TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI DAMPAK KORUPSI DI BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Disusun oleh: 1. Fauziah Kartika Hapsari
(P01733215015) (P01733215015)
2. Gilang Fajar Ikhwanda
(P01733215016) (P01733215016)
3. Novia Lestari
(P01733215024) (P01733215024)
4. Yuanita Prameswari
(P01733215038) (P01733215038)
5. Zulfa Nur Fadhila
(P01733215040) (P01733215040)
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KESEHATAN LINGKUNGAN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Budaya Anti Korupsi dengan judul Tugas Pendidikan Budaya Anti Korupsi Dampak Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan Negara. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah Pendidikan Budaya Anti Korupsi dengan judul Tugas Pendidikan Budaya Anti Korupsi Dampak Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan Negara ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
DAFTAR PUSTAKA KATA PENGANTAR ......................................... ............................................................... ........................................... .....................
i
DAFTAR PUSTAKA .......................................... ................................................................. ........................................... ....................
ii
BAB I ............................................. .................................................................... ............................................. .......................................... ....................
1
PENDAHULUAN ............................................. ................................................................... ............................................ ........................ ..
1
A. LATAR BELAKANG ......................................... ............................................................... ....................................... .................
1
B. TUJUAN ............................................ .................................................................. ............................................ ................................... .............
2
BAB II ............................................ ................................................................... ............................................. .......................................... ....................
3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................... ................................................................. ....................................... .................
3
A. KORUPSI ........................................... ................................................................. ............................................ ................................... .............
3
B. KASUS DI LAPANGAN ............................................. ................................................................... ............................... .........
8
BAB III ....................... .............................................. ............................................. ............................................ ....................................... .................
10
PEMBAHASAN ........................................... ................................................................. ............................................ ............................ ......
10
BAB IV ........................................... .................................................................. ............................................. .......................................... ....................
12
PENUTUP ........................................... ................................................................. ............................................ ....................................... .................
12
A. KESIMPULAN ............................................ .................................................................. ............................................ ........................ ..
12
B. SARAN .......................................... ................................................................ ............................................ ....................................... .................
12
DAFTAR PUSTAKA .......................................... ................................................................. ........................................... ....................
13
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan
pembangunan.
Pembangunan
sebagai
suatu
proses
perubahan
yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orangorang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Kasus korupsi dapat terjadi di semua bidang, salah satunya dalam bidang pertahanan dan keamanan suatu negara, tidak menutup kemungkinan jika juga ada yang namanya kegiatan korupsi. Seperti yang banyak kita dengar di media sosial jika negara tetangga atau negara lain dengan sangat mudah menerobos masuk kedalam wilayah dinegara Indonesia. Mereka hanya bermodal dengan yang namanya pungutan liar atau yang lebih kita kenal dengan nama pungli. pungli. Dari situlah akan muncul dampak korupsi terhadap pertahanan dan keamanan suatu negara. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung, sehingga korupsi akan membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran. Makalah ini akan membahas mengenai kasus dan dampak korupsi dalam bidang pertahanan dan keamanan negara.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi. 2. Untuk mengetahui kasus-kasus korupsi yang telah terjadi di bidang pertahanan dan keamanan negara. 3. Untuk mengetahui dampak korupsi di bidang pertahanan dan keamanan negara. 4. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi di bidang pertahanan dan keamanan negara. .
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Korupsi 1. Pengertian Korupsi
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan dan jabatan guna mengeduk keuntungan, keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus. Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari struktur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Pengertian korupsi sudah ada dalam Kitab Undang Undang – – Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu :
a. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. b. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu Badan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; c. Barang siapa melakukan kejahatan tercantum dalam Pasal -pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, dan 435 KUHP. d. Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oleh sipemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu; e. Barang siapa tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya, seperti yang tersebut dalam Pasal-pasal 418, 419 dan 420 K.U.H.P. tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib. f.
