BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Percobaan Untuk mengetahui kadar Fe (II) yang terkandung dalam sampel dengan menggunakan titrasi oksidimetri.
1.2 Dasar Teori 1.2.1 Titrasi Titrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui dan menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan reaksi zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi merupakan metode analisa kimia yang cepat dan akurat. Dalam titrasi, larutan yang digunakan untuk menitrasi atau larutan yang ditempatkan diburet disebut titran (larutan standar), sedangkan larutan yang akan dititrasi disebut titrat. Pada proses digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang ditandakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi. (Brady, 1999) Tujuan proses titrasi adalah penetapan kadar, umumnya kadar dalam molaritas (M) atau terkadang dilanjutkan sampai penetapan massa senyawa (gram). (Anonim, 2013) 1.2.2.1 Syarat-syarat Titrasi Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, seperti :
Reaksi harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping.
Reaksi harus berlangsung secara cepat.
Reaksi harus kuantitatif.
Harus ada indikator baik langsung maupun tidak langsung. Harus jelas perubahan warnanya saat mencapai titik akhir titrasi.
Untuk mengetahui hasil titrasi maka harus diketahui konsentrasi dan volume larutan standar, serta volume larutan yang akan dititrasi. Berdasarkan nilai-nilai tersebut
1
maka hasil titrasi atau konsentrasi senyawa didalam larutan yang dititrasi dapat dihitung dengan persamaan berikut : Na . Va = Nb . Vb Keterangan : Na = konsentrasi larutan yang dititrasi Va = volume yang dititrasi Nb = konsentrasi larutan standar (penitrasi) Vb = volume larutan standar (Anonim, 2013) 1.2.2 Standarisasi Larutan Standarisasi larutan adalah proses menentukan konsentrasi sebenarnya dari suatu larutan standar sekunder, dimana konsentrasi larutan standar sekunder masih dapat berubah karena pengaruh lingkungan. Cara ini harus dilakukan karena jumlah pereaksi kimia yang diperoleh dengan keadaan yang sangat murni jumlahnya relatif terbatas ( Underwood : 1986 ). a. Larutan standar primer Larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutannya diketahui secara tepat melalui metode gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti dari zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu. Contoh: K2Cr2O7, As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Syarat-syarat larutan baku primer : -
Mempunyai kemurnian yang tinggi
-
Rumus molekulnya pasti
-
Tidak mengalami perubahan selama penimbangan
-
Berat ekuivalen yang tinggi (agar kesalahan penimbangan dapat diabaikan)
b.
Larutan stabil didalam penyimpanan Larutan standar sekunder Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari zat yang tidak pernah murni.
2
Konsentrasi larutan ini ditentukan dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2 Syarat-syarat larutan baku sekunder : - Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer - Mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan - Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan. 1.2.3 Macam-macam Titrasi Sesuai dengan jenis reaksi yang terjadi pada pelaksanaan suatu titrasi pada umumnya menggunakan metode penitaran sebagai berikut : 1. Titrasi Asam-Basa Titrasi asam-basa adalah suatu prosedur untuk menentukan kadar (pH) suatu larutan asam/basa berdasarkan reaksi asam-basa. Reaksi yang melibatkan reaksi antara asam dengan basa dikenal dengan istilah titrasi asam-basa atau alkalimetri. Titrasi asam-basa tergolong pada dua metode yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri diartikan pengukuran menggunakan asam yaitu pengukuran terhadap larutan basa bebas atau larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan larutan asam yang telah diketahui konsentrasinya. Sedangkan alkalimetri diartikan pengukuran menggunakan basa, yaitu pengukuran terhadap larutan asam bebas atau larutan garam yang berasal basa lemah yang telah diketahui konsentrasinya. Perbedaan dari jenis titrasi diatas terletak pada titik akhir titrasi, dimana jika dilakukan dengan asam maupun basa kuat yang juga merupakan elektrolit kuat maka larutan yang dihasilkan akan netral dan mempunyai pH 7. Kondisi ini terjadi pada titik ekuivalen. Jika asam atau basanya adalah elektrolit lemah, garam itu akan terhidrolisis sampai derajat tertentu dan larutan pada titik ekuivalen akan sedikit basa atau sedikit asam. pH akhir dari larutan adalah saat titik ekuivalen yang dapat dihitung dari tetapan ionisasi dari asam lemah atau basa lemah itu dan konsentrasi larutan.
