MANAJEMEN NYERI KANKER SERVIKS I.
Pendahuluan
Sampai Sampai saat ini kanker kanker serviks serviks / mulut mulut rahim rahim masih masih merupa merupakan kan masala masalah h kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kemati kematiann annya ya yang yang tinggi tinggi.. Keterla Keterlamba mbatan tan diagno diagnosis sis pada pada stadium stadium lanjut, lanjut, keadaa keadaan n umum yang lemah, status sosial yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis penderita. Kanker serviks adalah kanker kanker terbanyak terbanyak kelima kelima pada wanita diseluruh diseluruh dunia. Penyakit ini terbanyak terdapat pada wanita Amerika latin, Afrika, dan negara negara berkembang lainnya di Asia, termasuk Indonesia. Pada wanita wanita suriname keturunan !awa terdapat insiden yang lebih tinggi dibandingkan dengan keturunan etnis lainnya "#$. %i Indonesia diperkirakan ditemukan &' ribu kasus baru kanker serviks setiap tahunnya. (enurut data kanker berbasis patologi di #) pusat laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang )* +
"#$.
%iantara sekian banyak keluhan yang dialami oleh penderita kanker serviks yang paling mengganggu adalah nyeri. yeri adalah bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman hidup seorang wanita mulai dari menstruasi, nyeri saat melahirkan, dan penyakit yang berhubungan dengan kewanitaan seperti kanker ovarium atau servi-. Sumber dari nyeri seringkali berhubungan dengan fisik tapi dipengaruhi juga oleh faktor faktor psikologi, sosial dan budaya
"$.
Pada kanker serviks gambaran nyeri seara klasik disebabkan oleh massa yang ada didalam didalam pelvis pelvis dan limphadenophati. limphadenophati. Akhir akhir ini adanya pemberian terapi radiasi yang intensif pada daerah pelvis dan angka harapan hidup yang lebih lama menyebabkan menyebabkan meningkatny meningkatnyaa insiden insiden peritoneal carcinomatosi, carcinomatosi, metastase ke organ organ solid dan metastase ke tulang
"$.
Sehingga perlu dilakukan pembahasan untuk
menget mengetahu ahuii bagaim bagaimana ana melaku melakukan kan manajem manajemen en nyeri nyeri pada pada pasien pasien kanker kanker serviks serviks mengingat berkembangnya teknologi terapi kanker dan bertambahnya usia harapan hidup memunulkan masalah keluhan nyeri yang lebih komplek.
1
II.
Patofisiologi Ka Kanker Serviks
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daer daerah ah skuamo kolumner junction yaitu yaitu daerah daerah perali peralihan han mukos mukosaa vagina vagina dan mukosa mukosa kanali kanaliss servika servikalis. lis. Kanker Kanker seviks seviks uteri uteri adalah adalah tumor tumor ganas ganas primer primer yang yang berasal dari sel epitel skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh kead keadaa aan n yang ang dise disebu butt lesi lesi prak prakan anke kerr atau atau neopla neoplasia sia intrae intraepit pitel el serviks serviks "IS$. Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human infeksi Human Papilloma Virus Virus "0P1$ "0P1$ ")$. Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah #' tahun atau lebih. Seara histopatologi lesi preinvasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia "ringan, sedang dan berat$ menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. (eskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini berkembang menjadi invasif. 2esi preinvasif akan mengalami regresi seara spontan sebanyak ) )3+. 4entuk ringan "displasia ringan dan sedang$ mempunyai angka regresi yang tinggi. 5aktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu "KIS$ berkisar antara # 6 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah ) 6 ' tahun. Perluasan lesi di serviks dapat dapat menimb menimbulk ulkan an luka, luka, pertum pertumbuh buhan an yang yang eksofi eksofitik tik atau dapat dapat berinf berinfiltr iltrasi asi ke kanalis serviks. 2esi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria
")$.
4ila 4ila pembul pembuluh uh limfe limfe terkena terkena invasi invasi,, kanker kanker dapat dapat menyeb menyebar ar ke pembul pembuluh uh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obturator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. %ari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan paraaorta. Seara hematogen, tempat penyebaran terutama terutama adalah paruparu, paruparu, kelenjar kelenjar getah bening mediastinum mediastinum dan supravesikuler , tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak III. III.
",)$.
Meka Mekani nism smee Ner Nerii Kank Kanker er Serv Servik ikss
yeri pada kanker servi- yang telah umum diketahui disebabkan oleh adanya massa di dalam rongga pelvis, dan kanker di dalam rongga pelvis dapat menyebabkan nyeri nyeri viseral viseral,, nyeri nyeri somatik somatik dan nyeri nyeri neurop neuropati atik k
",&$.
yeri pada kanker servik
disebabkan disebabkan karena infiltrasi massa tumor tumor di jaringan sekitarnya, sekitarnya, bisa karena efek antineoplastik dari terapi kanker atau bisa juga disebabkan karena sesuatu yang tidak 2
berhubungan dengan kankernya sendiri seperti nyeri ditempat lain karena proses metastase "&,3,*$. !. Neri somatik
yeri somatik disebabkan rangsangan dari nosiseptor pada stuktur jaringan dan pembungkus, otot otot lurik, persendian, tulang, dan kumpulan saraf akibat langsung dari pembesaan tumor dan penyebaran kelenjar limfe
. (assa tumor
"$
menghasilkan dan merangsang produksi mediator mediator inflamasi setempat, menyebabkan rangsangan nosiseptor perifer yang terus menerus. Sumber lain dari nyeri somatik pada kanker servi- adalah adanya tulang yang fraktur, reaksi spasme dari otototot yang pembungkus pada jaringan yang rusak, nyeri akibat dari radioterapi ataupun kemoterapi kanker
"&$.