Barang siapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana-tindak pidana tersebut dalam ayat (1) a, b, c, d, e pasal ini. Dalam Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 tahun 2001 terdapat 30 rumusan bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terpisah dan terperinci mengenai perbuatan perbuatan yang dikenakan pidana pidana korupsi. Korupsi merupakan faktor penghambat bagi pengembangan demokrasi,
penghambat pelaksanaan tugas lembaga-lembaga publik serta penyalahgunaan sumber daya yang dimiliki baik alam maupun manusia secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.
2. Kasus-kasus Korupsi yang terjadi di Bidang Pertahanan Pertahanan dan Keamanan Negara
Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan belum dapat disentuh oleh age nagen pemberantas kosupsi. Kasus yang sedang hangat dibicarakan akhir-akhir ini adalah kasus Simulator SIM yang melibatkan Irjen Polisi Djoko Susilo. Diluar kasus tersebut, kinerja kepolisian yang berhubungan langsung dengan masyarakat sipil pun secara persepsi masih kental dengan tindakan korupsi mulai dari uang damai, penyuapan, maupun jasa pengamanan illegal. Lain hal nya di tubuh Tentara Nasional Indonesia, selama ini terkesan te rkesan tidak terjamah oleh aparat penegak hukum dalam hal penanganan pidana Korupsi. ICW meberitakan dalam situsnya, telah ada bukti awal dan laporan terkait paling tidak untuk lima kasus korupsi yang diserahkan
ke pihak Kejaksaan
diadakan penyelidikan, yang dijadikan alasan
Agung namun belum
tentunya undang-undang yang
membatasi kewenangan kejaksaan untuk menangani kasus korupsi di TNI. Sesuai ketentuan perundang-undangan, kejaksaan harus menggandeng Mabes TNI untuk membentuk tim penyidik koneksitas. Lalu kenapa KPK tidak turun tangan menangani kasus-kasus seperti ini? Bukan kah KPK
lembaga yang
dibentuk secara khusus dan peraturan yang mengatur kewenangannya pun diatus secara khusus (lex spesialis)? Disini terlihat bahwa, sampai sekarang ranah Korupsi di Bidang Pertahanan Pert ahanan dan Keamanan belum dapat disentuh oleh ol eh agenagen pemberantas kosupsi. Dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, peluang korupsi, baik uang maupun kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan di tubuh angkatan bersenjata dan kepolisian serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum TNI/Polri yang seringkali berlindung di balik institusi Pertahanan dan Keamanan. Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indria Samego (1998) mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi: a. Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan pembangunan ekonomi nasional. Ini untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI memang sangat peduli pada pembangunan ekonomi. Padahal, pada kenyataannya ABRI memiliki sumber dana lain di luar APBN b. Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi
yang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit secara keseluruhan. c. Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Karena itu, demi menjaga hubungan kesetiakawanan di kalangan militer, mereka yang mendapatkan jabatan di perusahaan negara atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya pada mereka yang ada di lapangan. d. Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan semangat profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang mengenyam kenikmatan berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu, sifat dan nasionalisme dan janji ABRI, ABRI, khususnya khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal kepentingan nasional dan untuk mengadakan pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi pengawal bagi kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah ke atas, dan kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan terjadi pula dikotomi, tidak saja antara masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara perwira yang profesional dan Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi komersial.
