Mata Kuning (Ikterus)
SKENARIO Seorang pria 20 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan mata berwarna kuning, demikian pula kulit diseluruh tubuh. Keadaan ini sudah berlangsung 1 minggu, disertai badan terasa lemah. Penderita juga mengeluh nafsu makan menurun dan kencing berwarna teh tua.
I. KLARIFIKASI KATA SULIT MATA KUNING
II. KATA KUNCI 1.
PRIA 20 TAHUN
2.
MATA DAN KULIT BERWARNA KUNING
3.
BERLANGSUNG SELAMA 1 MINGGU
4.
BADAN TERASA LEMAH
5.
NAFSU MAKAN MENURUN
6.
URIN BERWARNA TEH TUA
III.
PROBLEM THREE
1.
DEFINISI IKTERUS
2.
ANATOMI DAN HISTOLOGI HEPAR
3.
PATOMEKANISME HYPERBILIRUBINEMIA
4.
METABOLISME BILIRUBIN
5.
ANATOMI VESICA BILIARIS
IV.
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1.
Jelaskan definisi dari Ikterus?
2.
Bagaimana metabolisme bilirubin normal?
3.
Bagaimana struktur anatomi dan histologi tructus hepatobilier?
4. Bagaimana patomekanisme hyperbilirubinemia sehingga terjadi ikterus? 5.
Mengapa pasien ikterus urinnya berwarna teh tua?
V.
1.
JAWABAN PERTANYAAN
Ikterus / Jaundice Adalah :
Ø Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh yang menyebabkan warna kuning pada jaringan yang disebabkan oleh kelebihan kadar bilirubin di dalam plasma dan cairan ekstra seluler. Ø Dapat dideteksi pada membran mukosa dan sklera (bagian mata yang putih), kulit atau kemih yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 sampai 3 mg/100 ml. Ø Kadar bilirubin plasma 1,8 mg/dl ( Normal 0,2-0,9 mg/dl)
Penyebab Terjadinya Ikterus
* Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik.
Klasifikasi :
* Penyebab ikterus/jaundice pada kondisi Prehepatic : Hemolisis yang meningkat karena peningkatan jumlah Hb pada darah akibat eritropoiesis yang tidak efektif dan keadaan setelah transfuse darah. * Penyebab ikterus/jaundice pada kondisi Intrahepatic: Hepatitis virus akut, Sirosis
* Penyebab ikterus/jaundice pada kondisi PostHepatik : obstruksi saluran empedu yang dapat disebabkan oleh batu empedu, dan tumor.
Jaundice dibedakan berdasarkan:
*
Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi (Acholuric) disebabkan oleh
·
peningkatan produksi bilirubin dari proses hemolisis.
·
Penurunan fungsi hepatic (hepatic removal)
* Hiperbilirubinemia terkonjugasi disebabkan oleh isolasi abnormal, hepatitis (virus, obat, toksin, dan metabolic), sirosis, dan infiltrasi disorder.
Ket: Hiperbilirubinemia terkonjugasi dibedakan menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik. 2.
METABOLISME BILIRUBIN NORMAL
Sekitar 80 % - 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem monosit- makrofag. Massa hidup rata rata eritrosit 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250 – 350 mg bilirubin. Sekitar 15 – 20 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dari sumsum tulang ( hematopoiesis tak efektif ) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati. Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi pada limpa), globin mulamula dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi beliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumindalam suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah : ambilan, konjugasi, dan ekskresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh enzim
glukoronil transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine. Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transpor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresikan ke dalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerisasi. Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilnogen. Zat – zat ini yang menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10 hingga 20% urobinilogen mengalami siklus interohipatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urine.
GAMBAR : Metabolisme bilirubin normal
PEMBENTUKAN BILIRUBIN BERLEBIHAN Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikteus yang timbul sering disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini dapat meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta berwarna kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskrsikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan eksresi dalam feses dan urin. Urin dan feses berwarna lebbih gelap. Beberapa penyebab lazim ikterus hemoltik adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam serum (inkompatibilitas Rh atau tranfusi atau akibat penyakit auto imun), pemberian beberapa obat dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoisis yang tidak efektif. Proses ini meningkatkan destruksi eritrosit atau prekursornya dalam sum – sum tulang (talasemia, anemia pernisiosa dan porfiria). Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin yang berlebihan yan berlangsung
kronis dapat menyeabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung sejumlah besar bilirubin diluar itu hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan. Pengobatan langsung ditunjukkan untuk memperbaiki penyakit hemolitik.
Anatomi Hati Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari system porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari system porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus. System porta terletak didepan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relative sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis.
Gambar: Anatomi hati
Histologi Hati Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi kurana lebih 60% sel hati,sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel epithelial system empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel kuffer dan sel stellatayang berbentuk seperti bintang. Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari efferent vena hepatica dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica dan vena porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan
terhadap kerusakan asinus. Membrane hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan petunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengn sebelahnya. Sinusoid hati memiliki lapisan endothelial endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang disse (ruang sinusoida). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding inusoid adalah sel fagositik. Sel Kuffer yang merupakan bagian penting sistem retikuloendothellial dan sel stellata disebut sel itu, limposit atau perisit. Yang memiliki aktifitas miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah. Sinosoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hati. Peningkatan aktifitas sel-sel stellata tampaknya merupakan faktor kunci dalam pembentukan jaringan fibrotik di dalam hati.
