangkau desa, tentu saja akan mengurangi kesenjangan desa dan kota.
3. Mengatasi kesenjangan usaha besar dan usaha kecil
Sektor yang selama ini mendapat akses dan kemudahan dalam mengembangkan diri adalah usaha besar, akibatnya timbul jurang yang lebar antara perkembangan usaha besar dan semakin tak terkejar oleh usaha kecil. Dengan dukungan pembiayaan usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kesenjangan yang terjadi.
4. Mengurangi capital outflow dari desa-kota maupun daerah-pusat
Sebagaimana disebut di atas, bahwa masyarakat desa mempunyai kemampuan menabung yang cukup tinggi, terbukti dari akumulasi tabungan yang mencapai 21,8 trilyun rupiah pada BRI Unit Desa. Meski demikian, kemampuan memanfaatkan kredit hanya 9,9 trilyun pada bulan Januari 2002 atau kurang dari setengahnya (sumber Bank Indonesia). Hal ini memperlihatkan bahwa askes faktor produksi dari masyarakat desa, telah diserap oleh masyarakat kota. Artinya akses pertumbuhan yang dibangun oleh masyarakat desa telah "disedot" oleh masyarakat kota, sehingga kota bisa menjadi lebih pesat sementara desa akan mengalami kemandekan. Sedangkan capital outflow dari daerah ke pusat diindikasikan kuat terjadi pula, hal ini dapat dilihat dari perkembangan kota-kota besar yang sedemikian pesat, semakin meninggalkan pertumbuhan daerah. Lembaga keuangan mikro syari'ah BMT, lebih berkemampuan memfasilitasi agar tabungan dari masyarakat desa atau daerah terkait, dapat memanfaatkan kembali tabungan yang telah mereka kumpulkan.
5. Meningkatkan kemandirian daerah
Dengan adanya faktor-faktor produksi (capital, tanah, SDM) yang merupakan kekuatan dimiliki oleh daerah, dimanfaatkan dan didayagunakan sepenuhnya untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada, maka ketergantungan terhadap investasi dari luar daerah (maupun luar negeri) akan terkurangi, serta investasi ekonomi rakyat, dapat berkembang pesat. Kemandirian daerah tentu akan berdampak pada kemandirian nasional, sebab nasional terdiri dari daerah-daerah, sehingga dengan sendirinya ketergantungan terhadap utang luar negeri akan terkurangi.
Adanya pemerataan pertumbuhan, terjadinya keseimbangan pertumbuhan kota dan desa, berkurangnya kesenjangan usaha besar-usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kemungkinan ketidakstabilan daerah. Kecemburuan sosial dengan sendirinya akan terkurangi, sebab adanya kesejahteraan yang merata akan menimbulkan multiplier effect maupun interdependensi antar satu bagian dengan bagian yang lain.
Era otonomi daerah merupakan peluang untuk memberdayakan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan lembaga keuangan mikro syariah BMT. Melalui keuangan mikro syariah, kebangkitan ekonomi rakyat (sekaligus ekonomi nasional) maupun pengurangan kemiskinan, akan dilakukan oleh rakyat sendiri. Memang telah tiba saatnya, masyarakat menemukan jalannya sendiri untuk mengatasi persoalan yang mereka hadapi
10. EKSISTENSI BMT SYARIAH DALAM PEREKONOMIAN DI INDONESIA
BMT membuka kerjasama dengan lembaga pemberi pinjaman dan peminjam bisnis skala kecil dengan berpegang pada prinsip dasar tata ekonomi dalam agama Islam yakni saling rela, percaya dan tanggung jawab, serta terutama sistem bagi hasilnya. BMT terus berkembang. BMT akan terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah muammalat memang berkembang dari waktu ke waktu. BMT begitu marak belakangan ini seiring dengan upaya umat untuk kembali berekonomi sesuai syariah dan berkontribusi menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Karena prinsip penentuan suka rela yang tak memberatkan, kehadiran BMT menjadi angin segar bagi para nasabahnya. Itu terlihat dari operasinya yang semula hanya terbatas di lingkungannya, kemudian menyebar ke daerah lainnya. Dari semua ini, jumlah BMT pada tahun 2003 ditaksir 3000-an tersebar di Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan pertumbuhan BMT pun akan semakin meningkat seiring bertambahnya kepercayaan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
BMT memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sebagai baitul maal bertujuan mengembangkan misi kemanusiaan dan fungsi baitut tamwil bertujuan mengembangan usaha produktif bagi pengusaha kecil dan menengah. Berkaitan dengan pengembangan usaha produktif BMT bertindak sebagai lembaga keuangan mikro yang menjadi perantara pengusaha kecil-menengah dengan Lembaga Perbankan.
Sesuai dengan fungsinya, BMT memiliki karakteristik yang khas jika dibanding dengan bentuk usaha yang telah ada. BMT memiliki kesamaan unsur dengan koperasi dan firma.
Perkembangan sektor ekonomi riil/UMKM akan dapat berlangsung dengan cepat ketika didukung oleh tersedianya sumber dana yang memadahi dan sesuai dengan nilai-nilai keadilan. BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah sudah saatnya berbenah diri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana bagi pengembangan kegiatan usaha. Peran BMT merupakan salah satu kontribusi bagi suksesnya proses pembangunan, sehingga pelan tapi pasti dapat mengikis atau mengurangi jumlah penduduk miskin di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompasiana.com/
http://nayyasemangat.blogspot.co.id/2012/10/peranan-lembaga-keuangan-mikro-syariah.html
http://annisaf100.blogspot.co.id/2014/11/baitul-maal-wa-tamwil-bmt-a.html
http://zahratunnihayah.blogspot.co.id/2014/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://permodalanbmt.com/bmtcenter/?p=438
http://absindodiy.net/mitigasi-resiko-pada-bmt/