3
* Cara mengetahui titik ekuivalen Dalam titrasi asam basa ada 2 cara yang digunakan untuk menentukan titik ekuivalen yaitu ; dengan memakai pH meter dan memakai indikator asambasa. Pada umumnya dengan menggunakan indikator yang lebih sering digunakan hal ini disebabkan lebih mudah dalam pengamatan dan sangat praktis. Indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Reaksi asam-basa yang data dinyatakan dalam persamaan reaksi sebagai berikut :
H+ + OH- → H2O
(Anonim, 2013) 2. Titrasi Redoks (Oksidimetri) Titrasi oksidimetri adalah titrasi yang menggunakan reaksi oksidasireduksi sebagai dasarnya. Reaksi ini melibatkan transfer elektron. Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengompensasi satu sama lain. (Underwood : 1986) Titrasi redoks banyak digunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai oksidator maupun reduktor . Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi digunakan secara meluas dalam analisa titrimetri. Misalnya, besi dalam keadaan oksida +2 dapat dititrasi dengan larutan standar, serium (IV) sulfat : Fe+2 + Ce4+ → Fe3+ + Ce 3+ Suatu zat pengoksidasi lain yang digunakan secara meluas sebagai titran adalah kalium permanganat (KMnO4). Reaksi dengan besi (II) dalam larutan asam adalah : 5Fe+ +MnO4- +8H+ → 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O Jenis-jenis titrasi oksidimetri pada umumnya yang dikenal adalah : Permanganometri Permanganometri adalah metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat. Yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permanganat digunakan sebagai pengoksidasi secara meluas karena mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat 4
encer. Permanganat bereaksi secara beraneka, karena dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6 dan +7. (Day , 1999) Dalam suasana asam atau [H+]
0,1 N , ion permanganat mengalami reduksi
menjadi ion mangan (II) sesuai reaksi : MnO4- + 8H+ +5e- → Mn2+ + 4H2O
Eo = 1,51 volt
Dalam suasana netral ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan dioksida seperti reaksi berikut : MnO4- +4H+ + 3e- → MnO2 + 2H2O Dalam suasana basa atau [OH-]
Eo = 1,70 volt
0,1 N , ion permanganat akan mengalami
reduksi sebagai berikut : MnO4- + e- → MnO42-
Eo = 0,56 volt
(Svehla , 1995) Asam sulfat adalah asam yang paling sesuai karena tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. Dengan asam klorida ada kemungkinan terjadi reaksi : 2MnO4- + 10Cl- + 16H+ → 2Mn2+ + 5Cl2 +8H2O dan sedikit permanganat dapat bereaksi dalam pembentukan klor. Reaksi ini terutama berkemungkinan akan terjadi dengan garam-garam besi, kecuali jika tindakan-tindakan pencegahan khusus diambil. Dengan asam bebas yang sedikit berlebihan, larutan yang sangat encer, temperatur yang rendah, dan titrasi yang lambat sambil mengocok terus menerus, bahaya dari penyebab ini telah dikurangi sampai minimal. Pereaksi kalium permanganat bukan merupakan larutan baku primer dan karenanya perlu distandarisasi terlebih dahulu. Pada percobaan ini untuk menstandarisasi kalium permanganat dapat digunakan asam oksalat yang merupakan standar primer yang baik untuk permanganat dalam larutan asam. (Basset , 1994) Bikromatometri Bikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganat. Kalium dikromat merupakan standar primer. Penggunaan utama bikromatometri adalah untuk penentuan besi (II) dalam asam klorida. (Khopkar, 1990)
