MAKALAH ILMU KEWARGANEGARAAN HUBUNGAN WARGA NEGARA
Di susun oleh : DAVID EVICMAN ASTRI KAROLINA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDKAN KEWARGANEGARAAN UNIVERSITAS PAMULANG 2014
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah-Nya dapat menyelesaikan tugas mandiri ini tepat pada waktunya. Penulis sangat tertarik untuk melakukan penyusunan dalam sebuah makalah dengan judul HUBUNGAN WARGA NEGARA. Adapun tujuan tugas mandiri ini diajukan untuk memenuhi Tugas Kelompok Ilmu Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Pamulang. Penulis menghadapi hambatan dalam menyelesaikan tugas kelompok ini. Oleh karena itu Penulis mengucapkan terima kasih kepada : Bapak Komarudin selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Ilmu Kewarganegaraan Orang tua yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta doa Teman-teman Pendidikan Kewarganegaraan Semester I Kelas A Pagi selalu memberikan motivasi dalam penyelesaian tugas mandiri ini. Penulis menyimpulkan bahwa dalam tugas kelompok ini masih jauh dari sempurna oleh itu penulis menerima keritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas kelompok ini dan bermanfaat bagi Penulis serta Pembaca pada umunya.
Pamulang, November 2014
Penulis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Warga negara memiliki peran yang vital bagi keberlangsungan sebuah negara. Oleh karena itu, hubungan antara warga negara dan negara sebagai institusi yang menaunginya memiliki aturan atau hubungan yang diatur dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut. Agar dapat memiliki status yang jelas sebagai warga negara, pemahaman akan pengertian, sistem kewarganegaraan serta hal-hal lain yang menyangkut warga negara hendaknya menjadi penting untuk diketahui. Dengan memiliki status sebagai warga negara, orang memiliki hubungan dengan negara. Hubungan ini nantinya tercermin dalam peran, hak dan kewajiban secara timbal balik antara warga negara dengan negaranya. Negara, setiap Individu mempunyai kebebasan penuh untuk melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit hal ini bisa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya Manusia berarti akan semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara Individu satu dengan lainnya. Masalah Warga negara dan Negara perlu dikaji lebih jauh, mengingat Demokrasi yang ingin ditegakkan adalah Demokrasi berdasarkan Pancasila. Aspek yang terkandung dalam Demokrasi Pancasila antara lain adalah adanya kaidah yang mengikat Negara dan Warga negara dalam bertindak dan menyelenggarakan hak dan kewajiban serta wewenangnya. Secara material adalah mengakui harkat dan martabat Manusia sebagai makhluk Tuhan, yang menghendaki Pemerintahan untuk membahagiakannya, dan memanusiakan Warga negara dalam Masyarakat Negara dan masyarakat bangsa-bangsa.
BAB II PEMBAHASAN A. Hubungan Warga Negara dan Negara Negara merupakan Organisasi sekelompok Orang yang bersama-sama mendiami dan tinggal di satu wilayah dan mengakui suatu pemerintahan. Unsur-unsur terbentuknya suatu negara secara konstitutif adalah wilayah, rakyat, dan pemerintahan. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 26 ayat 1, warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang bertempat tinggal di Indonesia, dan mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada NKRI yang disahkan dengan UU. Indonesia menganut sistem Pemerintahan Demokrasi sesuai dengan Pancasila. Dimana Warga Negaranya diberi kebebasan untuk menyalurkan Aspirasinya tetapi tentunya dalam konteks yang positif. Sistem demokrasi ini menandakan bahwa Indonesia sangat menghargai Warga Negaranya sebagai mahluk ciptaan Allah SWT dan mengakui persamaan derajat Manusia. Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, Tujuan Negara Republik Indonesia : 1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia 2) Memajukan kesejahteraan umum 3) Mencerdaskan kehidupan bangsa 4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia Tidak akan ada Negara tanpa Warga Negara. Warga Negara merupakan unsur terpenting dalam hal terbentuknya Negara. Warga Negara dan Negara merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling berkaitan dan memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang
berupa hubungan timbal balik. Warga negara mempunyai kewajiban untuk menjaga nama baik negara dan membelanya. Sedangkan negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan mensejahterakan kehidupan warga negaranya. Sementara untuk hak, warga negara memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak dari negara, sedangkan negara memiliki hak untuk mendapatkan pembelaan dan penjagaan nama baik dari Warga Negaranya. Dapat disimpulkan bahwa hak negara merupakan kewajiban warga negara dan sebaliknya kewajiban negara merupakan hak warga negara. Selain itu, tentunya kita sebagai Warga Negara Indonesia yang baik, memiliki banyak kewajiban yang harus kita laksanakan untuk Negara. Diantaranya yang terpenting adalah mematuhi hukum-hukum yang berlaku. Negara membuat suatu peraturan dan hukum, pasti bertujuan yang baik untuk kelangsungan hidup dan tertatanya suatu Negara. Hukum di Indonesia jika diklasifikasikan menurut wujudnya ada 2 : a. Hukum tertulis (UUD, UU, Perpu, PP) b. Hukum tidak tertulis (Inpres, Kepres, Adat). Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus diperintah dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela Negara. Membela Negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara yang mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti : 1) Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti Siskamling) 2) Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri 3) Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan 4) Mengikuti kegiatan Ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Dan masih banyak lagi cara untuk membela negara. Selain itu dengan melakukan kegiatankegiatan di atas, kita juga dapat menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap tanah air Indonesia. Sikap saling menghargai antar warga negara dan negaranya (pemerintah) sangat diperlukan untuk terciptanya dan terwujudnya tujuan NKRI yang tercantum di UUD 1945. Apabila warga negara mematuhi hukum dan peraturan negara, dan negara (pemerintah) menanggapi dan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan negaranya, maka terwujudlah Indonesia yang aman, tentram, damai, dan sejahtera. Marilah kita saling menghargai satu sama lain demi Indonesia. 1. KATEGORI HUBUNGAN WARGA NEGARA DENGAN NEGARA Hubungan warga negara dengan negara dikategorikan sebagai : a. Hubungan yang bersift emosional. Dalam wujud hubungan warga negara dengan negara yang bersifat emosional , menumbuhkan nilai nilai pada setiap warga negara dalam dirinya suatu sikap berupa kebanggaan terhadap bangsa dan negara. Cinta akan negara dan bangsa dan rela berkorban untuk bangsa dan negara. b. Hubungan yang bersifat formal. Dalam wujud hubungan warga negara dengan negara yang bersifat formal, dibutuhkan seperangkat pengetahuan ilmu hukum, ketatanegaraan, sejarah perjuangan bangsa, administrasi negara dan ilmu politik yang membekali kesadaran hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Hubungan yang bersifat fungsional. Dalam wujud hubungan warga negara dengan negara yang bersifat fungsional, lebih banyak menggambarkan peran, fungsi dan pertisipasi warga negara dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. B. Teori Hubungan Warga Negara dan Negara 1.Pluralis Kaum pluralis berpandangan bahwa negara itu bagaikan sebuah arena tempat berbagai golongan dalam masyarakat berlaga. Masyarakat berfungsi memberi arah pada kebijakan yang diambil negara. Pandangan pluralis persis sebagaimana dikatakan Hobbes dan John Locke bahwa masyarakat itu mendahului negara. Mayarakat yang menciptakan negara dan bukan sebaliknya, sehingga secara normatif negara harus tunduk kepada masyarakat (Wibowo, 2000: 11-12). 2.Marxis Teori Marxis berpendapat bahwa negara adalah serangkaian institusi yang dipakai kaum borjuis untuk menjalankan kekuasaannya. Dari dengan teori pluralis. Kalau teori
pandangan ini, sangat jelas perbedaannya
pluralis melihat dominasi kekuasan pada warga negara,
sedangkan teori Marxis pada negara. Seorang tokoh Marxis dari Italia, Antonio Gramsci, yang memperkenalkan istilah „hegemoni‟ untuk menjelaskan bagaimana negara menjalankan
penindasan tetapi tanpa menyebabkan perasaan tertindas, bahkan negara dapat melakukan kontrol kepada masyarakat (Wibowo, 2000: 15).
3.Sintesis Pandangan yang menyatukan dua pandangan tersebut adalah teori strukturasi yang dikemukakan oleh Anthony Giddens. Ia melihat ada kata kunci untuk dua teori di atas yaitu struktur untuk teori Marxis dan agensi untuk Pluralis. Giddens berhasil mempertemukan dua kata kunci tersebut. Ia berpandangan bahwa antara struktur dan agensi harus dipandang sebagai dualitas (duality) yang selalu berdialektik, saling mempengaruhi dan berlangsung terus menerus. (Wibowo, 2000: 21). Untuk menyederhanakan pandangan Giddens ini saya mencoba mengganti istilah struktur sebagai negara dan agensi sebagai warga negara. Negara mempengaruhi warga negara dalam dua arti, yaitu memampukan ( enabling ) dan menghambat (constraining ). Bahasa digunakan oleh Giddens sebagai contoh. Bahasa harus dipelajari dengan susah payah dari aspek kosakata maupun gramatikanya. Keduanya merupakan rules yang benar-benar menghambat. Tetapi dengan menguasai bahasa ia dapat berkomunikasi kepada lawan bicara tanpa batas apapun. Contoh yang lebih konkrit adalah ketika kita mengurus KTP. Harus menyediakan waktu khusus untuk menemui negara (RT, RW, Dukuh, Lurah dan Camat) ini sangat menghambat, namun setelah mendapatkan KTP kita dapat melamar pekerjaan, memiliki SIM bahkan Paspor untuk pergi ke luar negeri (Wibowo, 2000, 21-22) Namun sebaliknya, agensi (warga negara) juga dapat mempengaruhi struktur, misalnya melalui demonstrasi, boikot, atau mengabaikan aturan. Istilah yang digunakan Giddens adalah dialectic control.
