BAB I PENDAHULUAN
Masa balita merupakan masa yang paling penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada masa ini, diperlukan vitamin dan mineral dalam jumlah yang tinggi untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, serta daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kekurangan vitamin dan mineral pada balita akan mengakibatkan balita mudah sakit, terhambat tumbuh,serta terganggu perkembangan otak dan kecerdasannya. 1 Dalam status gizi, Indonesia masih berada pada masalah gizi yang cukup kompleks. Asupan gizi seimbang pada balita, yaitu makronutrien (air, karbohidrat, protein, dan lemak) l emak) dan mikronutrien (vitamin ( vitamin dan mineral) merupakan hal yang perlu diperhatikan asupannya sehingga status gizi balita tersebut dapat baik. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 dan 2010 didapatkan bahwa prevalensi gizi buruk balita secara nasional adalah 5,4% (2007) dan 4,9% (2010). Hasil tersebut menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk balita hanya mengalami penurunan 0,5% selang tahun 2007-2010.
Untuk prevalensi
gizi
kurang tidak mengalami perubahan, yaitu 13,0% tahun 2007 dan tahun ta hun 2010.2,3 Pencapaian
program
perbaikan
gizi
(20%)
dan
target
Millenium
Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 (18,5%) telah tercapai pada tahun 2007. Namun, pencapaian tersebut belum merata di 33 provinsi. Bila mengacu pada target MDGs, baru 14 provinsi yang sudah melampaui target, sedangkan RPJM sudah 16 provinsi yang melampaui target. tar get. 2 Studi-studi di banyak negara berkembang mengungkapkan bahwa penyebab utama terjadinya gizi kurang dan hambatan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak usia 3-15 bulan berkaitan dengan rendahnya pemberian ASI dan buruknya praktek pemberian makanan pendamping ASI. Di Indonesia, hanya 8% bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Di samping itu, tidak sesuainya pola asuh yang diberikan sehingga beberapa zat gizi tidak dapat mencukupi kebutuhan khususnya khususnya energi dan zat gizi mikro. 4
Kementerian
Kesehatan
Republik Indonesia mengembangkan sprinkle
dalam program intervensi perbaikan perbaikan gizi bagi balita, yang yang diberi nama Taburia. Taburia merupakan pengembangan produk lokal Micronutrient Powder (MNP) atau Bubuk Tabur Gizi (BTG) yang menjadi strategi dalam mengatasi masalah anemia, kurang zat besi, ataupun kekurangan zat gizi mikro lainnya dengan sasaran pada usia balita. Studi efikasi tentang Taburia telah dilakukan di beberapa negara. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa
Taburia
mampu
menurunkan anemia dan memperbaiki status gizi secara bermakna pada anak balita yang mengkonsumsi mengkonsumsi Taburia dalam jumlah cukup. Menurut data Puskesmas Tanjung pada tahun 2012 persentase status gizi balita berdasarkan BB/U di wilayah kerja Puskesmas Tanjung adalah gizi buruk 0,85%, status gizi kurang 4,50%, status gizi baik 93,80 %, dan status gizi lebih 0,85 %. Untuk mengurangi angka tersebut diharapkan program pemberian Taburia dapat membantu sehingga target MDGs Indonesia dapat tercapai dan generasi penerus Indonesia semakin sehat dan cerdas.5
BAB II PERMASALAHAN
Riskesdas tahun 2007 dan 2010 menunjukkan bahwa prevalensi
gizi
buruk balita secara nasional adalah 5,4% (2007) dan 4,9% (2010). Hasil tersebut menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk balita hanya mengalami penurunan 0,5% selang tahun 2007-2010. Untuk prevalensi gizi kurang tidak mengalami perubahan, yaitu 13,0%. Selain itu riskesdas ini juga menunjukkan asupan bahan makanan lokal yang dikonsumsi masyarakat miskin masih rendah akan kandungan zat gizi mikro sehingga ASI yang dihasilkan ibu kurang mengandung zat gizi mikro pada balita. Hal ini berdampak pada balita dan akan menderita defisiensi zat gizi mikro.2,3 Menurut data Puskesmas Tanjung pada tahun 2012 persentase status gizi balita berdasarkan BB/U di wilayah kerja Puskesmas Tanjung adalah gizi buruk 0,85%, status gizi kurang 4,50%, status gizi baik 93,80 %, dan status gizi lebih 0,85 %. Menurut TB/U didapatkan persentase balita sangat pendek (severity stunted) 1,35% dan stunted 6,98%.5 Upaya yang sudah dilakukan dalam mengatasi kekurangan zat gizi mikro pada bayi usia di atas 6 bulan adalah dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) baik lokal maupun pabrikan. Namun, ada beberapa kendala yang menyebabkan pemberian MP-ASI menjadi tidak optimal, yaitu karena MP-ASI lokal yang dibuat di rumah ternyata kurang bervariasi dalam jenis maupun jumlahnya, sedangkan MP-ASI pabrikan yang dijual bebas tidak terjangkau oleh keluarga miskin. Oleh sebab itu diperlukan solusi lainnya agar dapat mengatasi defisiensi zat gizi mikro. Solusi tersebut adalah program pemberian pemberian multivitamin dan mineral dalam bentuk bubuk tabur gizi yang disebut Taburia. Program ini diberikan pada pada balita usia 6-59 bulan dengan prioritas pada balita usia 6-24 bulan. Penentuan usia balita tersebut didasari dengan alasan bahwa pada usia tersebut merupakan periode emas (Golden Periode) dalam memperbaiki status zat gizi mikro.
