LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA II PEMERIKSAAN PEMERIK SAAN PENGLIHATAN PENGLIHA TAN dan PEMERIKSAAN PEMERIK SAAN PENDENGARAN PENDENGARA N (PRAKTIKUM VI dan VII)
Kelompok 2 (pagi) :
Exaudi Ebennezer Esther Lamria Purba Fikri Adri Fadhli Izatul R Fanny Oktorina Genita Savitri
PROGRAM S1 PARALEL DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA
PERCOBAAN 6 PEMERIKSAAN PENGLIHATAN
Tujuan :
Mahasiswa mampunmelakukan pemeriksaan visus dan uji buta warna.
Alat : 1. Optotip snellen
2. Trial Lens Set 3. Gambar kipas Lancaster Regan 4. Buku “Ishihara Test” Gambar Alat
Gambar 1: Optotip snellen & kipas Lancaster regan
Gambar 2: Trial lens set
Gambar 3: Ishihara’s test Kerangka Teori •
Optotip Snellen
Pada tahun 1862 Hermann Snellen memperkenalkan obyek berupa huruf. Keputusan terbesarnya adalah pemberian nama obyek dengan nama optotipe dimana pembuatannya didasarkan pembuatan 25 buah kotak berbentuk bujur sangkar. Hal ini menjadi begitu penting karena memberikan standar dalam pembuatan obyek. Snellen juga memberikan rumusan “standar penglihatan ” dalam pembuatannya berupa sudut 5″ ( 5 menit ) dimana setiap huruf tersebut harus mewakili secara penuh bagian kotak dari 25 kotak yang tersedia . Satuan yang biasa digunakan cukup bervariatif tergantung dari kebiasaan tiap negara. Di indonesia menggunakan satuan meter, tetapi tidak sedikit juga yang menggunakan satuan feet. Bilangan 6/60 dalam skala meter menunjukkan nilai pembilangnya adalah jarak orang yang tidak mampu melihat sebuah deretan obyek dengan sempurna dan nilai penyebutnya mewakili jarak orang normal yang masih dapat melihat obyek tersebut dengan baik. Apabila didesimalkan, maka 6/60 = 0.1 dan bila dipersentasikan berarti 10% bermakna fungsi penglihatan individu yang diperiksa sebesar 10%, dan dia kehilangan 90% fungsi
penglihatannya. Menurut batasan WHO( World Health Organisation ) dan telah di adopsi secara aklamasi di kalangan praktisi, batasan tajam penglihatan normal adalah berkisar 6/12 atau fungsi penglihatan yang dimiliki adalah 50%. Namun 6/6 adalah nilai dimana seseorang dianggap memiliki kemampuan penglihatan 100%. Semuanya tercakup dalam satuan meter sebagai acuan Selain objek berupa huruf yang dipopulerkan oleh Snellen, terdapat objek berupa angka yang diperkenalkan oleh Hess, huruf C dalam berbagai broken ring yang ditemukan oleh Landolt, serta huruf E dalam berbagai posisi dan gambar. •
Gangguan Pada Mata
Cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-paket individual energi seperti partikel yang disebut foton yang berjalan menurut cara-cara gelombang. Gerakan ke depan suatu gelombang cahaya dalam arah tertentu dikenal sebagai berkas cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya, refraksi, ketika suatu berkas berpindah dari suatu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu dengan medium yang berbeda. Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawabayangan cahaya terfokus di retina agar penglihatan jelas. Apabila suatu bayangan sudah terfokus sebelum mencapai retina atau belum terfokus sewaktu mencapai retina, bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata, daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber sejajar yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata. Mata normal (emetropi memiliki titik dekat 25 cm dan titik jauh tak terhingga di depan mata. Mata yang jangkauan penglihatannya tidak terdekat di titik dekat 25 cm dan titik jauh tak terhingga disebut cacat mata. Cacat mata dapat ditanggulangi dengan menggunakan kaca mata, lensa kontak, atau operasi. Penderita miopi atau rabun jauh memiliki titik jauh terbatas di depan matanya sehingga tidak dapat melihat benda-benda yang jauh dengan jelas. Bayangan benda yang jauh pada miopi jatuh di depan retina. Cacat mata ini disebabkan karena mata terlalu cembung (jarak fokus lensa terlalu pendek). Agar bayangan benda jatuh tepat pada retina digunakan kaca mata berlensa negatif atau lensa cekung. Penderita hipermetropi atau rabun dekat memiliki titik dekat lebih besar dari 25 cm di depan matanya sehingga tidak dapat melihat benda-benda yang dekat dengan jelas. Bayangan benda yang dekat pada mata hipermetropi jatuh di belakang retina. Hal ini disebabkan karena bola mata terlalu pipih (jarak fokus lensa terlalu panjang). Agar bayangan benda jatuh tepat pada retina digunakan kaca mata berlensa positif atau lensa cembung.
