iv
1
Kegiatan BPR
(Bank Perkreditan Rakyat)
Disusun guna memenuhi tugas Dasar-dasar Perbankan
Dosen Pengampu :
Bapak M. Mochamad Husnan SH. MHum
Disusun Oleh :
Yusuf Herlambang Syah
1M121926
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
BANK BPD JATENG
SEMARANG
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas "Kegiatan Bank Perkreditan Rakyat".
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam materi dasar-dasar perbankan yang sangat diperlukan mahasiswa dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah "Dasar-dasar Perbankan"
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini. Untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Bapak M. Mochamad Husnan SH. MHum
Orang tua tercinta yang selalu memberikan dukungan
Sahabat yang selalu memberi dukungan dan motivasi.
Pembaca yang budiman serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah dengan judul " Kegiatan BPR (Bank Pengkreditan Rakyat)" ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Semarang, 23 April 2013
Penulis
Table of Contents
KATA PENGANTAR ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
BAB II 3
PEMBAHASAN 3
2.1 Ketentuan Kelembagaan 3
2.1.1 Pendirian BPR 3
2.1.2 Kepemilikan BPR 3
2.1.3 Kepengurusan BPR 4
2.1.4 Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR 4
2.2 Ketentuan Kehati-hatian 5
2.2.1 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) 5
2.2.2 Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) 5
2.2.3 Kualitas Aktiva Produktif 6
2.2.4 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) 6
2.2.5 Restrukturisasi Kredit 7
2.2.6 Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Now Our Customer ( K Y C ) 7
2.3 Ketentuan Mengenai Tingkat Kesehatan BPR 8
2.4 Ketentuan Exit Policy 9
2.4.1 Tindak Lanjut Penanganan Terhadap BPR dalam Status Pengawasan Khusus (DPK) 9
2.4.2 Likuidasi BPR 11
2.5 Tujuan, Sasaran, fungsi dan kewenangannya BPR 11
2.5.1 Tujuan. Sasaran dan fungsi BPR 11
2.5.2 Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia 12
2.5.3 Kegiatan BPR 12
2.6 Usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh BPR 13
2.6.1 Usaha yang boleh dilakukan BPR 13
2.6.2 Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR 13
BAB III 14
PENUTUP 14
3.1 Simpulan 14
3.2 Saran 14
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam entk deposito berjangka, tabungan , dan/atau bentuk lainnya yag dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Negara (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Bank Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Masyarakat (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 tahun 1992 degan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UU Perbankan Nomor 7 tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan.
Sesuai dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998, dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa perseroan terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi. Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah kegiatan dari ketentuan kelembagaan, ketentuan kehati-hatian, tingkat kesehatan dan exit policy dalam BPR?
Apa saja Tujuan, sasaran, fungsi BPR serta pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia?
Apa saja usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh BPR?
Tujuan
Untuk memenuhi tugas Dasar-dasar Perbankan
Untuk menambah wawasan mengenai BPR baik bagi penulis maupun pembaca
Menjelaskan apa itu kegiatan BPR dan fungsinya
Menjelaskan usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh BPR
BAB II
PEMBAHASAN
Ketentuan Kelembagaan
Pendirian BPR
BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki dengan izin Dewan Gubernur Bank Indonesia oleh :
Warga Negara Indonesia;
Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia;
Pemerintah Daerah; atau
Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c.
Modal disetor untuk mendirikan BPR :
Rp.5 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta;
Rp.2 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di pulau Jawa dan Bali dan di wilayah Kabupaten atau Kotamadya Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
Rp.1 miliar untuk BPR yang didirikan di ibukota provinsi di luar pulau Jawa dan Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana disebut dalam huruf a dan b;
Rp.500 juta untuk BPR yang didirikan di wilayah lain di luar wilayah sebagaimana disebut dalam huruf a, b dan c.
Kepemilikan BPR
Yang dapat menjadi pemilik BPR adalah pihak-pihak yang:
tidak termasuk dalam daftar orang-orang tercela di bidang perbankan.
memiliki integritas, antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik, bersedia mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersediamengembangkan operasional BPR secara sehat.
Sumber dana yang digunakan untuk kepemilikan BPR dilarang berasal dari:
pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain (kecuali berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
Bagi pemegang saham pengendali, wajib memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya dan memenuhi persyaratan kelayakan keuangan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) BPR.
Kepengurusan BPR
Kepengurusan BPR terdiri dari Direksi dan Komisaris. Anggota Direksi dan Dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) BPR untuk menilai integritas, kompetensi dan reputasi keuangan. Anggota Direksi paling sedikit berjumlah 2 orang dan memiliki sertifikat kelulusan dari lembaga sertifikasi.
