MAKALAH ICHTHYOLOGY
IKAN SIDAT (Anguilla bicolor), IKAN PATIN (Pangasius hypophtalmus), dan
IKAN BAWAL (Colossoma macropomum)
Oleh:
Tamamu Azizid Daroini
150341100064
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2016
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ichthyologi merupakan suatu ilmu yang khusus mempelajari ikan dari
segala aspek kehidupannya, termasuk di dalamnya bentuk luar (morfologi),
anatomi, fisiologi, taksonomi serta identifikasinya. Ichtyologi berasal
dari kata Yunani, yaitu ichthyes yang berarti ikan dan logos yang berarti
ilmu. Sehingga secara singkat dapat dikatakan bahwa ichtylogi adalah ilmu
yang mempelajari ikan dengan segala aspek kehidupannya. Ikan itu sendiri
dapat didefinisikan sebagai binatang vertebrata yang berdarah dingin yang
hidup dalam lingkungan air. Adapun pergerakan dan keseimbangan badannya
menggunakan sirip dan umumnya bernafas dengan insang. Bentuk ikan akan
beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya. Dengan kata lain, habitat
atau tempat hidup ikan akan berpengaruh terhadap bentuk tubuh dan fungsi
alat tubuh. Sedangkan cara bergerak maupun tingkah lakunya akan berbeda
dari satu habitat ke habitat lainnya. Ikan akan tnenyesuaikan diri dengan
faktor fisika, kimia, dan biologinya dari habitat itu sendiri (Saanin
1968).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta
identifikasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor)?
2. Bagaimana bentuk (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta
identifikasi Ikan Patin (Pangasius hypophtalmus)?
3. Bagaimana bentuk (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta
identifikasi Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta
identifikasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor).
2. Mengetahui (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta
identifikasi Ikan Patin (Pangasius hypophtalmus).
3. Mengetahui (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta
identifikasi Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum).
BAB II
PEMBAHASAN
1. IKAN SIDAT (Anguilla bicolor)
Gambar 2.1 Ikan Sidat (Anguilla bicolor)
A. Klasifikasi Ikan Sidat
Menurut Kordi (2005) ikan sidat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Subkelas : Neopterygii
Division : Teleostei
Ordo : Anguilliformes
Famili : Anguillidae
Genus : Anguilla
Species : Anguilla bicolor
Sidat (Anguilla bicolor) merupakan ikan konsumsi yang memiliki nilai
ekonomis penting baik untuk pasar lokal maupun luar negeri. Permintaan
pasar akan ikan sidat sangat tinggi mencapai 500.000 ton per tahun terutama
dari Jepang dan Korea, pemasok utama sidat adalah China dan Taiwan (Pratiwi
1998). Sidat yang dikenal dengan 'unagi' di Jepang sangat mahal harganya
karena memiliki kandungan protein 16,4% dan vitamin A yang tinggi sebesar
4700IU.
B. Morfologi ikan sidat
Gambar 2.2 Morfologi Ikan Sidat (Anguilla bicolor)
Tubuh sidat berbentuk bulat memanjang, sekilas mirip dengan belut yang
biasa dijumpai di areal persawahan. Salah satu karakter/bagian tubuh sidat
yang membedakannya dari belut adalah keberadaan sirip dada yang relatif
kecil dan terletak tepat di belakang kepala sehingga mirip seperti daun
telinga sehingga dinamakan pula belut bertelinga. Bentuk tubuh yang
memanjang seperti ular memudahkan bagi sidat untuk berenang diantara celah-
celah sempit dan lubang di dasar perairan.
Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-
125 cm. Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan sirip
ekor menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah
kulit pada sisi lateral. Perbedaan diantara jenis ikan sidat dapat dilihat
antara lain dari perbandingan antara panjang preanal (sebelum sirip dubur)
dan predorsal (sebelum sirip punggung), struktur gigi pada rahang atas,
bentuk kepala dan jumlah tulang belakang.
C. Habitat dan Siklus Ikan Sidat
Sidat termasuk ikan katadromus, yaitu ikan yang dewasa berada di hulu
sungai atau danau, tetapi bila sudah matang gonad akan beruaya dan memijah
disana. Memijah di kedalaman laut hingga lebih dari 6.000 m, telur-telur
naik ke permukaan dan menetas menjadi larva. Larva sidat yang terbawa arus,
bermetamorfosa menjadi leptocephalus (berbentuk seperti daun), dan terus
mengarungi samudera menuju kepantai/perairan tawar.