Gambar 4: Gangguan Mata Miopi
Gambar 5: gangguan mata hipermetropi •
Buta Warna
Baru-baru ini ditemukan adanya pusat penglihatan warna tersendiri di korteks penglihatan primer. Pusat ini mengkombinasikan dan mengolah masukan-masukan tersebut untuk menghasilkan persepsi warna dengan mempertimbangkan benda dibandingkan dengan latar belakangnya. Dengan demikian, konsep warna tergantung pada benak yang melihat.
Sebagian besar dari kita setuju mengenai warna yang kita lihat karena kita memiliki jenis-jenis sel kerucut yang sama dan menggunakan jalur-jalur saraf yang sama untuk membandingkan keluaran mereka. Namun, kadang-kadang ada orang yang tidak memiliki jenis sel kerucut tertentu, sehingga penglihatan mereka adalah produk kepekaan diferensial dua jenis sel kerucut saja, suatu keadaan yang dikenal sebagai buta warna. Para individu yang mengalami gangguan penglihatan warna tidak saja mempersepsikan warna tertentu secara berbeda, tetapi juga mereka tidak mampu membedakan banyak variasi warna.
Tata kerja : I. Visus 1. Suruh o.p duduk menghadap ototip Snellen pada jarak 6,1 m (20 Ft). 2. Pasang bingkai kaca mata khusus pada o.p dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus yang tersedia dalam kotak lensa.
3. Periksa visus mata kana o.p dengan menyuruhnya membaca huruf yang saudara tunjuk. Mulai dari baris huruf yang terbesar sampai baris huruf yang terkecil yang seluruhnya masih dapat dibaca o.p dengan lancar tanpa kesalahan. 4. Catat visus mata kanan o.p.
5. Ulangi pemeriksaan ini pada : a) Mata kiri b) Kedua mata bersama – sama 6. Catat hasil pemeriksaan saudara!
II. Refraksi
Dari pemeriksaan visus diatas telah diketahui visus tanpa menggunakan lensa. Pada pemeriksaan di bawah ini akan diperiksa daya bias susunan optik mata (refraksi mata) : A. Jika visus o.p tersebut diatas tanpa lensa = 6/6 maka mata itu tidak mungkin M (miop). Mata tersebut mungkin E (emetrop) atau H (hipermetrop).
Untuk membedakan kedua hal di atas dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Pasang bingkai kaca mata khusus pada o.p dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus. 2. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis +0,25 dan periksa visus matanya lagi. 3. Jika mata kanan o.p E pemeriksaan dihentikan.
4. Jika mata o.p H teruskan pemasangan lensa – lensa dengan setiap kali memberikan lensa positif yang 0,25 D lebih kuat. Lensa positif yang terkuat , yang memberikan visus maksimal merupakan ukuran bagi derajat H yang dinyatakan dalam dioptri. 5. Catat derajat H o.p dalam dioptri!
B. Jika visus mata kanan o.p tapa lensa lebih kecil dari 6/6 maka mata itu biasanya M. Untuk menetapkan derajat M dilakukan pemeriksaan sebagai berikut: 1. Pasang bingkai kaca mata khusus pada o.p dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus. 2. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis negatif, mulai dari – 0,25 D dengan setiap kali memberikan lensa negatif yang 0,25 D lebih kuat.
Periksa visus matanya lagi setiap kali setelah perubahan kekuatan lensa. Lensa negatif yang terlemah, yang memberikan visus maksimal merupakan ukuran bagi derajat M yang dinyatakan dalam dioptri. 3. Catat derajat M o.p dalam dioptri!
C. Jika pada pemberian lensa sferis visus tidak mencapai 6/6 maka harus diingat adanya astismatisme. Cara memperbaiki astigmatisme dilakukan dengan lensa silindris sebagai berikut: 1. Pasang bingkai kaca mata khusus pada o.p dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus. 2. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis sehingga visus o.p tersebut maksimal. 3. Suruh o.p melihat gambar kipas.