Kejadian nyeri somatik yang paling sering disebabkan karena metastase kanker ke tulang. yeri tulang bisa bersifat akut, kronik atau insidental berdasarkan penjalaran tumornya. 4iasanya sifat nyerinya tumpul, intensitasnya bervariasi, menyebabkan local tenderness, dan diperberat dengan pergerakan tubuh "&,3,*$. Mekanisme neri tulang "ada kanker
Pada kanker serviks yang sudah metestase ke tulang menunjukan manifestasi klinis yang sudah lanjut. Adanya lokasi nyeri yang atypial seharusnya memberikan perhatian kepada para dokter untuk menurigai bahwa metastasenya sudah jauh. Angka kejadian metastase ke tulang pada kanker serviks yang recurrent berkisar antara #3 + 8 + yang dilaporkan pada serial autopsi. Penyebaran yang paling banyak pada tulang belakang diikuti pelvis, tulang rusuk, dan e-trimitas
"$.
Pendesakan langsung tumor pada tulang atau perkembangan kanker yang sudah metastase didalam tulang bisa menyebabkan nyeri yang persisten. 9idak semua metastase di tulang menimbulkan nyeri, dan seringkali nyeri tidak relevan dengan temuan pada gambaran radiologi. Saraf saraf affernt nociceptive sebagian besar terkosentrasi pada periosteum, dimana sumsum tulang dan kortek kurang sensitif terhadap nyeri. 4eberapa mekanisme yang menyebabkan nyeri diantaranya tarikan pada periosteum yang diakibatkan ekspansi tumor, lokal mikrofractur yang menyebabkan distorsi tulang, kompresi saraf yang diakibatkan kerusakan pada vertebra atau karena desakan tumornya, dan dilepaskannya mediator mediator nyeri dari sumsum tulang
"&$.
yeri pada tulang berkorelasi dengan aktivitas osteoklastik . pada tulang yang normal aktivitas sel sel penyerapan tulang " osteoclast $ sebanding dengan aktivitas sel sel 3
pembentukan tulang " osteoblast $. Pada penyakit kanker metastases ada peningkatan dari aktivitas osteoclast . baik tumornya sendiri maupun faktor faktor humural, termasuk didalamnya prostaglandin, cytokines, growth factors, dan hormon paratiroid berperan dalam meningkatkan aktivitas osteolas dan bekerja seara lokal dalam merangsang nosiseptor. 5alaupun aktivitas osteolas meningkat, pembentukan tulang juga mengalami peningkatan. Sehingga terjadi peningkatan pergantian sel sel tulang, dimana tulang menjadi immatur dan kurang mengandung mineral sehingga rawan terjadinya peningkatan fraktur tulang
"&$.
#. Neri Viseral
Penyebab nyeri visera pada kanker serviks antara lain spasme otot otot polos pada organ berongga, distensi dari kapsul organ padat, inflamasi, iritasi kimiawi, tarikan atau terpluntirnya mesentarium, iskemia dan nekrosis, atau pendesakan tumor pada daerah pelvis dan presaral
"$.
yeri viseral biasanya sifatnya difuse dan tidak
bisa dilokalisir tempatnya, dan kadang kadang menjalar ke struktur organ non viseral sehingga membuat sumber nyerinya diketahui. yeri viseral juga sering dikaitkan dengan reflek autonomik seperti mual dan muntah
"&$.
%ata data penelitian menunjukan bahwasanya pada organ viseral dalam keadaan normal nociceptive afferent dalam keadaan : silent :. 4ila ada inflamsi lokal atau kerusakan jaringan, nociceptive afferent ini menjadi sensitive dan berespon terhadap rangsangan yang tidak menimbulkan nyeri sebelumnya. 9anda tanda klinis ini : inflamation induce sensitivity : sampai sekarang mekanismenya masih belum diketahui "&$. $. Neri Neuro"hati
2ebih dari *' + pasien dengan penyakit kanker malignansi pada daerah pelvis menginvasi trunkus saraf dan sarum sehingga menyebabkan nyeri neurophati. 0al ini dapat menyebabkan keluhan kehilangan rasa, causalgia, dan deafferentation. Saphner dan kawan kawan menemukan dalam penelitiannya dari *# pasien yang mengalami lumbosascral plexophathy yang disebabkan karena metastase kelenjar limfe retroperitoneal sebagian besar terjadi komplikasi neurologis pada pasien dengan kanker serviks stadium lanjut "$. Pada pasien kanker nyeri neurophatik periferal dapat disebabkan langsung oleh infiltrasi atau penekanan pada saraf oleh massa tumor atau seara tidak langsung karena terapi kanker seperti radioterapi dan kemoterapi " semisal vincristine $. yeri neurophati sifatnya spontan seperti terbakar, intermitten, tajam dan seperti di tusuk 4
tusuk, lancinating , dan meningkat respon nyerinya terhadap rangsangan nyeri " hiperalgesia $, dan nyeri bisa timbul walaupun dengan rangsangan yang tidak menimbulkan nyeri " allodenia $ "&$. Neri aki%at radiotera"i dan kemotera"i
Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan terapi, differential diagnosis utama untuk tipe nyeri neurophati adalah radiation induced plexopathy. yeri yang disebabkan karena radiasi jarang terjadi dalam waktu kurang dari satu tahun terapi, periode latennya bisa menapai beberapa tahun, gejala dan keluhan klinisnya berupa gangguan sensori dan motorik yang berkembang tiap bulannya, hasil rekaman elektromyographyc dilepaskannya myokymic, dan belum ditemukannya adanya efek massa mengarahkan kita kepada suatu diagnosa late onset dari radiation-induced plexopathy. 4eberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan neurotoxiciti perifer dan dikaitkan dengan terjadinya neurophati perifer akut maupun kronis, khususnya bila diberikan pada pasien dengan riwayat genetik atau mempunyai keenderungan neurophati "$. Neri as"ek "sikososial
5anita yang menderita kanker serviks menghadapi beberapa isu sulit diantaranya; kematian, ketidakberdayaan, ketergantungan dan terpisah dari keluarga, belum lagi dikaitkan dengan se-uality, feminimity dan isolasi sosial. Pada beberapa studi pada pasien dengan kanker serviks adanya disfungsi se-ual menjadi perhatian besar karena menyebabkan stess yang besar terutama pada masyarakat menengah ke bawah
. Pengetahuan dan pemahaman hubungan antara nyeri sosial dan physial
",7$
memunulkan perspektif baru pada isu sekitar peranan faktor sosial dan intervensi neurochemical terhadap nyeri. %ukungan sosial, perhatian terhadap pengawasan dan pemberdayaan serta perenanaan adalah faktor penentu yang sangat penting terhadap pengalamam individu terhadap nyeri. IV.