5
Digunakan larutan baku kalium dikromat, sebagai oksidator yang lebih lemah dari KMnO4. Larutan baku kalium dikromat lebih stabil dari KMnO4. Pengasaman dapat dilakukan dengan H2SO4, HClO4, HCl. Iodometri-iodimetri Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai penitar disebut iodometri yang menggunakann larutan iodida sebagai penitar disebut iodometri. (Rivai, 1995) Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi yang cukup untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat. Reaksi antara iodium dan thiosulfat berlangsung secara sempurna. (Anonim, 2013)
3. Titrasi Pengendapan (Argentometri) Titrasi pengendapan atau disebut titrasi argentometri yang digunakan perak (Ag). Pengukuran titrasi pengendapan atau argentometri dengan bantuan kation perak. Reaksi pembentukan endapan : Ag + X → AgX↓ AgNO3 merupakan zat standar yang berwarna putih jika terkena sinar akan tereduksi menjadi Ag. Ada tiga cara titrasi argentometri yaitu : Titrasi yang dilakukan dengan cara Mohr Titrasi ini dilakukan secara langsung dalam larutan netral dan sebagai indikator digunakan larutan kalium dikromat. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya endapan merah dari Ag2CrO4. Cara ini digunakan untuk menentukan ion Cl- dan Br- dengan cara titrasi langsung. Ion klorida dalam larutan direaksikan dalam larutan AgNO3 sehingga mengendap AgCl.
6
Titrasi dengan menggunakan cara Volhard Larutan klorida (halida) ditambahkan dengan AgNO3 berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi kembali dengan KSCN atau NH4SCH sebagai indikator digunakan tawas. Ferri ammonium (NH4)2SO4.Fe2(SO4)3.24H2O.
Titrasi cara Payan Adalah pemanfaatan peristiwa adsorbsi ion-ion yang sejenis. Bila ada ion Cl dalam suatu medium yang mengandung endapan AgCl, maka ion Cl- akan diadsorbsi oleh AgCl. Setelah tercapai fluorensein akan membentuk larutan berwarna kehijau-hijauan. (Anonim, 2013)
4. Titrasi Kompleksiometri Dasar titrasi ini adalah terbentuknya senyawa-senyawa kompleks yang stabil dan larut dalam air. Kompleksan yang paling banyak digunakan adalah EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) dalam bentuk garam di natriumnya. Indikator yang digunakan dalam titrasi jenis ini adalah banyak ragamnya, antara lain EBT (Eriochrome Black Ted) yang dengan kalsium, magnesium, atau kation lain membentuk kompleks berwarna merah tua (merah anggur sedangkan indikatornya sendiri adalah biru tua). (Underwood, 1986) 1.2.4 Titrasi Redoks 1.2.4.1 Valensi dan Bilangan Oksidasi Valensi suatu unsur adalah bilangan yang menyatakan berapa banyak atom hidrogen atau atom-atom lain yang ekuivalen dengan hidrogen. Beberapa unsur, seperti hidrogen, oksigen atau logam-logam alkali, nampak selalu mempunyai valensi yang sama dalam semua senyawanya. Namun, unsurunsur yang lain menunjukkan valensi yang berbeda-beda; misalnya, klor bisa mono-, tri-, penta- atau hepta- valen dalam senyawanya. Ternyata senyawasenyawa dari unsur yang sama dengan valensi yang berbeda-beda, menunjukkan ciri-ciri khas fisika dan kimia yang berbeda-beda. Bilangan oksidasi adalah bilangan yang identik dengan valensi, tetapi dengan tanda, yang menyatakan sifat muatan sejenis tersebut ketika terbentuk dari atomatomnya yang netral. Sebagai contoh, bilangan oksidasi klor dalam asam klorida adalah -1, sedangkan dalam asam hipoklorit adalah +1. Sama halnya, bilangan
