MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Pend Pendah ahul ulua uan n
Tujuan institusional terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, dalam tujuan ini tercakup proses-proses atau program-program yang akan dipakai untuk mencapai tujuan lembaga. Program-program yang ada masing-masing mengemban tugas untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih khusus dari tujuan institusional. Tujuan program itu disebut tujuan kurikuler. Program-program itu dijabarkan menjadi beberapa satuan (unit) kegiatan belajar mengajar setiap satuan (unit) kegiatan belajar mengajar mempunyai tujuan dan disebut tujuan instruksional (TIU). TIU merupa merupakan kan penjaba penjabaran ran tujuan tujuan kuriku kurikuler ler pengkhu pengkhusus susan an yang yang operasi operasional onal dari dari tujuan tujuan kuriku kurikuler ler disebut disebut tujuan tujuan instru instruksi ksional onal khusus khusus (TIK). (TIK). Dalam Dalam TIK ini dijela dijelaska skan n tentan tentang g
persya persyarat ratan an dan tingkat tingkat ketercap ketercapaia aiannya nnya,, sehing sehingga ga lebih lebih
spesifik daripada TIU.
A. Pengert Pengertian ian Merumus Merumuskan kan Pengaja Pengajaran ran
Dala Dalam m meru merumu musk skan an tuju tujuan an penga pengaja jara ran n iden identi tik k denga dengan n baga bagaim imana ana perumusan atau pengembangan sistem instruksional dalam pembelajaran, “Sistem” Sistem” sama dengan system – bahasa Inggris – artinya suatu perangkat dari bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan saling saling mempengaruhi mempengaruhi.. Sementara Sementara instruksi instruksional onal dapat diberi diberi arti pembelajaran, pembelajaran, pengajaran dan bahan-bahan instruksi dalam arti perintah. (Harjanto, 1997: 51-52)
1
Dari term diatas Soeparman mensinyalir Scahaure bahwa pengembangan instruksional adalah sebagai perencana akal untuk masalah tersebut dengan menggunakan pelaksanaan evaluasi, uji coba, umpan balik dan hasilnya, atau juga dapat dikatakan bahwa pengembangan instruksional adalah sebagai proses sistematis untuk meningkatkan kualitas kegiatan instruksional. (Atwi Soeparman, 1997: 29) Dalam bahasa yang sangat sederhana bahwa tujuan pengembangan instruksional itu adalah rumusan pernyataan mengenai kemampua atau tingkah laku yang diharapkan, dimiliki, dikuasai siswa ia menerima proses pembelajaran. Dengan
demikian
sistem
pengembangan
instruksional
sekurang-
kurangnya memiliki dua dimensi yaitu: pertama, dimensi rencana (a plan), artinya dalam dimensi ini sistem instruksional harus merujuk kepada prosedur atau langkah-langkah yang seyogiayanya dilalui dalam mempersiapkan teradinya proses belajar mengajar, dan kedua, dimensi proses nyata (a reality), maksudnya sistem instruksional harus merujuk kepada interaksi kelas atau the classroom system. Kedua sistem ini secara konseptual merupakan suatu sistem kurikulum yang dengan sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan.1
1
Ivor K, Davies, Pengelolaan Belajar, (Jakarta: CV. Raja Wali, 1991), hlm. 93-95.