3. Dampak Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan Negara
Korupsi terhadap peluang-peluang penyalahgunaan penyalahgunaan uang negara, yang sangat berpengaruh terhadap persepsi masyarakat terhadap realitas kehidupan, yanng ujung-ujungnya dapat menimbulkan rasa frustasi, iri, dengki, gampang menghujat, tidak terima keadaan dan rapuh, dan pada ujungnya masyarakat dapat kehilangan arah dan identitas diri serta menipsinya sikap bela negara dalam pertahanan dan keamanan. Dengan demikian, dampak terhadap pertahanan dan keamanan sebagai berikut: 1. Melemahnya alutsista dan SDM(Sumber Daya Manusia) 2. Lemahnya garis batas negara 3. Menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat Korupsi dapat berdampak pada lemahnya sistem pertahanan dan keamanan nasional, negara negara yang korup dapat memiskinkan rakyat,
dan rakyat yang yang
miskinsangat rapuh dan mudah diintervensi oleh pihak-pihak yang ingin menongrong pemerintahan. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar didunia,yang memiliki 13.466 pulau. Luas daratan Indonesai Indonesai 1.922.570 1.922.570 km 2 (KPK,2013) dengan jumlah penduduk terbanyak ke-3 di dunian yanitu 246.864.191 jiwa (KPK, 2013). Jumlah TNI adalah 387.470 (Winarto, 2011). Jumlah yang masih sedikit jika dibanding dengan luaspulau dan jumlah penduduk. Dengan demikian, sering muncul masalahmasalah hamkam, baik dalam negeri maupun yang yang berhubungan berhubungan dengan negara negara tetangga. Wilayang perbatasan sering menjadi sumber ketegangan dengan negara tetangga. Sumber daya alam termasuk di perairan juga sering kali tidak terawasi dan dieksploitasi oleh penduduk negara tetangga. Padahal, Indonesia merupakan produsen ikan terbesar di dunia dengan bobot produksi produksi sekitas 87,1 juta ton. Jumlah yang fantastis tersebut meliputi 4,4 juta ton di wilayahtangkap perairan Indoensia, sedangkan 1,8 juta ton lainnya berada di perairan Zona Ekonomi Ekslusif/ ZEE (KPK, tanpa tahun).
4. Langkah-langkah yang dilakukan untuk Memberantasan koorupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan
1. Penyesuaian kompetensi dengan jabatan 2. Rasionalisasi jumlah anggota 3. Perbaikan gaji dan tunjangan jabatan 4. Sanksi yang tegas bagi pelanggar aturan 5. Penonaktifkan jabatan yang diduga sedang terlibat kasus korupsi 6. Penggantian pejabat yang mementingkan kepentingan kelompok/pribadi/golongan
B. Kasus di Lapangan
ICW: Korupsi Alutsista Bisa Berdampak pada Buruknya Sistem Pertahanan DIMAS JAROT BAYU
Kompas.com - 05/12/2016, 16:06 WIB Dimas Jarot Bayu Ba yu Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo dalam Diskusi Berseri Madrasah Anti Korupsi Seri 11 di Jakarta, Senin (19/9/2016). JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan
Topan Husodo mengatakan, praktik korupsi di sektor pertahanan membuat Indonesia tak memiliki skenario jangka panjang dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Sebab, pengadaan alutsista tersebut hanya untuk kepentingan pribadi oknum tertentu. "Praktik korupsi mengacaukan strategi untuk pengadaan alutsista," ujar Adnan dalam konferensi pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Senin ( 5/12/2016). Adnan menuturkan, kondisi tersebut dapat berdampak kepada buruknya sistem pertahanan Indonesia. Korupsi, lanjut Adnan, dapat mengakibatkan alutsista yang dibeli Indonesia tak sesuai dengan kebutuhan pertahanan negara. "Implikasinya adalah buruknya sistem pertahanan kita. Kita tidak tahu apakah negara kita sanggup menghadapi gempuran negara lain kalau terjadi perang. Ini berbahaya," kata Adnan. Selain itu, korupsi dalam pengadaan alutsista juga dapat mengakibatkan nilai kerugian negara yang jumlahnya relaif besar. Sebab, lanjut Adnan, nilai unit alutsista tergolong mahal. "Implikasi serius dari sisi kerugian negara karena alutsista ini harganya fantastis. Satu unit saja nilainya sangat besar. Kalau korupsinya massif, nilai kerugian negaranya sangat besar," tutur Adnan. Saat ini, kata Adnan, tingkat korupsi di sektor pertahanan Indonesia cukup tinggi. Mengacu pada Government Defence Anti Corruption Index Index oleh G20 dan Tranparency Tranparency International tahun 2015, tingkat korupsi Indonesia berada pada huruf D dari rentang A hingga E.
