Materi Basic Life Support (BLS)
2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kejadian serangan jantung maupun kecalakan sangat meningkat khususnya dinegara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan Survai Kesehatan Rumah Sakit (SKRT) serangan jantung (heart attack) attack) merupakan urutan kedua yang menyebabkan kematian dan kecelakaan merupakan urutan yang ketiga penyebab kematian di Indonesia. Basic Life Support (BLS) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam jiwa. Di luar negeri BLS/BHD ini sebenarnya sudah banyak diajarkan pada orang-orang awam atau orang-orang awam khusus, namun sepertinya hal ini masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia. Basic Life Support merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa dan atau alat gerak
.
Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fa tal bagi korban dan mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada a da asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban.Oleh karena itu GOLDEN G OLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10 menit.Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan.Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil.Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang mengalami mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru (RJP).
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kejadian serangan jantung maupun kecalakan sangat meningkat khususnya dinegara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan Survai Kesehatan Rumah Sakit (SKRT) serangan jantung (heart attack) attack) merupakan urutan kedua yang menyebabkan kematian dan kecelakaan merupakan urutan yang ketiga penyebab kematian di Indonesia. Basic Life Support (BLS) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam jiwa. Di luar negeri BLS/BHD ini sebenarnya sudah banyak diajarkan pada orang-orang awam atau orang-orang awam khusus, namun sepertinya hal ini masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia. Basic Life Support merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa dan atau alat gerak
.
Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fa tal bagi korban dan mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada a da asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban.Oleh karena itu GOLDEN G OLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10 menit.Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan.Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil.Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang mengalami mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru (RJP).
1
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest). arrest) . Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase :bantuan hidup dasar, bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama. Namun pada pembahasan kali ini lebih difokuskan pada Bantuan Hidup Dasar.
2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Bantuan Hidup Dasar ( Basic Life Support , disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian. Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik ABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)yaitu : 1) A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka 2) B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat 3) C (Circulation) :Mengadakan sirkulasi buatan dengan keompresi jantung paru. Pada tanggal 18 Oktober 2010, AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) yang sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway– Breathing – Circulation)sekarang menjadi C-A-B (Circulation – Airway – Breathing). 2.2 Indikasi
Basic life support (BLS) dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan sebagai berikut : 1) Henti nafas (respiratory arrest) Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari korban / pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan : a. Tenggelam b. Stroke c. Obstruksi jalan napas d. Epiglotitis e. Overdosis obat-obatan f. Tersengat listrik g. Infark miokard h. Tersambar petir i. Koma akibat berbagai macam kasus
3
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung. 2) Henti jantung (cardiac arrest) Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung. Penyebab henti jantung adalah : 1)
2)
Cardiac
a)
Penyakit Jantung Koroner
b)
Aritmia
c)
Kelainan Katup Jantung
d)
Tamponade jantung
e)
Pecahnya Aorta
Extra - Cardiac
a)
Sumbatan Jalan Nafas
b)
Gagal nafas
c)
Gangguan Elektrolit
d)
Syok
e)
Overdosis Obat
f)
Keracunan
2.3 Tujuan
Tindakan Basic life support (BLS) memiliki berbagai macam tujuan, diantaranya yaitu: 1)
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ – organ vital (otak, jantung dan paru)
2)
Mempertahankan hidup dan mencegah kematian
3)
Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan
4)
Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban
5)
Melindungi orang yang tidak sadar
6)
Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
4
7)
Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
2.4 Perbedaan BLS Menurut AHA Tahun 2005 dan AHA Tahun 2010
Tanggal 18 oktober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation – Airway – Breathing).Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi.Perubahan tersebut ti dak berlaku pada neonatus. Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung.Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-lain. Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulasi darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti prosedur yang lama. AHA selalu mengadakan review “guidelines” CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2. Dengan
perubahan
ini
AHA
merekomendasikan
agar
segera
mensosialisasikan perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan RJP
5
2010. Fokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi dada.Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010. 1)
Bukan lagi ABC, melainkan CAB
AHA 2010 (new) “A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend the initiation of chest compression before ventilation.”