2
B. Teknik-teknik Merumuskan Tujuan Instruksional
Banyak guru, dosen pelatih yang masih kabur dan kurang tepat dalam membuat rincian tujuan. Disamping itu, pada saat sekarang ada kecenderungan untuk memakai kata kerja yang kurang operasional dalam merumuskan tujuan Instruksional Umum. Padahal kejelasan tujuan pendidikan sesungguhnya ditentukan oleh “kata kerja” yang harus dengan hati-hati dipilih dan diuraikan dengan jelas tentang apa yang harus dikerjakan dengan lengkap dan tepat oleh siswa melalui kegiatan belajar tertentu. Mengumpulkan tujuan instruksional yang akan dicapai termasuk kegiatan analisis isi dan menggolongkan tujuan instruksional umum dan tujuan bingungkan, sehingga baik siswa maupun guru mengerti tentang konsep atau ide yang akan dicapai dalam belajar. Rincian kejelasan tujuan instruksional sangat beragam tergantung pada sifat orang atau lembaga yang dimaksud. Karena alasan tersebut rincian kunci masing-masing tujuan instruksional adalah pada kata kerja yang dengan hati-hati dipilih untuk menggambarkan sejelas dan setepat mungkin tentang apa yang perlu dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan kegiatan belajar khusus tertentu yang dicakup oleh tujuan instruksional tersebut. Agar lebih jelas tentang apa yang perlu dicapai dalam belajar maka kata kerja
seperti
untuk
mengetahui,
mengerti,
sungguh-sungguh
mengerti,
menghargai dan sebagainya harus dihindarkan karena kata-kata tersebut sangat kabur untuk menjelaskan sifat perilaku yang harus dicapai. Contoh: menjelaskan,
3
mendefinisikan, menggambarkan, mengira-ngira, menyimpulkan, mengenal dan mengkritik. Kata kerja ini cocok, lebih jelas tujuannya dan lebih mudah diukur. Contoh rumusan tujuan yang pengertiannya kabur adalah: 1. Siswa seharusnya tahu sandiwara ciptaan Shakespeare. 2. Siswa harus mengembangkan pengenalan pengetahuan termo dinamika. 3. Siswa harus benar-benar tahu hukum “law”. Ketika rumusan tujuan tersebut tidak menjelaskan apa-apa kepada kita. Rumusan tersebut tidak mengatakan dengan tegas dan jelas tentang cakupan pengetahuan yang diharapkan dapat dilakukan siswa dalam arti kemampuan untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang diperolehnya. Kata kerja yang lain lebih aktif, lebih operasional dan lebih jelas antara lain adalah menyatakan dan menjelaskan sebaiknya digunakan kapan saja selama kata kerja tersebut dapat membentuk dasar-dasar tujuan yang dapat digunakan secara teoritis seperti contoh dibawah ini. Contoh lain tentang pembuatan tujuan instruksional umum yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut: a) Siswa dapat menyebut dan mengidentifikasi tulang kaki manusia. b) Siswa dapat membuktikan hukum Archimedes berdasarkan pada prinsip prisip yang telah disajikan. c) Siswa dapat menyimpulkan 1.000 kata menjadi 50 sampai dengan 100 kata dari materi artikel.
4
Masing-masing contoh tersebut menggunakan kata kerja dengan mencoba mendefinisikan suatu kegiatan /perilaku yang dapat diajarka oleh siswa pada akhir setiap bagian pelajaran, serta dapat dengan mudah dan jelas diukur hasil belajarnya.2
C. Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) tujuan pendidikan itu sudah dirumuskan sampai tingkat satuan /unit kegiatan belajar mengajar (KBM) yaitu TIU. Masing-masing TIU ada yang beraspek kognitif, ada psikomotor. Penjabarannya kedalam TIK dipercayakan kepada guru. Tujuan instruksional umum haruslah mencerminkan tujuan kurikuler, dan apabila memang
sudah terdapat
didalam GBPP
maka kita
tak
perlu
mengembangkan /menyusunnya. Kemudian dari tujuan ini tidak saja terletak pada penggunaan kata-kata kerja yang masih bersifat abstrak, seperti memahami, menghargai, menghayati dan sebagainya, melainkan juga pada tingkat keluasan bahan perkuliaha yang tercakup didamnya. Oleh karena cakupan materi dalam tujuan ini luas maka tujuan itu masih dapat dan perlu dijabarkan lagi menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus dan operasional. Perumusan tujuan khusus pengajaran inilah sebenarnya yang merupakan kegiatan pertama dalam penyusunan perencanaan pengajaran, yaitu yang dijabarkan langsung dari tujuan umum yang telah diambil sebelumnya dari 2
Fred Percival, Tekbologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 1988), hlm. 39-40.