Program pemberian Taburia pada balita telah dikembangkan oleh Pemerintah Repubik Indonesia melalui Kementerian Kesehatan sejak tahun 2006. Taburia tersebut mengandung multi zat gizi mikro berisi 12 (dua belas) macam vitamin dan 4 (empat) jenis mineral yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang balita serta mencegah terjadinya anemia. Studi efikasi Taburia dalam menurunkan anemia dan memperbaiki status gizi sudah dilakukan di berbagai negara akan tetapi belum pernah dilakukan di kabupaten Brebes. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian sederhana sebagai acuan mengenai efikasi taburia sebagai dasar penelitian ke depannya. Hal ini dilakukan agar angka gizi buruk dan gizi kurang semakin menurun dan status gizi balita di Brebes terutama di wilayah kerja Puskesmas Tanjung semakin baik.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Taburia
Taburia adalah tambahan multivitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang balita, dengan sasaran usia 6-59 bulan dan prioritas balita usia 6-24 bulan. Adapun manfaat taburia adalah sebagai berikut:6 • Nafsu makan anak meningkat. • Anak tidak mudah sakit. • Anak tumbuh dan berkembang sesuai umur. • Anak tidak kurang darah sehingga lebih cerdas dan ceria. Taburia mengandung 12 macam vitamin dan 4 macam mineral yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak balita dan mencegah terjadinya anemia (kurang darah).
Komposisi vitamin dan mineral yang
terkandung dalam taburia antara lain adalah sebagai berikut:6
Vitamin 1. Vitamin A (417 mcg)
memelihara
kesehatan
mata,
kekebalan
tubuh,
dan
meningkatkan pertumbuhan anak. 2. Vitamin B1 (0,5 mg)
meningkatkan nafsu makan, pertumbuhan, fungsi pencernaan, dan saraf.
3. Vitamin B2 (0,5 mg)
memelihara kesehatan kulit, fungsi penglihatan, mencegah pecah-pecah pada sudut bibir dan pertumbuhan.
4. Vitamin B3 (5 mg) meningkatkan
nafsu makan, kesehatan kulit, dan daya ingat.
5. Vitamin B6 (0,5 mg)
membantu pembentukan sel darah merah, pertumbuhan, dan mencegah gangguan fungsi otak.
6. Vitamin B12 (1 mcg)
meningkatkan nafsu makan, fungsi saraf, pembentukan sel darah merah, dan mencegah gangguan mental.
7. Vitamin D(5 mcg)
membantu pertumbuhan tulang dan gigi serta mencegah gangguan gigi rapuh.
8. Vitamin E (6 mg)
membantu pembentukan sel darah merah serta mencegah gangguan bicara dan penglihatan.
9. Vitamin C (30 mg)
mencegah sariawan dan perdarahan gusi, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, serta mencegah kelesuan dan kurang darah.
10. Vitamin K (20 mcg)
membantu pembekuan darah, pembentukan dan perbaikan tulang.
11. Asam Folat (150 mcg)
membantu pembentukan sel darah merah serta mencegah penyakit (infeksi) dan kelelahan.
12. Asam Pantotenat (3 mg)
mencegah kelelahan dan mengatasi sulit tidur pada anak.
Mineral 1. Iodium (50 mcg)
membantu pertumbuhan dan perkembangan mental, serta mencegah kretinisme (anak cebol dan terbelakang mental).
