ARTIKEL
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Akuntansi
Dosen Pengampu : Dr. H. Muhammad Ja'far Shodiq, SE., S.Si, M.Si, Ak, CA
Disusun Oleh Kelompok 4:
1. Eka Wiwied Nuristianti 31401700341
2. Inayatus Sholikah 31401700344
3. Khujja Nur Jannah 31401700348
4. Siti Isrokhim 31401700359
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
I. PENDAHULUAN
Ekonomi merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia. Ekonomi juga memiliki peranan penting untuk menjaga kestabilan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Tingkat pertumbuhan dan pembangunan
suatu daerah dapat dilihat dari indikator ekonominya.
INDONESIA di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional, saat
ini menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua
pihak. Good Corporate Governance atau tata perusahaan yang baik,
merupakan bagian dari paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa
yang cukup mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi seining dengan
tuntutan era reformasi. Situasi dan, kondisi ini menuntut adanya
kepemimpian nasional masa depan, yang diharapkan marnpu menjawab tantangan
bangsa Indonesia mendatang.
Perkembangan situasi nasional dewasa ini, dicirikan dengan tiga
fenomena yang dihadapi, yaitu :
1. Permasalahan yang semakin kompleks (multi-dimensi)
2. Perubahan yang sedemikian cepat (regulasi, kebijakan, dan aksi-reaksi
rnasyarakat)
3. Ketidakpastian yang relatif tinggi (bencana alam yang silih
berganti, situasi ekonomi yang takmudah diprediksi, dan perkembangan
politik yang "up and down".
Kesenjangan proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia
antara pemerintah dengan rakyatnya mapun partai yang mewakili rakyat
dengan konstituennya, menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk
dipahami dengan logika awam masyarakat. Ketika berbicara Tata perusahaan
yang baik (Good Corporate governance) tindakan atau tingkah laku yang
didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau
mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan
dan kehidupan keseharian. Indikator pemerintahan yang baik adalah jika
produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi
rakyat meningkat dalam aspek produktifitas maupun dalam daya belinya,
kesejahteraan spiritualitasnya terus meningkat dengan indikator rasa aman,
tenang dan bahagia serta sense of nationality yang baik.
Oleh karena itu, tata perusahaan yang baik perlu segera dilakukan agar
segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses
pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.
II. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana cara membangun good corporate governance?
III. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui cara membangun
good corporate governance
IV. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Good Corporate Governance
Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input,
Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit
hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi
tercapainya tujuan perusahaan.
Pengertian Good Corporate Governance menurut Forum for Corporate
Governance in Indonesia – FCGI (2006) tidak membuat definisi tersendiri
tetapi mengambil definisi dari Cadbury Commite of Uniter Kingdom, yang
kalau diterjemahkan adalah: "seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau
dengan kata lain suatu system yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan"
Sedangkan Menurut Wahyudi Prakarsa (2007:120) Good Corporate Governance
adalah mekanisme ublictrative yang mengatur hubungan-hubungan antara
manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-
kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini
dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan ublic intensif
sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan
perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja
yang dihasilkan.
2. Konsep Good Corporate Governance
"1. Wadah "Organisasi (perusahaan, social, pemerintah) "
"2. Model "Suatu system, proses dan seperangkart "
" "peraturan, termasuk prinsip-prinsip, serta "
" "nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis "
" "yang sehat "
"3. Tujuan "¬ Meningkatkan kinerja organisasi "
" "¬ Menciptakan nilai tambah bagi semua "
" "pemangku kepentingan "
" "¬ Mencegah dan mengurangi manipulasi serta "
" "kesalahan yang signifikan dalam mengelola "
" "organisasi "
" "¬ Meningkatkan upaya agar para pemangku "
" "kepentingan tidak dirugikan "
"4. Mekanisme"Mengatur dan mempertegas kembali hubungan "
" "peran, wewenang dan tanggung jawab. "
" "¬ Dalam arti sempit: antar pemilik/pemegang"
" "saham, dewan komisaris, dan dewan direksi. "
" "¬ Dalam arti luas: antar seluruh pemangku "
" "kepentingan "
3. Tujuan Good Corporate Governance
Berdasarkan berbagai definisi GCG yang disampaikan di atas dapat
diketahui ada lima macam tujuan utama Good Corporate Governance yaitu:
Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan.
Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan
efisien.
Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ
perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholder dan stakeholder
perusahaan.
Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khusunya perusahaan-
perusahaan pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
Meningkatkan investasi nasional
Mensukseskan program perusahaan-perusahaan pemerintah.
4. Prinsip Good Corporate Governance
Pelaksanaan good corporate governance dilakukan dengan menggunakan
prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional. Prinsip-prinsip dasar
inidiharapkan menjadi rujukan bagi para regulator (pemerintah) dalam
membangun framework bagi penerapan good corporate governance. Prinsip-
prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh
Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001: 31) adalah sebagai
berikut :
Fairness (Perlakuan yang Setara)
Merupakan prinsip agar para pengelola memperlakuan yang sama
terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas
dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting
serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh
orang dalam (insider trading).