5
GBPP. Tujuan khusus pengajaran (intructional objectives) adalah kemampuan dan keterampilan yang diharapkan dimiliki siswa setelah berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Penggunaan istilah behavioral objectives menyaran pada pengertian bahwa hasil kegiatan belajar siswa tersebut hendaknya berupa tingkah laku yang operasional. Artinya, tingkah laku tersebut dapat diukur dengan mempergunakan alat penilaian. Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam menjabarkan TIU menjadi TIK, yaitu: pokok bahasan yang menunjang pencapaian TIU yang bersangkutan dan tingkat perkembangan /umur mahasiswa pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. Pokok bahasan akan membatasi lingkup TIK yang akan dijabarkan dari TIU, sedangkan
tingkat
pengembangan
siswa
yang bersangkutan akan
menentukan tingkat kedalaman /kompleksitas TIK yang akan dijadikan patokan dala penulisan soal. Mengingat penjabaran TIU menjadi TIK dikaitkan dengan keperluan menyusun alat evaluasi, proses penjabarannya ditempuh melalui penentuan indikator setiap TIU. Yang dimaksud dengan indikator adalah ciri /tanda yang dijadikan patokan untuk menilai tercapai tidaknya TIU oleh mahasiswa yang bersangkutan.
6
Contoh indikator TIU
Pokok
Bahasan Siswa memahami serta Surat dinas
dapat
Indikator
1.
menerapkan
pengetahuannya
Dapat membedakan persyaratan surat
denga
dinas dengan persyaratan surat
cara menulis surat dalam
biasa.
Bahasa Indonesia.
2.
Dapat menunjukkan
keslahan-
kesalahan yang terdapat dalam surat dinas 3.
Dapat
menulis
/membuat surat dinas Dalam contoh ini terlihat bahwa indikator pada kolom kanan merupakan ciri /tanda yang dapat dipakai sebagai patokan dalam menilai pencapaian TIU untuk bahasan yang bersangkutan (surat dinas). Jika indikator itu dirumuskan dalam bentuk yang lengkap akan menjadi TIK yang diinginkan. Dengan kata lain, TIK yang dijabarkan dari TIU tersebut, dalam kaitannya dengan pokok surat dinas adalah: siswa dapat membedakan persyaratan surat dinas dengan persyaratan surat biasa. Siswa dapat menunjukkan kesalahan yang terdapat dalam contoh surat dinas yang disampaikan kepadanya; dan siswa dapat menulis /membuat surat dinas dengan benar. TIU
INDIKATOR
Dengan catatan:
7
TIK
-
Indikator adalah tanda /ciri dapat dipakai sebgai patokan untuk menilai perencapaian TIU pokok bahasan yang bersangkutan.
-
TIK adalah rumusan indikator dalam bentuk yang lengkap Dengan demikian tujuan instruksional khusus adalah pernyataan tentang
perbuatan apa yang dapat dilakukan atau apa yang dihasilkan pelajar setelah menyelesaikan satu tugas belajar tertentu. Tujuan instruksional khusus dinyakan dalam Hasil Belajar dan bukan proses belajar.3
D. Mengenal Tujuan Umum Pembelajaran
Semua program pendidikan didasarkan kepada tujuan umum pengajaran. Tujuan umum ini diturunkan dari tiga sumber, masyarakat mencakup konsep luas seperti “membentuk manusia pancasila”, Menjadikan manusia pembangunan”, “manusia berkepribadian”, “memantapkan nilai”, “manusia bertanggungjawab”, dan sebagainya. Tujuan umum ini menyangkut pertimbangan filsafat dan etika yang diturunkan dari harapan masyarakat, seperti apa yang tercantum dalam garisgaris Besar haluan Negara, sifat lembaga pendidikan, nilai-nilai keagamaan, ideologi, dan sebagainya. Tujuan pendidikan menurut siswanya mencakup “kesiapan jabatan”, keterampilan memecahkan masalah”, “penggunaan waktu senggang secara
3
Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester , (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hlm. 66-68.
8
membangun”, dan sebagainya. Tiap siswa mempunyai harapan yang mungkin berbeda. Tujuan pendidikan yang ada keitannya dengan bidang studi dapat dinyatakan lebih spesifik, misalnya dalam sains, “sadar akan keindahan dan keteraturan dalam lingkungan”, atau dalam bahasa “untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan sangkil secara lisan dan tulisan”. Tujuan umum seperti itu menyangkut kemampuan luas yang akan membantu siswa untuk berpartisifasi dimasayarakat. Hal itu juga dapat dijadikan dasar untuk pemahaman dan keterampilan yang diharapkan masyarakat untuk diteruskan oleh lembaga pendidikannya. Karena itu pula perlu kita perhatikan ciri dan kemampuan awal siswa dalam memenuhi kebutuhan dan minat mereka. Pokok bahasan bisa diurutkan menurut organisasi yang logis yakni dari yang sederhana atau konkrit menuju kepada yang kompleks atau yang abstrak. Pengetahuan dan keterampilan yang telah dicapai siswa setelah mempelajari pokok bahasan dapat digunakan dalam mempelajari pokok bahasan berikutnya. Karena itu urutan pelajaran
pokok bahasan itu sangat penting.