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR
Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.
Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa likuidasi.
Akuisisi BPR adalah pengambilalihan saham oleh perorangan atau badan hukum
yang mengakibatkan beralihnya pengendalian BPR yaitu bila kepemilikan saham
menjadi sebesar 25% atau lebih dari modal disetor BPR atau kurang dari 25% dari modal disetor BPR namun menentukan baik secara langsung maupun tidak langsung pengelolaan dan/atau kebijaksanaan bank.
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia dan dapat dilakukan atas inisiatif BPR yang bersangkutan atau permintaan Bank Indonesia.
Merger atau Konsolidasi hanya dapat dilakukan antar BPR. Merger atau Konsolidasi antara BPR konvensional dengan BPR Syariah hanya dapat dilakukan apabila BPR hasil merger atau konsolidasi menjadi BPR Syariah.
Merger atau konsolidasi BPR dapat dilakukan antar BPR yang berkedudukan dalam wilayah provinsi yang sama atau antar BPR dalam wilayah provinsi yang berbeda sepanjang kantor-kantor BPR hasil merger/ konsolidasi berlokasi dalam wilayah provinsi yang sama.
Ketentuan Kehati-hatian
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
BPR diwajibkan untuk memenuhi rasio KPMM (CAR) minimal 8% yang dihitung dari perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Komponen modal terdiri atas modal inti dan modal pelengkap dimana modal pelengkap maksimum sebesar 100% dari modal inti. Modal inti terdiri dari modal disetor, agio, dana setoran modal, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan (setelah diperhitungkan pajak), laba tahun-tahun lalu (setelah diperhitungkan pajak) dan laba tahun berjalan (sebesar 50% setelah taksiran pajak). Faktor pengurang pada modal inti berupa goodwill , disagio, rugi tahun-tahun lalu dan rugi tahun berjalan.
Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, PPAP umum (maksisebesar 1,25% dari ATMR), modal pinjaman ( hybrid/quasi capital ), pinjaman subordinasi (maksimum sebesar 50% dari modal inti). ATMR terdiri dari aktiva neraca BPR diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko yang melekat pada setiap pos aktiva.
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
BMPK adalah batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan untuk dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau kelompok peminjam tertentu.
Pelampauan BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut:
Penyediaan Dana Pada tanggal pelaporan BMPK
Modal pada tanggal laporan BMPK X 100% - [BMPK]
Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut :
Penyediaan Dana Pada saat pemberiannya
Modal pada saat pemberian Penyediaan dana X 100% - [BMPK]
BMPK untuk satu peminjam maupun satu kelompok peminjam yang tidak terkait dengan BPR ditetapkan setinggi tingginya 20 % dari modal BPR. BMPK bagi pihak yang terkait dengan BPR secara individu maupun secara keseluruhan ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10% dari modal BPR. Terhadap pelampauan BMPK, BPR diwajibkan menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia dan dikenakan sanksi dalam penilaian tingkat kesehatan sementara terhadap pelanggaran BMPK dikenakan sanksi dalam penilaian tingkat kesehatan dan dapat dikenakan sanksi pidana.
Kualitas Aktiva Produktif
Aktiva produktif adalah penanaman dana BPR dalam bentuk Kredit, SBI dan Penempatan Dana Antar Bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dimana pengurus BPR wajib menilai, memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kualitas Aktiva Produktif senantiasa Lancar. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Kredit ditetapkan dalam 4 golongan, yaitu Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet yang penilaiannya berdasarkan ketepatan membayar dan/atau kemampuan membayar kewajiban oleh Debitur.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
PPAP adalah penyisihan yang wajib dibentuk oleh BPR untuk menutup risiko kerugian. Besarnya PPAP umum minimal adalah 0,5% dari aktiva produktif yang digolongkan lancar (tidak termasuk SBI). Besarnya PPAP khusus ditetapkan minimal :
10% dari Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
50% dari Aktiva Pro duktif dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
100% dari Aktiva Produktif dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPAP adalah sebesar :
100% dari agunan yang bersifat likuid, berupa Sertifikat Bank Indonesia, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan, emas dan logam mulia;
80% dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) yang diikat dengan hak tanggungan;
60% dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB), hak pakai tanpa hak tanggungan;
50% dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir; dan
50% dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan dan diikat sesuai ketentuan yang berlaku.