2. Seng (5 mg)
meningkatkan pertumbuhan, fungsi saraf dan otak, serta nafsu makan.
3. Selenium (20 mcg)
meningkatkan
daya tahan tubuh dan kesehatan.
4. Zat Besi (10 mg)
meningkatkan nafsu makan dan mencegah anemia (kurang darah) dengan gejala 5 L (letih, lemah, lesu, lela h dan lalai).
Taburia yang didapatkan dari program pemerintah dikemas dalam kemasan box. Pada satu kemasan box taburia berisi 30 saset taburia. Dalam satu bulan anak mendapat Taburia sebanyak 15 saset dengan pemberian selama 4 bulan. Jadi, satu orang anak mendapatkan 60 saset untuk empat bulan. Adapun panduan pemakaian taburia yaitu: 6 -
Taburia diberikan pada anak setiap dua hari sekali sebanyak 1 (satu) saset.
-
Satu saset taburia sebaiknya dihabiskan sekaligus pada saat makan pagi.
-
Taburia tidak boleh diberikan kepada bayi di bawah usia 6 bulan, agar bayi tetap mendapat ASI Eksklusif.
-
Makanan yang sudah dicampur Taburia harus segera/langsung dimakan dan dihabiskan anak.
Selain panduan pemakainan taburia, perlu dijelaskan pula cara pemberiannya, yaitu:6 -
Sobek saset Taburia lalu taburkan pada makanan utama (nasi, bubur, jagung, kentang, ubi, sagu dll) yang akan dimakan anak saat makan pagi.
-
Makanan yang sudah dicampur Taburia harus segera dimakan dan dihabiskan oleh anak.
-
Taburia tidak boleh dicampur dengan makanan berair (sayuran berkuah) dan minuman (air, teh, susu), karena akan mengubah warna makanan serta kandungan taburia dan dikhawatirkan anak tidak dapat menghabiskan
-
Taburia tidak boleh dicampur dengan makanan panas karena akan menimbulkan kandungan vitamin atau mineral rusak serta timbul rasa dan bau yang kurang enak.
Terdapat beberapa kejadian yang dapat dialami selama pemberian taburia yang perlu diketahui, yaitu: 6 -
Ada kemungkinan tinja anak berwarna hitam, yang disebabkan adanya zat besi pada Taburia.
-
Bila terjadi diare atau gangguan kesehatan lainnya, dianjurkan dirujuk ke puskesmas atau pelayanan kesehatan terdekat.
-
Apabila setelah dicampur Taburia, warna dan rasa makanan sedikit berubah, tidak perlu dikhawatirkan karena perubahan itu tidak mengurangi manfaat Taburia
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan Taburia adalah: 6 •
Tempat penyimpanan harus bersih
•
Hindarkan dari sinar matahari langsung
•
Simpan di tempat sejuk, kering, dan tidak lembab
•
Perhatikan tanggal kadaluarsa
Kegiatan Sosialisasi Taburia
Sosialisasi merupakan bagian yang sangat penting untuk meningkatkan cakupan pemberian taburia. Sosialisasi perlu dilakukan dalam rangka menggerakkan seluruh lapisan masyarakat agar mendukung kegiatan pemberian taburia. Adapun tujuan sosialisasi tersebut adalah: -
Menyebarluaskan informasi tentang taburia
-
Memperoleh dukungan dari lintas program dan lintas sektor terkait
-
Memperoleh dukungan dari organisasi kemasyarakatandan organisasi profesi
-
Menggalang kemitraan intensif dengan media masa dan kelompok potensial
-
Menggalang kepedulian pengelola Program Gizi dan KIA
-
Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat
Sasaran sosialisai taburia terdapat dua macam, yaitu: -
Sasaran langsung: Ibu yang mempunyai anak usia 6-59 bulan.
-
Sasaran tidak langsung: organisasi masyarakat, kader pemegang kebijakan dan pengelola Program Gizi dan KIA
Kegiatan sosialisasi Taburia ini terdapat berbagai macam cara yaitu dengan: -
penyebaran informasi secara formal dan informal seperti melalui pelatihan, seminar, atau penyuluhan.
-
penyebaran media KIE seperti buku saku, poster, leaflet, radio, ataupun televisi.