Pembahasan antara bidang diperlukan supaya tidak tumpang tindih. Seorang pemula menulis tentang tujuan menggunakan istilah seperti: “untuk memahami tentang pokok bahasan”, untuk memperoleh keterampilan suatu kegiatan”, “untuk menyadari kegiatan tertentu” atau “untuk menghargai suatu bahan pembicaraan”.
9
Kata kerja yang taksa seperti itu tidak menyatakan tujuan belajar secara tepat. Tetapi sebagai pernyataan awal, hal itu menyatakan secara luas apa yang ingin dicapai oleh guru tentang pokok bahasan itu. Hal itu membocorkan maksud atau tujuan penyusunan rancangan sendiri. Sebaliknya adalah sulit untuk meminta guru menyatakan secara tepat tujuan belajar. Karena itu sebagai langkah awal kita terima pernyataan perihal maksud guru itu. Beberapa istilah yang mungkin dapat dicapai untuk menyatakan maksud umum suatu pokok bahasan adalah dibawah ini: Untuk memperoleh suatu keterampilan Untuk menyadari perihal sesuatu Untuk mengnal lebih banyak Untuk memahami sesuatu Untuk menentukan sesuatu Untuk menikmati Untuk merasakan pentingnya sesuatu Untuk memperoleh perasaan tentang sesuatu Untuk mengetahui tentang sesuatu Untuk mengetahui tentang sesuatu Untuk belajar sesuatu Untuk mengetahui tentang sesuatu Untu menggunakan sesuatu Adapun dapat merumuskan tujuan umum yang luas dengan mengajarkan suatu pokok bahasan. Karena itu silahkan tulis tujuan umum yang ingin anda
10
capai. Kemudian anda dapat menurunkan tujuan yang lebih khusus sebagai hasil belajar yang akan anda harapkan. Memilih pokok bahasan untuk mencapai tujuan tertentu yang luas adalah wewenang pengajar. karena itu pilihlah pokok bahasan untuk maksud tersebut setelah mengetahui kemampuan awal dan ciri-ciri siswa anda. Perancang pengajaran dapat membantu anda dalam merumuskan tujuan pengajaran khusus dalam istilah perilaku sehingga pengalaman belajar dapat lebih tepat dirumuskan. Karena itu merancang sistem pengajaran dapat dimulai dengan tujuan umum pengajar untuk pokok bahasan. Beberapa contoh adalah sebagai berikut: 1) Menulis Sajak Untuk mengembangkan penghargaan kepada sajak dengan menulisnya. 2) Kerajinan Meuat Mainan Pendidikan untuk merangsang minat dalam pembuatan mainan untuk pendidikan sebagai keahliannya. 3) Hari Depan Untuk
membantu
siswa
memperhatikan
dunia
di masa
depan
dan
kemungkinan pengaruhnya pada kehidupan mereka. 4) Proyeksi Tembus Pandang Siap menggunakan proyektor tembus pandang dalam pengajran. 5) Teknik Mencuci Tangan Untuk memahami alasan mencuci tangan ialah mempertahankan standar keberhasilan.