AHA 2005 (old) “The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking for normal breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by cycles of 30 chest compressions and 2 breaths.” Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC:
Airway, Breathing, Circulation (Chest Compression) yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan kompresi dada. Pada saat ini, prioritas utama adalah Circulation baru setelah itu tatalaksana difokuskan pada Airway dan selanjutnya Breathing. Satu-satunya pengecualian adalah hanya untuk bayi baru lahir (neonatus), karena penyebab tersering pada bayi baru lahir yang tidak sadarkan diri dan tidak bernafas adalah karena masalah jalan nafas (asfiksia). Sedangkan untuk yang lainnya, termasuk RJP pada bayi, anak, ataupun orang dewasa biasanya adalah masalah Circulation kecuali bila kita menyaksikan sendiri korban tidak sadarkan diri karena masalah selain Circulation harus menerima kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas. 2)
Tidakada lagi Look, Listen, and Feel
AHA 2010 (new) “Look, listen, and feel for breathing was removed from the sequence for assessment of breathing after opening the airway. The healthcare provider briefly checks for breathing when checking responsiveness to detect signs of cardiac arrest. After delivery of 30 compressions, the home rescuer opens the victim’s airway and delivers 2 breaths.”
AHA 2005 (old) “Look, listen, and feel for breathing was used to assess breathing after the airway was opened.”
6
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah Bertindak bukan Menilai.Telepon ambulan segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan baik (gasping). Percayalah pada nyali Anda. Jika Anda mencoba menilai korban bernapas atau tidak dengan mendekatkan pipi Anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban tidak bernafas dan tindakan look listen and feel ini hanya akan menghabiskan waktu. 3)
Tidak adalagi Resque Breath
AHA 2010 (new) “Beginning CPR with 30 compressions rather than 2 ventilations leads to a shorter delay to first compression” Resque breath adalah tindakan pemberian napas buatan sebanyak dua kali
setelah kita mengetahui bahwa korban henti napas (setelah Look, Listen, and Feel). Pada AHA 2010, hal ini sudah dihilangkan karena terbukti menyita waktu yang cukup banyak sehingga terjadi penundaan pemberian kompresi dada. 4)
Kompresi dada lebih dalam lagi
AHA 2010 (new) “The adult sternum should be depressed at least 2 inches (5 cm)”
AHA 2005 (old) “The adult sternum should be depressed 11/2 to 2 inches (approximately 4 to 5 cm).” Pada pedoman RJP sebelumnya, kedalaman kompresi dada adalah 1 ½– 2
inchi (4–5 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk melakukan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inchi (5 cm). 5)
Kompresi dada lebih cepat lagi
AHA 2010 (new) “It is reasonable for lay rescuers and healthcare providers to perform chest compressions at a rate of at least 100x/min.”
AHA 2005 (old) “Compress at a rate of about 100x/min.” AHA mengganti redaksi kalimat disini sebelumnya tertulis: tekan dada
sekitar 100 kompresi/ menit. Sekarang AHA merekomendasikan kita untuk
7
kompresi dada minimal 100 kompresi/ menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik. 6)
Hands only CPR AHA 2010 (new)
“Hands-Only (compression-only) bystander CPR substantially improves survival following adult out-of-hospital cardiac arrests compared with no bystander CPR.” AHA mendorong RJP seperti ini pada tahun 2008. Dan pada pedoman tahun 2010 pun AHA masuh menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands Only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan terbesar adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan dewasa? AHA memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini, namun ada saran sederhana disini: berikan Hands Only CPR, karena berbuat sesuatu lebih baik daripada tidak berbuat sama sekali. 7)
Pengaktivasian Emergency Response System (ERS)
AHA 2010 (new) “Check for response while looking at the patient to determine if breathing is absent or not normal. Suspect cardiac arrest if victim is not breathing or only gasping.”