-
penyebaran informasi dengan cara menyisipkan pada kegiatan lain
Selain itu, perlu diketahui tiga pendekatan terhadap kegiatan sosialisasi Taburia, yaitu: 1. Pendekatan individu melalui konseling 2. Pendekatan kelompok melalui penyuluhan 3. Pendekatan massa, melalui penyebarluasan informasi yang dapat menjangkau masyarakat luas, seperti: radio, televisi, dan lain-lain
Efektifitas Program Taburia
Beberapa studi efikasi sudah dilakukan untuk mengevaluasi program pemberian taburia. Wahyuni (2011) di Lombok meneliti Pengaruh Taburia Terhadap Status Anemia dan Status Gizi Balita Gizi Kurang di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dari penelitian tersebut didapatkan perbedaan yang bermakna rata-rata kadar hemoglobin subjek setelah perlakuan. Terjadi perubahan status anemia dari anemia menjadi tidak anemia yang tertinggi pada kelompok taburia yaitu 96% pada kelompok umur 24-36 bulan, dan perubahan status gizi yang lebih baik pada akhir perlakuan yang terjadi pada kelompok taburia+biskuit dari kurus menjadi normal sebesar 100%. 7 Pada penelitian yang dilakukan oleh Muh. Khidri A di kabupaten Jeneponto, Sulawesi selatan tentang pengaruh pemberian taburia terhadap kadar hemoglobin pada balita menunujukkan adanya peningkatan setelah pemberian taburia. Hasil yang diperoleh hemoglobin awal balita adalah 10,88±1,17 mg/dl
dan berubah menjadi 11,24±1,07 mg/dl. Hasil analisis statistic menunjukkan adanya peningkatan kadar Hb secara signifikan setelah pemberian taburia. 8 Penelitian lain yang dilakukan oleh Nadia juga menunjukkan peningkatan. Penelitian yang dilakukan adalah mengetehui pengaruh pemberian taburia terhadap kasus stunting pada anak 12-36 bulan. Hasil yang didapatkan adalah suplementasi taburia selama 2 bulan meningkatkan rata-rata tinggi anak dari 76,2 cm menjadi 79,3 (pada kelompok perlakuan), sedangkan 76,5 cm menjadi 78,4 cm (pada
kelompok
control).
Dengan
demikian
pemberian
taburia
meningkatkan skor z indeks TB/U pada anak stunting usia 12-36 bulan. 9
dapat
BAB IV KEGIATAN INTERVENSI
Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan I
Hari/Tanggal
: Kamis, 11 November 2013
Waktu
: Pukul 09.30 WIB
Tempat
: Desa Pangaradan
Kegiatan
:-
Penyuluhan tentang Gizi Seimbang Balita
-
Penjaringan balita (BB dan LLA)
-
Konseling dengan orangtua dengan balita sasaran pemberian Taburia
-
Pemberian Taburia
-
Dokumentasi
Jumlah sampel
: 10 balita
Kriteria sampel
:
Kriteria inklusi
Kriteria 1 : balita dengan berat badan tidak naik selama 2 bulan berturut turut / mendatar (KMS)
Kriteria 2 : balita dengan berat badan di bawah garis merah (KMS)
Kriteria 3 : balita dengan berat badan turun dan diikuti perpindahan warna grafik (KMS)
Kriteria eksklusi
Balita tidak datang ke pengukuran kedua
Balita menggunakan vitamin lain selain taburia
Kegiatan II (Evaluasi)
Hari/Tanggal
: Kamis, 12 Desember 2013
Waktu
: Pukul 09.30 WIB
Tempat
: Desa Pangaradan
Kegiatan
:-
Jumlah sampel
Penjaringan balita (BB dan LLA)
-
Evaluasi Pemberian Taburia pada peserta Taburia
-
Dokumentasi
-
Pemberian kuesioner mengenai pemakaian taburia
: 7 balita (dropped out 3 balita)
BAB V HASIL
Dari penjaringan awal didapatkan 10 orang anak yang memenuhi kriteria inklusi sampel menurut KMS yaitu :
Kriteria 1 : balita dengan berat badan tidak naik selama 2 bulan berturut turut / mendatar (KMS)
Kriteria 2 : balita dengan berat badan di bawah garis merah (KMS)
Kriteria 3 : balita dengan berat badan turun dan diikuti perpindahan warna grafik (KMS) Pada saat evaluasi 3 orang dikeluarkan (dieksklusi) dari penelitian karena
tidak datang pada saat penimbangan. Data lebih lengkap mengenai hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengukuran BB dan LLA sebelum dan sesudah pemberian Taburia 12/12/2013 BB LLA (kg) (cm)