11
Untuk belajar teknik yang benar perihal mencuci tangan.4
E. Indikator Rumusan Tujuan Pembelajaran
Dalam uraian yang telah lalu bahwa tujuan instruksional itu dapat diklasifikasikan kepada dua hal yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) kedua istilah itu dewasa ini lebih dikenal dengan Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) dan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). Terlepas dari itu yang menjadi pokok pembicaraan dalam sesi ini adalah bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran khusus itu, karena salah satu yang terpenting dalam proses belajar pembelajaran adalah rumusan pembelajaran khusus, justeru tujuan pembelajaran khusus itu sendiri adalah merupakan perumusan tingkah laku /kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu. Jadi tujuan pembelajaran khusus menggambarkan tingkah laku peserta didik yang diharapkan dengan jelas dan spesifik. Menurut Mager sebagaimana yang dikutif oleh Harjanto, dalam menentukan tujuan pembelajaran khusus yang lengkap hendaknya mencakup unsur sebagai berikut:
4
A. Tresna Sastrawijaya, Pengembangan Program Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 21.
12
a. Performance: maksudnya berisi pertanyaan tentang apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik. b. Condition; maksudnya menjelaskan kondisi yang penting disana dalam keadaan bagaimana Performance itu terjadi. c. Criterion; maksudnya menjelaskan kriteria Performance yang diharapkan dengan menjelaskan bagaimana kriteria dari sesuatu Performance yang dapat diterima. (Harjanto, 1997: 88) Dengan berpedoman kepada pendapat Mager ini, R. Ibrahim dan Nana Syaodah mengatakan bahwa Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) yang sempurna itu hendaknya memiliki 5 (lima) unsur, yaitu: 1. Unsur siswa atau audience (A) Maksudnya dalam TPK ini dituliskan adanya peserta didik. Dalam penulisan audience ini dianjurkan penampilan yang diharapkan adalah penampilan mandiri, yaitu dituliskan dalam kata “peserta didik” bukan sebahagian peserta didik” atau “seluruh peserta didik”. Dalam kata lain siapa siswa yang bersangkutan, misalnya seluruh siswa kelas I atau kelas V. 2. Unsur Perilaku atau behaviour (B) Maksudnya mengandung kemampuan spesifik operasional. Untuk itu perilaku yang diharapkan hendaknya ditulis dalam bentuk kata kerja yang operasional yang tepat
dan
dapat
diukur.
mempraktekkan gerakan shalat. 3. Unsur Kondisi atau Condition (C)
13
Misalnya
membuat gambar kucing,
Maksudnya dituliskan persyaratan dan kondisi yang diperlukan untuk terjadinya
penampilan
atau
tingkah
laku
yang
diharapkan.
Artinya
menjelaskan kondisi dimana perilaku yang dimaksud diharapkan terjadi. Misalnya tanpa diberi contoh, dengan menggunakan microscop, dengan menggunakan jangka.5
F. Kompetensi Dasar
Sesuai dengan prinsip diversifikasi dan desentralisasi pendidikan, maka pengembangan kurikulum ini digunakan prinsip dasar “kesatuan dalam kebijakan dan Keberagaman dalam pelaksanaan. Prinsip “kesatuan dalam kebijakan”, yaitu dalam mencapai tujuan pendidikan perlu ditetapkan standar kompetensi yang harus dicapai siswa secara nasional, pada setiap jenjang pendidikan. Sedangkan, prinsip, “keberagamaan dalam pelaksanaan”, ayitu dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran, penilaian, dan pengelolaannya mengakomodasi perbedaan-perbedaan yang berkaitan dengan kesiapan, potensi akademik, minat, lingkungan, budaya, dan sumber daya daerah atau sekolah sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan masing-masing. Secara
rinci,
pengembangan
mempertimbangkan beberapa hal berikut:
5
Ivor K. Davies, Op.cit ., 21-22.
14
kurikulum
Berbasis
Kompetensi
1. Keimanan, nilai-nilai, dan budi pekerti luhur yang perlu digali, dipahami, dan diamalkan, oleh siswa. 2. Penguatan integritas nasional yang dicapai melalui pendidikan yang memberikan pemahaman tentang masyarakat Indonesia yang majemuk dan kemajuan peradaban bangsa Indonesia dalam tatanan peradaban dunia yang multi kultural dan multibahasa. 3. Keseimbangan berbagai bentuk pengalaman belajar siswa yang meliputi etika, logika, dan kinestika (kelakuan). 4. Penyediaan tempat yang memberdayakan semua siswa untuk memperoleh pengetahuan seluruh siswa dari berbagai kelompok seperti kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial, yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatan. 5. Kemampuan berpikir dan belajar dengan mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian
merupakan
kompetensi
penting
dalam
menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. 6. Kurikulum perlu memasukkan unsur keterampilan atau kecakapan hidup agar siswa memiliki keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kooperatif dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan tuntunan kehidupan sehari-hari secara efektif.