AHA 2005 (old) “Activated the emergency response system after finding an unresponsive victim, then returned to the victim and opened the airway and checked for breathing or abnormal breathing.” Pada pedoman AHA yang baru, pengaktivasian ERS seperti meminta
pertolongan orang di sekitar, menelepon ambulans, ataupun menyuruh orang untuk memanggil bantuan tetap menjadi prioritas, akan tetapi sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesadaran dan ada tidaknya henti nafas (terlihat tidak ada nafas/ gasping) secara simultan dan cepat.
8
8)
Jangan berhenti kompresi dada
AHA 2010 (new) “The preponderance of efficacy data suggests that limiting the frequency and duration of interruptions in chest compressions may improve clinically meaningful outcomes in cardiac arrest patients.” Setiap penghentian kompresi dada berarti menghentikan aliran darah ke otak
yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama.Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalurkan darah kembali. AHA menghendaki kita untuk terus melakukan kompresi selama kita bisa atau sampai alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung korban. Jika sudah tiba waktunya untuk pernapasan dari mulut ke mulut, lakukan segera dan segera kembali melakukan kompresi dada. Prinsip Push Hard, Push Fast, Allow complete chest recoil, and Minimize Interruption masih ditekankan disini. Ditambahkan dengan Avoiding excessive ventilation. 9)
Tidak dianjurkan lagi Cricoid Pressure
AHA 2010 (new) “The routine use of cicoid pressure in cardiac arrest is not recommended.”
AHA 2005 (old) “Cricoid pressure should be used only if the victim is deeply unconscious, and it usually requires a third rescuer not involved in rescue breaths or compressions.” Cricoid pressure dapat menghambat atau mencegah pemasangan jalan nafas
yang lebih adekuat dan ternyata aspirasi tetap dapat terjadi walaupun sudah dilakukan cricoid pressure. Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan tulang rawan krikoid yang dilakukan pada korban dengan tingkat kesadaran sangat rendah, hal ini pada pedoman AHA 2005 diyakini dapat mencegah terjadinya aspirasi dan hanya boleh dilakukan bila terdapat penolong ketiga yang tidak terlibat dalam pemberian nafas buatan ataupun kompresi dada.
9
10) Pemberian Precordial Thump
AHA 2010 (new) “The precordial thump should not be used for unwitnessed out-of-hospital cardiac arrest. The precordial thump may be considered for patients with witnessed, monitored, unstable VT (including pulseless VT) if a defibrillator is not immediately ready for use, but it should not delay CPR and shock delivery.”
AHA 2005 (old) “No recommendation was provided previously.” Pada
beberapa
kasus
dilaporkan
bahwa
precordial
thump
dapat
mengembalikan irama ventricular tachyarrhytmias ke irama sinus. Akan tetapi pada sejumlah besar kasus lainnya, precordial thump tidak berhasil mengembalikan korban dengan ventricular fibrillation ke irama sinus atau kondisi Return of Spontaneous Circulation (ROSC). Kemudian terdapat banyak laporan yang menyebutkan terjadinya komplikasi akibat pemberian precordial thump seperti fraktur sternum, osteomyelitis, stroke, dan bahkan bisa mencetuskan aritmia yang ganas pada korban dewasa dan anak-anak. Pemberian precordial thump boleh dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien dengan VT yang disaksikan, termonitor, tidak stabil, dan bila defibrilator tidak dapat disediakan dengan segera. Dan yang paling penting adalah precordial thump tidak boleh menunda pemberian RJP atau defibrilasi. Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adal ah : 1)
Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation).
2)
Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih
10
awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik). 3)
Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada. Penggunaan Sistem ABC Saat ini :
1.
Pada korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat.
2.
Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.
2.5 Ketepatan Waktu Pelaksanaan BLS
Kemungkinan keberhasilan dalam penyelamatan bila terjadi henti nafas dan henti jantung: Keterlambatan
Kemungkinan berhasil
1 Menit
98 dari 100
2 Menit
50 dari 100
10 Menit
1
dari 100
11
2.6 Langkah-Langkah RJP 2.6.1 Langkah – Langkah RJP Dewasa 1 Orang 1. Langkah 1 : Evaluasi Respon Korban
Periksa dan tentukan dengancepat bagaimana respon korban. Memeriksa keadaan pasien tanpa teknik Look Listen and Feel . Penolong harus menepuk atau mengguncang korban dengan hati – hati pada bahunya dan bertanya dengan keras : “Halo! Bapak/Ibu/Mas/Mbak! Apakah anda baik – baik saja?”.