Transparency (Transparansi)
Hak-hak para pemegang saham yang harus diberi informasi dengan benar
dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam
pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas
perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
Accountability (Akuntablitas)
Adalah Prinsip di mana para pengelola berkewajiban untuk membina system
akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan (financial
statement ) yang dapat dipercaya. Untuk itu diperlukan penjelasan
fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga
pengelolaan berjalan efektif.
Responsibility (Prinsip Tanggung jawab)
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh ubli
dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepemtingan
dalam menciptakan kesejahteraan.
Indepandency (kemandirian)
Sebagai tambahan prinsip dalam pengelolaan BUMN, artinya suatu keadaan
dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat
professional, mandiri, bebas dari konflok kepentingan dan bebas dari
tekanan / pengaruh dari manapun yang bertentangan dengan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip – prinsip pengelolaan yang sehat.
Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak
stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Diharapkan fairness dapat menjadi ublic pendorong yang dapat memonitor
dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam
kepentingan dalam perusahaan.
V. PEMBAHASAN
1. Membangun Good Corporate Governance
Membangun good corporate governance adalah mengubah cara kerja state,
membuat perusahaan accountable dan membangun pelaku-pelaku di luar
perusahaan cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat
secara umum. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang
dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara
kerja institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk
mengakomodasi keragaman, good corporate governance juga harus menjangkau
berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good corporate
governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut
harus dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam
memahami konsep ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada.
Setiap perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan
GCG dengan Pedoman GCG ini dalam laporan tahunannya. Pernyataan tersebut
harus disertai laporan tentang struktur dan mekanisme kerja organ
perusahaan serta informasi penting lain yang berkaitan dengan penerapan
GCG. Dengan demikian, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya,
termasuk regulator, dapat menilai sejauh mana Pedoman GCG pada perusahaan
tersebut telah diterapkan.
Penerapan GCG memiliki dua faktor yang memegang peranan yang menentukan
keberhasilannya sebagai berikut, seperti dikutip dari Ristifani (2009):
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG
yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa factor yang dimaksud
antara lain:
Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung
penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di
perusahaan.
Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan
mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada
kaidah-kaidah standar GCG.
Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam
perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan
terjadi.
Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami
setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga
kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah
perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar
perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di
antaranya:
Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin
berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan
yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean
Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang
dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan
profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).
Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG
di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan
timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk
mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan
implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti
korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan
beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan
perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan
lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan
dalam implementasi GCG.
berikut ini merupakan contoh perusahaan yg telaj mrnrrspkan prinsip GCG:
CONTOH: PT ANTAM (Persero) Tbk
Semenjak menjadi perusahaan publik di Indonesia pada tahun 1997 dan
mencatatkan saham di Australia pada tahun 1999, tata kelola perusahaan
(Good Corporate Governance, GCG) telah menjadi salah satu elemen penting
bagi Antam di dalam mempertahankan keberlanjutan pertumbuhan dan juga
menjadi perusahaan pertambangan internasional. Lebih jauh, sebagai salah
satu BUMN terbesar dan berpengaruh, Antam memiliki komitmen untuk terlibat
dalam pertumbuhan Indonesia dengan berkontribusi secara signifikan terhadap
perekonomian Indonesia dan menjadi contoh bagi perusahaan lain, terutama
BUMN lain, dalam hal implementasi GCG.
Dewan Komisaris, Komite-komite di tingkat Dewan Komisaris, Direksi, dan
manajemen senior terus meningkatkan kapabilitas di dalam proses pengawasan
dan pengelolaan perusahaan, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-
masing. Semua pihak juga berupaya untuk memperkuat hubungan kerja satu sama
lain. Singkatnya, Antam menyadari pentingnya hubungan kerja yang harmonis
serta kerjasama diantara organ-organ tata kelola, manajemen dan staf untuk
mempertahankan dan meningkatkan praktik GCG di Antam secara berkelanjutan.
Untuk mendukung fungsi pengawasan, Dewan Komisaris telah membentuk lima
Komite di tingkat Dewan Komisaris yakni Komite Audit, Komite Nominasi,
Remunerasi dan Pengembangan SDM (NRPSDM), Komite Manajemen Risiko, Komite
GCG dan Komite CSR dan Pasca Tambang.
2. Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance
GCG memiliki arti sangat penting dalam menjalankan organisasi bisnis.
Menurut Sutojo dan Aldridge (2008, h.5), Good Corporate Governance
mempunyai lima macam tujuan utama. Kelima tujuan tersebut adalah sebagai
berikut:
Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang
saham.
Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board
of Directors dan manajemen perusahaaan.
Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior
perusahaan.