15
7. Pendidikan berlanjut sepanjang hidup manusia untuk mengembangkan, menambah kesadaran, dan selalu belajar memahami dunia yang selalu berubah dalam berbagai bidang. Kemampuan belajar sepanjang hayat dapat dilakukana melalui pendidikan formal dan non-formal, serta pendidikan alternatif yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. 8. Upaya mendirikan siswa untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri sangat perlu diutamakan agar siswa dapat membangun pemahaman dan pengetahuannnya. Penilaian berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting dalam rangka pencapaian upaya tersebut. 9. Pendekatan yang digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar berfokus pada kebutuhan siswa yang bervariasi dan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu. Keberhasilan pencapaian pengalaman belajar menuntut kemitraan dan tanggung jawab dari siswa, guru, sekolah, orang tua, perguruan tinggi, dunia usaha dan industri, dan masyarakat.6
G. Standar Kompetensi
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap nilai-nilai yang direfleksikan atau diwujudkan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Untuk menjadi kompeten dalam bidang tertentu, seseorang harus secara konsisten dan
6
Sudajatmiko dan Lili Nurlaili, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 7-8.
16
terus menerus menunjukkan kompetensi dalam bidang tersebut dalam cara berfikir dan berperilaku /bertindak sehari-hari. Kompetensi harus mempunyai konteks dalam berbagai bidang kehidupan atau hal lainnya yang diperlukan agar seseorang dapat melakukan sesuatu. Kehandalan kemampuan seseorang melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui Performans atau unjuk kerja yang dapat diukur dengan indikator tertentu. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada dasarnya merupakan format atau standar yang menetapkan kompetensi apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dalam setiap tingkatan kelas atau jenjang tertentu agar memiliki kecakapan hidup sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional. Dengan demikian, kurikulum ini merupakan pergeseran penekanan dari isi (apa yang tertuang) ke kompetensi (bagaimana berfikir, bersikap, belajar dan melakukan). Oleh karena itu, para guru dan siswa diharapkan dapat mengetahui kompetensi apa yang seharusnya dicapai pada setiap pembelajaran dan sejauh mana efektifitas kegiatan pembelajaran telah dicapai. Standar kompetensi yang dikembangkan dalam KBK ini didasarkan pada prinsip-prinsip berikut: •
Semua
kompetensi
dan
pengalaman
belajar
dirancang
secara
berkesinambungan mulai dari TK dan RA sampai SMA dan MA. Penetapan
17
ini disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan masyarakat yang berbeda dan responsip terhadap perubahan sosial dan teknologi.7
H. Kesimpulan
Pengembangan instruksional adalah sebagai perencana akal untuk masalah tersebut dengan menggunakan pelaksanaan evaluasi, uji coba, umpan balik dan hasilnya, atau juga dapat dikatakan bahwa pengembangan instruksional adalah sebagai proses sistematis untuk meningkatkan kualitas kegiatan instruksional. Tujuan pengembangan instruksional itu adalah rumusan pernyataan mengenai kemampua atau tingkah laku yang diharapkan, dimiliki, dikuasai siswa ia menerima proses pembelajaran. Ada dua dimensi sistem pengembangan instruksional yang harus dimiliki yaitu: pertama, dimensi rencana (a plan), artinya dalam dimensi ini sistem instruksional harus merujuk kepada prosedur atau langkah-langkah yang seyogiayanya dilalui dalam mempersiapkan teradinya proses belajar mengajar, dan kedua, dimensi proses nyata (a reality), maksudnya sistem instruksional harus merujuk kepada interaksi kelas atau the classroom system. Kedua sistem ini secara konseptual merupakan suatu sistem kurikulum yang dengan sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan.
7
Ibid ., hlm. 9.
18
DAFTAR PUSTAKA
Davies, Ivor K. Pengelolaan Belajar. Jakarta: CV. Raja Wali, 1991. Percival, Fred. Tekbologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga, 1988. Sastrawijaya, A. Tresna. Pengembangan Program Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Slameto. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester . Jakarta: Bumi Aksara, 1990. Sudajatmiko dan Lili Nurlaili. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
19