Restrukturisasi Kredit
Restrukturisasi Kredit dapat dilakukan terhadap debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit dan debitur yang memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. BPR dilarang melakukan Restrukturisasi Kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari penurunan penggolongan kredit, peningkatan pembentukan PPAP dan, atau penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual. Kualitas Kredit yang direstrukturisasi adalah maksimum Kurang Lancar untuk Kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Diragukan atau Macet dan tidak berubah, untuk Kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Lancar atau Kurang Lancar. Kualitas Kredit yang direstrukturisasi dapat menjadi Lancar, apabila tidak terjadi tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga selama 3 kali periode pembayaran secara berturut-turut dan apabila debitur tidak mampu memenuhi kondisi ini maka kualitas kreditnya sama dengan kualitas Kredit sebelum dilakukan Restrukturisasi Kredit.
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Now Our Customer ( K Y C )
BPR wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles ) dengan cara menetapkan kebijakan dan prosedur penerimaan, mengidentifikasi, memantau rekening dan transaksi serta manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Terkait dengan pemantauan rekening dan transaksi nasabah, BPR wajib memiliki sistem informasi/sistem pencatatan yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah serta melakukan pemantauan atas transaksi yang dilakukan oleh nasabah, termasuk mengidentifikasi terjadinya transaksi keuangan mencurigakan.
BPR wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) paling lambat 3 hari kerja setelah diketahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Bank Indonesia melakukan penilaian dan pengenaan sanksi atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan Undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang bagi Bank Umum.
Ketentuan Mengenai Tingkat Kesehatan BPR
Tingkat kesehatan BPR dinilai dengan atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu BPR, yang meliputi aspek Permodalan, Kualitas Aktiva Produktif, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas, (CAMEL) serta mempertimbangkan faktor-faktor yang lain yang dapat menurunkan dan ataumenggugurkan TKS. Hal-hal yang terkait dengan penilaian tersebut antara lain :
Hasil penilaian ditetapkan dalam empat predikat yaitu: Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Bobot setiap faktor CAMEL adalah :
Permodalan 30%
Kualitas Aktiva Produktif 30%
Manajemen 20%
Rentabilitas 10%
Likuiditas 10%
Pelaksanaan ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan BPR meliputi pelanggaran dan atau pelampauan terhadap ketentuan BMPK, pelanggaran ketentuan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (KYC), pelanggaran ketentuan transparansi informasi produk BPR dan penggunaan data pribadi nasabah.
Faktor-faktor yang dapat menggugurkan penilaian tingkat kesehatan BPR menjadi Tidak Sehat yaitu perselisihan intern, campur tangan pihak di luar manajemenBPR, window dressing , praktek Bank dalam bank, kesulitan keuangan, praktek perbankan lain yang dapat membahayakan kelangsungan usaha BPR.
Ketentuan Exit Policy
Tindak Lanjut Penanganan Terhadap BPR dalam Status Pengawasan Khusus (DPK)
Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPR mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPR tersebut ditetapkan dalam status pengawasan khusus Bank Indonesia yaitu apabila Rasio KPMM kurang dari 4% dan atau Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 3%. Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan maksimal selama 6 bulan sejak tanggal surat pemberitahuan penetapan status BPR dalam pengawasan khusus dari BI dan tidak dapat diperpanjang.
Selama jangka waktu pengawasan khusus tersebut, Bank Indonesia dapat memerintahkan BPR dan/atau pemegang saham antara lain untuk :
menambah modal,
menghapusbukukan kredit yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian BPR dengan modalnya,
mengganti anggota Direksi dan/atau dewan Komisaris BPR,
melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain,
menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban BPR,
menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR kepada pihak lain,
menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban BPR kepada pihak lain , dan/atau
menghentikan kegiatan usaha tertentu dalam waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Selama jangka waktu pengawasan khusus sampai dengan pada saat berakhirnya jangka waktu tersebut, BPR dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus apabilamemenuhi kriteria rasio KPMM paling sedikit sebesar 4%, dan CR rata-rata selama 6 bulan terakhir paling sedikit sebesar 3%. BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak pengawasan khusus wajib memperbaiki kondisi keuangan sehingga rasio KPMM meningkat paling sedikit 25% dari selisih untuk mencapai Rasio KPMM sebesar 4 % dan Rasio KPPM lebih besar dari 0%. Apabila BPR tidak dapat memenuhi kondisi tersebut, maka BPR dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana dan Bank Indonesia akan mengumumkan larangan dimaksud kepada masyarakat.