Evaluasi Neri Kanker Serviks
5
Penilaian neri&
Kegagalan dalam melakukan asesmen nyeri merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan ketidakberhasilan terapi. Asesmen seharusnya dilakukan ",*$; #. %ilakukan setelah terapi awal berdasarkan interval waktu yang reguler . Ada laporan terbaru tentang perkembangan nyerinya ). Ada interval waktu yang tepat setelah intervensi pharmakologi atau non farmakologi Identifikasi dari penyebab nyeri adalah sangat penting. %okter yang akan memberikan terapi pasien kanker seharusnya mengerti tentang pain syndrome pada kanker serviks. 9ujuan dari asesmen awal nyeri adalah untuk mengetahui karateristik patofisiologi nyeri dan menentukan intensitas nyeri serta pengaruh terhadap kemampuan pasien menjalankan fungsinya. Asesmen awal meliputi
",*$ ;
#. =iwayat penyakit yang detail . Pemeriksaan fisik yang lengkap ). Asesmen psyhososial &.
4eberapa klinisi mengklasifikasikan nyeri pada kanker servik sebagai berikut
.
">$
#. Pelvic pain ; pelvi reurrene, low lumbosaral ple-opathy, retal obstrution, pyometra, saral syndrome, burning perineum syndrome, malignant perineal pain, radiation ystitis, ryosurgery indue pain . Abdominal pain ; nodes, lumbosaral ple-opathy, 2# syndrome, bowel obstrution, malignant psoas syndrome, radiation enteritis ). eg pain ; lumbosaral ple-opathy, lymphoedema &. !ackache ; lumbosaral ple-opathy, hydronephrosis, paraaorti nodes, bone metastases
6
3. Pain at other sites ; brain metastase, bone metastase, brahial ple-opathy from supralaviular nodes, retrosternal pain due to mediastinal nodes, hemotherapy indued neuropathy, arthralgia, myalgia 4eberapa keluhan nyeri " pain syndrome $ yang sering munul dan sangat mengganggu pada pasien kanker serviks antara lain adalah; A. =etal obsrution ?btruksi rektum pada kanker servi- dapat disebabkan karena proses infiltrasi kanker didalam lumen rektum atau karena stenosi akibat dari radioterapi. 9anda tandanya diawali dengan kesulitan dan nyeri pada saat defekasi, merasakan buang kotoran yang tidak tuntas, keluarnya lendir dan terjadi konstipasi yang progresif. 4ila diameter lumen yang rigid kurang dari # m dianjurkan untuk dilakukan olostomi. 4. 2umbosaral ple-opathy Ple-us lumbal dibentuk oleh rami ventralis 2# sampai 2& dan berjalan sepanjang otot psoas paravetebral. Ple-us sakral dibentuk oleh 2&, 23, dan rami ventralis S#, S, S) yang dekat dengan sarosiati noth
.
">,8$
Prevalensi; Saphner at al menemukan komplikasi neurologis yang paling sering pada kanker serviks adalah malignant lumbosacral plexopathy yang disebabkan tekanan kelenjar limfe retroperitoneal. Plexopathi rendah " saraf 2& S#$ paling sering ditemukan sebanyak *&+, diikuti plexopathi tinggi " saraf 2# 2) $ sekitar >+ dan pan plexopathi sekitar >+ "8$. yeri ; nyeri merupakan keluhan yang paling sering dan terjadi sekitar 8*+. pada lumbosacral plexopathi rendah nyeri berlokasi pada daerah glutea dan perineum, atau menjalar ke bagian posterolateral dari paha dan kaki. Pada lumbosacral plexopathi tinggi nyeri dirasa pada daerah punggung, abdomen bawah, ginjal, krista iliaa atau bagian anterolateral paha. 9es straight leg raising tes dapat positif ">,8$. @ejala dan tanda neurologis ; pada penelitaan berseri yang dilakukan saphner gejala neurologis ditemukan hanya #'+ pasien tetapi berkembang bertahap seiring dengan berjalannya penyakit. Kelemahan motorik sekitar 3'+, rasa tebal atau kesemutan )+, dan inkontinensia sekitar >+. Sementara itu tanda tanda neurologis tidak menyeluruh yang bisa berupa kelemahan sensoris ringan, reflek motorik " dorsofleksi dan plantarfleksi $ yang asimetis yang sering ditemukan pada kaki, rasa tebal pada dorsal dan plantar medial kaki, kelemahan fleksi dari lutut, engkel dorsofleksi, dan inversi ">,8$.