Oleh karena itu dalam teori strukturasi yang menjadi pusat perhatian bukan struktur, bukan pula agensi, melainkan social practice (Wibowo, 2000: 22). Tiga teori ini kalau digunakan untuk melihat hubungan negara dan warga negara dalam konteks hak dan kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945, maka lebih dekat dengan teori strukturasi. Meskipun dalam UUD 1945 tidak secara eksplisit menyebutkan hak negara, namun secara implisit terdapat dalam pasal-pasal tentang kewajiban warga negara. Negara memiliki hak untuk ditaati peraturannya dan hal itu terlihat dalam social practice-nya. Negara dan warga negara masing-masing memiliki hak dan kewajiban sesuai porsinya. Negara memiliki kewenangan untuk mengatur warga negaranya, namun warga negara juga memiliki fungsi kontrol terhadap negara. Contoh yang bisa menggambarkan situasi tersebut adalah kebijakan pemerintah untuk menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM). Beberapa kali pemerintah menaikkan BBM karena alasan pertimbangan menyelamatkan APBN, namun pada kesempatan lain atas desakan kuat dari masyarakat akhirnya kenaikan BBM dibatalkan. 3. Asas, Sifat, Wujud Hubungan Negara dan Warga Negara 1) Asas Hubungan Warga Negara dengan Negara Asas hubungan warga negara dengan negara ada 2 yaitu, asas demokrasi dan asas kekeluargaan. Asas demokrasi meliputi: 1.
Pancasila
2.
Pembukaan UUD 1945 alinea III dan IV
3.
UUD 1945
4.
Pasal 33 UUD 1945
Asas Kekeluargaan mencakup isi Batang Tubuh UUD 1945 dan Jiwa kekeluargaan dalam hukum adat dan pembangunan
2) Sifat Hubungan Warga Negara dengan Negara a) Hubungan yang bersifat hukum Hubungan hukum yang sederajat dan timbal balik, adalah sesuai dengan elemen atau ciri-ciri negara hukum Pancasila , yang meliputi : 1.
Keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas kerukunan
2.
Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan lembaga negara
3.
Prinsip fungsional yang proporsional antara kekuasaan lembaga negara
4.
Prinisp penyelesaian snegketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir.
5.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban (Hadjoen, 1987: 90)
Di dalam pelaksanaan hubungan hukum tersebut harus di sesuaikan juga dengan tujuan hukum di negara Pancasila yaitu “... Memelihara dan mengembangkan budi pekerti kemanusiaan serta cita-cita moral rakyat yang luhur berdasarkan ketuhanan yang maha esa” (Klili Rasjididan Arief Sidharta, 1988: 172). b) Hubungan yang bersifat politik
Kegiatan poliik (Peran politik) warga negara ldama bentuk partisipasi (mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan) dan dalam bentuk subyek (terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan) misalnya : Menerima perauran yang telah di tetapkan. Sifat hubungan politik antara warganegara dengan pemerintah di Indonesia yang berdasarkan kekeluargaan, akan dapat menunjang terwujudnya pengambilan keputusan politik secara musyawarah mufakat, sehingga kehidupan politik yang dinamis dalam kestabilan juga masih terwujud. 3)
Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara a) peran pasif, yakni merupakan kepatuhan terhadap peraturan perudnang-undangan yang
berlaku sebagai cermin dari seorang warga negara yang taat dan patuh kepada negara. Contoh : membayar pajak, menaati peraturan lalu lintas. b)
Peran aktif : yakni merupakan aktivitas warga negara untuk ikut serta mengambil bagian
dalam kehidupan bangsa dan negara Contoh : memberikan Hak suara pada saat pemilu c)
Peran positif : yakni merupakan aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan dari
negara / pemerintah sebagai konskeuensi dari fungsi pemerintah sebagai pelayanan umum (public service) Contoh : mendirikan lembaga sosial masyarakat LSM) d)
Peran Negatif, yakni merupakan aktivitas warga negara untuk menolak campr tangan
pemerintah dalma persoalan yang bersifat pribadi. Contoh : Kebebasan warga negara untuk memeluk ajaran agama yang diyakininya.
