BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh larva cacing Filaria (Wuchereria ( Wuchereria Brancrofti, Brancrofti, Brugia Malayi dan Brugia dan Brugia Timori) Timori) yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk, n yamuk, baik nyamuk jenis culex, aedes, anopheles, dan jenis nyamuk lainnya. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk dari orang yang mengandung larva cacing (mikrofilaria) dari salah satu cacing filaria di atas kepada orang yang sehat (tidak mengandung) mikrofilaria. Orang yang terinfeksi mikrofilaria akibat adanya larva caing ini di dalam tubuhnya, tidak selalu menimbukan gejala. Gejala yang timbul biasanya diakibatkan oleh larva cacing yang merusak kelenjar getah bening sehingga mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh limfa. Gejala yang timbul biasanya berupa pembengkakan (edema) di daerah tertentu (pada aliran pembuluh limfa di dalam tubuh manusia). Gejala ini dapat berupa pembesaran tungkai/kaki (kaki gajah)
atau
lengan dan pembesaran
skrotum/vagina yang pembengkakan(edema)nya bersifat permanen. Penyakit filariasis bersifat menahun (kronis) dan jarang menimbulkan kematian pada penderitanya. Namun, bila penderita tidak mendapatkan pengobatan, penyakit ini dapat menimbulkan cacat menetap pada bagian yang mengalami pembengkakan (seperti: kaki, lengan dan alat kelamin) baik pada penderita laki-laki maupun perempuan. Penyakit filariasis timbul atau ditemukan di negara-negara tropis dimana jenis cacing tersebut di atas pernah ditemukan. Cacing jenis W. Brancrofti ditemukan di Amerika Latin (Suriname, Guyana, Haiti dan Costarica), Afrika, Asia dan Pulau-pulau pasifik. Cacing jenis B. Malayi ditemukan di Malaysia, Filipina dan Thailand dan cacing jenis B. Timori ditemukan di Indonesia (Pulau Alor, Flores dan d an Rote).(FKUI, 2008)
Saat ini, diperkirakan larva cacing tersebut telah menginfeksi lebih dari 700 juta orang di seluruh dunia, dimana 60 juta orang diantaranya (64%) terdapat di regional Asia Tenggara. (WHO, 2009). Di Asia Tenggara, terdapat 11 negara yang endemis terhadap filariasis dan salah satu diantaranya adalah Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk terbanyak dan wilayah yang luas namun memiliki masalah filariasis yang kompleks. Di Indonesia, ke tiga jenis cacing filaria (W. Brancrofti, B malayi dan B timori) dapat ditemukan. (WHO, 2009) Dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia, sampai tahun 2009 dari 495 kabupaten/kota, telah dipetakan 356 kabupaten/ kota endemis dan 139 kabupaten/kota tidak endemis filariasis.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Filariasis
Penyakit kaki gajah/filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filarial yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan
mengakibatkan cacat menetap berupa pembesaran kaki,alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikrokopis darah.Sampai saat ini hal tesebut masih ini dirasakan karna microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri didalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity). Selain itu berbagai metode pemeriksaan juga dilakukan
untuk
mendiaknosa penyakit kaki gajah diantaranya ialah dengan yang dikenal sebagai penjaringan membrane, metode konsentrasi knott dan teknik pengendapan.Metode pemeriksaan yang lebih mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh pihak WHO adalah dengan jalan pemriksaan system “Tes kartu”, hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendetaksi penyebaran parasit (Larva),yaitu dengn cara mengambil sample darah dengan system tusukan jari droplets diwaktu kapanpun, tidak harus di malam hari.
B. Penyebab Filariasis
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filaria yang menginfeksi Manusia yaitu : 1. Wuchereria Bancrofti Wuchereria bancrofti hanya ditemukan pada manusia. Vektor Wuchereria bancrofti adalah aedes, culex, dan anopheles 2. Brugia Timori 3. Brugia Malayi Brugia malayi sering kali menyebar kepada manusia melalui inang hewan. Parasit dewasa hidup di sistem limphatik. Microfilaria yang dilepaskan oleh betina gravit ditemukan di darah perifer, biasanya pada malam hari. Infeksi menyebar melalui banyak genera nyamuk. Vektor Brugia malayi adalah anopheles dan mansonia. Microfilaria dimakan oleh nyamuk, berkembang di otot torax serangga, dan kemudian matur dan bermigrasi ke bagian mulut serangga. Jika nyamuk terinfeksi menggigit inang baru,
microfilaria masuk ke tempat gigitan dan akhirnya mencapai saluran limfatik, dimana mereka manjadi matur.