Bila warna hitam garis pada semua meridian terlihat merata berarti o.p tidak astigmat.
Hentikan pemeriksaan refraksi. Bila terdapat gambar garis yang lebih kabur, tentukan meridiannya. 4. Tambahkan sekarang didepan lensa sferis tersebut lensa silindris positif atau negatif yang sesuai dengan jenis lensa sferis diatas dengan sumbu lensa silindris tegak lurus pada garis meridian yang terlihat paling tegas sehingga warna hitam garis pada semua meridian merata. 5. Suruh o.p melihat kembali ke optotip Snellen.
Tentukan dan catat jenis serta kekuatan lensa sferis dan silindris yang memberikan visus maksimal serta arah sumbu lensa–lensa silindris tersebut.
III.Uji buta warna 1. Suruh o.p mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku ishihara’s test.
2. Catat dan analisis hasil pemeriksaan saudara!
Hasil Pengamatan Tabel Pemeriksaan Penglihatan pada Orang Percobaan Orang Percobaan Esther (OP1) Exaudi (OP2) Fadhli (OP3) Fikri (OP4) Genita (OP5)
Visus Mata Kanan Kiri Baris 1 Baris 1 Baris 3 Baris 2 Baris 1 Baris 6 Baris 6 Baris 3 Baris 1
Refraksi Mata Kanan Kiri -1,75 D -2,25 D -0,75 D -1,00 D -3,75 D -3,75 D -1,5 D -3,5 D
Tabel Uji Buta Warna Orang Percobaan Hasil Esther (OP1) Exaudi (OP2) Fadhli (OP3) Fikri (OP4) Genita (OP5) Keterangan : +, artinya mengalami buta warna
Silindris Mata Kanan Kiri -0,25 D -0,5 D -0,5 D -0,75 D -
-, artinya tidak mengalami buta warna
Pembahasan
Saat uji buta warna, seluruh orang percobaan dapat membaca buku ishihara’s test dengan baik. Dengan demikian, seluruh orang percobaan teridentifikasi tidak mengalami buta warna. Saat pemeriksaan tanpa menggunakan lensa, hanya ada satu orang percobaan, OP4, yang dapat membaca optotip snellen mencapai 6/6. Mata orang percobaan tersebut kemungkinan emetropi atau hipermetropi. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, dengan menggunakan lensa sferis +0,25 D, ternyata penglihatan orang percobaan tersebut menjadi lebih kabur dan pemeriksaan pun dihentikan. Dari hasil ini, didapatkan bahwa mata orang percobaan tersebut (OP4) emetropi. Sedangkan orang percobaan yang lain mendapatkan hasil visus kurang dari 6/6. Maka mata orang percobaan tersebut mengalami miopi. Untuk menetapkan derajat miopi dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, dimulai dengan menggunakan lensa sferis negative -0,25 D, dengan setiap kali memberikan lensa negatif yang 0,25 D lebih kuat. Lensa negatif yang terlemah akan memberikan visus yang maksimal. Ini merupakan ukuran bagi derajat miopi yang dapat dipakai orang percobaan tersebut untuk dapat melihat dengan jelas. Pada OP1 dan OP3 dilakukan pemeriksaan lebih lanjut karena gambar kipas pada optotip snellen terlihat kabur, bagi mereka. Maka di depan lensa sferis negatif, ditambahkan lensa silindris negatif tegak lurus pada garis median yang terlihat paling tegas sehingga warna hitam garis pada semua meridian merata, dengan setiap kali memberikan lensa silindris negative yang 0,25 lebih kuat, sampai didapatkan visus maksimal. Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan penglihatan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hanya ada satu orang percobaan, OP4, yang masih dapat melihat dengan jelas tulisan pada optotip snellen pada jarak 6 meter (20 kaki). 2. Mata OP1, OP2, OP3, OP5, mengalami miopi dengan visus maksimal yang berbeda beda. 3. Mata OP1 dan OP 3 mengalami astigmatisme. 4. Seluruh orang pencobaan tidak mengalami buta warna.