4. Hubungan Peranan Warga Negara dengan Demokrasi Politik Demokrasi merupakan sesuatu yang sangat penting, karena nilai yang terkandung di dalamnya sangat diperlukan sebagai acuan untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Demokrasi di pandang penting karena merupakan alat yang dapat di gunakan untuk mewujudkan kebaikan bersama atau masyarakat dan pemerintahannya yang baik ( good society and good goverment ). Nilai-nilai Demokrasi memang sangat menghargai martabat manusia, namun pilihan apakah demokrasi liberal atau demokrasi yang lain yang akan di terapkan hal ini tidak dapat lepas dari konteks masyarakat yang bersangkutan. Nilai-nilai demokrasi menurut Sigmund Neuman (Miriam Budiardjo, ed, 1980:156) adalah : Sebagai zoon politikon, Setiap generasi dan masyarakat harus menemukan alannya sendiri yang berguna untuk sampai kepada kekuasaan. Kebesaran domokrasi terletak dalam hal ia memberikan setiap hari kepada manusia untuk mempergunakan kebebasannya serta dapat memenuhi kewajiban sehingga menjadikan pribadi yang baik. Henry B Mayo mengajukan beberapa nilai demokrasi antara lain :
Menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela
Menjamin terjadinya perubahan secara damai
Pergantiaan penguasa dengan teratur
Penggunaan paksaan sedikit mungkin
Pengakuan terhadap nilai keanekaragaman
Menegakkan keadilan
DEMOKRASI POLITIK Literatur ilmu politik pada umumnya memberikan konsep dasar demokrasi. Apapun label yang di berikan kepadanya, Konsep demokrasi selalu merujuk pada pemerintahan oleh rakyat. Menurut Henry B Mayo Sistem politik yang demokratis ialah di mana kebijakan umum di tentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang di awasi oleh rakyat dalam pemilihanpemilihan berkala yang di dasarkan atas prinsip kesamaan politik dan di selenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Dalam pandangan Lyman Tower Sargent Prinsip-prinsip demokrasi meliputi :
Keterlibatan warga negara dalam perbuatan keputusan politik
Tingkat persamaan tertentu di antara warga Negara
Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang di akui dan di pakai oleh warga Negara.
Suatu sistem perwakilan.
Suatu sistem pemilihan kekuasaan masyarakat.
Dari berbagai pendapat di atas, tampak dua kata penting dalam prinsip demokrasi tersebut, adalah “persamaan” dan “kebebasan” atau “kemerdekaan”.
1. Persamaan Mengandung 5 ( lima ) ide yang terpisah dalam kombinasi yang berbeda yaitu persamaan politik di muka umum, kesempatan,ekonomi, sosial atau hak. 2. Kebebasan atau Kemerdekaan
Mengacu pada kemampuan bertindak tanpa pembatasan-pembatasan atau dengan pengengkangan yang terbatas pada cara-cara khusus tertentu “kemerdekaan” biasanya mengacu kepada kebebasan sosial dan politik. Sumber “hak” dapat bersifat alamiah ( hak asas ) dan yang berasal dari pemerintah ( hak sipil ). Hak-hak sipil antara lain mencakup : a). Hak untuk memilih/memberikan suara b). Kebebasan berbicara c). Kebebasan pers d). Kebebasan beragama e). Kebebasan bergerak f). Kebebasan berkumpul g). Kebebasan dari perlakuan sewenang-wenang oleh system politik atau hukum
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara seperti yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan: “Warga negara adalah Bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara”. Setiap negara berdaulat berwenang menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan
kelahiran,
asas
kewaraganegaraan
berdasarkan
perkawinan
dan
Asas
kewarganegaraan berdasarkan naturalisasi. Sebagai warga negara yang baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban kita dengan tertib. Hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 yang meliputi. a. Hak dan Kewajiban dalam Bidang Politik b. Hak dan Kewajiban dalam Bidang Sosial Budaya c. Hak dan Kewajiban dalam Bidang Hankam d. Hak dan Kewajiban dalam Bidang Ekonomi Sejumlah sifat dan karakter warga negara Indonesia adalah sebagai berikut: Memiliki rasa hormat dan tanggung jawab, bersikap kritis, melakukan diskusi dan dialog, bersikap terbuka, rasional, adil, jujur.