7
@ambaran klinis berupa efek massa ; adanya massa tumor menyokong adanya lumbosacral plexopathi destruksi pada tulang belakang daerah lumbal atau sarum sekitar 3&+, ipsilateral hidronefrosis 7'+, edema tungkai ipsilateral &*+, Perbedaan gambaran dengan radiasi ple-opathi ; r adiasi ple-opathi jarang ditemui dan dibedakan dengan tidak adanya massa tumor, tanda dan gejalanya bilateral, penyakit dan survivalnya lebih lama, dan dominan adanya disfungsi motorik atau kelemahan dibandingkan dengan nyerinya. B. Saral syndrome Sakral sindrom dikaitkan dengan destruksi pada sakrum yang disebabkan karena proses infiltrasi tumor. 4iasanya sifat nyerinya berat, setempat menjalar ke glutea, perineum, dan bagian posterior paha. yeri diperberat dengan duduk atau tidur terlentang dan berkurang bila digunakan untuk berdiri atau berjalan. 4ila infiltrasi menjalar ke lateral hip rotator membuat tiap pergerakan sendi panggul sangat nyeri sekali, dan jika infitrasi tumor mengenai otot pyriformis membuat rotasi internal dari sendi panggul menjadi sangat nyeri juga "malignant pyriformis syndrome$. %. 2# Syndrome 4eberapa kelompok dengan lumbosacral plexopathi tinggi menunjukkan adanya parastesia yang terbatas pada abdominal bawah dan daerah inguinal, kehilangan sensoris yang bervariasi derajatnya dan tidak ditemukan keluhan motorik. Pada pemeriksaan B9 san ditemukan tumor yang berdekatan dengan vertebra 2# <. 4one metastase and epidural ompression 9idak seperti nyeri mekanik yg lainnya dimana nyeri pada tulang belakang biasanya membaik dengan istirahat, nyeri yang disebabkan oleh keganasan ataupun infeksi seringkali memburuk dengan duduk atau tidur terlentang. Pada saat malam hari kadang terjadi serangan nyeri berat, nyeri dirasa saat dilakukan penekanan pada tulang belakang merupakan tanda serius dari keganasan atau infeksi. yeri radikular dilaporkan sebanyak 8'+ pada kompresi lumbosaral epidural/ auda eCuina, kompresi spinal ord 78+ pada ervial dan 33+ pada thorakal. %an yang harus diatat nyeri radikular hanya dialami pada sebagian dari dermatom saja. Infiltrasi tumor ke ruang epidural dapat menyebabkan penekanan pada spinal cord dan cauda e"uina. gejala dari kompresi tersebut antara lain; kelemahan motorik, kehilangan sensoris, dan disfungsi spingter yang berjalan lambat sesuai perjalanan penyakitnya. Kompresi pada epidural dan spinal merupakan kondisi emergensi dan terapi yang diberikan biasanya hasilnya kurang bagus pada pasie n yang sudah tdk bisa 8
mobilisasi dan akan terjadi defisit neurologis epat atau sudah tidak sensitif lagi dengan radioterapi. D. (alignan psoas syndrome Kumpulan gejalanya berupa; nyeri pada saat paha ipsilateral difleksikan " psoas test positif $, nyeri neuropatik pada 2# sampai 2& " proximal lumbosacral neuropathy $, dan nyeri nosiseptif meliputi daerah pelvis, tulang punggung, pinggul atau paha. yeri juga menjalar ke selangkangan dan dinding perut bagian depan. @. (alignant perineal pain yeri berat pada daerah perineum mungkin juga tanda klinis awal adanya tumor yang recurrence. 9ipe nyerinya tumpul, konstan, diperberat dengan berdiri atau duduk " tension myalgia of the pelvix floor $. (ungkin dikaitkan karena spasme kandung kemih atau tenesmus. Asesmen neri visera
Sebagian besar nyeri viseral tidak bisa dilokalisir seara baik, Ini yang membuat nyeri viseral menjadi sulit untuk didiagnosa. Entuk alasan tersebut mungkin sulit untuk diterangkan, nyeri dapat episodik, dan membuat sangat sulit dibedakan diantara nyeri kolik dengan nyeri visera lainnya. 9erapi diagnostik seara trial dengan memberikan antispasmodik yg mungkin akan mengurangi atau menghilangkan keluhan koliknya V.
"$.
Mana'emen neri kanker serviks
yeri kanker dapat ditangani seara efektif dan sekitar >' 8' + pasien relatif berhasil dengan menggunakan pendekatan analgesic ladder dari 5orld 0ealth ?rganiFation " 50? $
"#'$ .
Pada penderita kanker serviks yang sudah stadium lanjut
dan mengalami keluhan nyeri yang komplek sangat diperlukan tatalaksana nyeri yang optimal, asesmen keluhan nyeri yang sistematis, dan pendekatan yang tepat untuk meningkatkan kwalitas hidupnya. yeri dengan tipe yang berbeda diterapi sesuai dengan jenis patofisiologinya dengan berbagai modalitas anti nyeri bergantung pada usia pasien, usia harapan hidup, ketersediaan modalitas anti nyeri yang invasif maupun non invasif, sumber daya pasien, komunitas, dan tenaga kesehatan
",),*$.
Pendekatan klinis yang direkomendasikan dengan penekanan fokus pada pasien antara lain "$;
9
#. 9anyakan tentang keluhan nyeri seara teratur. ilai nyeri dan keluhan yang terkait dgn nyerinya seara sistimatis dengan menggunakan perangkat penilaian yang mudah. . Peraya kepada pasien dan keluarganya tentang keluahan nyerinya dan apa yg membuat nyerinya berkurang. Pilihlah untuk mengontrol nyeri yang sesuai dengan pasien, keluarga, dan kondisi yang ada. ). (emberdayakan pasien dan keluarganya, yakinkan bahwa pasien dapat mengontrol sendiri terapi yang dijalani. %iskusikan tentang penanganan nyerinya dengan pasien dan keluarganya &. Pertimbangkan biaya untuk pengobatan dan prosedur intervensi yang akan direnanakan 3. Pemberian profilaksis anti konstipasi pada pasien yang mendapatkan terapi opioid *. 4ijaksana dalam memilih obat obatan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal dimana sering dijumpai pada pasien kanker serviks stadium lanjut 7. Sangat penting untuk memberikan dukungan psyhosoial yang adeCuat. %ukungan psyhosoial berupa; keberadaan relawan untuk membantu penderita, hubungan yang intensif dengan penderita, mewujudkan harapan dan keinginan penderita, dan pemberdayaan dari penderita kanker >. 2akukan diskusi dengan tim dokter untuk penatalaksanaan yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan multidisiplin. %alam
menggunakan
pedoman
analgesik
dari
50?