Ikan sidat tumbuh diperairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai
dewasa setelah itu ikan sidat dewasa akan beruaya ke laut dalam untuk
melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang dan berangsur-
angsur terbawa arus kerperairan pantai. Ikan sidat yang mencapai stadia
elver akan beruaya dari perairan laut ke perairan tawar melalui muara
sungai. Ruaya anadromus larva ikan sidat (elver) berhubungan dengan musim.
Diperkirakan ruaya larva ikan sidat mulai pada awal musim hujan akan tetapi
pada musim tersebut faktor arus sungai dan keadaan bulan sangat
mempengaruhi intensitas ruayanya.
Pada ekosistem aslinya ikan sidat termasuk ke dalam strata hewan
karnivora pada rantai makanan. Diperairan umum ikan sidat memakan berbagai
hewan khususnya organisme benthik seperti crustaceae (udang dan kepiting),
polichaeta (cacing, larva chironomus) dan bivalvia serta gastropoda. Ikan
sidat aktif malakukan aktivitas makan pada saat malam hari (nocturnal).
Larva Ikan sidat hidup pada lingkungan yang mempunyai karakteristik
fisik pada suhu berkisar antara 29 – 31 oC. Salinitas, salinitas yang baik
untuk pertumbuhan ikan sidat adalah 0 – 3 ppt. Oksigen Terlarut (DO),
kandungan oksigen terlarut minimal yang dapat ditolelir oleh ikan sidat
berkisar antara 3 – 4 ppm. pH , pH optimal untuk pertumbuhan ikan sidat
adalah 7 – 8 (Pratiwi 1998).
D. Makanan Ikan Sidat (Anguilla Bicolor)
Sidat bersifat omnivora sewaktu kecil dan karnivora saat dewasa.
Sebagai karnivora,sidat memakan ikan dan binatang air yang berukuran lebih
kecil dari bukaan mulutnya. Sidat juga bisa memakan sesamanya (kanibal).
Saat masih kecil, sidat bersifat omnivora, memakan organisme-organisme
invertebrata. Sidat bisa memakan hewan-hewan kecil seperti anak kepiting,
anak-anak ikan, cacing kecil, anak kerang atau siput dan tanaman air yang
masih lembut. Teknologi budidaya yang cukup berperan penting dalam
menunjang berkembangnya budidaya ikan ini antara lain adalah bahwa ikan ini
sudah mau memakan pelet, dari yang sebelumnya sebagai pakan buatannya
adalah dalam bentuk pasta. Pakan pasta cukup merepotkan dalam budidaya
sidat; selain penyiapannya memakan energi, juga air media budidaya menjadi
cepat kotor.
2.2 IKAN PATIN (Pangasius hypophtalmus)
Gambar 2.3 Ikan Patin (Pangasius hypophtalmus)
A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Patin
Ikan patin (Pangasius hypophtalmus) adalah salah satu ikan asli
perairan Indonesia yang telah berhasil didomestikasi. Jenis–jenis ikan
patin di Indonesia sangat banyak, antara lain Pangasius pangasius atau
Pangasius jambal, Pangasius humeralis, Pangasius lithostoma, Pangasius
nasutus, pangasius polyuranodon, Pangasius niewenhuisii. Sedangkan
Pangasius sutchi dan Pangasius hypophtalmus yang dikenal sebagai jambal
siam atau lele bangkok merupakan ikan introduksi dari Thailand (Kordi
2005).
Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak
dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala
ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak ke
bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Panjang tubuhnya dapat
mencapai 120 cm. Sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang
berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari–jari keras
yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya,
sedangkan jari–jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6 – 7 buah (Kordi
2005).
Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang ukurannya sangat
kecil dan sirip ekornya membentuk cagak dengan bentuk simetris. Sirip
duburnya agak panjang dan mempunyai 30 – 33 jari-jari lunak, sirip perutnya
terdapat 6 jari-jari lunak. Sedangkan sirip dada terdapat sebuah jari-jari
keras yang berubah menjadi 6 senjata yang dikenal sebagai patil dan
memiliki 12 – 13 jari-jari lunak (Susanto, Heru dan Khairul Amri 1997).