Perubahan LLA % (cm)
Umur (bulan)
1
N
21
Ny T
1
8
14
8,5
14
0,5
6,25%
0
0,00%
2
D
16
Ny S
1
8
15
8
15
0
0,00%
0
0,00%
3
B
31
Ny S
1
10,5
13
11
14
0,5
4,76%
1
7,69%
4
D
24
Ny D
3
9,5
13
9,5
13,5
0
0,00%
0,5
3,85%
5
A
19
Ny K
3
10
15,5
6
P
54
Ny N
2
11
14
11,5
14,5
0,5
4,55%
0,5
3,57%
7
A
44
Ny J
2
10
14
11
14,5
1
10,00%
0,5
3,57%
8
J
39
Ny S
1
10
14,5
11
14,5
1
10,00%
0
0,00%
9
F
23
Ny T
2
9,5
14
Drop out
10
N
36
Ny N
2
10
14,5
Drop out
9,65
14,15
0,36
2,67%
No
Nama Ibu
11/11/2013 BB LLA (kg) (cm)
Nama Anak
Rata-rata
Kriteria
BB (kg)
%
Drop out
10,071
14,28
0,5
5,08%
BAB VI PEMBAHASAN
Posyandu Desa Pangaradan pada hari Senin 11 November 2013 dimulai dengan penyuluhan mengenai gizi seimbang pada balita. Kemudian penjaringan balita sesuai kriteria dilakukan oleh tim dokter internship. Dari hasil penjaringan didapatkan 10 balita yang memenuhi kategori untuk diberikan taburia. Adapun kategori balita yang telah ditetapkan untuk menjadi sasaran dalam pemberian Taburia secara khusus, adalah balita dengan berat badan tidak naik selama 2 bulan berturut-turut/mendatar (KMS), balita dengan berat badan di bawah garis merah (KMS), serta balita dengan berat badan turun dan diikuti perpindahan warna grafik (KMS). Pemberian Taburia ini dilakukan selama 1 bulan. Edukasi mengenai syarat dan ketentuan pemakaian Taburia telah disampaikan saat tahap konseling. Pada kesempatan itu juga ibu balita sasaran Taburia diajari dan didukung untuk berperan aktif dalam menyukseskan pemberian Taburia pada balitanya sehingga diharapkan hasil yang diinginkan dapat tercapai. Selama pemberian Taburia oleh ibu pasien tersebut, ibu pasien juga diminta untuk mengamati perubahan pola/kebiasaan yang timbul antara lain yaitu peningkatan nafsu makan anak, perubahan konsistensi BAB (jadi sulit BAB atau mencret), perubahan warna BAB yang dapat berubah menjadi agak hitam oleh karena mengandung zat besi (Fe). Ibu pasien juga diajarkan untuk pencatat penggunaan Taburia di kalender karena Taburia diberikan 2 hari sekali (1 sachet). Evaluasi pemberian Taburia di Desa Pangaradan dilaksanakan saat posyandu pada tanggal 12 Desember 2013. Dari hasil evaluasi ternyata 3 orang balita tidak hadir saat pengukuran sehingga dieksklusi dari penelitian. Untuk sampel yang hadir (7 orang) didapatkan hasil yang sesuai dengan hipotesis sebelumnya. Terjadi peningkatan berat badan rata-rata sebesar 0,5 kg (5,08 %) dibandingkan dengan berat badan sebelum pemberian Taburia. Untuk pengukuran linkar lengan atas (LLA) didapatkan peningkatan 0,36 cm (2,67 %).
Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesioner sebagai evaluasi pemberian Taburia, ibu balita tersebut menemukan adanya beberapa perubahan pola/kebiasaan selama pemberian Taburia, seperti BAB keras, warna berubah menjadi agak hitam, akan tetapi karena sudah dilakukan edukasi sebelumnya ibu balita tidak takut dan terus melanjutkan pemberian Taburia sampai 1 bulan. Pada balita yang mengalami perubahan konsistensi ibu balita memberi buah dan makan berserat. Penelitian Taburia di Desa Pangaradan dapat disimpulkan sesuai dengan hipotesis awal dan sejalan dengan penelitian efikasi sebelumnya karena ada peningkatan BB dan LLA sebelum dan sesudah diberikan Taburia. Adapun keterbatasan penelitian ini antara lain jumlah sampel yang hanya sedikit (10 orang) dan waktu pemberian Taburia yang singkat ( hanya selama 1 bulan ) sehingga bias yang mempengaruhi belum dapat dihilangkan. Keterbatasan waktu pemberian diakibatkan karena tanggal kadaluarsa Taburia yang didapat dari Puskesmas Tanjung adalah Desember 2013.