"Ini mencerminkan secara keseluruhan problem pembelian alutsist a di institusi pertahanan cukup buruk," kata Adnan. Untuk itu, kata dia, korupsi di bidang pertahanan, khususnya pengadaan alutsista harus segera ditangani. Ini dilakukan dengan mendorong transparansi dan akuntabilitas pengadaan alutsista. Dengan begitu, rencana pemerintah melakukan modernisasi modernisasi dan penguatan pertahanan Indonesia dapat dilakukan. "Kami mendesak upaya mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista," tutur Adnan. Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta yang menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Brigadir Jenderal TNI Teddy Teddy Hernayadi. Mantan Kepala Bidang Pelaksana Pembiayaan Kementerian Pertahanan itu dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi pembayaran sejumlah alat utama si stem pertahanan (alutsista) seperti pesawat F-16 dan helicopter Apache di Kementerian Pertahanan sejak 2010 hingga 2014. Teddy diketahui telah merugikan negara sebesar 12 juta dollar Amerika Serikat.
BAB III PEMBAHASAN
Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan oleh pejabat negara (white collar crime). Kejahatannya berupa penyalahgunaan penyalahgunaan kewenangan dan dan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri
maupun
kelompok.
Pengaturan tindak
pidana
korupsi di
Indonesia diatur
diluar ketentuan yang ada didalam KUHP. Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan dikategorikan khusus. ( lex specialis ). Pengaturan tindak pidana korupsi diatur dalam UU No.20 Tahun 2001 Tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam perkara tindak pidana korupsi, mekanisme pembuktian kesalahanya berbeda dengan tindak pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam tindak tindak pidana umum, pembuktian dilakukan dilakukan oleh Jaksa Penuntut Penuntut Umum. Pada tindak pidana korupsi, korupsi, Pembuktian dilakukan sendiri oleh terdakwa korupsi tersebut. Mengacu pada UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah oleh UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (UU Tipikor) yang memuat delik mengenai adanya sistem pembuktian (Reversing The Burden Of Proof) terbalik Proof) terbalik yaitu, sistem dimana beban pembuktian berada pada terdakwa dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan. Sistem pembuktian ini bersifat terbatas atau berimbang. Yaitu para terdakwa harus mampu membuktikan sendiri bahwa perbuatannya ataupun hartanya bukan bagian maupun hasil dari tindak pidana korupsi ( Pasal 37 ayat 1 UU Tipikor ) dan penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwaanya dakwaanya ( Pasal 37A ayat 3 UU Tipikor ). Didalam UU No. 20 Tahun 2001 juncto UU No. 31 Tahun 1999, perbuatan korupsi diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama duapuluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 200 juta dan paling banyak Rp. 1 milyar. Mengenai penerapan pidana mati terhadap terdakwa korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu. Didalam penjatuhan pemidanaan oleh hakim ada beberapa teori yang digunakan atas dasar pembenaran dari pemidanaan dalam keputusan hukum pidana. Yaitu Pertama, Yaitu Pertama, teori teori retributif atau teori pembalasan. Teori ini menitik beratkan penjatuhan pidana haruslah sesuai dan setimpal set impal dengan perbuatan tindak pidana yang dilakukan dengan tujuan memberikan penderitaan yang setimpal. Kedua, setimpal. Kedua, teori utilitarian atau teori tujuan. Teori ini memiliki pandangan bahwa penjatuhan pidana pidana tidak hanya melihat melihat sebagai pembalasan melainkan harus melihat ke masa yang akan datang. Oleh karena itu, penjatuhan pidana menurut teori ini bukanlah ‘’ quia peccatum est ’’ ( karna orang membuat kejahatan ) melainkan ‘’ ne peccatur ‘’( supaya ‘’( supaya orang jangan melakukan kejahatan ). Ketiga,teori Ketiga,teori integratif atau teori gabungan. Teori ini meninjau dari segala perspektif yakni tujuan utama