Daftar Pustaka Andrajati, Retnosari dkk. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI, 2008. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. www.whonamedit.com
http://optikonline.info/2010/02/02/hikayat-tajam-penglihatanvisual-acuity.html
PERCOBAAN 7 PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Tujuan :
Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran. Alat :
1. Penala berfrekuensi 256 2. Kapas untuk menyumbat telinga Gambar Alat
Gambar 6 : Penala berfrekuensi 256 Kerangka Teori
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang mampu menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara. Sebagai contoh sederhana adalah penala. Sewaktu dipukulkan gigi penala tersebut bergetar. Ketika gigi penala bergerak ke satu arah, molekul-molekul udara di depannya terdorong bersama atau tertekan, sehingga terjadi peningkatan tekanan di daerah ini. secara bersamaan, molekul-molekul udara di belakang gigi penala menyebar atau mengalami penjarangan sewaktu gigi bergerak ke depan sehingga terjadi penurunan tekanan di daerah ini. Pada saat gigi penala bergerak kea rah yang berlawanan, tercipta gelombang pemampatan dan penjarangan yang berlawanan. Walaupun setiap molekul udara bergerak hanya pada jarak pendek sesuai getaran penala, gelombang pemampatan dan penjarangan yang berganti-ganti tersebut menyebar dalam jarak yang cukup jauh seperti riak air. Molekul-molekul udara yang terganggu akan mengganggu molekul-molekul lain di dekatnya, sehingga tercipta daerah baru penekanan dan pengembangan, demikian seterusnya.
Tata Kerja : I. Pemeriksaan Pendengaran dengan Penala A. Cara Rinne
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras. 2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p. 3. Tanyakanlah kepada o.p. apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang diperiksa, bila demikian o.p. harus segera member tanda bila dengungan bunyi itu menghilang. 4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus o.p. dan kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnta di depan liang telinga yang sedang diperiksa itu.
5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut : Positif : Bila o.p. masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal. Negatif : Bila o.p. tidak mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
B. Cara Webber
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1. 2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi o.p. di garis median. 3. Tanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Bila pada o.p. tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi pemeriksaan.
C. Cara Schwabach
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti no A.1. 2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p. 3. Suruhlah o.p. mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang. 4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus mastoideus o.p. ke processus mastoideus sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga
si pemeriksa dianggap normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. masih dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach memendek . 5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. juga tidak dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal atau Schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian ujung tangkai penala segera ditekankan ke processus mastoideus o.p.. bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat didengar oleh o.p. hasil pemeriksaan adalah Schwabach memanjang. Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh o.p. maka hasil pemeriksaan adalah Schwabach normal.
Hasil Pengamatan Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran
Orang Percobaan Esther (OP1)
Cara Rinne Telinga (penala Telinga (penala digetarkan pada digetarkan lewat processus mastoideus) udara) Kanan Kiri Kanan Kiri + + + +
Exaudi (OP2)
+
+
+
+
Fadhli (OP3)
+
+
+
+
Fikri (OP4)
+
+
+
+
Genita (OP5)
+
+
+
+
Cara Webber
Cara Schawaba ch
Lateralisasi ke kanan Lateralisasi ke kanan Lateralisasi ke kanan Lateralisasi ke kanan Lateralisasi ke kanan
Schwabach normal Schwabach normal Schwabach normal Schwabach normal Schwabach normal
Pembahasan
Pada percobaan rinne, saat penala digetarkan pada processus mastoideus, terdengar suara dengungan, baik ditelinga kiri maupun telinga kanan, seluruh orang percobaan. Begitu pula
saat penala digetarkan di udara ,tanpa menyentuh processus mastoideus, suara dengungan terdengar jelas. Pada percobaan cara webber, saat penala yang sudah digetarkan ditaruh pada dahi, semua orang percobaan memperoleh hasil yang sama, yaitu lateralisasi cenderung pada telinga kanan. Hal ini, menandakan bahwa telinga kanan semua orang percobaan lebih peka terhadap dengungan yang terjadi dibandingan telinga kiri. Pada percobaan schwabach, saat dengungan penala suda tidak terdengar lagi oleh orang percobaan juga tidak terdengar oleh si pemeriksa, begitu pula sebaliknya. Hal ini berlaku pada semua orang percobaan dan pemeriksanya sehingga hasil pemeriksaan tersebut adalah schwabach normal. Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan bahwa semua orang percobaan dapat mendengar dengungan penala dengan baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa telinga orang percobaan masih bekerja secara normal. Daftar Pustaka Andrajati, Retnosari dkk. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI, 2008. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.