BAB VII SIMPULAN
Taburia adalah asupan tambahan yang mengandung zat gizi mikro, yaitu multivitamin (12 vitamin) dan mineral (4 mineral) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang balita usia 6-59 bulan, dengan prioritas balita usia 6-24 bulan. Program Taburia merupakan salah satu strategi dalam upaya peningkatan status gizi balita. Angka keberhasilan program Taburia sangat ditentukan oleh kepatuhan terhadap program tersebut serta peran serta semua pihak. Dari hasil evaluasi pengukuran Berat Badan (BB) dan Lingkar Lengan Atas (LLA) yang dilakukan sebelum dan sesudah pemberian Taburia selama 1 bulan kepada 10 orang balita didapatkan hasil yang sesuai dengan hipotesis dan penelitian sebelumnya. Terjadi peningkatan berat badan rata-rata sebesar 0,5 kg (5,08 %) dibandingkan dengan berat badan sebelum pemberian Taburia. Untuk pengukuran linkar lengan atas (LLA) didapatkan peningkatan 0,36 cm (2,67 %). Tiga orang balita tidak hadir saat pengukuran sehingga dieksklusi dari penelitian. Tingkat kepatuhan ibu di desa Pangaradan terhadap program ini cukup baik. Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesioner sebagai evaluasi pemberian Taburia, ibu balita tersebut menemukan adanya beberapa perubahan pola/kebiasaan selama pemberian Taburia, seperti BAB keras, warna berubah menjadi agak hitam, akan tetapi karena sudah dilakukan edukasi sebelumnya ibu balita tidak takut dan terus melanjutkan pemberian Taburia sampai 1 bulan. Pada balita yang mengalami perubahan konsistensi ibu balita memberi buah dan makan berserat. Adapun keterbatasan penelitian ini antara lain jumlah sampel yang hanya sedikit (10 orang) dan waktu pemberian Taburia yang singkat ( hanya selama 1 bulan ) sehingga bias yang mempengaruhi belum dapat dihilangkan. Keterbatasan waktu pemberian diakibatkan karena tanggal kadaluarsa Taburia yang didapat dari Puskesmas Tanjung adalah Desember 2013.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk dapat menghilangkan bias yang terjadi pada penelitian kali ini baik dari segi jumlah sampel ataupun waktu pemberian. Akan tetapi penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar. Para ibu yang sudah menjalani program Taburia selama 1 bulan dapat dijadikan contoh untuk masyarakat yang lain. Selain itu diperlukan komitmen antara semua pihak untuk menyukseskan program ini antara lain tenaga kesehatan, kader, aparat desa, serta pemerintah. Pemerintah dalam hal ini mengenai ketersediaan Taburia di Puskesmas. Kesuksesan program Taburia dapat menjadi langkah nyata sebagai peningkatan status gizi balita bila dapat terlaksana secara merata di lingkup terkecil pelayanan kesehatan, misalnya Posyandu. Dengan peningkatan balita sehat pun, pembangunan kesehatan Indonesia pun dapat meningkat.
Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Panduan Pemberian Taburia Bagi Kader . Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Gizi Masyarakat. 2. Departemen Kesehatan RI. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar . Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 3. Departemen Kesehatan RI. 2011. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar . Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 4. Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 5. Puskesmas Tanjung. 2012. Laporan Bagian Gizi Puskesmas Tanjung Tahun 2012. Tanjung. 6. Depkes RI. 2012. Apa dan Mengapa Tentang Taburia Panduan Praktis bagi Kader http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//123456789/1761/2/BK2012376.pdf 7. Kunayarti, Wahyuni. 2011. Pengaruh Taburia Terhadap Status Anemia dan Status Gizi Balita Gizi Kurang di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat . http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act=view &typ=html&file=3252-H-2011.pdf&ftyp=4&id=54364
8. Khidri, M. A et all. 2013. Efektivitas Taburia Terhadap Kadar Hemoglobin dan Feritin Pada Balita di Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan . http://journal.unhas.ac.id/index.php/mgmi/article/download/445/387 9. Oktarina, H Nadia dan Kartasurya I Martha. 2012. Pengaruh pemberian Micronutrient Sprinkle Terhadap StatusAntropometri BB/U, TB/U, dan BB/TB Anak Stunting Usia 12-36 Bulan. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc/article/view/2099/2119
Lampiran