hendaknya
memperhatikan prinsip prinsip sebagai berikut; Prinsip dasar penggunaan obat obatan anti nyeri pasien kanker ",#'$ !y mouth Pemberian obat seara oral lebih baik selama pasien masih bisa menelan dan tidak ada obstruksi usus halus yang bermakna. Setiap regimen obat harus disesuaikan dengan kondisi tiap pasien. !y the clock Sebagian besar pasien kanker dengan keluhan nyeri membutuhkan jadwal yang teratur untuk menjaga supaya tetap tidak nyeri dan menegah nyeri menjadi memburuk. Pemberian
dosis
rescue
bila
terjadi
breakthrough
pain
seharusnya
selalu
dikombinasikan dengan dosis obat reguler yang diminum untuk mengontrol terjadinya serangan nyeri mendadak.
10
Penggunaan 50? ladder Penggunaan tiga langkah analgesik 50? memberikan ketegasan kepada klinis dalam menghadapi kondisi nyeri yang dikeluhkan pasien. !ika pasien mengeluhkan nyeri ringan bisa dimulai dengan pemberian regimen step # berupa aetaminophen atau SAI%. Pemberian SAI% sangat berguna untuk nyeri tulang atau ketika terjadi peritumor inflamasi. SIA% seharusnya diberikan seara hati hati pada pasien tua atau pada ganguan fungsi ginjal. !ika pasien tetap memburuk walaupun sudah diberikan dosis obat yang tepat pada step #, maka harus segera di ubah ke step atau ) sesuai indikasi. Sebagian besar pasien dengan nyeri kanker akan membutuhkan regimen obat step atau ). Gang tidak menyenangkan beberapa pasien dengan ple-opathy atau dengan distensi usus atau kolik tipe visera pain mungkin tidak respon baik dengan pemberian lewat oral dan diperlukan alternatif pemberian adjuvan atau tindakan intervensi seperti pemberian lewat epidural. Mene'emen neri %erdasarkan "atofisiologi neri kanker. A. Neri somatik kanker
yeri somatik disebabkan karena dilepaskannya mediator mediator inflamasi serta adanya proses pendesakan atau infiltrasi di jaringan sekitarnya khususnya tulang. yeri somatik yang paling dikeluhkan adalah nyeri tulang. Analgesi opioid yang sering digunakan sebagai dasar terapi kanker dapat memberikan analgesia yang adeCuat pada nyeri tulang yang sifatnya ringan sampai sedang. Entuk nyeri tulang yang resisten dengan pemberian opioid perlu dipertimbangkan adjuvant analgesi dan modalitas terapi lainnya. SAI% sangat berguna untuk nyeri tulang karena keluhan yang terjadi berhubungan dengan inflamasi setempat. SAI% bekerja pada enFim yloo-ygenase yang bekerja menghambat pembentukan prostaglandin dan mengurangi lokal edema dan prostaglandin-induce sensiti#ation "&$. 4isphosphonat makin dikenal digunakan dalam mengurangi nyeri tulang. 4isphosphonat bekerja selektif menghambat osteolasti resorbsi tulang dan mungkin memiliki efek anti inflamasi. Sehingga dapat digunakan bersama obat lain untuk meningkatkan efek analgesinya. Penelitan yang dilakukan seara =B9 pada pasien kanker payudara menunjukan pasien yang diberikan infus pamidronat dan bisphosponat menunjukan perbaikan keluhan nyeri tulangnya dan mengurangi komplikasi tulang seperti fraktur dan ompresi pada spinal ord
",&$.
Pilihan terapi lainnya untuk nyeri metastase tulang adalah radioterapi. %iperkirakan kerjanya dengan mengurangi inflamasi lokal dan mengeilkan massa 11
tumor. 4erkurangnya nyeri melalui radioterapi dapat sangat bervariasi waktunya. Pada pasien yang usia harapan hidupnya lebih dari # tahun dan bebas nyeri selama radioterapi akan mengalami nyeri kembali sekitar *'+. Pada kondisi tertentu radioisotop dapat bermanfaat, dan salah satu radioisotop yang spesifik untuk tulang adalah strontium>8
",&$ .
Kejadian nyeri saat melakukan gerakan sangat sulit utk
dikontrol. !ika terapi farmakologi dan radioterpi tidak mampu mengatasinya perlu dipertimbangkan dengan penggunaan intervensi, seperti patient ontrolled epidural analgesia " PB
yeri visera dapat ditangani dengan pemberian farmakologi dan pendekatan intervensi. Kombinasi SAI%, opioid, dan obat obatan adjuvant menjadi terapi farmakologi utama
"&$
. Ketika pemberian terapi farmakologi sudah tidak efektif atau
terbatasi karena efek samping obat, maka regional anestesi atau teknik intervensi menjadi pilihan. 9eknik teknik intervensi tersebut memberikan obat lokal anastesi, opioid, atau bahkan neurolyti agents pada saraf tulang belakang ataupun ple-us saraf organ viseral. 9ujuan dari teknik intervensi ini adalah untuk menghasilkan analgesia yang superior dan untuk menurunkan kebutuhan opioid.
"&$ .