Gambar 2.1 Mengevaluasi Respon Korban Hindari mengguncang korban dengan kasar karena dapat menyebabkan cedera. Juga hindari pergerakan yang tidak perlu bila ada cedera kepala dan leher. Jika korban tidak berespon, berarti korban tidak sadar. Korban tidak sadar mungkin karena : 1)
Sumbatan jalan nafas karena makanan, sekret, atau lidah yang jatuh ke belakang.
2)
Henti nafas
3)
Henti jantung, yang umumnya disebabkan serangan jantung
2.
Langkah 2 : Mengaktifkan Emergency Medical Services (EMS)
Jika korban tidak berespon, panggil bantuan dan segera hubungi ambulan 118.
Gambar 2.2 Memanggil bantuan Penolong harus segera mengaktifkan EMS setelah dia memastikan korban tidak sadar dan membutuhkan pertolongan medis.
12
Jika terdapat orang lain di sekitar penolong, minta dia untuk melakukan panggilan. Saat menghubungi EMS sebutkan : (1) Lokasi korban (2) Nomor telepon yang bisa di hubungi (3) Apa yang terjadi (misalnya serangan jantung / tidak sadar) (4) Jumlah korban (5) Dibutuhkan ambulan segera (6) Tutup telepon setelah diinstruksikan oleh petugas. 3.
Langkah 3 : Memposisikan Korban
Korban harus dibaringkan di atas permukaan yang keras dan datar agar RJP efektif. Jika korban menelungkup atau menghadap ke samping, posisikan korban terlentang. Perhatikan agar kepala, leher dan tubuh tersangga, dan balikkan secara simultan saat merubah posisi korban.
Gambar 2.2 Memposisikan pasien 4.
Langkah 4 : Evaluasi Nadi / Tanda – Tanda Sirkulasi
1)
Berikan posisi head tilt, tentukan letak jakun atau bagian tengah tenggorokan korban dengan jari telunjuk dan tengah.
2)
Geser jari anda ke cekungan di sisi leher yang terdekat dengan anda (Lokasi nadi karotis)
3)
Tekan dan raba dengan hati-hati nadi karotis selama 10 detik, dan perhatikan tanda-tanda sirkulasi (kesadaran, gerakan, pernafasan, atau batuk)
4)
Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada
13
Gambar 2.3 Memposisikan pasien Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban. Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik. 5.
Langkah 5 : Menentukan Posisi Tangan Pada Kompresi Dada
Teknik kompresi dada terdiri dari tekanan ritmis berseri pada pertengahan bawah sternum (tulang dada). Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk kompresi dada : 1)
Pertahankan posisi heat tilt, telusuri batas bawah tulang iga dengan jari tengah sampai ke ujung sternum
Gambar 2.4 menentukan batas bawah sternum dengan jari tengah sampai ke ujung sternum 2)
Letakkan jari telunjuk di sebaah jari tengah
Gambar 2.5 meletakkan jari telunjuk di sebaah jari tengah
14
3)
Letakkan tumit telapak tangan di sebalah jari telunjuk
Gambar 2.5 meletakkan tumit telapak tangan di sebalah jari telunjuk 6.
Langkah 6 : Kompresi Dada
Teknik kompresi dada terdiri dari tekanan ritmis berseri pada pertengahan bawah sternum (tulang dada). Untuk posisi, petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur. Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk kompresi dada : 1)
Angkat jari telunjuk dan jari tengah
2)
Letakkan tumit tangan yang lain di atas tangan yang menempel di sternum.
