Informasi -
Umur 59 tahun
-
Gejala : sakit kepala dan letargi parah, lemas, kebingungan, mudah mengantuk (HONK)
-
Tinggi badan : 180 cm
-
Berat badan :98 kg
-
Riwayat : T2DM (15 tahun) & hiperkolesterolemia : ischaemic heart disease (5 tahun) penyakit jantung iskemik : coronary artery bypass grafting (1 tahun) operasi penyakit jantung koroner
-
Perokok aktif + minum alkohol
-
Alergi penisilin
-
Sekarang : bingung, disorientasi, kaki kiri- pembengkakan (edema) kaki kanan- busuk (foot ulcer)
-
Diagnosis sekarang : sindrom hyperosmolar non-ketotic (HONK) syndrome secondary ,
gangguan ginjal (CKD), dan infeksi diabetic foot ulcer .
Komplikasi Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan kronik : 1. Komplikasi akut : hipoglikemia, koma diabetic 2. Komplikasi kronis a. Komplikasi mikrovaskuler -Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil, diantaranya: Retinopati diabetika
•
Nefropati diabetika
•
Neuropati diabetika
•
b. Komplikasi makrovaskuler yaitu komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, dan dan gangren pada kaki (Gustaviani, 2006; Tjokoprawiro, 1991; Powers, 2005).
Patofisiologi (penyebab)
Pasien didiagnosis diabetes mellitus dengan infeksi diabetic foot ulcer , berdasarkan adanya riwayat diabetes melitus tipe 2 sejak 15 tahun yang lalu dengan pengobatan antidiabetik oral yang digunakan pasien, terjadinya demam, edema dan pembusukan pada jaringan kaki. Komplikasi kaki diabetik terdiri dari 3 mekanisme, yaitu neuropati, neuropati, infeksi, dan iskemia. Neuropati sensorik, motorik, dan autonomik akan menyebabkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang selanjutnya mengakibatkan terjadi perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan mempermudah terjadinya ulkus pedis. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah menyebar yang disebabkan karena sistem imunitas pasien DM umumnya lemah. Dasar masalah kaki diabetik adalah hasil kompleks ketiga mekanisme tersebut yang saling mempengaruhi dan kemungkinan ditambah dengan faktor lain seperti : tekanan pada telapak kaki, mobilitas sendi yang terbatas, kontrol glikemik, dan faktor demografi. Identifikasi faktor resiko presdiposisi ulserasi, amputasi, infeksi dan Charcot’s arthropathy pada saat anamnesis dan pemerik saan saan fisik sangat penting untuk kepentingan pengelolaan kaki diabetik ( Clinical, 2004; Shahab, 2007). Charcot’s arthropathy atau neuropathic joint disease adalah suatu kelainan sendi destruktif parah yang ditandai dengan berkurangnya sensasi nyeri dan posisi, dapat terjadi efusi dalam sendi yang noninflamasi namun dapat terjadi perdarahan. Kerusakan akibat trauma pada kulit dan jaringan lunak pada kaki sering terjadi akibat neuropati sensori termasuk polineuropati distal simetrik diabetik. Dasar dari segala bentuk ulkus kaki diabetik adalah menurunnya sensitivitas nyeri, termasuk berkurangnya proprioseptif dan kekuatan otot serta peranan vaskular sebagai faktor-faktor kontributor . Trauma pada kaki pasien dengan neuropati sensorik merupakan komponen yang penting sebagai penyebab ulserasi. Trauma dapat dalam bentuk baik luka tusuk atau luka tumpul, luka yang sering terjadi memicu ulserasi akibat stress berulang pada kaki yang berhubungan dengan cara berjalan atau aktivitas sehari-hari. Manifestasinya berupa callus dibawah kepala metatarsal. Trauma akibat sepatu juga teridentifikasi sebagai pemicu yang sering menyebabkan ulserasi kaki. (Shahab, 2007). Proses kejadian neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya aktivitas jalur poliol, sintesis AGE, pembentukan radikal bebas dan aktivasi PKC. Aktivasi berbagai jalur tersebut mengakibatkan kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel. Gangguan mikrosirkulasi
akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf( Misnadiarl y, 2002).
Pasien DM dengan hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima "hiperplasia membran basalis arteria", oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkoagulabilitas atau abnormalitas trombosit,
sehingga
memicu
hiperadhesi
dan
hiperagregas
(
Misnadiarly,
2002).