%engan
menambahkan anastesi lokal pada opiod tersebut mampu memberikan penurunan nyeri sampai 8&+. Pelvi- pain yang disebabkan invasi tumor dapat dikontrol seara memuaskan dengan melakukan neurolysis pada ple-us hipogastrika superior, dan nyeri pada daerah perianal dapat dikontrol dengan melakukan neurolysis pada ganglion impar
"&,#&,#3$.
9eknik ablative neurosurgial kurang begitu digunakan
sebelumnya tapi untuk pasien dengan nyeri kanker unilateral yang refrakter tindakan perutaneus ordotomy mungkin masih berguna.
12
). Neri neuro"hati
"&,#3$.
4agian saraf perifer akan enderung kehilangan semua
reseptor opioid presynap. Ini kemungkinan menyebabkan penurunan bermakna dari kumpulan reseptor opioid di tingkat spinal, dan hal ini berperan serta menjadikan tidak sensitifnya opioid pada nyeri neurophati. 9ransmiter lain seperti holeystokinin " BBK $ juga berperan besar dalam mengatur sensitivitas opioid baik pada level spinal maupun supraspinal. Pemberian BBK ini dapat seara selektif menurunkan kerja analgesik dari morphin, dan pemberian antagonisnya yaitu BBK4 meningkatkan reseptor analgesia dari morphin. %an telah ditemukan bahwasanya BBK akan meningkat regulasinya setelah terjadinya kerusakan saraf atau pada neurophati "&$. yeri neurophati seara normal memberikan respon yang tidak baik terhadap opioid sistemik. 5alaupun tidak sentifnya sangat relatif, pemberian opioid dosis besar dapat menyebabkan intoleransi atau efek samping yang tidak diharapkan. Sebaliknya pemberian opioid intratheal menunjukan hasil yang lebih baik " dosedependent inhibition $ terhadap respon stimulus nyeri dan rangsangan Bfiber dibandingkan dengan rute pemberian seara sistemik "&$. !adi masalah respon opioid terhadap nyeri neurophati bukan hanya pada berkurangnya sensitifitasnya, tapi juga kegagalan dalam mengirimkan kosentrasi yang ukup tinggi dari sistemik ke spinal ord tanpa adanya efek samping yang berarti. Penghambat sodium hannel " loal anestheti, antiarhymi, dan obat antiepilepti $ berperan utama dalam terapi nyeri neurophati. Ada dua tipe sodium hannel yaitu yang sensitif dan yang tidak sensitif dengan tetrodoto-in. Sodium hannel yang sensitif dengan tetrodoto-in hampir berada pada semua neuron sensoris, sementara itu sodium hannel yang tidak sensitif terhadap tetrodoto-in hanya ditemukan pada neuron sensori nosisepsi yang berperan dalam patofisiologi nyeri. Setelah terjadinya kerusakan saraf, sensori afferent menunjukan letupan letupan yang disebabkan akumulasi dari sodium hannel pada saraf yang rusak maupun yg masih tidak rusak, khususnya dengan sodium hannel insensitif tetrodoto-in yang akan berpengaruh selanjutnya. Sodiun hannel saat ini yang tersedia tidak selektif, 13
sehingga penggunaannya sering kali munul efek efek yang tidak diinginkan seperti efek pada sistem saraf pusat dan kardiovasuler. Aktivitas simpatis pada nyeri neurophati juga terjadi peningkatan. Penanganan yang spesifik seperti blok simpatis, intravena regional guanethidine blok, atau
α
#
antagonis telah digunakan luas akhir akhir ini, tetapi evidene yang mendukung belum
banyak. Kehilangan regulasi
penghambat pada
tingkat dorsal
horn
menyebabkan terjadinya letupan spontan dari jalur nyeri nosiseptif. 9ingkat gamma aminobutyri aid " @A4A, sebagai penghambat transmiter di dorsal horn $ menjadi berkurang, dan reseptor @A4A pada dorsal horn regulasinya menurun. @abapentin, anti konvulsan adalah memiliki struktur seperti @A4A tetapi tidak bekerja di @A4A reseptor, telah menunjukan efikasinya untuk menangani nyeri neurophati dengan penyebab yang bervariasi "&,##,#$ . Antagonis (%A telah digunakan untuk menghilangkan windup pada level spinal. Ketamin adalah antagonis (%A bekerja sebagai analgesik kuat pada dosis subanastesi. 0al tersebut mungkin mengurangi hipersensitifitas di dorsal horn. Ketamin dan amantadine dapat mengurangi resistensi opioid untuk terapi nyeri neurophati pada pasien kanker
"&$.
A'uvan analgesik
Kortikosteroid Kortikosteroid telah diterima luas sebagai ajuvan dalam menangani nyeri kanker, terutama pada nyeri tulang, viseral, dan neurophati. 4anyak sekali nyeri pada kanker servi- disebabkan kaarena proses inflamasi sebagai penyebabnya dan kortikosteroid sangan berperan didalamnya. %ari beberapa trial penelitian dosis yang direkomendasikan sangat keil seperti de-amethason # mg atau prednisolon 3#' mg sekali atau dua kali perhari. Entuk memulai bisa diberikan dosis awal de-amethaso #' mg sekali perhari dilanjutkan dosis selanjutnya diturunkan bertahap sampai sampai menapai dosis minimal yang evektif "$. (eskipun sudah diterima seara luas penggunaan kortikosteroid dalam penanganan nyeri kanker tapi data yang ada masih belum ukup untuk bisa membuat sebuah panduan dosisnya
"$.