Gambar 2.6 meletakkan tumit telapak tangan sternum 3)
Kaitkan jari tangan yang di atas pada tangan yang menempel sternum, jari tangan yang menempel sternum tidak boleh menyentuh diniding dada
4)
Luruskan dan kunci kedua siku
5)
Bahu penolong di atas dada korban
6)
Gunakan berat badan untuk menekan dada selama 5 cm
15
Gambar 2.7 Posisi tangan untuk melakukan RJP/CPR 7)
Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik)
8)
Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit. Hitung kompresi : 1,2,3,4,5 1,2,3,4,10 1,2,3,4,15 1,2,3,4,20, 1,2,3,4,25, 1,2,3,4,30,
9)
Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit.
10) Rasio kompresi dan ventilasi adalah 30 kompresi : 2 ventilasi 11) Jangan mengangkat tangan dari sternum untuk mempertahankan posisi yang tepat 12) Jangan menghentak selama kompresi karena dapat me nimbulkan cedera. 7.
Langkah 7 : Buka Jalan Nafas
Lakukan manuver head tilt-chin lift
untuk membukan jalan nafas. Pada
korban tidak sadar, tonus otot terganggu sehingga lidah jatuh ke belakang dan menutupi jalan nafas. Pada dasarnya lebih melekat pada rahnag bawah sehingga menggerakan rahang bawah keatas akan menarik lidah menjauh dari tenggorokan dan membuka jalan nafas. Melakukan manuver head tilt-chin lift
1)
Letakkan satu tangan pada dahi korban dan berikan tekanan ke arah belakang dengan telapak tangan untuk menengadahkan kepala (head tilt).
16
Gambar 2.8 Posisi head tilt 2)
Tempatkan jari-jari tangan yang lain di bawah tulang rahang bawah untuk mengangkat dagu ke atas (chin lift).
Gambar 2.9 Posisi chin lift Memeriksa jalan nafas (Airway)
1)
Buka mulut dengan hati-hati dan periksa bilamana ada sumbatan benda asing.
2)
Gunakan jari telunjuk untuk mengambil semua sumbatan benda asing yang terlihat, seperti makanan, gigi yang lepas, atau cairan.
Gambar 2.10 memeriksa jalan nafas 8.
Langkah 8 : Memeriksa Pernafasan (Breathing)
Dekatkan telinga dan pipi anda ke mulut dan hidung korban untuk mengevaluasi pernapasan (sampai 10 detik) 1) Melihat pergerakan dada (Look)
17
2) Mendengarkan suara napas (Listen) 3) Merasakan hembusan napas dengan pipi (Feel)
Gambar 2.11 Posisi Look, listen, feel 9.
Langkah 9 : Bantuan Napas dari Mulut ke Mulut / Rescue Breathing
Bila tidak ada pernafasan spontan, lakukan bantuan napas dari mulut ke mulut. Untuk melakukan bantuan napas dari mulut ke mulut : 1)
Pertahankan posisi kepala tengadah dan dagu tera ngkat.
2)
Tutup hidung dengan menekankan ibu jari dan telunjuk untuk mencegah kebocoran udara melalui hidung korban.
3)
Mulut anda harus melingkupi mulut korban, berikan 2 tiupan pendek dengan jeda singkat diantaranya.
4)
Lepaskan tekanan pada cuping hidung sehingga memungkinkan terjadinya ekspirasi pasif setelah tiap tiupan.
5)
Setiap napas bantuan harus dapat mengembangkan dinding dada.
6)
Durasi tiap tiupan adalah 1 detik.
7)
Volume ventilasi antara 400-600ml.
Catatan : Bila volume udara dihembuskan terlalu besar, udara dapat masuk ke lambung dan menyebabkan distensi lambung.
Gambar 2.12 Posisi memberikan bantuan nafas melalui mulut 18
10. Langkah 10 : Evaluasi
1)
Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap 5 siklus RJP 30:2
2)
Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di tentukan dan tidak dapat, tanda-tanda sirkulasi, perlakuan sebagai henti jantung),lanjutkan RJP 30:2
3)
Jika nadi teraba, periksa pernapasan
4)
Jika tidak ada napas, lakukan napas buatan 12x/menit (1 tiupan tiap 6-7 detik) dengan hitungan hitungan satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu ...tiup! Ulangi sampai 10x tiupan/menit.