Bank Indonesia memberitahukan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan apabila BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus:
tidak memenuhi Rasio KPMM paling sedikit sebesar 4%, dan CR rata-rata selama 6 bulan ter akhir paling sedikit sebesar 3%.
tidak dapat meningkatkan Rasio KPMM menjadi lebih besar dari 0% dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus, bagi BPR yang pada saat ditetapkan dalam status pengawasan khusus memiliki rasio KPMM sama dengan atau lebih kecil dari 0%; atau
memiliki Rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 1% dalam jangka waktu 3 bulan sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus, bagi BPR yang pada saat ditetapkan dalam status pengawasan khusus memiliki rasio KPMM lebih besar dari 0%; atau
memiliki Rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 1% setelah jangka waktu 3 bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan c, sampai dengan 1 (satu) hari sebelum berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus.
LPS akan melakukan penilaian untuk mengambil keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan. Apabila LPS memutuskan untuk tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan, Bank Indonesia akan mencabut izin usahaBPR yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari LPS dan mengumumkannya kepada masyarakat.
Likuidasi BPR
Likuidasi BPR adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPR sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum BPR.
Beberapa alasan suatu BPR dicabut izin usahanya oleh BI adalah karena :
tindakan penyelamatan yang diminta oleh BI terhadap BPR yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, belum cukup mengatasi kesulitan yang dihadapi BPR.
menurut penilaian BI keadaan suatu BPR dapat membahayakan sistem perbankan.
terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham BPR.
Jangka waktu likuidasi ditetapkan sebagai berikut :
pelaksanaan likuidasi BPR paling lama 5 tahun terhitung sejak terbentuknya Tim Likuidasi.
apabila melebihi 5 tahun, penjualan aset dilakukan melalu lelang dalam jangka waktu 180 hari sejak berakhirnya pelaksanaan likuidasi BPR.
Tujuan, Sasaran, fungsi dan kewenangannya BPR
Tujuan. Sasaran dan fungsi BPR
Tujuan dari BPR yaitu Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sasaran Pendirian BPR Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon). Sedangkan fungsi dari BPR sediri adalah melakukan usaha penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat.
Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia
pengaturan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No.3 tahun 2004 tentang bank Indonesia. Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia meliputi kewenangan pemberian Ijin ( righ to lecense), kewenangan untuk mengatur ( rihgt to regulate), kewenangan untuk mengawasi ( right to control) dan kewenangan untuk mengenakan sanksi ( right to impose sanction). Pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi BPR sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalam mambantu pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah pedesaan. Dengan demikian pengaturan dan pengawasan BPR yang dilakukan disesuaikan dengan karakteristik operasional BPR namun tatap menerapkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) agar tercipta sistem perbankan yang sehat.
Kegiatan BPR
Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank umum, hanya yang menjadi perbedaan adalah jumlah jasa Bank yang dilakukan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa Bank umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga di kaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri.
Dalam praktiknya kegiatan BPR adalah sebagai berikut :
Menghimpun dana hanya dalam bentuk :
Simpanan tabungan
Simpanan deposito
Menyalurkan dana dalam bentuk :
Kredit investasi
Kredit Modal kerja
Kredit Perdagangan
Usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh BPR
Usaha yang boleh dilakukan BPR
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
Memberikan kredit.
Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.
Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR
Menerima simpanan berupa Giro
Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan asyarakat menengah ke bawah
Melakukan usaha peransuransian
Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR
BAB III
PENUTUP
Simpulan
BPR adalah lembaga perkreditan bagi rakyat yang memiliki tujuan meningkatkan iklim usaha dikalangan rakyat terutama pengusaha kecil dan menengah, Sesuai dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998, dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di pedesaan. Dengan demikian BPR harus dikelola dengan profesional dengan menerapkan ketentuan-ketentuan yang ada serta melaksanakan pelaporan-pelaporan sebagai alat kontrol dalam manajemen pengelolaan dan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelola kepada pemilik.
Saran
Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) semakin banyak berdiri dimasyarakat kita, idealnya semakin bergairah pula dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah sehingga BPR benar-benar berperan penting dalam meningkatkan roda perekonomian masyarakat kecil. dewasa ini telah muncul juga BPRS yang melaksanakan operasionalnya berdasarkan pada prinsip syariah sehingga semakin beragam pilihan masyarakat untuk memenfaatkan fasilitas kredit yang dapat diambil untuk mengembangkan usahanya. Masyarakat kita terutama ekonomi lemah masih mengalami kekurangan secara struktural tentang permodalan, modal adalah masalah klasik yang terus menghantui dan menjadi barang mewah bagi mereka, maka solusi terbaik adalah bagaimana BPR dapat melaksanakan program yang dapat membantu secara riel usaha masyarakat ekonomi lemah dengan pengelolaan yang professional.