Peran "endekatan intervensional "ada neri kanker serviks
Pada tahun #8>*, 50? telah mengeluarkan panduan tatalaksan nyeri kanker yang dikenal dengan threestep ladder. Panduan tersebut memberikan pegangan para
14
klinisi dalam menangani nyeri kanker dan mampu memberikan keberhasilan sekitar >' 8'+ dan lebih dari 73+ adalah pasien kanker stadium terminal beberapa
masalah
ditemukan
dalam
penggunaan pedoman
"#',##$ .
tersebut,
9etapi seperti
penanganan nyeri tulang pada kanker metastasis, pasien tidak bisa intak oral atau transdermal. Kegagalan terapi meliputi tidak adeCuatnya dalam menurunkan nyeri atau munulnya intoleransi dan efek samping seperti tersedasi, mual dan muntah, konstipasi, dan kesadaran menurun
",##,#$ .
%alam hal ini pertimbangan untuk melangkah ke tahap "a Dourth step $ selanjutnya harus dipikirkan yaitu teknik intervensi. Seorang pain lini seringkali melakukan prosedur intervensi untuk menangani intractable pain dari kanker serviks. Pengetahuan dasar anatomi sangat diperlukan sebelum melakukan tindakan tersebut. Persarafan dari uterus dan serviks "$; #. Saraf dari uterus munul dari ple-us hypogastrika inferior, sebagian besar dari bagian anterior dan intermediet dikenal sebagai ple-us uterovaginal. Implus nyeri dari bagian atas uterus diteruskan melalui saraf 9## dan 9# dan dari serviks dan bagian bawah uterus melalui saraf di pelvis ke segmen spinal S, S), dan S&. . Serabut saraf parasimpatis dari saraf splanik pelvis " S& $, dan serabut simpatis yang berasal dari ple-us diatas. Serabut autonomik dari uterovaginal adalah vasomotor utama. 4eberapa teknik intervensi yang digunakan untuk menangani nyeri kanker serviks; !. Neurolytic sympathetic plexus block ( NSPB )
eurolyti sympatheti ple-us blok telah diusulkan untuk menegah berkembangnya nyeri dan memperbaiki kwalitas hidup pasien kanker, oleh karenanya beberapa klinisi menganjurkan melakukannya lebih awal
",#)$. !ilateral
percutaneus
neurolitic superior hypogastric plexus block dianjurkan untuk mengatasi nyeri paliatif pada kanker kandungan. 4ila dibandingkan keuntungan dan kerugiannnya SP4 seharusnya dipertimbangkan dilakukan lebih awal pada nyeri abdominopelvi khususnya bila nyeri persisten dan dan tidak adeCuat dengan terapi konfensional yang memadai. 4lok superior hipogastrika berguna untuk keluhan nyeri dari kanker serviks atau berbagai tipe nyeri dari pelvis keuali nyeri dari ovarium. Selain itu bisa dilakukan blok 5altherHs ganglion, ganglion tersebut merupakan ganglion simpatis yang berlokasi pada sarooygeal jution. eurolitik pada ganglion tersebut akan mampu mengontrol nyeri di perianal, rektum dan genital
"#),#&$.
15
#. Spinal / Epidural analgesia
Pengetahuan tentang ditemukannya reseptor mu opioid yang sangat berlimpah di dorsal horn pada spinal ord membuat 5ang dan rekannya tahun #878 menempatkan morphine didalam ruang subarahnoid untuk mengontrol nyeri kanker. Sejak saat itulah pengunaan jalur spinal untuk memasukan obat opioid menjadi sangat populer. Sejumlah obat selain opiod dioba dimasukan melalui ruang subarahnoid seperti anastesi lokal, spasmolitik, dan alpha adrenegik agonist. %an saat ini obat obat tersebut selain dimasukan di ruang subarahnoid juga bisa dimasukan di ruang epidural "##$. ?bat obat yang dimasukan lewat ruang subarahnoid dan ruang epidural memiliki perbedaan dalam mekanisme kerjanya. Karena jalur subarahnoid berhubungan langsung dengan spinal ord, sehingga dosis obat yang dibutuhkan sepersepuluh bila dibandingkan dengan pemberian melalui rute epidural. %osis ini berbeda dan tidak berlaku pada obat anestesi lokal, karena tergantung pada kosentrasi dan sejumlah volume untuk menapai target yang diharapakan. Alpha adrenegik agonist terdiri dari beberapa kelas bila diberikan via subarahnoid akan dapat mengurangi nyeri neurophati. ?bat semisal lonodin bekerja langsung pada reseptor alpha adrenegik agonist yang dapat menyebabkan hambatan transmisi nyeri sepanjang jalur adrenergik pada spinal ord. Sedikitnya ada satu penelitian yang telah menunjukan pemberian alpha adrenegik agonist via subarahnoid, tidak bekerja untuk mengatasi nyeri visera dan somatik tapi efektif untuk menterapi nyeri neurophati dengan menurunkan kebutuhan opioid dan memperbaiki keluhan nyeri pada pasien kanker terminal.
"##$.