GAMBAR: Histologi Hepatobilier
GAMBAR: Hepatik Lobule Cross Section
Patomekanisme hyperbilirubinemia sehingga terjadi ikterus. a. pembentukkan bilirubin yang berlebihan peningkatan kecepatan desktruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan blirubin yang berlebihan. Ikterus yang sering timbul disebut ikterus hemolitik. Konyugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonyugasi melampaui kemampuan hati. b. Gangguan Pengambilan Bilirubin pengambilan bilirubin yang tak terkonyugasi yang terikat albumin oleh sel-sel hati dilakukan dengan cara memisahkannya albumin dan mengikatkannya pada protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati: asam flavaspidat(di pakai untuk mengobati cacing pita),novobiosin, dan beberapa zat pewarna kolesisfografik. Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab dihentikan.
c. Gangguan Konyugasi Bilirubin hiperbilirubinemia yang tak terkonyugasi yang berlebihan ( < 12,9 mg/ 100 mL) yang mulai terjadi pada hari kedua sampe kelima lahir disebut ikterus fisiologis pada neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu kedua, dan setelah itu ikterus biasa.
GAMBAR: Mekanisme Bilirubin sehingga terjadi ikterus Warna Kencing Kuning Seperti Air Teh..... Warna air kencing yang normal adalah kuning cerah, warna ini disebabkan oleh karena zat yang bernama Bilirubin, apabila kencing berwarna kuning tua seperti air teh, harus dicurigai adanya gangguan pada metabolisme bilirubin tadi. Keadaan ini disebut sebagai Jaundice / Ikterus yaitu keadaan dimana kadar bilirubin didalam darah meningkat melebihi kadar normal. Kondisi ini ditandai dengan warna kulit yang menguning, putih mata (Sclera) menguning, dan kencing berwarna coklat tadi. Bisa juga kencing berwarna seperti teh padahal minum air putih banyak, biasanya keadaan ini terjadi akibat mengonsumsi zat karoten berlebihan (zat ini paling banyak terkandung dalam buah tomat dan wortel), kulit juga bisa menguning tetapi untuk membedakannya dengan ikterus bisa dengan melihat putih matanya (sclera), karena putih matanya tetap putih. Warna kuning agak tua bisa juga diakibatkan meminum vitamin B kompleks, tetapi kuningnya agak terang dan muda dibandingkan ikterus.
Apakah ikterus ini sama dengan penyakit kuning yang sering disebut masyarakat itu ? Memang yang dimaksud sakit kuning yaitu ikterus tadi (penyakit pada organ hati atau sakit liver ). Sedangkan menurut opini masyarakat, sakit liver adalah penyakit hatiyang sudah berat atau tingkat akhir.
Kadar bilirubin yang meningkat dapat disebabkan oleh karena produksi yang meningkat (pada keadaan dimana pemecahan sel darah merah/erytrocite yang berlebihan), adanya gangguan fungsi hati, dan gangguan pengeluaran bilirubin. Penyebab paling banyak adalah gangguan fungsi hati contohnya Hepatitis, Sirosis hati, Perlemakan hati, Kanker hati, dan gangguan lainnya. Penyebab lainnya adalah sumbatan pada saluran empedu (bisa oleh batu
atau tumor), sehingga bilirubin tidak bisa keluar dan mengakibatkan kadar bilirubin meningkat. Hepatitis adalah penyebab terbanyak ikterus/jaundice. Hepatitis sendiri adalah keadaan peradangan pada hati yang dapat disebabkan oleh berbagai hal. Misalnya infeksi virus, keracunan obat, dan alkohol. Peradangan ini membuat fungsi hati menurun dan salah satu akibatnya adalahjaundice.
KESIMPULAN Ikterus/jaundice adalah Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh yang menyebabkan warna kuning pada jaringan yang disebabkan oleh kelebihan kadar bilirubin di dalam plasma dan cairan ekstra seluler. Dapat dideteksi pada membran mukosa dan sklera (bagian mata yang putih), kulit atau kemih yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 sampai 3 mg/100 ml. Kadar bilirubin plasma 1,8 mg/dl ( Normal 0,2-0,9 mg/dl). Organ yang terlibat di antaranya: ü Hepar ü Vesica fellea
Mekanisme Ikterus terdiri dari 3 fase: ü Prehepatik ü Interhepatik ü Poshhepatik Urin penderita ikterus berwarna teh tua karena adanya gangguan pada metabolisme bilirubin, dimana kadar bilirubin dalam darah meningkat melebihi kadar normal.
DAFTAR PUSTAKA 1. Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2. Anderson sylvia price, dkk. 2005. Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Guyton dan Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4.
www.wikipedia.ogr
5. Ganong, W.F. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 6. Grant Metode Anatomi berorientasi Pada Klinik. John V. Basmajian & Charles E. Slonecker. Ed. 11. jilid 1. FKUI. 7. Kaplain, Lee M, dkk.2000. Prinsip-primsip Ilmu Penyakit Dalam. H.A, Ahmad, eds. EGC : Jakarta 8. Price Sylvia. A, dkk. 2005. Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 9. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.