Hiperglikemia juga menyebabkan leukosit tidak normal sehingga fungsi kemotaksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem sis tem fagositosisf agositosis bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperberat oleh kekakuan arteri dan hemorheologi yang tidak normal. Adanya Adanya peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi eritrosit sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya thrombus pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi( Misnadiarly, 2002). Penyakit vaskular perifer (PVP) 2-3x lebih tinggi pada pasien DM daripada non DM. Pasien DM juga cenderung mengalami kalsifikasi pada dinding arterinya. Penyakit ini mengurangi perfusi jaringan yang mengakibatkan iskemi perifer dan mengurangi viabilitas jaringan. PVP menyebabkan penyempitan lumen dari arteri pada tungkai bawah menyebabkan penurunan sirkulasi. Pada penyakit vaskular perifer adanya penyumbatan pen yumbatan pada pembuluh darah besar di paha dan kaki menjadi penyebab terbanyak pada masalah klinik. Penyakit vaskular perifer dapat terjadi pada kedua kaki, tapi biasanya lebih parah pada satu sisi saja (berbeda dengan neuropati perifer yang mempengaruhi kedua kaki secara seca ra simetris). (Nursing,2005) PVP mengakibatkan
atau mempercepat terjadinya luka pada kaki diabetik. Pada kaki diabetik, basal membran kapiler menebal, secara teori menganggu migrasi leukosit dan hyperemic response pada trauma, sehingga meningkatkan kepekaan kaki diabetik terhadap infeksi. Aliran darah kapiler dan kemampuan hyperemic response akan menurun, hal ini menyebabkan fungsi microvaskular mengalami kerusakan. Pada pasien DM juga terjadi reflek akson (vasodilatasi neurogenik), dimana pada kaki diabetik terjadi penurunan kemampuan pencapaian aliran darah maksimum pada saat terjadi trauma (Powers, dkk., 2001). PVP jarang memicu ulserasi kaki secara langsung. Insufisiensi arteri pada ulserasi kaki akan memperlambat proses penyembuhan dan meningkatkan resiko tindakan amputasi. Pada akhirnya, penyembuhan infeksi akan mengalami kesulitan karena kurangnya oksigenasi dan sulitnya distribusi antibiotik pada area yang terinfeksi.Pada pasien DM, infeksi kaki lebih mudah terjadi akibat perubahan sistem saraf dan sirkulasi darah yang buruk. Penurunan fungsi saraf yang mengendalikan sistem keringat menyebabkan kulit kaki menjadi kering, pecah-pecah, dan terbentuk callus yang cenderung meningkat. Apabila tidak diterapi secara teratur, callus tersebut dapat berubah menjadi luka terbuka atau ulkus (Macleod, dkk., 1996). Kasus ulkus/gangren DM, kaki diabetes 50% akan mengalami infeksi akibat lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob( Misnadiarly, 2002). Bakteria dapat menjadi penyebab infeksi dapat melalui kulit yang pecah (fissure) yang berkembang pada kulit yang kering sekitar tumit dan bagian lain dari kaki atau melalui callus, blister, kuku yang masuk mas uk ke kulit atau ulkus. Apabila tidak diobati, infeksi bakteri tersebut dapat merusak kulit, jaringan dan tulang atau menyebar ke seluruh tubuh, dan berakibat kematian dari jaringan (gangren) atau amputasi(Sorensen, 2007). Penyebab infeksi kaki diabetik terbanyak adalah polimikroba. Faktor predisposisi utama terjadinya infeksi kaki diabetik adalah hiperglikemia, penurunan respon imunologis, neuropati, dan penyakit arteri perifer. DM yang tidak terkontrol mengakibatkan penurunan kemampun leukosit untuk melawan bakteri patogen. Adanya iskemia juga mempengaruhi antibiotik menyebar ke daerah yang terkena infeksi. Selanjutnya, infeksi mudah berkembang, menyebar dengan cepat, dan membentuk kerusakan jaringan yang signifikan dan irrevesibel(Misnadiarly, 2002).
CKD
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang perkembangan proses selanjutnya kurang lebih
mendasari, namun
sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009).
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup m encakup semua lesi yang terjadi t erjadi di ginjal pada DM (Wilson,2005). Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh
dilatasi arteriol aferen oleh efek yang
tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor (IGF) – 1,
nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat
menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis (Hendromartono, 2009). Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat
menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya (National Institute of
Diabetes and Digestive and Kidney
Disease, 2014).