7
oksidasi klor dalam asam klorit (HClO3) +5, dan dalam asam perklorat (HClO4) +7. (Vogel, 1990)
Penentuan Bilangan Oksidasi Untuk menentukan bilangan oksidasi suatu atom dalam suatu senyawa dapat diperguanakan beberapa ketentuan berikut ini. 1. Bilangan oksidasi unsur bebas (tidak bersenyawa) adalah 0 (nol). 2. Jumlah aljabar bilangan oksidasi seluruh atom-atom dalam suatu senyawa adalah 0 (nol). Contoh : dalam senyawa H2SO4, jumlah bilangan oksidasi dari 2 atom H + 1 atom S + 4 atom O = 0 3. Jumlah aljabar bilangan oksidasi seluruh atom-atom dalam suatu ion poliatomik sama dengan muatan ion tersebut. Contoh : pada ion Cr2O72- jumlah bilangan oksidasi dari 2 atom Cr + 7 atom O = -2 4. Unsur-unsur tertentu dalam membentuk senyawa mempunyai bilangan oksidasi tertentu, misalnya : a) Atom-atom golongan IA (Li, Na, K, Rb, Cs, dan Fr) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +1. b) Atom-atom golongan IIA (Be, Mg, Ca, sr, dan Ba) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +2. c) Atom-atom golongan IIIA (B, Al, dan Ga) dalam senyawa selalu mempunyai bilangan oksidasi +3. d) Atom hidrogen (H) dalam senyawa umumnya mempunyai bilangan oksidasi +1 kecuali dalam hidrida logam. Hidrida logam adalah senyawa yang terbentuk dari unsur logam dan hidrogen. Pada hidrida logam, seperti LiH, NaH, CaH2, MgH2, dan AlH, atom hidrogen diberi bilangan oksidasi -1. e) Atom oksigen (O) didalam senyawa umumnya mempunyai bilangan oksidasi -2, kecuali pada senyawa peroksida dan OF2. Pada peroksida seperti H2O2, Na2O3, dan BaO2, atom oksigen bilangan oksida -1, sedangkan pada OF2 diberi bilangan oksida +2. (Sudarmo, 2006)
8
1.2.4.2 Penentuan Valensi dengan Aturan Bilangan Oksidasi 1. Tentukan biloks masing-masing unsur untuk mengetahui reduktor dan hasil reaksinya serta oksidator dan hasil reaksinya : KMnO4 + FeSO4 + H2SO4 → Fe2 (SO4)3 + K2SO4 +MnSO4 +H2O Penentuan biloks : * KMnO4 = 1.K + 1.Mn +4.O = 0 1 (1) + 1.Mn + 4.(-2) = 0 Mn = +7 * FeSO4 = 1. Fe + 1.S + 4.O = 0 1(+2) + S + 4(-2) = 0 S = +6 *H2SO4 = 2.H + 1.S + 4.O = 0 2(+1) + S + 4(-2) = 0 S = +6 *Fe2(SO4)3 = 2.Fe + 3.S +12.O = 0 2(+3) + 3.S + 12(-2) = 0 S = +6 * K2SO4 = 2.K + 1.S +4.O = 0 2(+2) + S + 4(-2) = 0 S = +6 *MnSO4 = 1.Mn + 1.S + 4.O = 0 1(2) + S + 4(-2) = 0 S = +6 2. Menentukan zat yang mengalami reduksi atau oksidasi +7
+2
+3
+2
KMnO4 + FeSO4 + H2SO4 → Fe2 (SO4)3 + K2SO4 +MnSO4 +H2O reduksi oksidasi
3. Menentukan jumlah kenaikan atau penurunan +7
+2
+3
+2
KMnO4 + FeSO4 + H2SO4 → Fe2 (SO4)3 + K2SO4 +MnSO4 +H2 turun 5 naik 1 9
4. Menuliskan jumlah elektron yang terlibat +7
+2
+3
+2
KMnO4 + FeSO4 + H2SO4 → Fe2 (SO4)3 + K2SO4 +MnSO4 +H2O 5e1e-
Maka valensi dari FeSO4 dan Fe yang terlibat dikali dengan koefisien atom yang mengalamu reduksi dan oksidasi 1
1 = 1. Valensi KMnO4 = 5
1 = 5.