5)
Jika nadi dan napas ada, letakkan korban pada posisi recovery.
6)
Evaluasi nadi, ‘tanda-tanda sirkulasi’ dan pernapasan tiap 2 menit.
2.6.2 RJP Dewasa 2 Penolong
RJP Dewasa 2 penolong digunakan bila ada penolong kedua. Pada RJP dewasa 2 penolong, satu penolong melakukan kompresi dada, yang lain melakukan bantuan napas dari mulut ke mulut. Tujuan RJP dewasa 2 penolong adalah untuk mengurangi keletihan penolong dan kompresi dada yang tidak adekuat. Kelelahan dan kompresi dada yang tidak adekuat dapat terjadi setelah RJP 2 menit sehingga dapat di lakukan Pergantian RJP selama 2 menit atau (5 siklus 30 kompresi dan 2 tiupan napas)
2.6.2.1 Langkah- Langkah RJP Dewasa 2 Penolong Langkah 1
Penolong 1
Lakukan RJP 1 penolong dengan 30 kompresi dada di ikuti 2 tiupan napas
Bila terdapat AED, evaluasi irama jantung, ikuti perintah AED
Langkah 2
Penolong 2 (harus bisa RJP 2 penolong) datang dan :
Mengatakan ‘saya bisa melakukan RJP 2 penolong, dapat saya bantu?’
Langkah 3
Penolong 1
Mengiyakan
Menyelesaikan siklus 30 kompresi di ikut 2 tiupan napas
19
Langkah 4
Penolong 1
Evaluasi nadi dan tanda tanda sirkulasi
Penolong 2
Menentukan posisi kompresi dada (saat penolong 1 mengevaluasi nadi dan tanda tanda sirkulasi)
Langkah 5
Penolong 1
Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di evaluasi dan tidak ada tanda-tanda sirkulasi perlakukan sebagai henti jantung), katakan ‘nadi tidak teraba’ lanjutkan RJP.
Langkah 6
Penolong 2
Lakukan kompresi dada dengan hitungan: 1,2,3,4,5 – 1,2,3,4,10 – 1,2,3,4,15 – 1,2,3,4,20 1,2,3,4,25 – 1,2,3,4,30
Selesaikan 30 kompresi
Langkah 7
Penolong 1
Berikan 2 tiupan napas (setelah penolong 2 menyelesaikan tiap 30 kompresi dada) tanpa menghentikan kompresi dada.
Langkah 8
Ulangi siklus RJP
Penolong 1 : berikan 2 tiupan
Penolong 2 : lakukan 30 kompresi dada
2.7
Langkah – Langkah Perpindahan Peran
Langkah 1
Penolong 2 (yang melakukan kompresi dada)
Meminta pergantian dengan hitungan : 1,2,3,4,5 – 1,2,3,4,10 – 1,2,3,4,15 – 1,2,3,4,20 1,2,3,4,25GANTI 1,2,3,4,30
Langkah 2
20
Penolong 1
Berikan 2 tiupan napas setelah penolong 2 menyelesaikan 30 kompresi dada.
Pindah ke dada korban
Tentukan posisi kompresi dada.
Langkah 3
Penolong 2
Pindah ke kepala korban
Evaluasi nadi dan tanda-tanda sirkulasi
Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di evaluasi dan tidak ada tanda-tanda sirkulasi perlakukan sebagai henti jantung), katakan ‘nadi tidak teraba, lanjutkan RJP’
Langkah 4
Ulangi siklus RJP
Penolong 1 : lakukan 30 kompresi dada
Penolong 2 : berikan 2 tiupan napas
EVALUASI
Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap 5 siklus RJP 30:2
Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di tentukan dan tidak dapat, tanda-tanda sirkulasi, perlakuan sebagai henti jantung),lanjutkan RJP 30:2
Jika nadi teraba, periksa pernapasan
Jika tidak ada napas, lakukan napas buatan 8-10x/menit (1 tiupan tiap 6-7 detik) dengan hitungan hitungan satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu...tiup! Ulangi sampai 10x tiupan/menit.