dari pemidanaan pengenaan penderitaan yang setimpal dan pencegahan kejahatan. Teori ini menggunakan terminologi ‘’Retributivisme Teleologis’’. Karena pada da sarnya pemidanaan itu bersifat plural menghubungkan prinsip teologis. Brigadir Jenderal Teddy Hernayedi divonis seumur hidup karena telah te rbukti bersalah terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alutsista sebesar 12,4 juta dollar AS saat menjabat Kepala Bidang Pelaksanaan Pembiayaan Kementerian Pertahanan periode 2010-2014.Teddy diduga melakukan kecurangan dengan menandatangani atau menerbitkan surat tanpa izin atasannya,yakni Kepala Pusat Keuangan Kementerian Pertahanan dan Menteri Pertahanan selaku pengguna anggaran.Dalam putusan Pengadilan Militer Jakarta juga merampas s ejumlah aset milik Teddy,yaitu dua unit jetski,satu motor Honda CBR 250,satu motor Ducati Monster,satu mobil toyota camry,sebuah town house di Bandung ,tanah seluas 8000 meter di ciwidey,Bandung,dan sebuah mobil Toyota Prado.Perbuatan yang telah dilakukan Teddy dapat mengancam negara karena korupsi terkait pengadaan alutsista,sebagai petinggi TNI,Teddy juga disebut tidak patuh pada perintah pimpinan negara yang sedang menggalakan tindakan antikorupsi.Majelis Hakim juga mewajibkan Teddy menggantikan kerugian negara,senilai uang yang telah diselewengkannya. Teddy diketahui menyelewengkan anggaran pemebelian helikopter Apache dan pesawat tempur F16.Anggaran yang diambilnya digunakan untuk berfoya foya dengan perusahaan rekanan Mabes TNI, selainitu uang tersebut juga digunakan digunakan Teddy untuk untuk investasi valas.Padahal anggaran itu berasal dari APBN 2010-2014 .Irjen Kementerian Pertahanan Marsda TNI Hadi tjahjanto mengatakan anggaran yang dikorupsi Brigjen Teddy adalah milik Kemhan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP,bagi prajurit TNI yang melakukan pelangaran tindak pidana korupsi akan diproses sesuai hukum yang berlaku.TNI tak akan intervensi apapun keputusan pengadilan.Keputusan itu agar dapat dijadikan pelajaran berharga bagi seluruh prajurit,untuk tidak bertindak melakukan pelanggaran sekecil apapun dan pimpinan TNI tidak akan mentolerir pelanggaaran yang dilakukan oleh oknum prajuritnya. BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. 2. Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan belum dapat disentuh oleh agenagen pemberantas kosupsi. Kinerja kepolisian yang berhubungan langsung dengan masyarakat sipil pun secara persepsi masih kental dengan tindakan korupsi mulai dari uang damai, penyuapan, maupun jasa pengamanan illegal. Lain hal nya di tubuh Tentara Nasional Indonesia, selama sela ma ini terkesan tidak ti dak terjamah oleh aparat penegak hukum dalam hal penanganan pidana Korupsi. 3. Dampak dari korupsi terhadap pertahanan dan keamanan sebagai berikut: -
Melemahnya alutsista dan SDM (Sumber Daya Manusia)
-
Lemahnya garis batas negara
-
Menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat
B. Saran 1. Harus ada nya keterbukaan dalam sistem pertahan dan keamanan negara. Misalnya dalam pembuatan SIM harus ada data yang benar valid sehingga tidak menimbulkan kerugian negara 2. Laporan laporan pembelian alat alat untuk pertahanan negara harus di periksa dengan sangat baik agar tidak terjadi praktek korupsi untuk kepentingan pribadi 3. Tidak memandang pangkat dan jabatan dalam penyelidikan tindak korupsi pada aparatur keamanan dan pertahanan negara 4. Tersangka korupsi harus di proses dan di hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: http://forester-untad.blogspot.co.id/2014/05/makalah-dampak-tindakan-korupsi.html http://nasional.kompas.com/read/2016/12/05/16060661/icw.korupsi.alutsista.bisa.berdampak. pada.buruknya.sistem.pertahanan
https://fatkhurrahmandjogja.wordpress.com/tag/langkah-langkah-memberantas-korupsi/