Penerapan Corporate governance yang efektif dapat memberikan sumbangan
yang penting dalam memperbaiki kondisi perekonomian, serta menghindari
terjadinya krisis dan kegagalan serupa di masa depan, menurut Mas Achmad
(2006, h.15-16), dengan menerapkan Corporate governance yang baik akan
memberikan manfaat sebagai berikut:
Peningkatan kinerja perusahaan melalui supervise atau pemantauan
kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku
kepenti- ngan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang
berlaku.
Memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan
efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan.
Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
manajemen.
3. Pelayanan
Tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dapat di katakan baik
apabila sistem pelayanannya yang baik maka produk pelayanan itu akan
berjalan sesuai dengan rel yang ada. Standar buruk atau baik tata kelola
pelayanan yang baik dan bersih sangat di tentukan pemberian layanan
publik yang lebih professional dan efektif, efisien, sederhana,
transparan, tepat waktu, responsive dan adaptif, dan sekaligus dapat
membangun kualitas individu dalam arti menigkatkan kapasitas individu
dan masyarakat untuk secara aktif masa depannya. Responsif, kemauan
untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap mutu layanan yang
diberikan, competen tuntutan yang dimiliki, pengetahuan dan keterampilan
yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.Pelayanan publik (publik
services) merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur Negara
sebagai abdi masyarakat dan abdi Negara. Pelayanan publik oleh birokrasi
publik di maksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kondisi
masyarakat saat ini telah berkembang dengan sangat dinamis, tingkat
kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan sebuah indikasi
dari empowering yang dialami oleh masyarakat Penyebabnya ialah pelayanan
buruk yang diberikan kepada masyarakat umum. Pelayanan buruk tersebut
dikarenakan adanya peraturan yang berlebihan, minimnya transparansi,
serta tingkah laku para birokrat yang tidak mendukung untuk menciptakan
hukum dan peraturan yang dapat dipatuhi oleh sebagian besar anggota
masyarakat (World Bank, 1992). Karena itu maka tak terlalu mengejutkan
jika Indonesia dikategorikan sebagai suatu pemerintahan yang buruk (bad
governance). Kesulitan reformasi birokrasi disebabkan oleh: warisan
sejarah (historical institutionalism) yang melingkupi birokrasi sejak
masa kemerdekaan hingga sekarang; kuatnya intervensi politik atas
birokrasi; dan melemahnya posisi tawar birokrasi terhadap partai politik.
2.6.Pelayanan Publik Sebagai Pilar Good Governance
Pelayanan publik (publik services ) oleh birokrasi publik tadi adalah
merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur Negara sebagai abdi
masyarakat dan abdi Negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik
dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga Negara) dari suatu
Negara kesejahteraan (welfare state ). Dan sekali lagu tujuan dari good
governce sebagai tujuan Primer adalah; mewuhkan pendidikan politik kepada
masyarakat (demokrasi) sementara tujuan sekunder dari Good Governance
adalah menciptakan sistem pelayanan yang efesien dan efektif,
akuntabilitas, tapai yang menjadi perslan sekarang adalah good governance
lebh fokus kepada pelayan publik, artinya ketika seseorang berbicra Goog
Local Governnace maka yang terbayang di depan matanya adalah elayann yang
efektif dan efesien. Pelayanan publik dapat diartikan disini adalah pemberi
layanan atau keperluan orang aatau masyarakat yang mempunyai kepentingan
pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah
ditetapkan. Sementara itu kondisi masyarakat pada saat ini telah terjadi
suatu perkembangan yang sangat dinamis , dimana tingkat kehidupan
masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari "empowering" yang
dialami oleh masyarakat. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa
yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga Negara, masyarakat semakin
berani untuk mengajukan tuntutan , keinginan aspirasikepada pemerintah,
masyarakat semakin kritis dan berani untuk melakukan kontrol terhadap apa
yang dilakukan oleh pemerintah. Salah satu produk dari organisasi publik
adalah memberikan pelayanan publik kepada pengguna. Pelayanan publik dalam
negara demokrasi dengan meminjam pendapat Lenvine (1990 : 188) harus
memenuhi tiga indikator:
1) Responsiveness atau responsivitas adalah: daya tanggap penyedia
layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna
layanan,
2) Responsibility atau responsibilitas adalah; suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian layanan publik itu dilakukan
sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan
organisasi yang benar dan telah ditetapkan,
3) Accountability atau akuntabilitas adalah: suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan
kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam
masyarakat. Sementara itu sesuai dengan Keputusan Menteri Pemberdayaan
Pegawai (Kepmenpan) 81/1995, disebutkan bahwa kinerja organisasi publik
dalam memberikan pelayanan harus mengandung beberapa indikator.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
REFERENSI
googleweblight.com/i?u=http://idazahro.blogspot.com/2012/10/good-corporate-
governance-dalam.html?m%3D1&hl=en-ID