Jika nadi dan napas ada, letakkan korban pada posisi recovery.
Evaluasi nadi, ‘tanda-tanda sirkulasi’ dan pernapasan tiap 2 menit.
21
2.7 Posisi Recovery Dewasa
Posisi recovery dilakukan pada korban tidak sadar dengan adanya nadi, napas, dan ‘tanda-tanda sirkulasi’. Jalan napas dapat tertutup oleh lidah, lendir,dan muntahan pada korban tidak sadar yang bebaring terlentang. Masalah-masalah ini dapat di cegah bila dilakukan posisi recovery pada korban tersebut, karena cairan dapat mengalir keluar mulut dengan mudah. Bila tidak di dapatkan tanda-tanda trauma, tempatkan korban pada posisi recovery.Posisi ini menjaga jalan napas tetap terbuka. Langkah-langkah menempatkan korban pada posisi recovery : Langkah 1 : Posisikan Korban
A. Lipat lengan kriri korban. Luruskan lengan kanan dengan telapak tangan menghadap ke atas, di bawah paha kanan.
B. Lengan kanan harus di lipat di silangkan di depan dada dan tempelkan punggung tangan pada pipi kiri korban.
C. Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk lutut kanan korban dengan sudut 90 derajat.
22
Langkah 2 : Gulingkan Korban Ke Arah Penolong
Tempelkan tangan pada tangan korban yang ada di pipi. Gunakan tangan yang lain memegang pinggul korban dan gulingkan korban menuju anda sampai di berbaring miring.
Gunakan lutut untuk menyangga tubuh korban saat pada menggulingkannya agar tidak terguling.
Langkah 3 : Posisi Akhir Recovery
Pastikan kepala (pipi) korban di alasi punggung tangannya.
Periksa posisi tangan korban yang lain menggeletak bebas dengan telapak menghadap ke atas.
Tungkai kanan tetap di pertahankan dalam posisi tersebut 90 derajat pada sendi lutut.
Monitor nadi,tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap beberapa menit.
23
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR RJP DEWASA 1 PENOLONG
Langkah
Aksi
D : Danger
Perhatikan lingkungan sekitar, hati-hati terhadap bahaya
(Bahaya)
seperti
arus
listrik,
kemungkinan
Skor
ledakan,
pekerjaan
konstruksi, atau gas beracun.
Pastikan tempat tersebut aman untuk melakukan pertolongan
R : Respon
Tentukan status kesadaran
EMS
Panggil, tepuk bahu korban perlahan
Panggil dengan keras “Halo !Halo ! Apakah anda baik-baik saja?
Bila tidak ada respon panggil ambulan 118
C:Circulation
Berikan posisi head tilt Periksa nadi (10 detik)
(Sirkulasi)
Bila tidak ada nadi mulailah RJP
Tentukan landmark untuk kompresi dada
Posisi tubuh dan tangan yang tepat
Tekan ke dalam 5 cm dengan relaksasi sempurna dari tekanan yang diberikan setelah tiap kompresi dengan kecepatan 100x/menit.
Gumamkan “1,2,3,4,5 - 1,2,3,4,10 - 1,2,3,4,15 1,2,3,4,20 - 1,2,3,4,25 - 1,2,3,4,30
Sirkulasi RJP
Lakukan 30 kompresi dada, Buka jalan napas (A), beri 2
tiupan napas Evaluasi
Evaluasi nadi dan tanda-tanda sirkulasi korban tiap 5 siklus RJP 30:2
Bila nadi tidak teraba (nadi sulit dievaluasi dan korban tidak
menunjukkan
tanda-tanda
sirkulasi,
dianggap
sebagai henti jantung) lanjutkan RJP 30:2
24
Bila nadi teraba periksa pernafasan korban. Periksa pernapasan : melihat, mendengarkan, merasakan / look, listen, feel (sekitar 10 detik).