1.2.4.3 Penentuan Valensi dengan Aturan Setengah Sel Pada metode ini reaksi dibagi menjadi reaksi reduksi dan reaksi oksidasi. Tahap-tahap setengah reaksi adalah sebagai berikut : 1. Menulis reaksi yang terjadi Cr2O72- + 14 H+ + 2S2O32- 2Cr3+ + 7H2O + S4O622. Menentukan zat yang mengalami oksidasi atau reduksi Reduksi
Cr2O72-
Oksidasi
Cr
S2O32- S4O62-
3+
3. Masing-masing setengah reaksi reduksi dan oksidasi disetarakan Reduksi
Cr2O72Cr2O72-
Oksidasi
Cr 2Cr3+
S2O32- S4O622S2O32- S4O62-
3+
4. Samakan atom oksigen dengan menambahkan H2O diruas yang O-nya sedikit Reduksi
Cr2O72-
Oksidasi
+ 14 H + 6e 2Cr + 7 H2O +
-
3+
2 S2O32- S4O62- + 2e-
5. Setarakan atom hidrogen dengan menambahkan ion H+ diruas yang berlawanan dengan H2O Reduksi
Cr2O72-
Oksidasi
+ 14 H + 6e 2Cr + 7H2O +
-
3+
2 S2O32- S4O62- + 2e-
Jika ingin menentukan valensi dari Cr2O72- caranya dengan membagi
e
dengan koefisiennya = = 6 dan valensi S2O3= = 1 10
(mylifebunga.blogspot.com/2011/06/10/reaksi-redoks/)
1.2.5 Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum 1. Kalium Permanganat (KMnO4) Kalium permanganat digunakan sebagai zat pengoksidasi secara meluas lebih dari 100 tahun ini. Reagensia ini mudah diperoleh, murah, dan tak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Setelah permanganat 0,1 N memberikan warna merah muda yang tampak kepada larutan yang volumenya lazim digunakan dalam titrasi. Warna ini digunakan untuk menyatakan berlebihnya reagensia itu. Permanganat dapat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, dan +6. (Anonim, 2010) 2. Asam Sulfat Asam yang digunakan adalah asam sulfat encer karena tidak bersifat oksidator sehingga tidak bereaksi dengan zat yang ditentukan dan juga tidak beroksidasi dengan kalium permanganat. Bila menggunakan asam klorida sebagai pengasam, sebagian klorida akan ikut teroksidasi klor dan pemakaian kalium akan lebih dari seharusnya. Valensi dari asam sulfat adalah 1. (Anonim, 2010) 3. Asam Oksalat Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini dapat digambarkan dengan
HOO
COOH. Merupakan asam organik
yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. (Anonim, 2010)
1.2.6 Pembuktian Rumus *Rumus Standarisasi KMnO4- dengan bahan baku asam oksalat Grek Oksidator = Grek Reduktor Grek KMnO4 = Grek H2C2O4 N KMnO4 . V KMnO4 = N H2C2O4 . V H2C2O4 N KMnO4 . V KMnO4 = M H2C2O4 . valensi . volume H2C2O4 N KMnO4 . V KMnO4 =
11
N KMnO4 . V KMnO4 = massa H2C2O4 . N KMnO4 . V KMnO4 = massa H2C2O4 . N KMnO4 . V KMnO4 = massa H2C2O4 .