C. Gejala Klinis Filariasis
1. Gejala dan tanda klinis akut : a. Demam berulang ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat b. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit c. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan d. Abses filaria terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan dapat mengeluarkan darah serta nanah e. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada dan alat kelamin perempuan dan laki-laki yang tampak kemerahan dan terasa panas 2. Gejala dan tanda klinis kronis a. Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, alat kelamin perempuan dan laki-laki
D. Diagnosis Filariasis
Bentuk menyimpang dari filariasis (eosinoffilia tropikal) ditandai oleh hipereosinivilia, adanya microfilaria di jaringan tetapi tidak terdapat di dalam darah, dan titer antibody antifilaria yang tinggi. Microfilaria mungkin ditemukan di cairan limphatik. Tes serologi telah tersedia tetapi tidak dapat diandalkan sepenuhnya. Diagnosa berdasarkan gejala klinis dan dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium: 1. Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hirokel atau cairan chyluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott dan membran filtrasi. 2. Pengambilan darah dilakukan pada malam hari mengingat periodisitas mikrofilarianya umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi,
kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai pada saluran dan kelenjar limpah dari jaringan yang di curigai seba gai tumor. 3. Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA yang spesies spesifik dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey.
E. Pencegahan dan Rehabilitasi Filariasis
Pencegahan Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M. Filariasis hanya dapat tersebar melalui vektor yang terinfeksi larva infektif. Pencegahan untuk mengurangi kontak antara manusia dan vektor serta menurunkan jumlah infeksi dengan mengadakan pencegahan pada hospes (manusia). Rehabilitasi Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.
BAB III PEMBAHASAN
A. Epidemiologi Filariasis
Filariasis limfatik merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan bagi banyak negara beriklim tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Prevalensi filariasis tidak memandang jenis kelamin, umur, maupun ras. Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah. Bahkan di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang cukup tinggi. Perkembangan jumlah penderita kasus filariasis dari tahun 2000 – 2009 dapat dilihat dari grafik di bawah ini.
GRAFIK KASUS KLINIS FILARIASIS DI INDONESIA TAHUN 2000 -2009
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa
Tenggara Timur (1.730 orang) dan Papua (1.158 orang). Tiga provinsi dengan kasus terendah adalah Bali (18 orang), Maluku Utara (27 orang), dan Sulawesi Utara (30 orang), dapat dilihat pada Gambar 2. Kejadian filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan provinsi lain dan merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh Indonesia. Hal ini memerlukan perhatian untuk ditindak lanjuti, dan dicari kemungkinan penyebabnya.
GRAFIK PENDERITA FILARIASIS PER PROVINSI TAHUN 2009
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran 1. Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus
filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. 2. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan merupakan syarat utama untuk menghindari infeksi filariasis. 3. Pemberantasan nyamuk dewasa dan larva perlu dilakukan sesuai aturan dan indikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Amalyha.
2012.
Makalah
Filariasis.
http://indah-
undefined.blogspot.com/2012/12/makalah-filariasis.html (Diakses pada 08 April 2013) Basedowide,
Sawalu.
2012.
Makalah
Filariasis.
http://sawalubasodewide.blogspot.com/2012/12/makalah-filariasis.html (Diakses pada 08 April 2013) Binongko,
Adhien.
2012.
Makalah
Penyakit
Filariasis.
http://adhienbinongko.blogspot.com/2012/05/makalah-penyakitfilariasis.html (Diakses pada 08 April 2013) Buletin Jendela. 2010. Epidemiologi Filariasis di Indonesia. Pusat Data dan Surevilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI. Volume I
Nur
Hidayah,
Evy.
2012.
Makalah
Filariasis.
http://evynurhidayah.wordpress.com/2012/01/17/makalah-filariasis/ (Diakses pada 08 April 2013) Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan KesehatanDepartemen Kesehatan Republik Indonesia Samawiah, Nur. 2012. Makalah Cacing Filaria (Wuchereria bancrofti). http://nursamawiah.blogspot.com/2012/03/makalah-cacing-filariawuchereria.html (Diakses pada 08 April 2013)