Rescue
Bila tidak ada napas, lakukan rescue breathing dengan
Breathing
hitungan : satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu, ..... tiup! Berikan tiupan napas pendek (1 detik/tiupan; volume udara :400-600 ml/tiupan)
Posisi
Letakkan korban pada posisi recovery bila :
Nadi dan napas ada
Korban tidak sadar dan tidak ada tanda-tanda trauma
Monitor nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan tiap beberapa menit
25
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR RJP DEWASA 2 PENOLONG
Langkah
Penolong 1
Tindakan
Skor
Lakukan RJP satu penolong 30 komperesi diikuti 2 tiupan nafas
Penolong 2
Hampir dan katakan: “saya bisa melakukann RJP 2penolong, bisa saya bantu?”
Penolong 1
Mengunyah dengan menganggukkan kepala sambil menyelesaikan 30 kompresi dada diikuti 2 tiupan, kemudian mengevaluasi nadi (10 detik)
Penolong 2
Tentukan landmark untuk kompresi dada ketika penolong 1 memeriksa sirkulasi
Penolong 1
Bila nadi tidak teraba (bila nadi sulit dievaliasi, perlakukan sebagai henti jantung) katakan “nadi tidak teraba, mulai RJP
Penolong 2
Nilai komperesi dada dengan hitungan “1,2,3,4,5-1,2,3,4,10-1,2,3,4,15-1,2,3,4,201,2,3,4,25-,1,2,3,4,30”
Penolong 1
Berikan dua tiupan nafass setiap kali penolong 2 menyelesaikan 30 komperesi dada simultan, ulangi siklus: Penolong 1: berikann 2 tiupan nafas Penolong 2: lakukan 30 komperesi dada
Penolong 2
Meminta tukar peran, dikerjakan setiap 5 siklus
(pergantian)
“1,2,3,4,5-1,2,3,4,10-1,2,3,4,15-1,2,3,4,20-1,2,3,4, GANTI -,1,2,3,4,30”
Penolong 1
Selesaikan pemberian 2 tiupan nafas sebelum pindah ke dada korbanuntuk mengambil alih kompresi
Penolong 2
Pindah kekepala korban dan evaluasi nadi (bila nadi sulit dievaluasai, perlakuan sebagai henti jantung), katakan “nadi tidak teraba, lnjutkan RJP”
evaluasi
Evaluasi nadi setiap 5 siklus RJP 30:2 atau tiap pergantian
26
bila nadi tidak terlambat (nadi sulit d evaluasi, perlakuan sebagai henti jantung) Lanjutkan RJP 30:2 Bila nadi teraba, periksa pernafasan korban Rescue
Bila tidak ada nafas, lakukan rescue breating dengan hitungan
breating
satu ribu, dua ribu , tiga ribu, empat ribu.... tiup ! berikan
8-10 kali tiupantiap menit. Posisi
Letakkan korban pada posisi recovery bila:
recovery
Nadi dan nafas anda
Korban tidak sadar dan tidak ada tanda-tanda trauma
Monitor nadi, “tanda-tanda sirkulasi” dan pernafasan tiap beberapa menit.
27
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Bantuan hidup dasar (BHD)/Basic life support (BLS) adalah Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam jiwa. BLS/BHD dilakukan pada pasien yang mengalami henti nafas dan henti jantung untuk mempertahankan hidup pasien. Perbedaan BLS antara tahun 2005 dengan 2010 menurut AHA adalah BLS 2005 masih menggunakan ABC dan pada tahun 2010 diperbaharui menjadi BAC. Langkah-langkah BLS dengan menggunakan sistem BAC dimulai dengan mengecek respon pasien dan diakhiri dengan defribilasi.
B. Saran
Sebagai perawat professional sudah pasti dan harus mengerti, memahami dan mampu melaksanakan Bantuan hidup dasar (BHD)/Basic life support (BLS) dengan atau tanpa bantuan orang lain secara cepat dan tepat karena tindakan kegawatdaruratan sangatlah penting dan dapat terjadi dimana saja. Dalam perkembangan Ilmu kesehatan perawat juga tidak boleh buta dengan perkembangan teknik-teknik terbaru dalam proses keperawata n.
28