.
N KMnO4 . V KMnO4 = massa H2C2O4 .
.
N KMnO4 =
*Rumus Kadar Fe (II) dalam FeSO4 . 7H2O Grek Oksidator = Grek Reduktor Grek KMnO4 = Grek FeSO4 . 7H2O N KMnO4 . V KMnO4 = n Fe . valensi N KMnO4 . V KMnO4 = Massa Fe = N KMnO4 . V KMnO4 . Massa Fe = N KMnO4 . V KMnO4 . Massa Fe = N KMnO4 . V KMnO4 . 56
12
BAB II METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan yang digunakan 2.1.1 Alat yang digunakan Erlenmeyer 250 mL Buret 50 mL Bulp Neraca digital Pipet volume 10 mL Pipet ukur 10 mL Botol semprot Beaker gelas 250 mL Spatula Kaca arloji Labu ukur 100 mL Hot plate + magnetic stirrer Corong Statif Gelas ukur 100 mL
2.1.2 Bahan yang digunakan Sampel (FeSO4.7H2O) Larutan KMnO4 0,1 N Larutan H2SO4 4 N Hablur asam oksalat (H2C2O4) Aquadest
2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Standarisasi larutan KMnO4 dengan Asam Oksalat H2C2O4.2H2O
13
1. Menimbang dengan teliti ± 500 mg hablur asam oksalat, membilas dengan air suling kedalam labu ukur 100 mL, melarutkan dan mengimpitkan hingga tanda batas. 2. Kemudian memipet larutan dari labu ukur sebanyak 10 mL dan memasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL menambahkan 10 mL larutan H2SO4 4N dan mengencerkan hingga 100 mL. 3. Kemudian memanaskan larutan hingga 145oC (hot plate) sambil mengaduk dengan magnetik stirrer dan menitrasi dengan KMnO4 0,1 N (dalam keadaan panas) hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna hingga menjadi merah muda. 4. Melakukan secara triplo. 5. Menghitung konsentrasi KMnO4 2.2.2 Penentuan Kadar Fe (II) dalam sampel 1. Mendidihkan aquadest 2. Menimbang ± 500 mg sampel besi sulfat dan melarutkan dalam erlenmeyer 250 mL dengan aquadest yang telah dididihkan terlebih dahulu dan mendinginkannya kembali. 3. Kemudian menambahkan 25 mL H2SO4 4 N dan menitar dengan KMnO4 hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. 4. Menghitung kadar Fe (II) dalam sampel.
14
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Data Pengamatan Tabel 3.1.1 Standarisasi larutan KMnO4 dengan H2C2O4 Massa
No.
H2C2O4
Volume H2SO4 4 N
Volume H2C2O4
Volume
Volume KMnO4
Untuk titrasi
KMnO4
(rata-rata)
1.
505,0 mg
10 mL
10 mL
-
2.
505,0 mg
10 mL
10 mL
8,3 mL
3
505,0 mg
10 mL
10 mL
8,3 mL
8,3 mL
BM H2C2O4
126,07 g/mol
Tabel 3.1.2 Penentuan Kadar Fe (II) dalam sampel No.
Massa FeSO4.7H2O
Volume KMnO4
Perubahan warna
1.