Gambar 2.4 Morfologi Ikan Patin
Menurut Santoso (1996), kedudukan taksonomi ikan patin (Pangasius
hypophtalmus) adalah sebagai berikut :
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypophtalmus
Nama Inggris : catfish
Nama lokal : ikan patin
B. Anatomi Ikan Patin
Gambar 2.5 Anatomi Ikan Patin
C. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Patin
Habitat ikan patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di muara –
muara sungai serta danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan patin yang
letaknya sedikit agak ke bawah, maka ikan patin termasuk ikan yang hidup di
dasar perairan. Ikan patin sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat
karena daging ikan patin sangat gurih dan lezat untuk dikonsumsi (Susanto
Heru dan Khairul Amri 1997). Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat
nokturnal, yakni melakukan aktivitas atau yang aktif pada malam hari. Ikan
ini suka bersembunyi di liang – liang tepi sungai. Benih patin di alam
biasanya bergerombol dan sesekali muncul di permukaan air untuk menghirup
oksigen langsung dari udara pada menjelang fajar.
Menurut Kordi (2005), Air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan patin
harus memenuhi kebutuhan optimal ikan. Air yang digunakan kualitasnya harus
baik. Ada beberapa faktor yang dijadikan parameter dalam menilai kualitas
suatu perairan, sebagai berikut:
1. Oksigen (O2) terlarut antara 3 – 7 ppm, optimal 5 – 6 ppm.
2. Suhu 25 – 33 oC
3. pH air 6,5 – 9,0 ; optimal 7 – 8,5.
4. Karbondioksida (CO2) tidak lebih dari 10 ppm
5. Amonia (NH3) dan asam belerang (H2S) tidak lebih dari 0,1 ppm.
6. Kesadahan 3 – 8 dGH (degress of German total Hardness)
C. Manfaat ikan patin bagi kesehatan
Manfaat ikan patin bagi kesehatan ditandai dengan adanya kandungan
yang terutama dua asam lemak esensial DHA yaitu kira-kira sebesar 5,45 %
dan EPA yaitu kira-kira sebesar 0,78 %. Kedua jenis omega-3 asam lemak ini
biasanya dihasilkan dari jenis ikan yang hidup di air dingin seperti ikan
salmon, ikan tuna, dan ikan sarden. Sedangkan, kadar lemak total yang
terkandung dalam daging ikan patin adalah sebesar 2,55 % sampai dengan 3,42
%, dimana asam lemak tak jenuh nya adalah di atas 50 %. Asam oleat adalah
asam lemak tak jenuh tunggal yang paling banyak terkandung di dalam daging
ikan patin yaitu sebesar 7,43 % (Kordi 2005).
D. Kandungan ikan patin
Berdasarkan hasil dari penelitian, kandungan gizi di dalam ikan patin
yang berupa lemak tak jenuh (USFA sebesar 50 %) sangatlah bagus untuk
mencegah terjadinya resiko penyakit Kardiovaskular. Lemak tak jenuh juga
bermanfaat untuk menurunkan besarnya kadar kolesterol total dan kolesterol
LDL.
2.3 IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)
Gambar 2.6 Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)
A. Klasifikasi Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)
Klasifikasi ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) menurut Saanin
(1968) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Craniata
Kelas : Pisces
Subkelas : Neopterigii
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Characidae
Genus : Colossoma
Species : Colossoma Macropomum
B. Morfologi Ikan Bawal Air Tawar
Tubuh ikan bawal tampak membulat (oval) dengan perbandingan antara
panjang dan tinggi 2 : 1. Bila dipotong secara vertikal, bawal memiliki
bentuk tubuh pipih (compressed) dengan perbandingan antara tinggi dan lebar
tubuh 4:1. Bentuk tubuh seperti ini menandakan gerakan ikan bawal tidak
cepat seperti ikan lele atau grass carp, tetapi lambat seperti ikan gurame
dan tambakan. Sisiknya kecil berbentuk ctenoid, di mana setengah bagian
sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu
gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih. Pada ikan bawal dewasa,
bagian tepi sirip perut, sirip anus dan bagian bawah sirip ekor berwarna
merah. Warna merah ini merupakan ciri khusus ikan bawal tawar (Colossoma
macropomum) (Effendi 2003).