HONK HONK merupakan komplikasi akut dari diabetes melitus. Resistensi insulin menjadi penyebab utama. Glukosa tidak bisa dimasukan ke dalam sel karena terjadi resistensi insulin,sehinggaa terjadi hiperglikemi. Analoginya sel selalu dalam keadaan lapar sehingga akanterjadi proses glukoneogenesis. Jumlah insulin yang normal cukup untuk mencegah terjadiyaproses ketogenesis dalam hati sehingga tidak didapatkan badan keton namun tidak dapatmencegah hiperglikemia. Badan keton bersifat asam, hal ini yang membedakan HONKdengan KAD. Pada KAD ditemukan badan keton sehingga pH darah pada umumnya asam(<7,3) sedangkan pada HONK tidak ditemukan badan keton sehingga pH darah padaumumnya basa(>7,3). Hasil dari pemecahan protein didapatkan banyak Nitrogen karenarumus senyawa dari protein sendiri adalah CHON, dari pemecahan lemak didapatkan bahanbuangan urea, jadi akan didapatka BUN (Blood urea Nitrogen) yang tinggi. Keadaanhiperglikemi membuat tekanan osmolar darah meningkat (hiperosmolar) (Soewondo, 2009).Keadaan
hiperosmolar
ini
membuat
aliran
darah
menjadi
lambat
sehingga
suplaioksigen ke jaringan menjadi terhambat dan berkurang. Tubuh melakukan konpensasi dengancara takikardi. Selain itu keadaaan hiperosmolar juga merangsang pengeluaran hormon ADHdengan tujuan untuk meretensi urin dan Na agar tidak banyak cairan yang keluar Namun padapasien HONK terjadi diuresis osmotik (peningkatan tekanan osmotik urin) sehingga darahsemakin hiperosmolar, hal diikuti dengan kehilangan banyak elektrolit seperti K+, Na+,clorida, dsb khususnya K+. Ion K+ dibutuhkan untuk menetralkan asam lambung yang asamagar tidak kelebihan asam lambung. Namun + banyak dikeluarkan sehingga tidak ada yangmenetralkan asam lambung, pasien menjadi mual bahkan bisa sampai muntah. Keadaan initidak diimbangi dengan masukan cairan oral. Sehingga pasien menjadi hipovolemia (volumecairaan darah semakin menurun) yang akhirnya menjadi hipotensi dan akhirnya bisamenimbulkan koma (Soewondo, 2009).
Jantung Iskemik Patofisiologi dasar dari penyakit jantung koroner adalah ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen miokardium. Penyediaan oksigen miokardium bisa menurun atau kebutuhan oksigen miokardium bisa meningkat melebihi batas cadangan perfungsi koronaria, yang menyebabkan men yebabkan iskemia. Penelitian belakangan ini menggambarkan bahwa penurunan dalam aliran darah koronaria karena spasme arteri koronaria, agregasi trombosit atau keduanya bisa memainkan peranan dalam patogenesis iskemia miokardium berulang yang lama pada pasien aterosklerosis koroner. Penyakit jantung iskemik/koroner dimulai saat terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol, maka kadar kolesterol dalam darah bisa berlebih disebut hiperkolesterolemia. Kelebihan kadar kolesterol dalam darah akan disimpan di dalam lapisan dinding pembuluh darah arteri, yang disebut sebagai plak atau ateroma ,sumber utama plak berasal dari LDL Kolesterol (kolestrol jahat). Sedangkan HDL(kolestrol baik) membawa kembali kelebihan kolesterol ke dalam hati, sehingga mengurangi penumpukan kolesterol di dalam dinding pembuluh darah).Ateroma berisi bahan lembut seperti keju, mengandung sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat. Apabila makin lama plak yang terbentuk makin banyak, akan terjadi suatu penebalan pada dinding pembuluh darah arteri, sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah arteri. Kejadian ini disebut sebagai aterosklerosis terdapatnya aterom pada dinding arteri, berisi kolesterol dan zat lemak lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya arteriosklerosis (penebalan pada dinding arteri & hilangnya kelenturan dinding arteri). Bila ateroma yang terbentuk semakin tebal, dapat merobek lapisan dinding arteri dan terjadi bekuan darah trombus yang dapat menyumbat aliran darah dalam arteri tersebut. Hal ini yang dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah serta suplai zat-zat penting seperti oksigen ke daerah atau organ tertentu seperti jantung. Bila mengenai arteri koronaria yang berfungsi mensuplai darah ke otot jantung istilah medisnya miokardium. Maka suplai darah jadi berkurang dan menyebabkan kematian di daerah tersebut (disebut sebagai infark miokard). Konsekuensinya adalah terjadinya serangan jantung dan menyebabkan timbulnya gejala berupa nyeri dada yang hebat dikenal sebagai angina pectoris. Keadaan ini yang disebut sebagai Penyakit Jantung Koroner (PJK)