Entuk terapi yang lebih lama pemberian obat via epidural maupun spinal dapat dilakukan penanaman kateter subkutan dan biasanya dihubungkan dengan pump khusus. Pemasangan implan ini sangat bergantung dari kondisi pasien, sumber dana dan kemampuan seorang pain lini. 4eberapa teknik / sistim pengiriman obat via intratheal "#,#3$ A. Simple percutaneus intrathecal catheter
9ermasuk teknik invasi yang sederhana dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang pendek. %apat digunakan sebagai trial bila akan dipasang implant, bila dengan simple perutaneus ini efektif maka bisa dipertimbangkan dengan
16
pemasangan implant atau bisa karena perkiraan harapan hidupnya tidak lama sehingga ukup dipasang yg bisa digunakan jangka pendek. (. Tunneled intrathecal cateter
Pemasangan dilakukan dikamar operasi dalam kondisi yang streril. bagian dorsal kateter ditanam subutan dengan jarak yang bervariasi, dan biasanya keluarnya pada dinding abdomen sebelah lateral. %engan kontrol infeksi yang ketat termasuk didalamnya filter antimikroba dan pengaman tempat keluar masuknya, sistem tunneled ini dapat digunakan dalam hitungan bulan sampai tahun. Keuntungan alat ini adalah pemasangannya relatif mudah, bisa dioperasikan oleh seorang hospie, dan menjadi evektif hanya dijalankan dengan tenaga yang terlatih minimal. ). Implantable drugdeli!ery systems ( I""S )
I%%S mengunakan pompa elektonik yang keil dan diprogram oleh komputer untuk mengantarkan obat ke ruang intratehal melalui kateter. Pompa diletakan subkutan di dinding perut bagian depan atau di glutea. ?bat didalam reservoir dapat diisi ulang via lubang tertentu dengan ara menginjeksikan jarum lewat kulit. keuntungan dari sistim ini adalah pasien bebas bergerak, pemeliharaannya mudah, dan resiko infeksinya lebih keil. Gang terbaru D%A Amerika merekomendasikan dengan penggunaan alat tertentu yang sistem kerjanya sama dengan patien ontrolled analgesia, dan patient therapy manager " P9( $ sehingga pasien dapat mengkontrol dosis bolus pada saat terjadi breakthrough pain sehingga meningkatkan kenyamanan pasien. $. #ertebroplasty and $yphoplasty
1ertebroplasty adalah teknik minival invasif " tidak melakukan irisan pada kulit hanya memasukan bone ement melalui jarum khusus dengan panduan florosopy pada vertebra yang ditarget $ yang dikerjakan seara rawat jalan dimana nyeri yang ditimbulkan disebabkan karena penekanan fraktur vertebra dan dapat di stabilisasi dengan menyuntikan bone cement polymethyl metacrylate " P((A $. Sementara itu kyphoplasty berbeda dalam hal apa yang diinjeksikannya, dilakukan dengan menoba memperbaiki ketinggian vertebra dengan ara menyuntikan balon intravertebra perutaneus. Seara teknik kyphoplasty lebih sulit, tidak nyaman bagi pasien dan relatif lebih mahal. Study meta analisis membandingkan antara vertebroplasty dengan kyphoplasty menunjukan penurunan nyeri lebih bermakna pada
17
kelompok vertebroplasty tapi memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya ektravasasi bone ement didalam anal spinalis. Indikasi; 1ertebroplasty atau kyphoplasty diindikasikan pada kondisi nyeri akut maupun subaut " * bulan $ karena fraktur patologis vertebra " disebabkan osteoporosis atau tumor $ tanpa adanya kelainan pada anal spinalis dan elemen didalamnya. Apabila ada fraktur yang disertai kelainan pada anal spinal yang aktual maupun potensial kelainan neurologis mungkin yeng terbaik dilakukan tindakan pembedahan dengan melakukan deompresi dan mungkin spinal fusion "#,#3$. Kontraindikasi; Kontraindikasi absolut 1ertebroplasty atau kyphoplasty adalah adanya fraktur stabil yang tanpa keluhan, efektif terhadap terapi farmakologis, terdapat osteomilitis di target vertebranya, kelainan pembekuan darah yang tidak bisa dikoreksi, allergi terhadap komponen yang digunakan, dan terjadi infeksi lokal maupun sistemik. Kontraindikasi relatif antara lain nyeri radikuler, atau sudah terjadi radiulophaty yang disebabkan karena sindrom kompresi yang tidak berkaitan dengan kolaps dari vertebra body, retropused fragmen J '+ kolaps kanan spinal, ekpansi tumor ke ruang epidural, kolaps vertebra body yang berat " vertebral plana $
"#,#3$.
VIII. Kesim"ulan
Pendekatan yang holistik didalam menangani nyeri kanker serviks merupakan kuni keberhasilan dalam menurunkan keluhan nyeri penderita kanker. Pengetahuan yang mendalam tentang patofisiologi dari nyeri kanker serviks sangat diperlukan untuk dapat menangani penderita kanker serviks terutama yang mengalami nyeri yang multipel. 9ipe dari nyeri kanker serviks bisa berupa nyeri somatik, visera, dan neurophati. 4isa bersifat akut, kronik dan kadang terjadi nyeri yang refrakter.
18
Referensi&
#. . Saikat %as, !enifer !eba, etall, Baner and 9reatment =elated Pain in Patient with Bervial Barinoma, Indian !ournal of Palliative Bare, 1ol ##, Page 7>>#, ''3 8. Saphner 9, @allion 00, 1an agell !=. eurologi ompliations of ervial aner. A review of *# ases. Baner #8>8*&;##&73# #'. 50?s Baner Pain 2adder for Adult, www.who.int/aner/paliative/painladder/en, '#& ##. =afael (iguel, Interventional 9reatment of Baner Pain; 9he Dourth Step in the 5orld 0ealth ?rganiFation Analgesi 2adder, (arh/April ''', 1ol 7, o #. Shane 4rogan, Sott !unkins, Interventional 9herapies for the (anagement of Baner Pain, 9he !ournalof Supportive ?nology, '#' >;338 #). %e ?liveria =, %as =eis, Prado 5A, 9he #&. 5aldman, Atlas of Interventional Pain (anagement, Bopyright #88>, page )>) #3. 5aldman, Pain (anagement, seond edition,
19
4A@IA A
MANAJEMEN NYERI KANKER SERVIKS
+,E-
dr %edi Susila SpAn PEM(IM(IN
Prof. %r.dr. any (. =ehatta, Sp.AnKIBK(
/I(A0AKAN SE(AAI SA,A- SA*1 *1AS PA/A PR+RAM PEN/I/IKAN /+K*ER S1(SPESIA,IS K+NS1,*AN MANAJEMEN NYERI 2AK1,*AS KE/+K*ERAN 1NIVERSI*AS -ASAN1//IN #3!4
20