Gambar 2.7 Morfologi Ikan Bawal Air Tawar
Kepala ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) berukuran kecil
yang terletak di ujung kepala tetapi agak sedikit ke atas. Bawal memiliki
lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus
dan sirip ekor. Sirip punggung tinggi kecil dengan sebuah jari-jari tegak
keras, tetapi tidak tajam, sedangkan jari-jari lainnya lemah. Sirip
punggung pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) terletak agak ke
belakang. Sirip dada, sirip perut dan sirip anus kecil dan jari-jarinya
lemah. Demikian pula dengan sirip ekor, jari-jarinya lemah tetapi berbentuk
cagak (Budi 2014).
Linea Lateralis (LL) yang dihitung adalah sisik berpori atau gurat
sisik atau linea lateralis. Bentuk deretan dan jumlah sisik tersebut tidak
sama untuk masing–masing spesies ikan. Sisik linea lateralis dihitung
dari depan (dekat kepala) kearah ekor. Jika linea lateralis suatu jenis
ikan tidak lurus seperti pada ikan kue (carangidae), maka jumlahnya tetap
dihitung mengikuti arah gurat sisik yang berbelok tersebut. Jika bentuk
linea lateralis terbagi dua seperti ikan buntal, maka dihitung dulu bagian
pertama, kemudian bagian kedua yang arahnya lebih kebelakang. Jika ikan
mempunyai gurat sisik yang banyak seperti ikan belanak, maka dihitung satu
garis saja diambil yang garisnya terletak di tengah (Budi 2014).
C. Anatomi Ikan Bawal (Colossoma macropomum)
Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris).
Di dalam rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada
geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta
banyak menghasilkan lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari
rongga mulut makanan masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di
daerah sekitar insang. Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di
belakang insang, dan bila tidak dilalui makanan lumennya menyempit. Dari
kerongkongan makanan di dorong masuk ke lambung, lambung pada umum-nya
membesar, tidak jelas batasnya dengan usus. Pada beberapa jenis ikan,
terdapat tonjolan buntu untuk memperluas bidang penyerapan makanan. Dari
lambung, makanan masuk ke usus yang berupa pipa panjang berkelokkelok dan
sama besarnya. Usus bermuara pada anus. saluran pencernaan mulai dari muka
ke belakang, saluran pencernaan tersebut terdiri dari mulut, rongga mulut,
farings, esofagus, lambung, pilorus, usus, rektum dan anus (Budi 2014).
Sistem Urogenitalia ini akan nampak dengan cara mengangkat bagian-
bagian pada sistem digestoria. Bagian-bagian yang nampak adalah berupa
organ genital seperti gonat, sinus urogenitalis dan porus urogenitalis.
System urogenitalia. Bagian ventral terdapat anus, dan lubang urogenital.
Colossoma macropomum betina memiliki satu lubang urogenital, namun jantung
lubangnya terpisah antara lubang geniotal dengan lubang urinnya. Terdapat
siripnya bersinar/mengkilap dengan dilapisi membrane yang licin, sirip
berfungsi menjaga kesetabilan ikan dan mengatur pergerakannya (Budi 2014).
D. Lingkungan Hidup
Sama seperti ikan lainnya, bawal pun menghendaki lingkungan yang baik
dan sesuai untuk hidupnya. Untuk mengetahuinya, dilakukan pengamatan di
habitat aslinya. Di Brazil, bawal banyak ditemukan di sungai Amazon dan
sering juga ditemukan di sungai Orinoko, Venezuela. Hidupnya bergerombol di
daerah yang aliran sungainya deras, tetapi ditemukan pula di daerah yang
aliran sungainya tenang, terutama saat benih. Untuk menciptakan lingkungan
yang baik bagi bawal ada banyak hal yang harus diperhatikan, terutama dalam
memilih lahan usaha, di antaranya ketinggian tempat, jenis tanah, dan air.
E. Makanan
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bawal tergolong omnivora. Meskipun
tergolong omnivora, ternyata pada masa kecilnya (larva), bawal lebih
bersifat karnivora. Jenis hewan yang paling disukai adalah crustacea,
cladocera, copepoda, dan ostracoda.
Pada umur dua hari setelah menetas, mulut larva mulai terbuka, tetapi
belum bisa menerima makanan dari luar tubuh, makanannya masih dari kuning
telurnya. Umur empat hari, kuning yang diserap oleh tubuh sudah habis dan
pada saat itulah larva mulai mengonsumsi makanan dari luar. Apabila diamati
kebiasaan makannya, bawal tergolong ikan yang lebih suka makan di bagian
tengah perairan. Dengan kata lain, bawal bukanlah ikan yang biasa makan di
dasar perairan (bottom feeder) atau di permukaan perairan (surface feeder).