507,3 mg
18,6 mL
Merah muda
3.2 Perhitungan 1. Standarisasi larutan KMnO4 dengan bahan baku Asam Oksalat (H2C2O4) Diketahui : - massa H2C2O4 = 505,0 mg - Volume H2C2O4 = 10 mL - Volume H2SO4 4N = 10 mL - Volume KMnO4 = 8,3 mL Ditanya : N KMnO4 ? Dijawab : *Normalitas KMnO4 = * fp = *Normalitas KMnO4 =
= 15
= 0,09657 N
2. Penentuan kadar Fe (II) dalam sampel Diket :
- Volume KMnO4= 18,6 mL - Massa FeSO4.7H2O = 507,3 mg - Normalitas KMnO4 = 0,096 N - BE Fe = 56
Ditanya : Kadar Fe dalam % ? Dijawab : = = = = 19,71%
Tabel 3.1.3 Hasil Perhitungan Standarisasi KMnO4
Kadar FeSO4.7H2O
0,096 N
19,71%
3.3 Pembahasan Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kadar Fe (II) dalam sampel besi sulfat dengan menggunakan metode titrasi oksidimetri, yaitu permangananometri. Pertama kali dilakukan adalah menstandarisasi KMnO4 0,1 N dengan menggunakan larutan asam oksalat yang ditambahkan dengan sulfat encer 4 N. Larutan asam sulfat digunakan karena tidak bersifat oksidator dan tidak bereaksi dengan kalium permanganat. Titrasi ini dilakukan dengan pemanasan larutan tersebut, agar KMnO4 dan asam oksalat dapat bereaksi dengan cepat. Titrasi dilakukan dari bening menjadi merah muda. Volume rata-rata yang diperlukan untuk titrasi sebesar 8,3 mL dan normalitas KMnO4 hasil standarisasi adalah 0,096 N, padahal seharusnya normalitas KMnO4 adalah 0,1 N, hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain yaitu kelebihan asam oksalat saat menitrasi, dalam melarutkan asam oksalat dengan aquadest kurang sempurna, kurang teliti dalam melaksanakan praktikum. 16
Selanjutnya penentuan kadar Fe (II) dalam sampel besi sulfat. Dalam melarutkan besi sulfat digunakan aquadest yang telah dididihkan kemudian didinginkan hingga benar-benar dingin. Hal ini dibutuhkan agar ion-ion pengotor dapat dihilangkan. Larutan juga ditambahkan H2SO4 encer agar larutan bersifat asam saat titrasi dilakukan hingga berubah warna dari kuning pucat menjadi merah muda. Volume titrasi yang didapat adalah 18,6 mL. kadar Fe (II) yang didapatkan sebesar 19,71%, jadi berbeda jika menghitung kadar Fe secara teori. Perbedaan ini bisa jadi karena titrasi yang berlebih. Volume KMnO4 yang digunakan untuk menitar sebanding dengan kadar Fe (II). Jadi, titrasi yang dilakukan bisa saja belum tepat karena kelebihan titrasi. Hal ini bisa saja penyebab berbedanya kadar Fe (II) praktek dengan teori.
17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan : 1. Normalitas KMnO4 adalah sebesar 0,096 N 2. Kadar Fe (II) dalam sampel 19,71%
4.2 Saran 1. Sebelum praktek sebaiknya memahami prosedur dari praktikum yang akan dilakukan. 2. Praktikan harus memakai APD pada saat praktikum. 3. Praktikan harus menjaga kelebihan saat praktikum untuk menghindari kecelakaan pada saat praktikum.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Titrasi. http://dzali.nolanterprise.com/pengertian-Titrasi.17/2/2013. 20.45. Anonim. 2010. Asam oksalat. http://id.wikipedia.org/wiki/asam-oksalat. 17-2-2013. 16.02. Basset. 1994. Permangananometri. http://annisanfushie.wordpress.com. 17-2-2013. 22.15. Brady. 1999. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. 17-2-2013. 22.15. Day. 1999. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. 17-2-2013. 22.15. Khopkar. 1990. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. 17-2-2013. 22.15. Rivai. 1995. Iodometri dan iodimetri. http://annisanfushie.wordpress.com. 17-2-2013. 22.10. Svehla. 1995. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. 17-2-2013. 22.15. Underwood, A1. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga. Vogel. 1990. Analisa Anorganik Kuantitatif. Jakarta : Kalman Media Pustaka. http://mylifebunga.blogspot.com/2011/06/10/reaksi-redoks/ 7April 2012
19