F. Reproduksi
Membedakan bawal jantan dan betina pada saat masih kecil memang sulit.
Beberapa tanda yang bisa dilihat adalah bawal betina memiliki tubuh yang
lebih gemuk, sedangkan bawal jantan selain lebih langsing, warna merah pada
perutnya lebih menyala. Apabila sudah matang gonat, perut betina akan
terlihat gendut dan gerakannya lamban. Adapun bawal jantan selain agresif
juga akan mengeluarkan cairan berwarna putih susu bila dipijat ke arah
anus.
Seperti ikan lainnya, bawal pun biasanya memijah pada awal dan selama
musim hujan. Di Brazil dan Venezuela, kejadian itu terjadi pada bulan Juni
dan Juli. Adapun di negara-negara lainnya, bawal dapat mengikuti musim yang
ada, misalnya di Indonesia kematangan gonad bawal terjadi pada bulan
Oktober sampai April.
Sebelum musim pemijahan tiba, induk yang sudah matang akan mencari
tempat yang cocok untuk melakukan pemijahan. Daerah yang paling disukai
adalah hulu sungai yang biasanya pada musim kemarau kering, sedangkan pada
musim hujan tergenang. Daerah yang seperti ini memberikan rangsangan dalam
memijah.
Saat pemijahan berlangsung, induk jantan akan mengejar induk betina.
Induk betina kerap kali akan membalas dengan cara menempelkan perut ke
kepala induk jantan. Apabila telah sampai puncaknya, induk betina akan
mengeluarkan telur dan induk jantan akan mengeluarkan sperma. Telur yang
telah keluar akan dibuahi dalam air (di luar tubuh).
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara
50-125 cm. Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan
sirip ekor menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di
bawah kulit pada sisi lateral. Ikan sidat tumbuh diperairan tawar (sungai
dan danau) hingga mencapai dewasa setelah itu ikan sidat dewasa akan
beruaya ke laut dalam untuk melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan
akan berkembang dan berangsur-angsur terbawa arus kerperairan pantai.
Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak
dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala
ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak ke
bawah. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. Sudut mulutnya terdapat dua
pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki
sebuah jari–jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi
di belakangnya, sedangkan jari–jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6
– 7 buah.
Tubuh ikan bawal tampak membulat (oval) dengan perbandingan antara
panjang dan tinggi 2 : 1. Bila dipotong secara vertikal, bawal memiliki
bentuk tubuh pipih (compressed) dengan perbandingan antara tinggi dan lebar
tubuh 4:1. Sisiknya kecil berbentuk ctenoid, di mana setengah bagian sisik
belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu
gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih. Pada ikan bawal dewasa,
bagian tepi sirip perut, sirip anus dan bagian bawah sirip ekor berwarna
merah. Warna merah ini merupakan ciri khusus ikan bawal tawar (Colossoma
macropomum).
3.2 Saran
Perairan Indonesia memiliki populasi biota perikanan yang beragam.
Setiap biota memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing. Hal tersebut
harus diimbangi dengan selalu menjaga kelestarian habitat dan
keanekaragaman biota perikanan. Langkah ini harus didukung dari setiap
lapisan masyarakat. Agar kelak anak cucu kita dapat mengenal keindahan dan
keunikan biota perikanan yang berasal dari Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Samadi. 2014. Sukses Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar.
Jakarta: Andi Publisher.
Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Ekha Putri, 2014 Laporan Morfologi dan Anatomi Ikan Bawal (Ikhtiologi)
http://ekhaputr.blogspot.co.id/. Diakses pada tanggal 20 Maret pukul
15.00 WIB.
Kordi, K.M.G.H., 2005. Budidaya Ikan Patin Biologi, Pembenihan dan
Pembesaran.
Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Pratiwi, E. 1998. Mengenal Lebih Dekat Tentang Perikanan Sidat (Anguilla
spp.). Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Jurnal Perikanan Vol.
4(4): 8-12.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan II. Bandung:
Binatjipta.
Santoso, H., dan Amri K. 1996. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: PT. Penebar
Swadaya.
Susanto, Heru dan Khairul Amri. 1997. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: Penebar
Swadaya.
-----------------------